A.
Pengertian Dakwah
Pembicaraan tentang dakwah Islam selalu merujuk pada pola-pola perilaku dakwah
Nabi dengan para sahabatnya. Proses dakwah pada saat itu telah memberikan bentuk
yang khas sesuai dengan tingkatan peradaban masyarakat. Dakwah Rasulullah SAW
yang dilakukan di tengah masyarakat jahiliyah ketika beliau tinggal di Makkah
menunjukkan pola yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan dakwah Rasulullah
SAW di Madinah. Bahkan seolah-olah Tuhan sendiri mengisyaratkan pendekatan
dakwah yang berbeda antara kedua model masyarakat tersebut dengan memberikan
ciri-ciri tersendiri pada ayat Al Quran yang diwahyukan.
Dakwah secara bahasa berarti ajakan, seruan (Sanwar : 1985 : 3). Sedangkan secara
istilah ada beberapa pendapat mengenai definisi dakwah, di antaranya adalah :
Pertama, H. M. Arifin dalam bukunya yang berjudul Psikologi Dakwah
mengungkapkan bahwa dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan
ajakan, baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dilakukan
secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain, baik secara
individual maupun kelompok agar supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian,
kesadaran, sikap, pernghayatan serta pengamalan terhadap ajaran agama sebagai
message (pesan) yang disampaikan kepadanya dengan tanpa adanya unsur-unsur
paksaan (Arifin, 1993 : 17).
Kedua, pengertian dakwah menurut Hamzah Yakub adalah mengajak umat manusia
dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-rasul-Nya
(Yakub, 1981 : 23).
Ketiga, Hasymi mengungkapkan bahwa dakwah adalah mengajak orang lain untuk
meyakini dan mengamalkan akidah dan syariat Islam yang lebih dahulu telah
diyakini dan diamalkan oleh pendakwah (Hasymi, 1974 : 28).
Berdasarkan beberapa pengertian tentang dakwah di atas dapat diambil sebuah
kesimpulan bahwa dakwah merupakan serangkaian aktivitas mensosialisasikan
ajaran-ajaran dan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam dengan hikmah dan
kebijaksanaan agar mereka mengerti, memahami dan melaksanakan pesan tersebut
guna mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
B.
Titik tolak atau pijakan untuk mendasari hukum dakwah adalah Al-Quran dan
Hadits. Berdasarkan kedua sumber hukum Islam tersebut dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa dakwah merupakan kewajiban bagi setiap manusia yang mengaku
dirinya telah Islam. Tidak ada alasan lain untuk meninggalkan aktivitas dakwah
kecuali manusia telah meniggalkan dunia yang fana ini. Dakwah yang dimaksud
dalam pengertian di sini bukan hanya pidato, melainkan mencakup pengertian yang
luas dan meliputi seluruh aspek atau bidang kehidupan (Abda, tth : 34). Hal ini sesuai
dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi :
(125 : )
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang
lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. An-Nahl : 125) (Depag RI,
1982 : 421).
Kata udu dalam ayat di atas diterjemahkan dengan arti seruan dan ajakan. Kata udu
merupakan fiil amar yang berarti perintah dan setiap perintah adalah wajib serta
harus dilaksanakan selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban
itu kepada sunnah atau hukum lain. Jadi, melaksanakan dakwah adalah wajib karena
tidak ada dalil-dalil lain yang memalingkannya dari kewajiban itu dan hal ini
disepakati oleh para ulama. Dengan demikian dapat diambil sebuah kesimpulan
bahwa hukum melaksanakan dakwah adalah wajib (fardhu ain) dan harus
dilaksanakan oleh setiap muslim.
Berkaitan dengan hukum dakwah, ada perbedaan pendapat antara ulama yang satu
dengan ulama yang lain, yakni ulama yang berpendapat bahwa hukum dakwah
adalah fardhu ain dan ulama yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu
kifayah. Pendapat ulama yang pertama mengatakan bahwa dakwah itu hukumnya
fardhu ain, maksudnya setiap orang Islam yang sudah baligh (dewasa), kaya, miskin,
pandai dan bodoh semuanya tanpa kecuali wajib melaksanakan dakwah. Sedangkan
ulama yang berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu kifayah mempunyai
maksud bahwa apabila dakwah sudah dilaksanakan oleh sebagian atau sekelompok
orang, maka jatuhlah kewajiban dakwah itu dari kewajiban seluruh kaum muslimin
sebab sudah ada yang melaksanakannya walaupun hanya sebagian orang (Sanwar,
1985 : 34-35).
Perbedaan pendapat para ulama di atas disebabkan karena adanya perbedaan
penafsiran terhadap Al-Quran Suarat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi :
(104)
Artinya : Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar;
merekalah orang-orang yang beruntung (QS. Ali Imran : 104) (Depag RI, 1982 : 93).
Perbedaan penafsiran tersebut terletak pada kata ( minkum). Min di sini diberi
pengertian littabidh yang berarti sebagaian, sehingga menunjukkan kepada fardhu
kifayah. Sedangkan pendapat lainnya mengatakan bahwa min mempunyai maksud
SEARCHING II
A.
Dakwah merupakan aktivitas yang bersifat urgen di dalam agama Islam, karena
dengan dakwah Islam dapat tersebar serta diterima oleh masyarakat, dakwah juga
berfungsi untuk menata kehidupan yang agamis menuju keharmonisan dan
kebahagiaan masyarakat.[1] Urgensi dakwah sebagai sebuah aktivitas yang bersifat
wajib di dalam Islam sangat jelas karena pedoman dasar hukum pelaksanaan dakwah
terkodifikasi di dalam kitab suci Alquran dan redaksi Hadis.
1.
Sangat banyak ayat-ayat Alquran yang menerangkan tentang kewajiban umat Islam
untuk berdakwah, terdapat lafal maruf sebanyak 38 kali dan lafal munkar sebanyak
16 kali,[2] dan dalil tentang kewajiban dakwah yang terdapat di dalam Alquran di
antaranya adalah sebagai berikut:
a.
Artinya:
yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah
yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.[3]
Kalimat "ud'uu" yang dalam kaidah bahasa Arab merupakan bentuk kata kerja
perintah yang berarti ajaklah, menurut kaidah uul fiqh setiap kalimat perintah yang
ada di dalam Alquran adalah perintah wajib yang harus dipatuhi selama tidak ada
dalil lain yang mengubah atau membuat perintah tersebut menjadi sunnah atau
ketetapan hukum yang lainnya.[4]
Sedangkan kalimat "bi al-hikmah" menurut Datuk Tombak Alam berarti
kebijaksanaan, sehingga dakwah harus dilengkapi dengan beberapa hal sebagai
berikut:[5]
1)
2)
3)
4)
5)
6)
tepat dalam berdakwah agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat
selaku sasaran dalam berdakwah.[6] Surah an-Nahl ayat 125 tersebut, selain
merupakan bentuk perintah yang ditujukan kepada seluruh umat Islam untuk
berdakwah, juga merupakan tuntunan cara dalam melaksanakan aktivitas dakwah
yang dapat relevan dengan petunjuk yang terdapat di dalam Alquran.[7]
b.
Artinya:
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang
fasik.[8]
Alquran surah Ali Imrn ayat 110 merupakan penegasan bahwa umat nabi
Muhammad SAW merupakan umat terbaik dari umat sebelumnya, hal tersebut karena
umat nabi Muhammad memiliki 3 karakter yang sekaligus menjadi tugas pokok, 3
karakter tersebut adalah:[9]
1)
2)
Mencegah kemunkaran.
3)
Pada intinya berdakwah merupakan sebuah kewajiban yang diberikan oleh Allah
SWT, dan hal tersebut merupakan tanggung jawab umat Islam agar dapat
mengembangkan ajaran-ajaran Islam sekaligus menjadi aktivitas wajib yang
mengajarkan rasa solidaritas terhadap sesama umat Islam dengan saling
mengingatkan dan berbagi kebaikan sebagai bentuk dari keindahan ajaran agama
Islam.
2.
Selain di dalam Alquran, dasar kewajiban dakwah juga banyak dianjurkan oleh nabi
Muhammad SAW di dalam beberapa Hadis, di antaranya:[10]
a.
Hadis riwayat imam Muslim: dari Abi Said al-Khudariyi ra. berkata: aku
Hadis riwayat imam Tirmii: dari Khuaifah ra. dari nabi SAW bersabda: demi
at yang menguasai diriku, haruslah kamu mengajak kepada kebaikan dan haruslah
kamu mencegah perbuatan munkar, atau Allah akan menurunkan siksa-Nya
kepadamu kemudian kamu berdoa kepada-Nya dimana Allah tidak akan mengabulkan
permohonanmu.
B.
Hukum Dakwah
Pada dasarnya berdakwah merupakan tugas pokok para Rasul yang diutus untuk
berdakwah kepada kaumnya agar mereka beriman kepada Allah SWT,[11] akan tetapi
dengan berlandaskan kepada Alquran dan anjuran nabi Muhammad kepada umat
Islam di dalam beberapa Hadis tentang keharusan untuk berdakwah, maka dakwah
juga diwajibkan kepada seluruh umat Islam.
Mengenai hukum dakwah masih terjadi kontradiksi apakah jenis kewajiban dakwah
ditujukan kepada setiap individu atau kepada sekelompok manusia, perbedaan
pendapat tersebut disebabkan perbedaan pemahaman terhadap dalil naqli (Alquran
dan Hadis), dan karena kondisi pengetahuan dan kemampuan manusia yang beragam
dalam memahami Alquran.[12]
Menurut Asmuni Syukir, hukum dakwah adalah wajib bagi setiap muslim, karena
hukum Islam tidak mengharuskan umat Islam untuk selalu memperoleh hasil yang
maksimal, akan tetapi usaha yang diharuskan maksimal sesuai dengan kemampuan
dan keahlian yang dimiliki, sedangkan berhasil atau tidak dakwah merupakan urusan
Allah, hal ini berlandaskan kepada firman Allah di dalam Alquran surah at-Tahrm
(66) : 6, sebagai berikut:[13]
Artinya:
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya
kepada
mereka
dan
selalu
mengerjakan
apa
yang
diperintahkan.[14]
Nabi Muhammad SAW mewajibkan kepada semua umat Islam untuk saling mengajak
kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran sesuai dengan kemampuannya masingmasing, sehingga dalam perilaku yang baik sudah termasuk dalam kategori
berdakwah.[17] Secara umum berdakwah atau dapat dikatakan pengembangan
masyarakat ada empat strategi yaitu:[18]
1.
secara sistematis strategi ini mengintegrasikan seluruh komponen serta unsur yang
diperlukan demi pencapaian tujuan.
Pihak yang mampu melakukan aktivitas dakwah dengan memaksimalkan kemampuan
serta pengetahuan yang dimiliki, akan mendapatkan kedudukan yang terhormat dari
Allah SWT seperti yang tertera di dalam Alquran surah Fuilat (41) : 33 sebagai
berikut:[20]
Artinya:
kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: Sesungguhnya aku
Termasuk orang-orang yang menyerah diri?[21]
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, M. Ali, Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004.
Datuk Tombak Alam, Kunci Sukses Penerangan dan Dakwah, Jakarta: Rineka Cipta,
1990.
Echols, John M., dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, dari judul asli, An
English-Indonesian Dictionary, Cetakan XXV, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2003.
Hart, Michael, 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah, pent. Mahbub
Djunaidi,
Jakarta:
Dunia
Pustaka
Jaya,
1982,
versi
ebook,
http://www.pakdenono.com/
Hilali, Majdi, 38 Sifat Generasi Unggulan, pent. Anggota LESPISI Kairo-Mesir, dari
judul asli, Falnabda bi anfusin, Jakarta: Gema Insani Press, 1999.
Ibn Taimiyah, Manhaj Dakwah Salafiyah, pent. Amiruddin, dari judul asli, al-Amru bi
al-Marf wa al-Nahyi an al-Munkar, Jakarta: Pustaka Azzam, 2001.
M. Quraish Shihab, Lentera Hati: Kisah dan Hikmah Kehidupan, cetakan XX,
Bandung: Mizan, 2000.
MH. Israr, Retorika dan Dakwah Islam Era Modern, Jakarta: Firdaus, 1993.
Omar, M. Toha Yahya, Islam dan Dakwah, Jakarta: Al-Mawardi Prima, 2004.
Rohman, Dudung Abdul, Dakwah Kultural dalam Alquran, Majalah Tabligh, No. 1
Th. VII, April 2009.
diganjar
bila
melaksanakannya
sebagaiman
akan
berdosa
bila
meninggalkannya. Pendapat ini bedasarkan beberapa firman Allah dan haditshadits Nabi. Dakwah menjadi kewajiban personal, karena ia merupakan tuntutan
iman. Dimana bagi setiap orang yang mengaku beriman, diharuskan
mengekspresikan keimanannya, selain melalui amal saleh, persaksian iman juga
dapat diwujudkan dalam bentuk dakwah dengan saling berpesan melalui
kebajikan dan ketakwaan sesuai kapasitas masing-masing muslim.
golongannya
sendiri
sehingga
menimbulkan
persaingan
dan
pertentangan di antara golongan itu sendiri. Dalam masalah bisnis terlihat adanya
transaksi yang sering menguntungkan di satu pihak sementara pada pihak lain
dirugikan. Inilah akibat yang ditimbulkan oleh orang yang tidak memahami
hakikat perjuangan suci.
Disinilah letaknya mengapa tujuan dakwah itu perlu diperjelas agar menjadi
keyakinan yang kokoh untuk menghindari terjadinya salah arah. Tujuan dakwah
hakikatnya sama dengan diutusnya nabi Muhammad saw. membawa ajaran Islam
dengan tugas menyebarluaskan dinul haq itu kepada seluruh umat manusia sesuai
dengan kehendak Allah swt.
Berikut akan diuraikan tentang tujuan dakwah :
1. Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau
musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun
di akhirat.
2. Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
3. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
4. Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang
meminta segera penyelesaian dan pemecahan.
5. Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktuwaktu dalam masyarakat.
Jadi inti dari tujuan yang ingin dicapai dalam proses pelaksanaan dakwah
adalah keridhaan Allah swt. dimana obyek dakwah tidak hanya terbatas kepada
umat Islam saja, tetapi semua manusia bahkan untuk semua alam. Dari sudut
manapun dakwah itu diarahkan, maka intinya adalah amar ma`ruf nahyi munkar
yang bertujuan untuk merubah dari sesuatu yang negatif kepada yang positif, dari
yang statis kepada kedinamisan sebagai upaya merealisasikan kebahagiaan dunia
dan akhirat.