PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk. Peradangan paru yang disebabkan oleh non mikroorganisme (bahan
kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan lain) disebut pneumonitis
(PDPI, 2014). Penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat
ditemukan pada orang dewasa, dan pada orang usia lanjut.
Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah Streptococcus
dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menye-babkan
pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory
syncytial virus (RSV) dan para influenza virus.
Terjadinya pneumonia
ditandai dengan gejala batuk dan atau kesulitan bernapas seperti napas cepat,
dan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (Anwar, 2014).
Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia.
Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak diakibatkan oleh
pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkulosis
(WHO,2006)
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2013, menunjukkan prevalensi nasional Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) yaitu sebesar 25 %, dan
pneumonia 11,2% pada tahun 2007 menjadi 18,5% pada tahun 2013. Insiden
tertinggi pneumonia terdapat pada kelompok umur 12-23 bulan (21,7%)
(Kemenkes RI 2007 dan 2013).
Demikian juga hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI), yang melaporkan bahwa prevalensi pneumonia daritahun ke tahun
terus eningkat, yaitu 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007
(BPS,2007). Pneumonia juga termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di
rumah sakit dengan proporsi kasus 53,95 % laki-laki dan 46,05 % perempuan,
dengan crude fatality rate (CFR) 7,6 %, paling tinggi dibandingkan penyakit
yang lainnya (Kemenkes RI, 2012).
Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular
yang ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita
pneumonia yang menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada
saat batuk atau bersin. dan berbicara langsung terhirup oleh orang di sekitar
penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang telah terkena
sekresi salu-ran pernapasan penderita (WHO, 2013)
Banyak faktor yang dapat berpengaruh terhadap meningkatnya
kejadian pneumonia, baik dari aspek individu, perilaku orang tua (ibu),
maupun lingkungan. Kondisi lingkungan fisik rumah yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dan perilaku penggunaan bahan bakar dapat meningkatkan
risiko terjadinya berba-gai penyakit seperti TB, katarak, dan pneumonia
(Azhar, 2013; Tana 2009; Listyowati, 2013). Mengenai penyakit pneumonia
akan dibahas lebih lanjut mengenai pneumonia dalam makalah ini.
BAB II
STATUS PASIEN
ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Jenis Kelamin
: Ny. TM
: 63 tahun
: Wanita
Status
Pekerjaan
Agama
Alamat
Tanggal Masuk
Tanggal Pemeriksaan
No. RM
: Menikah
: Ibu rumah tangga
: Islam
: Banjarsari, Surakarta
: 11 Oktober 2015
: 11 Oktober 2015 16 Oktober 2015
: 01316554
2. Keluhan Utama
Sesak napas
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS Dr. Moewardi dengan keluhan utama
sesak napas. Sesak napas dialami pasien sejak 1 minggu sebelum masuk
rumah sakit (SMRS) dan memberat 2 hari SMRS. Sesak napas tidak
dipengaruhi cuaca atau debu dan tidak diperberat oleh aktivitas. Tidak ada
keluhan terbangun pada malam hari karena sesak.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 3 minggu SMRS. Batuk
disertai dahak berwarna putih dan berubah menjadi kekuningan sejak 1
minggu SMRS dengan peningkatan jumlah dahak. Pasien mengeluh
demam 1 minggu SMRS. Riwayat demam sumer-sumer tidak ada. Tidak
ada keluhan nyeri dada dan keringat saat malam hari. Pasien mengalami
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan 5 kg dalam 1 tahun
terakhir. Pasien tidak mengeluhkan adanya gangguan BAB dan BAK.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa :
disangkal
Riwayat alergi :
Riwayat DM :
Riwayat OAT :
Riwayat hipertensi
disangkal
disangkal
disangkal
:
disangkal
Riwayat sakit jantung :
disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat mondok
disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
6. Riwayat Kebiasaan
Riwayat hipertensi
disangkal
Riwayat sakit jantung :
disangkal
Riwayat DM :
Riwayat asma :
Riwayat alergi :
Riwayat TB :
Merokok
:
Minum alkohol
disangkal
disangkal
disangkal
disangkal
pasif (+)
:
disangkal
Mempunyai binatang
:
disangkal
Kontak dengan binatang
peliharaan
:
disangkal
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien berobat di RS Dr. Moewardi menggunakan fasilitas BPJS.
Pasien berprofesi sebagai ibu rumah tangga, tinggal bersama suami, anak,
dan cucunya.
B PEMERIKSAAN FISIK
1 Keadaan Umum
Tampak sesak, GCS E4V5M6 (compos mentis).
2 Tanda Vital
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Frekuensi pernapasan
: 32 x/menit
Nadi
: 108 x/menit
Suhu
: 38oC
SpO2
: 98% dengan O2 3 lpm
3 Kulit
Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),
4
Bentuk mesocephal, luka (-), rambut warna hitam beruban, tidak mudah
5
6
7
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Anatomi
Secara anatomi, unit dasar dari struktur paru-paru dipertimbangkan
adalah lobulus sekunder. Beratus-ratus dari lobules ini membentuk masingmasing paru. Setiap lobulus merupakan miniature dari paru-paru dengan
percabangan bronchial dan suatu sirkulasi sendiri. Setiap bronkiolus
respiratorius berterminasi kedalam suatu alveolus. Alveolus terdiri dari sel
epitel tipis datar dan disinilah terjadi pertukaran gas antara udara dan darah.
Apeks dari paru-paru mencapai daerah tepat diatas clavicula dan dasarnya
bertumpu pada diafragma. Kedua paru-paru dibagi kedalam lobus, yang
kanan dibagi tiga, yang kiri dibagi dua. Nutrisi dibawa pada jaringan paruparu oleh darah melalui arteri bronkial, darah kembali dari jaringan paru-paru
melalui vena bronkial (Rosa, 1996).
Paru-paru juga mempunyai suatu sirkulasi paru-paru yang berkaitan
dengan mengangkut darah deoksidasi dan oksigenasi. Paru-paru disuplai
dengan darah deoksigenasi oleh arteri pulmonalis yang datang dari ventrikel
kanan. Arteri membagi diri dan membagi diri kembali dalam cabang yang
secara progresif menjadi lebih kecil, berpenetrasi pada setiap bagian dari
paru-paru hingga akhirnya mereka membentuk anyaman kapiler yang
mengelilingi dan terletak pada dinding dari alveoli. Dinding dari alveoli
maupun kapiler sangat tipis dan disinilah terjadi pertukaran gas pernafasan.
Darah yang dioksigenasi kembali kedalam atrium dengan empat vena
pulmonalis (Rosa, 1996).
Fisiologi
Proses pernapasan sangat penting untuk dapat mensuplai oksigen ke
semua jaringan tubuh dan untuk mengeluarkan karbondioksida yang
dihasilkan oleh darah melalui paru-paru (Brian, 2007). Udara masuk ke paruparu melalui sistem berupa pipa yang menyempit (bronchi dan bronkiolus)
yang bercabang di kedua belah paru-paru utama (trachea). Pipa tersebut
berakhir di gelembung-gelembung paru-paru (alveoli) yang merupakan
kantong udara terakhir dimana oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari
tempat dimana darah mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paruparu manusia bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan
terbuka oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan
alveoli untuk mengempis (McArdle, et al. 1986).
Alveoli paru-paru/ kantong udara merupakan kantong kecil dan tipis
yang melekat erat dengan lapisan pembuluh darah halus (kapiler) yang
mebawa darah yang bebas oksigen (deoxgenated) dari jantung. Molekul
oksigen dapat disaring melalui dinding pembuluh darah tersebut untuk masuk
ke aliran darah. Sama halnya dengan karbondioksida yang dilepaskan dari
darah ke dalam kantong udara untuk dikeluarkan melalui pernapasan,
menentukan jumlah oksigen yang masuk ke dalam darah dan jumlah
karbondioksida yang dikeluarkan dari darah (Guyton, 1994).
Permukaan bagian luar paru-paru ditutup oleh selaput pleura yang licin
dan selaput serupa membatasi permukaan bagian dari dinding dada. Kedua
selaput tersebut terletak dekat sekali dan hanya dipisahkan oleh lapisan cairan
yang tipis, karenanya dapat dipisahkan dan terdapat suatu rongga diantara
selaput-selaput tersebut yang disebut ruang antar rongga selaput dada (intra
pleura space). Sewaktu menarik napas (inspirasi) dinding dada secara aktif
tertarik keluar oleh pengerutan dinding dada, dan sekat rongga dada
(diafragma) tertarik ke bawah. Berkurangnya tekanan di dalam menyebabkan
udara mengalir ke paru-paru. Dengan upaya yang maksimal pengurangan
dapat mencapai 60-100 mmHg di bawah tekanan atmosfir. Hembusan napas
keluar (ekspirasi) disebabkan mengkerutnya paru-paru dan dinding yang
mengikuti pengembangan. Tekanan udara yang meningkat di dalam dada
memaksa gas-gas keluar dari paru-paru. Hal tersebut terutama terjadi tanpa
upaya otot tetapi dapat dibantu oleh hembusan napas yang kuat (Guyton,
1994).
Respirasi eksternal artinya udara dari atmosfer masuk ke dalam aliran
darah untuk dibawa ke dalam sel jaringan dan karbondioksida yang
terkumpul di dalam paru dikeluarkan dari tubuh. Respirasi internal meliputi
aktivitas vital kimia yang memerlukan kombinasi oksigen dan glikogen,
kemudian dilepaskan menjadi energi, air dan karbondioksida (Guyton, 1994).
Pengukuran fungsi pernapasan ada banyak dan bermacam-macam.
Namun secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut : Selama bernapas,
kira-kira kira-kira 500 ml udara bergerak ke saluran napas dalam setiap
inspirasi, dan jumlah yang sama bergerak keluar dalam setiap eskpirasi.
Hanya kira-kira 350 ml volume tidal/tidal volume (TV) benar-benar mencapai
alveoli, sedangkan 150 ml tetap berda di hidung, faring, trachea, dan bronki
disebut sebagai volume udara mati (dead space). Udara total yang diambil
selama satu menit disebut volume menit respirasi/respiratory minute volume
(RMV), yang dihitung dengan perkalian udara tidal dan laju pernapasan
normal setiap menit. Volume rata-rata = 500 ml x 12 respirasi setiap menit =
6.000 ml/menit dalam keadaan istirahat.
Apabila bernapas kuat, maka jumlah udara yang masuk ke dalam
saluran napas dapat melebihi 500 ml udara. Kelebihan udara tersebut disebut
volume udara cadangan inspiratori, rata-rata 3.100 ml. Dengan demikian
terdeoksigenasi
sampai
keseimbangan
tercapai,
dan
pO2
darah
HbO2
Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan paru
yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).
Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak
termasuk.
Sedangkan
peradangan
paru
yang
disebabkan
oleh
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Dari kepustakaan pneumonia
komuniti yang diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan
bakteri Gram positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak
Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di
paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru. Apabila
terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dapat
berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
Resiko
infeksi
di
paru
sangat
tergantung
pada
kemampuan
Diagnosis
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 400 C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada
inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pasa
palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi
terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin
disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada
stadium resolusi.
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat
sampai konsolidasi dengan " air broncogram", penyebab bronkogenik dan
interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks saja tidak dapat secara khas
menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah
diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering
disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa
sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia
sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang
terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan
pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi
peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan
pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif
pada 20- 25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah
menunjukkan hipoksemia dan hikarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik.
VII.
Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat diobati
di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya faktor modifikasi yaitu keadaan
yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme pathogen
yang spesifik misalnya S. pneumoniae yang resisten penisilin. Yang termasuk
dalam faktor modifikasis adalah ( PDPI, 2014 ):
a
Pecandu alkohol
Pseudomonas aeruginosa
Bronkiektasis
Gizi kurang
Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi (PDPI, 2014):
BAB IV
ANALISIS KASUS
BAB V
FOLLOW UP PASIEN
110/70 mmHg
Nadi :
RR
24x/menit
Suhu :
SiO2 :
Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),
spider naevi (-)
Kepala : mesocephal, luka (-), atrofiotot (-), rambut rontok (-)
Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupi lisokor (3 mm/ 3mm), oedempalpebra (-/-), sekret (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
Telinga : deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring
hiperemis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
Leher : simetris, trakhea ditengah, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB
(-), nyeri tekan (-), benjolan (-)
Thoraks : retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
Perkusi
Palpasi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Paru posterior
Inspeksi statis
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
Ekstremitas
Oedem ekstremitas
Akral dingin
Diagnosis
Pneumonia komuniti KR III dengan sepsis
Presumptive TB
Terapi
1
2
3
4
5
6
7
8
Plan
1
2
3
Sputum BTA 3x
GDP/2 jam PP
Urinalisa rutin
: 100/70 mmHg
Nadi
RR
: 24x/menit
Suhu
SiO2
Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),
spider naevi (-)
Kepala : mesocephal, luka (-), atrofiotot (-), rambut rontok (-)
Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupi lisokor (3 mm/ 3mm), oedempalpebra (-/-), sekret (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
Telinga : deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring
hiperemis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
Leher : simetris, trakhea ditengah, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB
(-), nyeri tekan (-), benjolan (-)
Thoraks : retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
Perkusi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Paru posterior
Inspeksi statis
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
Ekstremitas
Oedem ekstremitas
Akral dingin
Diagnosis
Pneumonia komuniti KR III dengan sepsis
Presumptive TB
Laboratorium
Hasil pemeriksaan sputum BTA tgl 12 Oktober (-)
PEMERIKSAAN
KIMIA KLINIK
HASIL
SATUAN
RUJUKAN
86
mg/dl
70-110
1.010
-
/ul
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
1.015-1.025
-
12,1
/ul
0-8,7
3-4
0-1
0,3
0,79
/LPB
/LPB
/ul
/ul
Terapi
1
2
3
4
5
6
7
110/70 mmHg
Nadi :
RR
24x/menit
Suhu :
SiO2 :
Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),
spider naevi (-)
Kepala : mesocephal, luka (-), atrofiotot (-), rambut rontok (-)
Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupi lisokor (3 mm/ 3mm), oedempalpebra (-/-), sekret (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
Telinga : deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring
hiperemis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
Leher : simetris, trakhea ditengah, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB
(-), nyeri tekan (-), benjolan (-)
Thoraks : retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
Perkusi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Paru posterior
Inspeksi statis
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
Ekstremitas
Oedem ekstremitas
Akral dingin
Diagnosis
Pneumonia komuniti KR III dengan sepsis
Presumptive TB
Terapi
1
2
3
4
5
6
7
Plan
DR3 besok
D Tanggal 15 Oktober 2015
S : batuk (+), sesak (+)
O:
TD
: 110/80 mmHg
Nadi
RR
: 24x/menit
Suhu
SiO2
Kulit : warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-), venektasi (-),
spider naevi (-)
Kepala : mesocephal, luka (-), atrofiotot (-), rambut rontok (-)
Mata : Conjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+),
pupi lisokor (3 mm/ 3mm), oedempalpebra (-/-), sekret (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)
Telinga : deformitas (-/-),darah (-/-), sekret (-/-)
Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tonsil T1-T1, faring
hiperemis (-), stomatitis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-)
Leher : simetris, trakhea ditengah, JVP tidak meningkat, pembesaran KGB
(-), nyeri tekan (-), benjolan (-)
Thoraks : retraksi (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
Perkusi
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Paru posterior
Inspeksi statis
Perkusi
: Sonor/sonor
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
Ekstremitas
Oedem ekstremitas
Akral dingin
Diagnosis
Pneumonia komuniti KR III dengan sepsis
Presumptive TB
Terapi
1
2
3
4
5
6
7
DAFTAR PUSTAKA
Anwar A dan Dharmayanti I. 2014. Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 8, No. 8.
Asih SR, Landia S, Makmuri MS. 2006. Continuing Education XXXVI
Pneumonia. SMF Ilmu Kesehatan Anak UNAIR. Surabaya: Openurika
Creative Multimedia and Presentation Division.
Azhar K, Perwitasari D. Kondisi fisik rumah dan perilaku dengan prevalensi TB
paru di Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Sulawesi Utara. Media
Litbangkes. 2013; 23 (4):172- 81.
Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,
Departemen Kesehatan. Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2007.
Jakarta:
Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia.
Pedoman
Campbell NA, Reece JB, and Mitchel LG. 2004. Biologi. Alih Bahasa :
Wasmen Manalu. Jakarta : Erlangga.
Guyton AC. 1994. Fisiologi Tubuh Manusia. Jakarta: Binarupa Aksara.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan riset kesehatan dasar 2007.
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset kesehatan dasar 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia; 2013.
Listyowati. Hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dengan kejadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas Tegal Barat, Kota
Tegal. Jurnal Kesehatan Masyarakat [online]. 2013 [diakses tanggal 15Mei
2013]. Diunduh dalam: http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm.