Anda di halaman 1dari 4

PICO VIA

1. Population
Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi yang dirawat di Monroe
Carell Jr Childrens Hospital Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di Vanderbilt
yang menerima fenobarbital (PB) dan/atau levetiracetam (LEV) dari Januari 2007
sampai Desember 2010. Kriteria inklusi penelitian ini adalah semua pasien yang
(1) menderita setidaknya satu kali kejang dan yang (2) menerima PB atau LEV
untuk bayi yang didiagnosis kejang. Kriteria ekslusi penelitian ini adalah bayi yang
mendapat Obat Anti Epilepsi (OAE) setelah kejang pertama kali lebih dari 48 jam
sebelum dirawat di NICU Vanderbilt atau OAE di rumah sakit rujukan tidak
tersedia.
2. Intervention
Pada penelitian ini tidak dilakukan intervensi pada subjek penelitian.
3. Comparison
Pada penelitian kohort retrospektif ini dilakukan analisis kumulatif paparan
OAE dari perbandingan antara dua kelompok yang mendapat fenobarbital (PB)
atau levetiracetam (LEV) dimana dari kelompok yang mendapat LEV hanya 30
bayi masih hidup, dan hanya 18 bayi dengan DAYC (Developmental Assessment of
Young Children) dan 7 bayi dengan Skor BSID (Bayley Scales of Infant
Development).
4. Outcome
Pada penelitian ini terdapat 280 bayi yang memenuhi kriteria inklusi. Dari
jumlah tersebut, 106 bayi hanya menerima PB, 33 hanya menerima LEV, dan 141
menerima kedua obat. Dengan demikian, 247 bayi terdiri dari kelompok yang
menerima PB dan 174 terdiri dari kelompok yang menerima LEV dengan tumpang
tindih 141 pasien. Kelompok ini tidak berbeda dalam rata-rata usia kehamilan (38
minggu) atau berat lahir
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) dipastikan kematian dalam dua
tahun pertama. (2) penilaian hasil perkembangan saraf yang diukur pada aspek
motorik, kognitif, dan bahasa pada Developmental Assessment of Young Children
(DAYC) di 12 bulan dan Bayley Scales of Infant Development (BSID) di 24 bulan.
Semua penilaian dilakukan oleh pemeriksa yang terlatih di Vanderbilt NICU.

DAYC merupakan respon pengamatan pada anak dan perubahan perkembangan


berdasarkan standar tumbuh kembang dalam aspek motorik, kognitif, dan
komunikasi. Untuk DAYC dan BSID, nilai standar untuk usia yang sesuai
dinyatakan dengan rata-rata 100 (SD 15). Hanya skor yang sama dari tiga aspek
digunakan sebagai variabel kontrol untuk analisis. Penilaian DAYC pada usia
koreksi dua belas bulan bayi dan penilaian BSID dilakukan pada usia koreksi kedua
puluh empat bulan. (3) identifikasi anak-anak dengan diagnosis cerebral palsy (CP)
pada usia dua tahun, oleh spesialis pediatrik menurut panduan dan untuk mengukur
tingkat keparahan menggunakan Gross Motor Function Classification System.
5. Validity
a. Apakah fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, fokus penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membandingkan hasil perkembangan saraf setelah
terpapar levetiracetam (LEV) dan fenobarbital (PB) untuk kejang neonatus.
Oleh sebab itu dilakukan studi retrospektif dengan membandingkan
perkembangan saraf antara pasien yang diterapi LEV dan yang diterapi PB
maupun yang mendapat terapi kombinasi LEV dan PB saat 2 tahun usia koreksi
pada anak-anak yang diterapi.
b. Apakah subjek penelitian diambil dengan cara yang tepat?
Ya. Subjek penelitian pada penelitian ini diambil dengan cara total
sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria ekslusi
dengan populasi semua bayi yang dirawat di Monroe Carell Jr Childrens
Hospital Neonatal Intensive Care Unit (NICU) di Vanderbilt yang menerima
fenobarbital (PB) dan/atau levetiracetam (LEV) dari Januari 2007 sampai
Desember 2010. Kriteria inklusi penelitian ini adalah semua pasien yang (1)
menderita setidaknya satu kali kejang dan yang (2) menerima PB atau LEV
untuk bayi yang didiagnosis kejang. Kriteria ekslusi penelitian ini adalah bayi
yang mendapat Obat Anti Epilepsi (OAE) setelah kejang pertama kali lebih dari
48 jam sebelum dirawat di NICU Vanderbilt atau OAE di rumah sakit rujukan
tidak tersedia.
c. Apakah data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian?
Ya, data yang dikumpulkan sudah sesuai dengan tujuan penelitian.
Kelompok yang mendapat terapi PB maupun LEV memiliki etiologi, frekuensi
dan keparahan kejang yang tidak jauh berbeda (hasil ini dibuktikan dengan

pemeriksaan EEG yang dilakukan pada 205 dari 247 (91%) bayi yang diterapi
dengan PB dan 171 dari 174 (98%) bayi yang diterapi dengan LEV. Etiologi
kejang

diklasifikasikan

sebagai

hipoksia/iskemia

perinatal,

infeksi,

infark/aneurisma, perdarahan, malformasi kongenital dari sistem saraf pusat,


metabolik, atau lainnya berdasarkan catatan medis dan pencitraan. Untuk bayi
dengan pencitraan kranial, termasuk pemeriksaan ultrasound kranial atau MRI,
dapat diklasifikasikan temuan-temuan yang didasarkan pada pembacaan oleh
neuroradiologis pediatrik sebagai normal atau abnormal. Temuan-temuan yang
abnormal juga dikategorikan menurut wilayah otak yang terkena dampak:
korteks, periventrikular/intraventrikular, malformasi kongenital, cerebellar dan
lainnya. Penilaian DAYC dapat dilakukan pada 62% dari pasien yang selamat
dan penilaian BSID dapat dilakukan pada pemeriksaan 32%. Hasil penilaian
tidak jauh berbeda dengan kelompok yang diterapi PB maupun LEV.
d. Apakah penelitian ini mempunyai jumlah subjek yang cukup untuk
meminimalisir kebetulan?
Pada penelitian ini tidak disebutkan besar jumlah subjek minimal, tetapi
dalam penelitian ini tidak disebutkan kendala mengenai kekurangan subjek.
e. Apakah analisa data dilakukan cukup baik?
Ya, analisis sudah dilakukan dengan cukup baik dengan menggunakan
analisis multivariat. Penelitian ini memaparkan hasil analisis multivariat dari
hasil pemeriksaan neurologis yang telah diidentifikasi. Regresi logistik
digunakan untuk mengecek hubungan CP terhadap pemberian PB maupun LEV
dengan usia gestasi dan tingkat keparahan kejang. Pada penelitian ini, setiap
model regresi, disertakan dosis yang diingikan antara PB maupun LEV dan hasil
tes perkembangan dimana termasuk indikasi pemberian dosis PB maupun LEV
dan variabel tambahan untuk dosis yang sebenarnya diterima bayi. Sehingga,
pada penelitian ini, dapat dilihat hubungan mengenai efek pemberian obat PB
maupun LEV baik dengan dosis yang tidak ditentukan dan yang tidak diberikan
dengan level signifikansi 0,05. Bila hasil tes signifikan, maka dilakukan tes two
step-down dengan level signifikansi 0.025. Mengingat tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk membandingkan hasil perkembangan neurologis setelah pemberian
LEV dan PB pada kejang neonatus, maka analisis sudah dilakukan dengan baik
dan benar.

6. Importance
Apakah penelitian ini penting?
Ya, walau penelitian ini terbatas karena menggunakan desain retrospektif yang
tidak memeriksa efek langsung antara pemakaian OAE dan efek samping
kognitif dan motorik serta jumlah bayi yang menerima 1 OAE saja hanya
sedikit. Penelitian ini juga tidak memeriksa perkembangan neurologi pada bayi
yang mendapat obat PB pada terapi lain seperti induksi metabolisme hati.
Follow up pasien juga tidak ke NICU tapi ke spesialis saraf dan spesialis anak
sehingga hasil penilaian hanya dapat dilakukan pada 2/3 bayi usia 12 bulan dan
1/3 bayi usia 24 bulan. Tapi, penelitian ini merupakan penelitian yang cukup
kompleks dalam menilai perkembangan neurologis selama 2 tahun pada pasien
yang diterapi OAE selama masa neonatus. Penelitian lain umumnya hanya
dilakukan pada populasi dewasa dan umumnya, penelitian yang dilakukan pada
populasi anak, cenderung memiliki keterbatasan sampel dan sedikitnya waktu
follow up.
Penelitian ini penting karena menunjukkan bahwa pemakaian PB ternyata
menimbulkan hasil yang kurang baik dalam 2 tahun kedepan dimana pemakaian
LEV dapat mengobati kejang pada neonatus namun tidak menimbulkan efek
samping yang terlalu bermakna pada perkembangan neurologis anak. Penelitian
ini menerangkan bahwa PB sebagai lini pertama dalam mengatasi kejang pada
neonatus, memiliki efek samping yang cukup berat dalam perkembangan
neurologis.
7. Applicable
Apakah penelitian ini dapat diaplikasikan?
Ya, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai suatu acuan untuk
penelitian selanjutnya mengenai pilihan terapi kejang pada neonatus untuk
meminimalisir komplikasi pada perkembangan neurologis anak. Hasil penelitian
ini dapat diterapkan di Indonesia yang masih menggunakan fenobarbital sebagai
terapi lini pertama.

Anda mungkin juga menyukai