Anda di halaman 1dari 20

SEARCHINNG I

A.

Pengertian Dakwah

Pembicaraan tentang dakwah Islam selalu merujuk pada pola-pola perilaku dakwah
Nabi dengan para sahabatnya. Proses dakwah pada saat itu telah memberikan bentuk
yang khas sesuai dengan tingkatan peradaban masyarakat. Dakwah Rasulullah SAW
yang dilakukan di tengah masyarakat jahiliyah ketika beliau tinggal di Makkah
menunjukkan pola yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan dakwah Rasulullah
SAW di Madinah. Bahkan seolah-olah Tuhan sendiri mengisyaratkan pendekatan
dakwah yang berbeda antara kedua model masyarakat tersebut dengan memberikan
ciri-ciri tersendiri pada ayat Al Quran yang diwahyukan.
Dakwah secara bahasa berarti ajakan, seruan (Sanwar : 1985 : 3). Sedangkan secara
istilah ada beberapa pendapat mengenai definisi dakwah, di antaranya adalah :
Pertama, H. M. Arifin dalam bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah
mengungkapkan bahwa dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan
ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan
secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara
individual maupun kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian,
kesadaran, sikap, pernghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai
message (pesan) yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur
paksaan (Arifin, 1993 : 17).

Kedua, pengertian dakwah menurut Hamzah Yakub adalah mengajak umat manusia
dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-rasul-Nya
(Yakub, 1981 : 23).
Ketiga, Hasymi mengungkapkan bahwa dakwah adalah mengajak orang lain untuk
meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang lebih dahulu telah
diyakini dan diamalkan oleh pendakwah (Hasymi, 1974 : 28).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang dakwah di atas dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa dakwah merupakan serangkaian aktivitas mensosialisasikan
ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dengan hikmah dan
kebijaksanaan agar mereka mengerti, memahami dan melaksanakan pesan tersebut
guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

B.

Dasar Hukum Dakwah

Titik tolak atau pijakan untuk mendasari hukum dakwah adalah Al-Quran dan
Hadits. Berdasarkan kedua sumber hukum Islam tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap manusia yang mengaku
dirinya telah Islam. Tidak ada alasan lain untuk meninggalkan aktivitas dakwah
kecuali manusia telah meniggalkan dunia yang fana ini. Dakwah yang dimaksud
dalam pengertian di sini bukan hanya pidato, melainkan mencakup pengertian yang

luas dan meliputi seluruh aspek atau bidang kehidupan (Abda, tth : 34). Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :


(125 : )

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. An-Nahl : 125) (Depag RI,
1982 : 421).

Kata udu dalam ayat di atas diterjemahkan dengan arti seruan dan ajakan. Kata udu
merupakan fiil amar yang berarti perintah dan setiap perintah adalah wajib serta
harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban
itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi, melaksanakan dakwah adalah wajib karena
tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu dan hal ini
disepakati oleh para ulama. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa hukum melaksanakan dakwah adalah wajib (fardhu ain) dan harus
dilaksanakan oleh setiap muslim.
Berkaitan dengan hukum dakwah, ada perbedaan pendapat antara ulama yang satu
dengan ulama yang lain, yakni ulama yang berpendapat bahwa hukum dakwah

adalah fardhu ain dan ulama yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu
kifayah. Pendapat ulama yang pertama mengatakan bahwa dakwah itu hukumnya
fardhu ain, maksudnya setiap orang Islam yang sudah baligh (dewasa), kaya, miskin,
pandai dan bodoh semuanya tanpa kecuali wajib melaksanakan dakwah. Sedangkan
ulama yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu kifayah mempunyai
maksud bahwa apabila dakwah sudah dilaksanakan oleh sebagian atau sekelompok
orang, maka jatuhlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh kaum muslimin
sebab sudah ada yang melaksanakannya walaupun hanya sebagian orang (Sanwar,
1985 : 34-35).
Perbedaan pendapat para ulama di atas disebabkan karena adanya perbedaan
penafsiran terhadap Al-Quran Suarat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi :
(104)

Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali Imran : 104) (Depag RI, 1982 : 93).

Perbedaan penafsiran tersebut terletak pada kata ( minkum). Min di sini diberi
pengertian littabidh yang berarti sebagaian, sehingga menunjukkan kepada fardhu
kifayah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa min mempunyai maksud

littabyin yang berarti menerangkan, sehingga menunjukkan kepada hukum fardhu


ain (Sanwar, 1985 35).
TUJUAN DAKWAH
tujuan dakwah adalah untuk mensosialisasikan dan merealisasikan ajaran dan nilainilai yang terkandung dalam agama Islam. Ajaran dan nilai-nilai tersebut mencakup
semua aspek dan bidang kehidupan, baik yang berkaitan dengan bidang ekonomi,
politik, sosial, budaya maupun bidang-bidang yang lainnya. Di samping itu, aktivitas
dakwah bertujuan agar masyarakat dalam konteksnya sebagai obyek dakwah bersedia
dan mampu mengerti, memahami serta merealisasikan ajaran dan nilai-nilai yang
terkandung dalam agama Islam dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat mencapai
kebahagiaan hidup baik di dunia maupun di akhirat.

SEARCHING II
A.

Dasar Hukum Pelaksanaan Dakwah

Dakwah merupakan aktivitas yang bersifat urgen di dalam agama Islam, karena
dengan dakwah Islam dapat tersebar serta diterima oleh masyarakat, dakwah juga
berfungsi untuk menata kehidupan yang agamis menuju keharmonisan dan
kebahagiaan masyarakat.[1] Urgensi dakwah sebagai sebuah aktivitas yang bersifat
wajib di dalam Islam sangat jelas karena pedoman dasar hukum pelaksanaan dakwah
terkodifikasi di dalam kitab suci Alquran dan redaksi Hadis.
1.

Dasar Kewajiban Dakwah dalam Alquran

Sangat banyak ayat-ayat Alquran yang menerangkan tentang kewajiban umat Islam
untuk berdakwah, terdapat lafal maruf sebanyak 38 kali dan lafal munkar sebanyak
16 kali,[2] dan dalil tentang kewajiban dakwah yang terdapat di dalam Alquran di
antaranya adalah sebagai berikut:
a.

QS. An-Nahl (16) : 125

Artinya:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran

yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu

Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[3]

Kalimat "ud'uu" yang dalam kaidah bahasa Arab merupakan bentuk kata kerja
perintah yang berarti ajaklah, menurut kaidah uul fiqh setiap kalimat perintah yang
ada di dalam Alquran adalah perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada
dalil lain yang mengubah atau membuat perintah tersebut menjadi sunnah atau
ketetapan hukum yang lainnya.[4]
Sedangkan kalimat "bi al-hikmah" menurut Datuk Tombak Alam berarti
kebijaksanaan, sehingga dakwah harus dilengkapi dengan beberapa hal sebagai
berikut:[5]
1)

Retorika; mempelajari ilmu seni berbicara.

2)

Didaktika; pembicaraan yang mengandung pelajaran.

3)

Mensen-kennis; ilmu pengetahuan tentang manusia yang dihadapi.

4)

Etika; tata tertib serta sopan santun dalam berdakwah.

5)

Aestetika; kata-kata yang indah dalam ajakan berdakwah.

6)

Taktika; suatu taktik untuk memasukkan ide kepada orang lain.

Dalam pelaksanaan pengabdian dalam bentuk dakwah kepada masyarakat, diperlukan


kemampuan untuk berkomunikasi dalam arti lain diperlukannya metode tertentu yang

tepat dalam berdakwah agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat
selaku sasaran dalam berdakwah.[6] Surah an-Nahl ayat 125 tersebut, selain
merupakan bentuk perintah yang ditujukan kepada seluruh umat Islam untuk
berdakwah, juga merupakan tuntunan cara dalam melaksanakan aktivitas dakwah
yang dapat relevan dengan petunjuk yang terdapat di dalam Alquran.[7]
b.

QS. Ali Imrn (3) : 110

Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,

menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.[8]

Alquran surah Ali Imrn ayat 110 merupakan penegasan bahwa umat nabi
Muhammad SAW merupakan umat terbaik dari umat sebelumnya, hal tersebut karena
umat nabi Muhammad memiliki 3 karakter yang sekaligus menjadi tugas pokok, 3
karakter tersebut adalah:[9]
1)

Mengajak kepada kebaikan.

2)

Mencegah kemunkaran.

3)

Beriman kepada Allah SWT sebagai pondasi utama untuk segalanya.

Pada intinya berdakwah merupakan sebuah kewajiban yang diberikan oleh Allah
SWT, dan hal tersebut merupakan tanggung jawab umat Islam agar dapat
mengembangkan ajaran-ajaran Islam sekaligus menjadi aktivitas wajib yang
mengajarkan rasa solidaritas terhadap sesama umat Islam dengan saling
mengingatkan dan berbagi kebaikan sebagai bentuk dari keindahan ajaran agama
Islam.
2.

Dasar Kewajiban Dakwah dalam Hadis

Selain di dalam Alquran, dasar kewajiban dakwah juga banyak dianjurkan oleh nabi
Muhammad SAW di dalam beberapa Hadis, di antaranya:[10]
a.

Hadis riwayat imam Muslim: dari Abi Said al-Khudariyi ra. berkata: aku

telah mendengar Rasulullah bersabda: barang siapa di antara kamu melihat


kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya (kekuatan atau
kekuasaan; jika tidak sanggup, maka cegahlah dengan lidahnya; dan jika tidak
mampu, maka cegahlah dengan hati, dan hal tersebut merupakan selemah-lemah
iman.
b.

Hadis riwayat imam Tirmii: dari Khuaifah ra. dari nabi SAW bersabda: demi

at yang menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepada kebaikan dan haruslah
kamu mencegah perbuatan munkar, atau Allah akan menurunkan siksa-Nya

kepadamu kemudian kamu berdoa kepada-Nya dimana Allah tidak akan mengabulkan
permohonanmu.
B.

Hukum Dakwah

Pada dasarnya berdakwah merupakan tugas pokok para Rasul yang diutus untuk
berdakwah kepada kaumnya agar mereka beriman kepada Allah SWT,[11] akan tetapi
dengan berlandaskan kepada Alquran dan anjuran nabi Muhammad kepada umat
Islam di dalam beberapa Hadis tentang keharusan untuk berdakwah, maka dakwah
juga diwajibkan kepada seluruh umat Islam.
Mengenai hukum dakwah masih terjadi kontradiksi apakah jenis kewajiban dakwah
ditujukan kepada setiap individu atau kepada sekelompok manusia, perbedaan
pendapat tersebut disebabkan perbedaan pemahaman terhadap dalil naqli (Alquran
dan Hadis), dan karena kondisi pengetahuan dan kemampuan manusia yang beragam
dalam memahami Alquran.[12]
Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim, karena
hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam untuk selalu memperoleh hasil yang
maksimal, akan tetapi usaha yang diharuskan maksimal sesuai dengan kemampuan
dan keahlian yang dimiliki, sedangkan berhasil atau tidak dakwah merupakan urusan
Allah, hal ini berlandaskan kepada firman Allah di dalam Alquran surah at-Tahrm
(66) : 6, sebagai berikut:[13]

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari

api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya

kepada

mereka

dan

selalu

mengerjakan

apa

yang

diperintahkan.[14]

Ibn Taimiyah menyatakan bahwa dakwah merupakan kewajiban secara kolektif


(fardhu kifayah), karena apabila sekelompok umat telah melaksanakan aktivitas
dakwah, maka kewajiban dakwah sudah terlepas bagi kelompok umat yang lainnya.
[15] Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang juga menyatakan bahwa umat
Islam harus saling membantu untuk tercapainya tujuan dakwah.[16]
Dari beberapa pendapat tentang hukum dakwah yang telah diuraikan, maka dapat
disimpulkan berdakwah hukumnya wajib secara kolektif bagi yang mempunyai
kemampuan dalam berdakwah, dan dakwah wajib secara individu dalam menuntut
ilmu agar mempunyai kemampuan untuk berdakwah, karena tidak dapat secara
menyeluruh umat Islam hanya berdakwah disebabkan selain dakwah juga banyak
aspek yang harus dipenuhi oleh umat Islam. Selain itu, tidak dapat dikatakan bahwa
dakwah hanya sekedar untuk orang-orang tertentu, akan tetapi pada dasarnya
kewajiban dakwah berada pada bagian yang menjadi prioritas untuk umat Islam
secara menyeluruh.

Nabi Muhammad SAW mewajibkan kepada semua umat Islam untuk saling mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuannya masingmasing, sehingga dalam perilaku yang baik sudah termasuk dalam kategori
berdakwah.[17] Secara umum berdakwah atau dapat dikatakan pengembangan
masyarakat ada empat strategi yaitu:[18]
1.

The Growth Strategy (strategi pertumbuhan); dimaksudkan untuk mencapai

peningkatan yang cepat dalam nilai ekonomis melalui peningkatan pendapatan


perkapita penduduk, produktivitas, sektor pertanian, permodalan serta kesempatan
kerja yang diiringi kemampuan konsumsi masyarakat, terutama di pedesaan.
2.

The Welfare Strategy (strategi kesejahteraan); pada dasarnya dimaksudkan

untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat.


3.

The Responsive Strategy (strategi reaksi atau respon); dimaksudkan untuk

menanggapi kebutuhan yang dirumuskan masyarakat sendiri dengan bantuan pihak


luar untuk memperlancar usaha mandiri melalui pengadaan teknologi dan sumber
yang relevan.
4.

The Integrated or Holistic Strategy (strategi gabungan atau menyatukan)[19];

secara sistematis strategi ini mengintegrasikan seluruh komponen serta unsur yang
diperlukan demi pencapaian tujuan.
Pihak yang mampu melakukan aktivitas dakwah dengan memaksimalkan kemampuan
serta pengetahuan yang dimiliki, akan mendapatkan kedudukan yang terhormat dari

Allah SWT seperti yang tertera di dalam Alquran surah Fuilat (41) : 33 sebagai
berikut:[20]

Artinya:

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru

kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya aku
Termasuk orang-orang yang menyerah diri?[21]

Dakwah pada hakikatnya merupakan proses perubahan dan perbaikan, yaitu


perubahan yang berazaskan cerminan dari nilai-nilai Islam, sehingga aktivitas
dakwah inherent[22] dengan sisi antropologi masyarakat sehingga dakwah harus
dapat berperan sebagai pemandu perkembangan budaya masyarakat.[23]
Sebagai kesimpulan, hukum berdakwah adalah wajib bagi seluruh umat Islam yang
mampu melaksanakannya, dan wajib hukumnya untuk berusaha memperoleh
kemampuan untuk berdakwah, sehingga dalam berdakwah untuk mencapai
keberhasilan juga diharuskan untuk mempunyai strategi baik berupa metode atau
model yang digunakan agar dakwah dapat diterima oleh masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004.

Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta,
1990.
Echols, John M., dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, dari judul asli, An
English-Indonesian Dictionary, Cetakan XXV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2003.
Hart, Michael, 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah, pent. Mahbub
Djunaidi,

Jakarta:

Dunia

Pustaka

Jaya,

1982,

versi

ebook,

http://www.pakdenono.com/
Hilali, Majdi, 38 Sifat Generasi Unggulan, pent. Anggota LESPISI Kairo-Mesir, dari
judul asli, Falnabda bi anfusin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah, pent. Amiruddin, dari judul asli, al-Amru bi
al-Marf wa al-Nahyi an al-Munkar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001.
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cetakan XX,
Bandung: Mizan, 2000.
MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, Jakarta: Firdaus, 1993.
Omar, M. Toha Yahya, Islam dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004.
Rohman, Dudung Abdul, Dakwah Kultural dalam Alquran, Majalah Tabligh, No. 1
Th. VII, April 2009.

Rosyidah, Miftahur, Konsep Dakwah Kontemporer (Suatu Landasan Aksi dalam


Membangun Masyarakat), Emperisma, Vol. 10. no. 1, Januari - Juni 2003.
Rosyidi, Mujadalah sebagai Metode Dakwah, Menara Intan, Vol. 22 no. 2,
Desember 2004.
SEARCHING III
A. Hukum Dakwah
Terdapat berbagai pendapat para ahli mengenai huku dakwah, diantaranya
sebagai berikut :
1. Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah wajib bagi setiap muslim, karena
hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam untuk memperoleh hasil
yang maksimal. Akan tetapi usaha yang dilakukan harus maksimal sesuai
kemampuan dan keahlian yang dimiliki, sedangkan berhasil dan tidak
dakwah merupakan urusan Allah, hal ini berlandaskan kepada firman
Allah di dalam Al-Quran surah At-Tahrim (66) : 6
Artinya :
Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malikat yang kasar; keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap
apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa
yang diperintahkannya.
2. Ibn Taimiyah menyatakan bahwa dakwah merupakan kewajiban secara
kolektif (fardhu kifayah), karena apabila sekelompok umat telah
melaksanakan aktifitas dakwah, maka kewajiban dakwah sudah terlepas

bagi kelompok umat lainnya. Ditambahkan oleh Muhammad Ghozali yang


juga menyatakan bahwa umat Islam harus saling membantu untuk
tercapainya tujuan dakwah.
Perbedaan pendapat mengenai hukum berdakwah disebabkan oleh perbedaan
cara pemahaman mereka terhadap dalil;dalil naqli (Al-Quran dan Hadits) di
samping kondisi social dan latar belakang berbeda-beda baik pengalaman,
pengetahuan, maupun kemampuannya.
Akan tetapi secara ringkas dalam membahas hukum dakwah dapat
dikemukakan 2 pendapat yaitu :
1. Hukum dakwah fardhu kifayah, maksudnya dapat dilakukan oleh sebagian orang
saja atau sekelompok yang dianggap sudah memadahi. Pendapatnya bersandar
pada surah Ali Imran ayat 104
Artinya :
Dan hendakalah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang
munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.
Ulama yang mengatakan bahwa dakwah merupakan wajib kifayah, memiliki
penafsiran tersendiri dengan pendapat bahwa arti Min dalam surah Ali Imran 104
adalah sebagian dari kamu; sebab diantara umat Islam itu ada beberapa orang
yang tidak mampu melaksanakan amr makruf nahi munkar karena berbagai sebab.
Sebagian ulama lain menyatakan bahwa mar makruf nahi munkar itu wajib bagi
orang yang berilmu (ulama) dan penguasa (umara). Oleh karena itu, makna dari
ayat di atas adalah hendaklah sebagian dari kamu ada sekelompok orang yang
beramr makruf nahi munkar.

Mereka menetapkan persyaratan yang ketat bagi pelaku dakwah, baik


persyaratan yang bersifat keilmuan, kualitas moral, maupun spiritual. Menurut
mereka, orang yang tidak memiliki dan memenuhi persyaratan ini tidak memiliki
kewajiban untuk berdakwah. Dakwah menurut mereka menjadi tugas dari orangorang yang secara formal dinamakan ulama atau tokoh-tokoh agama (al-ulama
wa rijal al-din) seperti yang dijelaskan sebelumnya yang beramr makruf nahi
munkar, bukan masyarakat biasa atau orang awam.
Adapun pendukung pendapat pertama ini, dakwah juga menyangkut dan
terkait dengan soal penjelasan hukum-hukum agama, dan karenanya tidak semua
orang memiliki kapasitas maupun kapabilitas untuk melaksanakan dakwah. Di
sisi lain, agama melarang menyerahkan suatu urusan kepada yang tidak
berkompeten dan menyebutnya sebagai perbuatan yang melanggar amanah.
2. Hukum dakwah adalah fardhu ain, maksudnya bahwa dakwah itu menjadi
kewajiban bagi setiap individu muslim, menurut kadarnya masing-masing. Ia
akan

diganjar

bila

melaksanakannya

sebagaiman

akan

berdosa

bila

meninggalkannya. Pendapat ini bedasarkan beberapa firman Allah dan haditshadits Nabi. Dakwah menjadi kewajiban personal, karena ia merupakan tuntutan
iman. Dimana bagi setiap orang yang mengaku beriman, diharuskan
mengekspresikan keimanannya, selain melalui amal saleh, persaksian iman juga
dapat diwujudkan dalam bentuk dakwah dengan saling berpesan melalui
kebajikan dan ketakwaan sesuai kapasitas masing-masing muslim.

Kedua pendapat di atas dapatlah dijadikan bahan perbandingan, mengapa


diantara keduanya dapat diterima, untuk kemudian dapat disesuaikan dengan
tuntunan dakwah itu sendiri semenjak awal perkembangannya hingga sekarang
dan untuk mendatang. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dakwah merupakan
aktivitas setiap muslim, namun di dalam pelaksanaannya kadang-kadang
dilakukan secara formal oleh orang-orang tertentu saja atau kelompok tertentu
dengan memakai cara tertentu, misalnya pidato atau ceramah (secara lisan) atau
membuat karangan naskah yang membahas masalah tertentu (secara tertulis).
Dari beberapa pendapat tentang hukum dakwah yang telah diuraikan, maka
dapat disimpulkan berdakwah hukumnya wajib secara kolektif bagi yang
mempunyai kemampuan dalam berdakwah, dan dakwah wajib secara individu
dalam menuntut ilmu agar mempunyai kemampuan untuk berdakwah, karena
tidak dapat secara menyeluruh umat Islam hanya berdakwah disebabkan selain
dakwah juga banyak aspek yang harus dipenuhi oleh umat Islam. Selain itu, tidak
dapat dikatakan bahwa dakwah hanya sekedar untuk orang-orang tertentu, akan
tetapi pada dasarnya kewajiban dakwah berada pada bagian yang menjadi
prioritas untuk umat Islam secara menyeluruh.
Sebagai kesimpulan, hukum berdakwah adalah wajib bagi seluruh umat islam
yang mampu melaksanakannya, dan wajib hukumnya untuk berusaha
memperoleh kemampuan untuk berdakwah, sehingga dalam berdakwah untuk
mencapai keberhasilan juga diharuskan untuk mempunyai strategi baik berupa
metode atau model yang digunakan agar dakwah dapat diterima oleh masyarakat.
B. Tujuan Dakwah

Tujuan dakwah adalah menjadikan manusia muslim mampu mengamalkan


ajaran Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan menyebarluaskan kepada
masyarakat yang mula-mula apatis terhadap Islam menjadi orang yang suka rela
menerimanya sebagai petunjuk aktivitas duniawi dan ukhrawi.
Kebahagiaan ukhrawi merupakan tujuan final setiap muslim. Untuk mencapai
maksud tersebut diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan
penuh optimis melaksanakan dakwah.
Oleh karena itu seorang da`i harus memahami tujuan dakwah, sehingga segala
kegiatannya benar-benar mengarah kepada tujuan seperti dikemukakan di atas.
Seorang da`i harus yakin akan keberhasilannya, jika ia tidak yakin dapat
menyebabkan terjadinya penyelewengan-penyelewengan di bidang dakwah.
Sejarah perjuangan umat Islam dalam menegakkan panji-panji Islam pada
dasarnya seluruh golongan dalam Islam sepakat memperjuangkan dan
merealisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan umat manusia. tetapi
kenyataan menunjukkan hal yang berlawanan. Berubah kepada pencapaian
kekuasaan

golongannya

sendiri

sehingga

menimbulkan

persaingan

dan

pertentangan di antara golongan itu sendiri. Dalam masalah bisnis terlihat adanya
transaksi yang sering menguntungkan di satu pihak sementara pada pihak lain
dirugikan. Inilah akibat yang ditimbulkan oleh orang yang tidak memahami
hakikat perjuangan suci.
Disinilah letaknya mengapa tujuan dakwah itu perlu diperjelas agar menjadi
keyakinan yang kokoh untuk menghindari terjadinya salah arah. Tujuan dakwah
hakikatnya sama dengan diutusnya nabi Muhammad saw. membawa ajaran Islam

dengan tugas menyebarluaskan dinul haq itu kepada seluruh umat manusia sesuai
dengan kehendak Allah swt.
Berikut akan diuraikan tentang tujuan dakwah :
1. Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau
musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun
di akhirat.
2. Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
3. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
4. Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang
meminta segera penyelesaian dan pemecahan.
5. Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktuwaktu dalam masyarakat.
Jadi inti dari tujuan yang ingin dicapai dalam proses pelaksanaan dakwah
adalah keridhaan Allah swt. dimana obyek dakwah tidak hanya terbatas kepada
umat Islam saja, tetapi semua manusia bahkan untuk semua alam. Dari sudut
manapun dakwah itu diarahkan, maka intinya adalah amar ma`ruf nahyi munkar
yang bertujuan untuk merubah dari sesuatu yang negatif kepada yang positif, dari
yang statis kepada kedinamisan sebagai upaya merealisasikan kebahagiaan dunia
dan akhirat.

Anda mungkin juga menyukai