Anda di halaman 1dari 10

BAB I

A; Pengertian
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. (Naga, 2012).
Ensefalitis adalah sindroma demam akut dengan bukti terkena meningeal
dan gangguan fungsi serebrum, serebelum atau batang otak; dapat
disebabkan karena terkena virus, dengan herpes simpleks sebagai penyebab
yang paling sering. (Saputra, 2010)
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai system saraf pusat (SSP) yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang nonpurulen.
(Muttaqin, 2008).
Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan
piamatter di otak serta spinal cord. Inflamasi ini lebih sering dikarenakan
oleh bakteri dan virus meskipun penyebab lainnya seperti jamur dan
protozoa juga terjadi. (Donna D,1999)
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis) dan dikarenakan oleh virus, bakteri atau organ-organ
jamur(Smeltzer, 2001).
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya
ditimbulkan

oleh

salah

satu

dari

mikroorganisme

pneumokok,

Meningokok, Stafilokok,Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan


aseptis (virus) (Long, 1996).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf
pusat (Suriadi & Rita, 2001).

BAB II
Proses Terjadinya Masalah
A; Presipitasi dan Predisposisi
1; Faktor Presipitasi

Etiologi menurut Naga (2012) Ada berbagai macam mikroorganisme


dapat menimbulkan encephalitis, diantaranya bakteri, protozoa, cacing,
jamur, dan virus. Dari sekian banyak penyebab tersebut, yang paling
sering menyerang adalah virus.Infeksi dapat terjadi karena virus
langsung menyerang otak atau adanya reaksi radang akut, baik akibat
infeksi sistemik maupun vaksinasi.
Penyebab tersering dari ensefalitis adalah virus herpes simpleks,
arbovirus, dan jarang disebabkan oleh enterovirus, mumps, dan
adenovirus (Muttaqin, 2008).
2; Faktor Predisposisi
Menyebutkan bahwa, ensefalitis bias juga terjadi pasca infeksi
campak,

influenza,

varicella,

dan

pasca

vaksinasi

pertusis

(Muttaqin,2008).
B; Patofisiologi
Virus atau bakteri masuk jaringan otak secara local, hematogen
dan melalui saraf-saraf virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan
selaput lender dan menyebar melalui system persarafan. Dan mengalami
peradangan di otak Setelah terjadi penyebaran ke otak terjadi manifestasi
klinis ensefalitis. Masa prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan
demam, sakit kepala, pusing, muntah nyeri tenggorokan, malais, nyeri
ekstremitas, dan pucat. Suhu badan meningkat, fotofobia, sakit kepala,
muntah-muntah,
lalu akan membentuk eksudat dan mengalami edema serebral
menyebabkan

gangguan

perfusi

jaringan

menyebabkan

kesadaran

menurun dan penumpukan sekret lalu terjadi sumbatan sehingga


menyebabkan gangguan bersihan jalan nafas
peradangan di otak juga menyebabkan iritasi korteks cerebral melalui area
folka sehingga menyebabkan kejang dan nyeri kepala dan terjadinya
resiko jatuh

C; Pathways
Faktor-faktor predisposisi pernah mengalami campak, cacar air,
herpers
Virus atau bakteri masuk jaringan otak secara local, hematogen dan
melalui saraf-saraf
Peradangan di Otak
Pembentukan
eksudat dan
transudat
Edema
serebral
Risiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak

Iritasi Korteks
serebral
Area Fokal
Kejang dan
nyeri kepala

Kerusakan
saraf
cranial V
Kesulitan
mengunyah

Kerusakan
saraf
cranial 1%
Sulit
makan

Resiko jatuh
Defisiensi kalori yang
sama
Penghancuran jaringan
lemak ( kebutuhan
energi )
Menghilangnya lemak di
bawah kulit
Penciutan atau pengecilan
otot

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Gambar 3. Patofisiologi Ensefalitis
(Mutaqin,2008 dan Almaster,2004)
D; Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala ensefalitis tergantung dari penyebab, masing masing
berbeda.Tanda dan gejala ensefalitis (FKUI, 2005). yaitu :
1; Suhu mendadak naik
2; Kesadaran menurun
3; Nyeri kepala
4; Muntah
5; Kejang yang bersifat umum atau fokal
6; Paralisis dan afasia
E; Klasifikasi
Klasifikasi
ensefalitis
didasarkan
pada
faktor

penyebabnya.

(Sylvana,2016).
1; Ensefalitis suparatif akut
Dengan bakteri penyebab ensefalitis :
a. Staphylococcus aureus
b. Streptococus, E.Colli
c. Mycobacterium
d. T.Pallidium
2. Ensefalitis virus penyebab adalah :
a. Virus RNA (Virus Parotitis)
b. Virus morbili
c. Virus rabies
d. Virus Rubela
e. Virus dengue
f. Virus polio
g. Cockscakie A dan B
h. Herpes zoster
i. Herpes simpleks
j. Varicella.

F; Pemeriksaan penunjang
Menurut Poerwadi (1992) ada beberapa jenis pemeriksaan penunjang
yaitu:
1; Pungsi lumbal
Lumbar puncture (lumbalfungsi) adalah upaya pengeluaran
cairan serebrospinal dengan memasukan jarum ke dalam ruang

subarachnoid Konsensus AAP (American Academy of Pedi-atrics)


sangat

menganjurkan pungsi lumbal pada bayi usia 6-12

bulan

dengan kejang demam sederhana pertama, dan dipertim-bangkan


pada anak usia 12-18 bulan dengan kejang demam sederhana
pertama.3-5,9 LCS umumnya meningkat tekanannya (dihubungkan
dengan peningkatan tekanan intrakranial) dan memperlihatkan
gambaran pleositosis (10 sampai 200 sel per mm3, jarang di atas
500), didominasi limfosit; terdapat peningkatan sel neutrofi l pada
fase awal penyakit. Polymerase Chain Reaction.
Akhir-akhir ini berkembang pemeriksaan PCR (Polymerase
Chain Reaction) LCS untuk mendeteksi antigen HSV; dalam harihari

perawatan

awal,

antigen

dibiarkan

bereplikasi

untuk

mengkonfirmasi keberadaan HSV. Hasil negatif palsu tes PCR HSV


pada awal penyakit dapat disebabkan oleh sedikitnya pelepasan
asam nukleat HSV dari otak ke LCS atau keterbatasan alat. Beberapa
narasumber menyarankan pemeriksaan PCR berkala,
Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan
meskipun tidak begitu membantu.Biasanya berwarna jernih ,jumlah
sel 50-200 dengan dominasi limfasit. Kadar protein kadang-kadang
meningkat, sedangkan glukosa masih dalam batas normal.
(Dikutip dari: Rowland LP. Merrits Neurology. 11thed. Lippincott
William & Wilkins. 2005. Ch. 24 (E-book))\

2; EEG (Elektroensefalografi)
Elektroensefalogram (EEG) adalah Alat untuk merekam
aktivitas listrik dari otak dengan menggunakan pena yang menulis di
atas gulungan kertas.
Gambaran EEG memperlihatkan proses inflamasidifus (aktifitas
lambat bilateral)
Perubahan EEG berupa periodic lateralizing epileptiform discharge
atau perlambatan kompleks regular pada interval dua sampai tiga
per detik di daerah temporal atau frontotem-poral
5

3; CT Scan
Adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
gambaran dari berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak dan otak.
Berat badan klien merupakan suatu hal yang harus di pertimbangkan.
Memperlihatkan

area

hipodensitas

(biasanya

frontotemporal) pada 50%-60% kasus;


4; MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Memperlihatkan perubahan sinyal

temporal

pencitraan

atau

T2.

T1

memperlihatkan area dengan intensitas sinyal rendah dikelilingi


edema, terkadang terdapat gambaran perdarahan di area lobus frontal
dan temporal. Dengan kontras Gadolinium dapat dilihat kelainan
korteks dan pial, yang terakhir ini cukup sering terjadi pada semua
infeksi SSP virus.1-4,1
G; Penatalaksanaan Medis
Menurut Widagdo (2010) ada beberapa jenis penatalaksanaan medis yaitu:
1;
Isolasi bertujuan mengurangi stimulus/rangsangan dari luar dan
2;

sebagai tindakan pencegahan.


Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur obat yang mungkin
dianjurkan oleh dokter :
a; Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b; Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c; Bila encephalitis disebabkan oleh virus (HSV), agen antiviral
acyclovir secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan
morbiditas

HSV encephalitis. Acyclovir

diberikan

secara

intravena dengan dosis 30 mg/kgBB per hari dan dilanjutkan


selama 10-14 hari untuk mencegah kekambuhan (Victor, 2001).
d; Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
3;

polifragmasi.
Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema
otak.
a; Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali.
b; Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis
yang sama.
c; Jika sudah diberikan
1; Mempertahankan hidrasi, monitor balans cairan; jenis dan
jumlah cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.

2; Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan


dalam pipa giving set untuk menghilangkan edema otak.
3; Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga
4;

digunakan untuk menghilangkan edema otak


Mengontrol kejang obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau
luminal. 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan valium drip

5;

dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.


Mempertahankan ventilasi Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai

6;
7;
8;

kebutuhan (2-3l/menit).
Penatalaksanaan shock septik
Mengontrol perubahan suhu lingkungan
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan
kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas
kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari
dan phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular
dibagi dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum
seperti asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan
pemberian obat per oral. (Hassan, 1997)

BAB III
Rencana Keperawatan
A; Diagnosa Keperawatan
1; Resiko Jatuh dengan faktor resiko penyakit vaskuler
2; Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko
aterosklerosis aortic
3; Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan makan
B; Tujuan Keperawatan
1; Diagnosa : Resiko Jatuh dengan faktor resiko penyakit vaskuler
Kejadian jatuh :
Kriteria Hasil :
a; Pasien tidak mengalami jatuh selama dirawat
2; Diagnosa

: Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan


resiko aterosklerosis aortic
Perfusi jaringan :
Kriteria hasil :
a; Pasien tidak mengalami masalah pada pembuluh darah cerebral
3; Diagnosa

: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan

makan
Status Menelan
Kriteria Hasil :
1; Pasien mampu mengunyah
2; Pasien nyaman untuk menelan
C; Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Resiko Jatuh dengan faktor resiko penyakit vaskuler
Pencegahan Kejang :
1; Sediakan tempat tidur yang rendah dengan tepat
2; Instruksikan keluarga mengenai pertolongan pertama pada kejang
3; Singkirkan obyek potensial yang membahayakan yang ada di
lingkungan
4; Gunakan penghalang tempat tidur

Diagnosa 2 : Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor


resiko aterosklerosis aortic
Manajemen edema cerebral
1; Monitor status neurologi dengan ketat
2; Monitor TIK
3; Catat cairan serebrospinal
4; Monitor karakteristik cairan serebrospinal

warna,

kejernihan,

konsistensi
5; Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajad atau lebih
Diagnosa 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan
Terapi menelan
1; Tentukan kemampuan pasien untuk memfokuskan perhatian pada
belajar/melakukan tugas makan dan menelan.
2; Bantu pasien untuk duduk tegak ( sebisa mungkin mendekati 90 o
derajat) untuk makan / latihan makan.
3; Ajari pasien untuk mengucapkan kata ash untuk meningkatkan
elevasi langit-langit halus,jika memungkinkan.
4; Kolaborasikan dengan ahli terapi wicara untuk menginstruksikan pada
keluarga, pasien mengenai program latihan menelan

DAFTAR PUSTAKA
Mutaqqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Sylvana,Fransisca.Ensefalitis.21September2016.https://last3arthtree.files.wor
dpress.com/2009/02/ensefalitis2.pdf
Saputra, Lyndon. 2010. Intisari Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Binarupa
Aksara.

Sholeh S. Naga,2012BukuPanduanLengkapIlmuPenyakitDalam. Yogyakarta :


DIVA press
Sacharian, Rosa M, Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2 Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta ,1993
Widadgo, 2012. Masalah Dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam.
Jakarta : CV Sagung Seto
Poerwadi, 1992. Encephalitis. Surabaya : Aksona

10

Anda mungkin juga menyukai