Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian
materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi
secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan
petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam
dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di
beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan
peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya
kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai.
Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alatalat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor
23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat
kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Jika memperhatikan isi dari pasal diatas, maka jelaslah tanpa terkecuali
semua industri atau semua tempat yang memperkerjakan tenaga kerja wajib
menyelenggarakan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Salah satu tempat
kerja yang harus menerapkan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah
Rumah Sakit.Berbagai ancaman bahaya yang menimbulkan dampak kesehatan
,tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap
pasien maupun pengunjung RS.

Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang


dimaksudkan dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga terdapat potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi RS, yaitu kecelakaan
yang dalam artian sisi keselamatan kerja di lingkungan RS seperti kecelakaan
yang

berhubungan

dengan

instalasi

listrik,dan

sumber-sumber

cidera

lainnya,radiasi,bahan-bahan kimia yang berbahaya,gas-gas,anastesi,gangguan


psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para penguncung
yang ada di lingkungan RS. Selain sisi Kesehatan kerja ,sisi yang patut ditinjau
lebih dalam pada lingkungan kerja di rumah sakit adalah sisi keselamatan
kerja.Hasil Laporan National Safety Council (NSC) tahun 1988 menunjukkan
bahwa terjadinya kecelakan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industry lain.
Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,terkilir,sakit pinggang, tergores/
terpotong, luka bakar dan penyakit infeksi dll.
Upaya penerapan Keselamatan Kerja di RS berpedoman pada Standar
Pelayanan Keselamatan Kerja di RS oleh Depkes tahun 2009 yang dapat
merupakan upaya meminimalkan/ pencegahan terjadinya Penyakit Akibat Kerja
(PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) melalui upaya promotif,preventif,
penyerasian antara beban kerja, kapasitas kerja dan lingkungan sehingga setiap
pekerja RS dapat bekerja selamat dan sehat, tanpa membahayakan dirinya sendiri
maupun masyarakat atau orang lain disekelilingnya dan tercapai produktifitas
kerja yang optimal.
Berlatar belakang hal diatas, haruslah diperlukan adanya suatu pemerhatian
terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja melalui upaya promotif, prefentif, di
RS yang baik dan jelas, kontinyu serta konsekuen dengan misi yang diemban,
yaitu mengurangi nilai kecelakaan kerja, termasuk penyakit akibat kerja bahkan
dapat dieliminasikan secara menyeluruh untuk meningkatkan derajat kesehatan
dan keselamatan serta produktifitas pekerja di lingkungan rumah sakit.

Namun hal yang menjadi masalah pada tahap awal sebelum dilaksanakan
adanya upaya K3 di Rumah Sakit adalah mensosialisasikan kebijakan K3 tersebut
pada semua elemen-elemen yang ada lingkup rumah sakit. Sosialisasi kebijakan
K3 merupakan langkah awal menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya
K3 di rumah sakit, kebijakan K3 harus disosialisasikan kepada semua pihak yang
ada di perusahaan baik internal maupun eksternal (termasuk trainee, magang,
manajer), pekerja baru, supervisor dan manajer perlu memahami kebijakan K3.
Sosialisasi program K3 di suatu rumah sakit tidak mudah, perlu adanya
suatu teknik strategi serta metode dalam proses men-sosialisasikan program
tersebut kepada seluruh elemen yang ada pada rumah sakit tersebut agar proses
penyampaian informasi berjalan dengan baik hingga pada akhirnya mendapati
titik temu penyamaan persepsi akan visi dan misi dari program K3 itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang tersebut diatas maka dapat disusun
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa definisi Rumah Sakit ?
2. Bagaimana definisi Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit ?
3. Bagaimana pedoman pelaksanaan SMK3 di Rumah Sakit ?
4. Bagaimana Tehnik Sosialisasi K3 di Rumah Sakit ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari Rumah Sakit
2. Untuk mengetahui definisi dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit
3. Untuk mengetahui pedoman pelaksanaan SMK3 di Rumah Sakit
4. Untuk Mengetahui teknik sosialisasi K3 di Rumah Sakit

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Rumah Sakit


2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat derajat kesehatan
masyarakat Indonesia. Pemerintah telah bersungguh-sungguh dan terusmenerus berupaya untuk meningkatkan mutu pelayanan baik yang bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. Peran tersebut pada dewasa ini
semakin dituntut akibat adanya perubahan-perubahan epidemiologik penyakit,
perubahan struktur organisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, perubahan sosio-ekonomi masyarakat dan pelayanan yang lebih
efektif, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka
Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Sementara itu, dalam Sistem Kesehatan Nasional (1992) dinyatakan
bahwa rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan kesehatan
bersifat penyembuhan dan pemulihan penderita serta memberikan pelayanan
yang tidak terbatas pada perawatan di dalam rumah sakit saja, tetapi
memberikan pelayanan rawat jalan, serta perawatan di luar rumah sakit.
Batasan pengertian rumah sakit di atas, menunjukkan bahwa fungsi
kegiatan rumah sakit sangat bervariasi, sesuai dengan perkembangan zaman.
Artinya rumah sakit tidak hanya berfungsi sebagai tempat penyembuhan
penyakit, tempat pengasuhan, tempat pelayanan, pendidikan dan penelitian
sederhana, dan bersifat sosial.
Implikasinya adalah setiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pasiennya dalam semua aspek
pelayanan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik agar efektivitas
pelayanan kesehatan dapat terwujud.
2.1.2

Pelayanan Rumah Sakit


Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang

diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah


sakit berfungsi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu yang dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan

penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan


terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Rumah sakit sebagai salah satu bentuk fasilitas pelayanan kesehatan
harus memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas. Manajemen rumah
sakit harus berupaya memuaskan pasiennya, dalam hal ini masyarakat dengan
berbagai tingkat kebutuhannya.
Sebuah rumah sakit didirikan dan dijalankan dengan tujuan untuk
memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk perawatan, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan medis atau non medis, dan tindakan diagnosis lainnya
yang dibutuhkan oleh masing-masing pasien dalam batas-batas kemampuan
teknologi dan sarana yang disediakan di rumah sakit.
Disamping itu rumah sakit harus dapat memberikan pelayanan kesehatan
yang cepat, akurat, dan sesuai dengan kemajuan teknologi kedokteran
sehingga dapat berfungsi sebagai rujukan rumah sakit sesuai dengan tingkat
rumah sakitnya.Pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah kegiatan pelayanan
berupa pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan administrasi,
pelayanan gawat darurat yang mencakup pelayanan medik dan penunjang
medik.
Sedangkan untuk dapat disebut sebagai bentuk pelayanan kesehatan,
baik dari jenis pelayanan kesehatan kedokteran maupun dari jenis pelayanan
kesehatan masyarakat harus memiliki berbagai syarat pokok. Syarat pokok
yang dimaksud adalah:
1. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat yang pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan
kesehatan

tersebut

harus

tersedia

di

masyarakat

serta

bersifat

berkesinambungan.
2. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah dapat diterima
oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut
tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat.
3. Mudah dicapai
Syarat pokok yang ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah
dicapai oleh masyarakat (dari sudut lokasi).
4. Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah


dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud
disini termasuk dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang
seperti ini harus dapat diupayakan pelayanan kesehatan tersebut sesuai
dengan kemampuan ekonomi masyarakat.
5. Bermutu
Syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah bermutu. Pengertian
yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat
memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara
penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah
ditetapkan.
2.2 Definisi dan Ruang Lingkup K3 Rumah Sakit
2.2.1 Definisi K3 Rumah Sakit
Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah upaya untuk
memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat hubungan
kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan
dan rehabilitasi.
Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka
semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya.Kerumitan yang meliputi segala
hal tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang
sangat besar bagi keselamatan tenaga pekerja RS, pasien dan juga pengunjung
rumah sakit.
Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah
upaya terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar
orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit
yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja rumah sakit, pasien,
pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar rumah sakit.
Adapun tujuan dan manfaat pelaksanaan upaya Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah:

a. Tujuan dari Pelaksanaan uapaya Keselamatan Kerja di RS adalah


terciptanya cara kerja,lingkungan kerja yang sehat,aman,nyaman dan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat RS dan
produktifitasnya.
b. Manfaat K3 bagi RS ( meningkatkan mutu pelayanan , mempertahankan
kelangsungan operasional RS,dan meningkatkan citra RS). Bagi tenaga
kerja RS (melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja,dan mencegah
terjadinya kecelakaan akibat kerja). Bagi pasien dan pengunjung (mutu
layanan yang baik, dan kepuasan pasien dan pengunjung.
2.2.2

Ruang Lingkup K3RS


1) Prinsip, Program, dan Kebijakan Pelaksanaan K3RS
a. Prinsip Keselamatan Kerja di Rumah Sakit
Prinsip dari keselamatan kerja di Rumah sakit yakni menyangkut 3 hal

yang harus diperhatikan yang saling berinteraksi dan harus diseimbangkan


dengan proses yang bersama sama yaitu:

Kapasitas kerja = status kesehatan kerja dan gizi kerja yang baik serta
kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan
pekerjaannya dengan baik.

Beban kerja = beban fisik dan mental yang harus ditanggung pekerja
RS dalam melaksanakan tugasnya.

Lingkungan Kerja = lingkungan terdekat dari seorang pekerja


(fisik,kimia,biologi,psikososial,dan ergonomic).

b. Program Keselamatan Kerja di Rumah Sakit


Program keselamatan kerja di Rumah Sakit bertujuan untuk melindungi
keselamatan

dan

kesehatan

serta

meningkatkan

produktifitas

pekerja,melindungi keselamatan pasien,pengunjung dan masyarakat serta


lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Adapun program K3 yang harus diterapkan adalah:

Pengembangan kebijakan keselamatan kerja di rumah sakit.

Pembudayaan perilaku Keselamatan Kerja RS.

Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam pelatihan Keselamatan


Kerja.

Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure.

Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja.

Pelayanan keselamatan kerja.

Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah pada,cair


dan gas.

Pengelolaan jasa , bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya.

Pengembangan manajemen tanggap darurat.

Pengumpulan ,pengolahan , dokumentasi data dan pelaporan kegiatan


K3.

Audit K3 di RS.

c. Kebijakan pelaksanaan Keselamatan Kerja Rumah Sakit.


Rumah Sakit merupakan tempat kerja yang padat karya,pakar,modal dan
teknologi,namun keberadaan Rumah Sakit juga memiliki dampak negatif
terhadap timbulnya penyakit dan kecelakaan akibat kerja, bila Rumah Sakit
tersebut tidak melaksanakan prosedur K3 dengan tujuan menciptakan
lingkungan kerja yang aman, sehat, dan pengunjung , masyarakat dan
lingkunga sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah Sakit
berjalan lancar.
Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai berikut:

Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan RS.

Menyediakan Organisasi K3.

Melakukan sosialiasi Keselamatan Kerja di RS pada seluruh jajaran


Rumah Sakit.

Membudayakan perilaku K3 di RS.

Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 masingmasing unit kerja di RS.

Meningkatkan sistem informasi K3 di Rumah Sakit.

2) Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit

Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan


berbagai komponen yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3 di rumah sakit
sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih
banyak rumah sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan kerja (SMK3).
a) Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit
Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan
kerja seperti tercantum pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009
dan

peraturan

Menteri

tenaga

kerja

dan

Transmigrasi

RI

No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja. Adapun bentuk


pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut :
(1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum kerja bagi pekerja
(2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang
kesehatan kerja dan memberikan bantuan kepada pekerja di rumah
sakit dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental terhadap
pekerjanya.
(3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai
dengan pajanan di rumah sakit
(4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan
kemampuan fisik pekerja
(5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi
pekerja yang menderita sakit
(6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah
sakit yang akan pension atau pindah kerja
(7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi mengenai penularan infeksi terhadap pekerja
dan pasien
(8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
(9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang
berkaitan

dengan

kesehatan

kerja

(Pemantauan/pengukuran

terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial, dan ergonomi)


(10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan
kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit
teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit
b) Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit

10

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan


sarana, prasarana, dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan
kerja yang dilakukan :
(1) Pembinaan dan pengawasan

keselamatan/keamanan

sarana,

prasarana, dan peralatan kesehatan


(2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

terhadap pekerja
Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja
Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja
Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan
tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait

keselamatan/keamanan
(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya
(9) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan
Kebakaran (MSPK)
(10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan
keselamatan kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit
dan Unit teknis terkait di wilayah kerja kerja Rumah Sakit
3) Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit
Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat
tervisualisasi oleh mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah
dapat dikenali oleh pasien dan umumnya merupakan bagian dari suatu
bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang, kolong gedung, jendela)
ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah seluruh
jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan
tujuan yang diharapkan, antara lain : instalasi air bersih dan air kotor,
instalasi listrik, gas medis, komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lainlain.
4) Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya
Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat
dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun
tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup,
dan atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan
hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

11

a) Kategori B3
Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar,
Oksidator, Racun,

Korosif,

Karsinogenik,

Iritasi,

Teratogenik,

Mutagenic, Arus listrik.


b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3
(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk
mengenal ciri-ciri dan karakteristiknya.
(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang
diperlukan sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi
yang ditangani sekaligus memprediksi risiko yang mungkin terjadi
apabila kecelakaan terjadi
(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan
evaluasi yang dilakukan meliputi pengendalian operasional,
pengendalian organisasi administrasi, inspeksi dan pemeliharaan
sarana prosedur dan proses kerja yang aman, pembatasan
keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.
(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya
c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya
Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan
barang yang diperlukan. Rekanan yang akan diseleksi diminta
memberikan proposal berikut company profile. Informasi yang
diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk,
kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan
serta informasi lain yang dibutuhkan oleh rumah sakit.
Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan,
mengelola B3 harus menginformasikan kepada instalasi logistic
sebagai unit pengadaan barang setiap kali mengajukan permintaan
bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3. Untuk memudahkan
melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat kriteria
wajib yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk
masing-masing criteria yang ditentukan.
5) Standar SDM K3 di Rumah Sakit
Kriteria tenaga K3
a) Rumah Sakit Kelas A
(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS

12

(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus


yang terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran
Okupasi minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal)
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 2 orang
(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 2 orang
b) Rumah Sakit Kelas B
(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus
terakreditasi mengenai K3 RS
(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal)
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS minimal 1 orang
(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat
pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

13

(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi


mengenai K3 RS minimal 1 orang

c) Rumah Sakit kelas C


(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang
yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3
RS
(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal
1 orang dengan sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS
(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang
terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang
(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi
mengenai K3 RS minimal 1 orang
6) Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan
a) Pembinaan dan pengawasan
Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang.
Pembinaan dan pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen
Kesehatan. Pembinaan dapat dilaksanakan antara lain dengan melalui
pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan temu konsultasi.
Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan
Kerja di rumah sakit dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan
internal, yang dilakukan oleh pimpinan langsung rumah sakit yang
bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh Menteri
kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
b) Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3
secara tertulis dari masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan
K3RS secara keseluruhan yang dilakukan oleh organisasi K3RS, yang
dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh organisasi K3RS, ke
Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit.
Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah

14

menghimpun dan menyediakan data dan informasi kegiatan K3,


mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan K3; mencatat
dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan
melaksanakan pelaporan kegiatan K3.
Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan
tahunan) dilakukan sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan
pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan yang dilakukan sewaktuwaktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan K3.
Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah
mencatat dan melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang
tercakup di dalam :
(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan
lingkungan rumah sakit.
(2) Kejadian/kasus yang berkaitan

dengan

K3

serta

upaya

penanggulangan dan tindak lanjutnya.


2.3 Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS
2.3.1 Definisi dan Tujuan SMK3 di RS
Dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen
Kesehatan dan Keselamatan Kerja, yang menyatakan bahwa setiap perusahaan
yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih dan atau
mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses bahan
produksi yang dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti peledakan,
kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja wajib menerapkan Sistem
Manajemen K3.
Jika memperhatikan isi dari pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah
Sakit (RS) termasuk ke dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman
bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap
para pelaku langsung yang bekerja d RS, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS menerapkan
upaya-upaya K3 di RS.
Kesehatan dan keselamatan kerja di rumah sakit merupakan upaya untuk
memberikan jaminan kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan para
pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,
pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan dan

15

rehabilitasi. Manajemen K3 di rumah sakit adalah suatu proses kegiatan yang


dimulai dengan tahap perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengendalian yang bertujuan untuk memberdayakan K3 di rumah sakit.
Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit
adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS. Kesehatan kerja
menurut

Sumamur

kesehatan/kedokteran

didefinisikan
beserta

sebagai

prakteknya,

spesialisasi
agar

dalam

masyarakat

ilmu
pekerja

memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental


maupun sosial dengan usaha-usaha preventif dan kuratif terhadap penyakitpenyakit/gangguan-gangguan

kesehatan

yang

diakibatkan

faktor-faktor

pekerjaan dan lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum.


Menurut Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di Rumah Sakit, Depkes
(2001), tujuan umum dari manajemen K3 RS adalah menumbuh kembangkan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit untuk tercapainya
kemampuan hidup sehat masyarakat pekerja di rumah sakit. Sedangkan tujuan
khususnya adalah:
a. Tersusunnya rencana kegiatan K3 RS.
b. Terlaksananya kegiatan K3 RS.
c. Terpantau dan terevaluasinya kegiatan K3 RS.
Manfaat dari manajemen K3 RS (Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, Depkes 2006) adalah sebagai berikut:
1. Bagi rumah sakit
a. Meningkatkan mutu pelayanan.
b. Mempertahankan kelangsungan operasional RS.
c. Meningkatkan citra RS.
2. Bagi karyawan rumah sakit:
a. Melindungi karyawan dari Penyakit Akibat Kerja (PAK).
b. Mencegah terjadinya Kecelakaan Akibat Kerja (KAK).
3. Bagi pasien dan pengunjung:
a. Mutu layanan yang baik.
b. Kepuasan pasien dan pengunjung.
2.3.2 Pedoman SMK3 di Rumah Sakit
1) Komitmen dan Kebijakan
Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas
dan mudah dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen

16

RS mengidentifikasi dan menyediakan semua sumber daya esensial seperti


pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk terlaksananya program K3 di RS.
Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam
struktur organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS,
perlu disusun strategi antara lain :
a)
b)
c)
d)

Advokasi sosialisasi program K3 RS.


Menetapkan tujuan yang jelas.
Organisasi dan penugasan yang jelas.
Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit

kerja di lingkungan RS.


e) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak
f) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif
g) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya
peningkatan dan pencegahan.
h) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.
2) Perencanaan
RS

harus

membuat

perencanaan yang

efektif

agar tercapai

keberhasilan penerapan sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan


dapat diukur. Perencanaan meliputi:
a) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.
Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk
menentukan tingkat risiko yang merupakan tolok ukur kemungkinan
terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat kerja). Sedangkan
penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada
tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial
yang menimbulkan risiko kesehatan dan keselamatan.
Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4
tingkatan yakni menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko
dengan sarana atau peralatan lain yang tingkat risikonya lebih rendah
bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi, dan alat pelindung
pribadi (APP).
b) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan
Standar Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi,
diperbaharui, serta harus dikomunikasikan dan disosialisasikan
kepada karyawan dan pihak yang terkait.

17

c) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)


d) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja
K3 dan sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan
pencapaian SMK3 RS.
e) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan
dicatat serta dilaporkan.
3) Pengorganisasian
Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab
manajemen dan petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta
kerja sama dalam pelaksanaan K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan
melalui adanya aturan yang jelas. Pola pembagian tanggung jawab,
penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan serta penegakkan
disiplin.
a) Tugas dan Fungsi unit pelaksana K3 RS
Tugas Pokok :
Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS

mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan K3.


Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan

dan prosedur.
Membuat program K3 RS
Fungsi unit pelaksana K3 RS
Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta

permasalahan yang berhubungan dengan K3.


Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi

K3, pelatihan dan penelitian K3 di RS.


Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.
Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan

korektif.
Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.
Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol

bahaya, mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.


Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai

kegiatannya.
Berpartisipasi

dalam

perencanaan

pembangunan gedung dan proses.


b) Struktur organisasi K3 di RS

pembelian

peralatan

baru,

18

Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur dan bukan


merupakan kerja rangkap.
Model 1:
Merupakan organisasi yang terstruktur dan bertanggung jawab kepada
Direktur RS, bentuk organisasi K3 di RS merupakan organisasi struktural
yang terintegrasi ke dalam komite yang ada di RS dan disesuaikan dengan
kondisi/kelas masing-masing RS, misalnya Komite Medis/Nosokomial.
Model 2:
Merupakan unit organisasi fungsional (non structural), bertanggung jawab
langsung ke Direktur RS. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3
RS, yang dibantu oleh unit K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di
RS.
Keanggotaan:
Organisasi/unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari

petugas dan jajaran direksi RS.


Organisasi/unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya
Ketua, Sekretaris dan anggota. Organisasi/unit pelaksana K3 RS

dipimpin oleh ketua.


Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris

serta anggota.
Ketua organisasi/unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu
manajemen tertinggi di RS atau sekurang-kurangnya manajemen

dibawah langsung direktur RS.


Sedang sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS adalah seorang

tenaga professional K3 RS, yaitu manajer K3 RS atau ahli K3.


c) Mekanisme Kerja
Ketua organisasi/unit pelaksana K3 RS memimpin dan
mengkoordinasikan kegiatan organisasi/unit pelaksana K3 RS.
Sekretaris organisasi/unit pelaksana K3 RS memimpin dan
mengkoordinasikan

tugas-tugas

kesekretariatan

keputusan organisasi/unit pelaksana K3 RS.


Anggota organisasi/unit pelaksana K3

dan
RS

melaksanakan

mengikuti

rapat

organisasi/unit pelaksana K3 RS dan melakukan pembahasan atas


persoalan yang diajukan dalam rapat, serta melaksanakan tugas-tugas yang
diberikan organisasi/unit pelaksana K3RS.
Untuk dapat melaksanakan tugas

pokok

dan

fungsinya,

organisasi/unit pelaksana K3 RS mengumpulkan data dan informasi

19

mengenai pelaksanaan K3 di RS. Sumber data antara lain dari bagian


personalia meliputi angka sakit, tidak hadir tanpa keterangan, angka
kecelakaan, catatan lama sakit dan perawatan RS, khususnya yang
berkaitan dengan akibat kecelakaan. Dan sumber yang lain bias dari
tempat pengobatan RS sendiri antara lain jumlah kunjungan, P3K dan
tindakan medik Karena kecelakaan, rujukan ke RS bila perlu pengobatan
lanjutan dan lama perawatan dan lama berobat. Dari bagian teknik bias
didapat data kerusakan akibat kecelakaan dan biaya. Informasi juga
dikumpulkan dari hasil monitoring tempat kerja dan lingkungan kerja RS,
terutama yang berkaitan dengan sumber bahaya potensial baik yang
berasal dari kondisi berbahaya maupun tindakan berbahaya serta data dari
bagian K3 berupa laporan pelaksanaan K3 dan analisisnya.
Data dan informasi dibahas dalam organisasi/unit pelaksana K3 RS,
untuk menemukan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif
maupun tindakan preventif. Hasil rumusan disampaikan dalam bentuk
rekomendasi kepada direktur RS. Rekomendasi berisi saran tindak lanjut
dari organisasi/unit pelaksana K3 RS serta alternatif-alternatif pilihan serta
perkiraan hasil/konsekuensi setiap pilihan.
Organisasi/unit pelaksana K3 RS membantu melakukan upaya
promosi di lingkungan RS baik pada petugas, pasien maupun pengunjung,
yaitu mengenai segala upaya pencegahan KAK dan PAK di RS. Juga bias
diadakan lomba pelaksanaan K3 antar bagian atau unit kerja yang ada di
lingkungan kerja RS, dan yang terbaik atau terbagus pelaksanaan dan
penerapan K3 nya mendapat reward dari direktur RS (Pedoman
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, Depkes
2006).
2.3.3

Tahap Penyelenggaraan SMK3 Rumah Sakit


Untuk memudahkan penyelenggaraan K3 di RS, maka perlu langkah-

langkah penerapan yaitu:


1. Tahap Persiapan
a. Menyatakan komitmen.
Komitmen harus dimulai dari direktur utama/ direktur RS (manajemen
puncak). Pernyataan komitmen oleh manajemen puncak tidak hanya dalam

20

kata-kata, tetapi juga harus dengan tindakan nyata, agar dapat diketahui,
dipelajari, dihayati dan dilaksanakan oleh seluruh staf dan petugas RS.
b. Menetapkan cara penerapan K3 di RS.
Bisa menggunakan jasa konsultan atau tanpa menggunakan jasa konsultan
jika RS memiliki personil yang cukup mampu untuk mengorganisasikan
dan mengarahkan orang.
c. Pembentukan organisasi/unit pelaksana K3 RS.
d. Membentuk kelompok kerja penerapan K3.
Anggota kelompok kerja sebaiknya terdiri atas seorang wakil dari setiap
unit kerja, biasanya manajer unit kerja. Peran, tanggung jawab dan tugas
anggota kelompok kerja perlu ditetapkan. Sedangkan mengenai kualifikasi
dan jumlah anggota kelompok kerja disesuaikan dengan kebutuhan RS.
e. Menetapkan sumber daya yang diperlukan.
Sumber daya disini mencakup orang (mempunyai tenaga K3), sarana,
waktu dan dana.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Penyuluhan K3 ke semua petugas RS.
Menurut Suardi (2005), kegiatan penyuluhan dapat dilakukan melalui
beberapa cara, misalnya dengan pernyataan komitmen manajemen,
melalui ceramah, surat edaran, atau pembagian buku-buku yang terkait
dengan Sistem Manajemen K3.
b. Pelatihan K3 yang disesuaikan dengan kebutuhan individu dan kelompok
di dalam organisasi RS. Fungsinya memproses individu dengan perilaku
tertentu agar berperilaku sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya
sebagai produk akhir dari pelatihan.
c. Melaksanakan program K3 sesuai peraturan yang berlaku diantaranya:
- Pemeriksaan kesehatan petugas (prakarya, berkala dan khusus).
- Penyediaan alat pelindung diri dan keselamatan kerja.
- Penempatan pekerja pada pekerjaan yang sesuai kondisi kesehatan.
- Pengobatan pekerja yang menderita sakit.
- Menciptakan lingkungan kerja yang higienis secara teratur, melalui
monitoring lingkungan kerja dari hazard yang ada.
- Melaksanakan biological monitoring.
- Melaksanakan surveilans kesehatan pekerja.
3. Tahap pemantauan dan Evaluasi
a. Pencatatan dan pelaporan K3.
Pencatatan dan pelaporan K3
Pencatatan semua kegiatan K3.
Pencatatan dan pelaporan KAK.
Pencatatan dan pelaporan PAK.

21

Pencatatan dan pelaporan K3 telah terintegrasi ke dalam sistem


pelaporan RS(SPRS).
b. Inspeksi dan pengujian.
Inspeksi K3 di RS dilakukan secara berkala, terutama oleh petugas K3 RS
sehingga kejadian PAK dan KAK dapat dicegah sedini mengkin. Kegiatan
lain adalah pengujian baik terhadap lingkungan maupun pemeriksaan
terhadap pekerja berisiko seperti biological monitoring (pemantauan
secara biologis).
c. Melaksanakan audit K3.
Tujuan audit K3 adalah:
-

Untuk menilai potensi bahaya, gangguan kesehatan dan keselamatan.


Memastikan dan menilai pengelolaan K3 telah dilaksanakan sesuai

ketentuan.
Menentukan langkah untuk mengendalikan bahaya potensial serta

pengembangan mutu.
d. Perbaikan dan pencegahan didasarkan atas hasil temuan dari audit,
identifikasi, penilaian risiko direkomendasikan kepada manajemen
puncak.
e. Tinjauan ulang dan peningkatan oleh pihak manajemen secara
berkesinambungan untuk menjamin kesesuaian dan keefektifan dalam
pencapaian kebijakan dan tujuan K3 (Pedoman Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja di Rumah Sakit, Depkes 2006).
2.4 Tehnik Sosialisasi K3 di Rumah Sakit
2.4.1 Sosialisasi K3 di Rumah Sakit
Rumah sakit merupakan industri pelayanan kesehatan bagi masyarakat,
dengan kegiatan pokok berupa pelayanan medis, baik preventif, kuratif
maupun rehabilitatif. Pandangan masyarakat mengenai rumah sakit adalah
tempat yang terjamin bersih dan bebas dari penyakit karena mengetahui
bagaimana cara menghadapi suatu penyakit agar tidak menulari dirinya
maupun orang lain, diharapkan bagi mayarakat yang menerima pelayanan
rumah sakit akan mencapai kesembuhan yang optimal. Akan tetapi, perubahan
selalu terjadi, teknologi semakin canggih begitupun dengan perkembangan
penyakit yang awalnya mudah ditangani berubah menjadi penyakit yang
berbahaya, sehingga menjadikan rumah sakit yang awalnya melayani

22

masyarakat dengan optimal beralih menjadi tempat yang juga merupakan awal
timbulnya suatu penyakit baru bagi pasien, tenaga kerja rumah sakit bahkan
masyarakat.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga terdapat
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi RS, yaitu
kecelakaan yang dalam artian sisi keselamatan kerja di lingkungan RS seperti
kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik,dan sumber-sumber
cidera lainnya, radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas, anastesi,
gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut jelas
mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien
maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS.
Dengan demikian diperlukan suatu sistem untuk menangani hal tersebut.
Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit
adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman, dan
dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan RS.
Program K3RS yang telah di jelaskan pada poin sebelumnya bertujuan
untuk

melindungi

keselamatan

dan

kesehatan

serta

meningkatkan

produktifitas SDM Rumah Sakit, melindungi pasien, pengunjung/ pengantar


pasien dan masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap
petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga
komponen yaitu kapasitas kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja.
Kebijakan program K3 tersebut harus disosialisasikan pada semua
elemen-elemen yang ada lingkup rumah sakit. Sosialisasi kebijakan K3
merupakan langkah awal menumbuhkan kesadaran akan pentingnya budaya
K3 di rumah sakit. Kebijakan K3 harus disosialisasikan kepada semua pihak
yang ada di perusahaan baik internal maupun eksternal (termasuk trainee,
magang, manajer), pekerja baru, supervisor dan manajer perlu memahami
kebijakan K3.
Salah satu

program

K3RS

yang

harus

diterapkan

adalah

pembudayaan perilaku Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit


(K3RS) yang meliputi :
a) Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran rumah sakit, baik bagi
pekerja,pasien serta pengunjung rumah sakit.
b) Penyebaran media informasi dan komunikasi baik melalui film ,leaflet,
poster, pamflet dll.

23

c) Promosi K3 pada setiap pekerja yang bekerja disetiap unit RS dan pada
para pasien serta para pengantar pasien/pengunjung Rumah Sakit.
Kegiatan

Sosialisasi

merupakan

upaya

penyegaran

kembali

pengetahuan dan keselamatan kerja sehingga menciptakan lingkungan kerja


yang aman, nyaman, sehat dan produktif serta mencegah terjadinya kecelakaan
kerja. Dasar dari sosialisasi K3 itu sendiri adalah bagaimana komunikasi yang
efektif agar tujuan yang dimaksud tercapai.
Pada hakikatnya metode penyampaian program/kebijakan K3 Rumah
Sakit adalah sama dengan metode dalam mempromosikan program K3 di
tempat kerja, yaitu suatu kegiatan atau usaha menyampaikan pesan
(program/kebijakan) kepada kelompok. Dengan harapan bahwa dengan adanya
pesan tersebut kelompok (orang-orang yang ada di RS) dapat memperoleh
pengetahuan tentang program/kebijakan tersebut guna tujuan yang lebih baik
lagi yang pada akhirnya diharapkan dapat berpengaruh terhadap perilaku.
Sosialisasi K3 Rumah Sakit adalah suatu proses penyampaian informasi
kepada seluruh pekerja rumah sakit untuk dapat menerapkan budaya K3RS
secara komprehesif dengan tujuan dapat menciptakan lingkungan kerja,
tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja
rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi
masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.
Berikut adalah beberapa Teknik Sosialisasi K3 di Rumah Sakit.
1) Kebijakan Berwawasan K3
Kebijakan berwawasan K3 ini ditunjukan kepada para pembuat
kebijakan untuk mebuat kebijakan K3 RS dengan tujuan untuk melindungi
para pekerja dari segala hazard yang ada di rumah sakit.
Dengan kata lain adalah mensosialisasikan kebijakan K3 yang
diterapkan oleh management RS kepada para pekerja baik secara tertulis,
lisan maupun melalui media media yang ada di lingkungan rumah sakit.
Tujuan dari kebijakan berwawasan K3 ini adalah agar pelaksanaan
K3 di Rumah Sakit mempunyai legal standing bagi para pekera di rumah
sakit. Hal ini juga merupakan salah satu wujud bahwa management rumah
sakit mempunyai kesadaran untuk melindungi karyawan dari hazard.
Sosialisasi kebijakan K3 dapat dilakukan pada setiap pertemuan seperti
rapat, upacara dan lain-lain.

24

2) Supportive Enviroment
Supportive environment yang dimaksud disini adalah penyediaan
sarana prasarana yang memadai untuk pelaksanaan K3 di rumah sakit.
Kegiatan Sosialisasi merupakan upaya penyegaran kembali pengetahuan
dan keselamatan kerja sehingga menciptakan lingkungan kerja yang aman,
nyaman, sehat dan produktif serta mencegah terjadinya kecelakaan kerja.
Oleh karena itu harus didukung oleh sarana dan prasarana K3 yang
memadai untuk penerapan K3 RS yang efektif.
3) Pendidikan dan Latihan
Pendidikan dan latihan disini dimaksudkan kepada para karyawan
untuk menguasai permasalahan K3 di rumah sakit. Baik itu sumber bahaya
maupun potensi bahaya. Sosialisasi pentingnya K3 di rumah sakit salah
satunya bisa dilakukan dengan mengikutsertakan seluruh sumber daya
manusia yang ada untuk mengikuti training K3 rumah sakit.
4) Komunikasi Pesuasif
Rabilzani (2013) Komunikasi secara persuasif merupakan salah
satu bentuk sosialisasi yang efektif dilakukan untuk mensosialisakikan
K3 . Komunikator yang efektif tahu cara dalam meraih perhatian
komunikan, memegang perhatian itu agar komunikan menangkap dengan
jelas apa yang sedang disampaikan, dan menanamkan secara emosional
hal itu pada komunikan. Hal ini dapat dilakukan dengan Safety talk pada
setiap pergantian shif di rumah sakit.
5) Menggunakan Media
Penggunaan media merupakan salah satu cara sosialisasi K3 di RS, baik itu
media berupa poster, banner, audio ataupun video. Dengan menggunakan
media ini diharapakan para pekerja dapat melihat secara terut menerus, dan
selanjutnya adalah menerapkannya dalam melakukan pekerjaan agar
terhindar dari bahaya-bahaya yang ada dalam lingkungan kerja
6) Pengembangan ( Development)
Pengembangan budaya K3 Rumah Sakit dilakukan dengan pendampingan
oleh staf ahli yang diberi wewenang untuk memberikan pengarahan bagi

25

staf atau tenaga kerja lainnya. Dalam metode pengembangan ini dua
elemen yang sangat berpengaruh
1. Keterlibatan ahli dalam tim K3
2. Sebagai fasilitator K3
2.4.2

Media Sosialisasi K3 di Rumah Sakit


Metode sosialisasi program K3 rumah sakit adalah semua sarana atau

upaya untuk menampilkan pesan atau informasi yang ingin disampaikan oleh
manajemen atau Panitia Pembinan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3)
di rumah sakit, baik itu melalui media cetak, elektronika (siaran), dan media
luar ruang, sehingga sasaran (petugas RS) dapat meningkat pengetahuannya
yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya kearah positif terhadap
Kesehatan dan Keselamatan Kerja.
Sosialisasi program K3 RS tidak dapat lepas dari media karena melalui
media, pesan-pesan K3 dapat disampaikan dapat lebih menarik dan dipahami,
sehingga sasaran dapat mempelajari pesar tersebut sehingga sampai
memutuskan untuk mengadopsinya perilaku yang sehat dan selamat/
(Behavioral Based Safety/Perilaku berbasis selamat) di Rumah Sakit.
Media dapat mempermudah penyampaian informasi; di rumah sakit
yang memiliki luas dan petuga/pekerja yang banyak, media merupakan alat
bantu dalam mempermudah penyampaian informasi. Mengurangi penyampaian
yang verbalistik dan juga dapat mengefisiensikan waktu, dan juga tidak
membutuhkan dana yang cukup besar (misalnya dengan mengadakan seminar
terus menerus terkait K3), media juga membantu dalam pemenuhan peraturan
mengenai K3 yang mewajibkan tiap tempat kerja wajib memasang posterposter K3 dan tanda-tanda bahaya tidak terkecuali juga Rumah Sakit.
Adanya media dalam sosialisasi program K3 di Rumah Sakit juga
bertujuan untuk memperjelas informasi dan menghindari kesalahan persepsi
dari orang yang satu dengan yang lainnya, artinya jika pesan K3 disampaikan
terus menerus melalui komunikasi verbal, lebih sulit untuk mengingat dan
menimbulkan banyak persepsi dan akhirnya tidak menimbulkan persamaan
persepsi.

26

Berdasarkan

cara

produksinya,

media

sosiolisasi

program

dikelompokkan menjadi:
a. Media cetak, yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesanpesan visual. Media cetak umumya terdiri dari gambaran sejumlah
kata, gambar atau foto dalam tata warna.
Adapun macam-macamnya adalah: Poster, Leaflet, Brosur, Majalah, Surat
kabar, Lembar balik, Stiker dan pamflet
b. Media elektronika, yaitu suatu media bergerak dan dinamis, dapat dilihat
dan didengar dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu
elekronika. Adapun macam-macam media tersebut adalah:
TV, Radio, Film, Video, Cassete, CD/VCD
c. Media luar ruang yatu media yang menyampaikan pesannya di luar
ruang secara umum melalui media cetak dan elektronika secara
statis, misalnya:
Papan reklame yaitu poster dalam ukuran besar yang dapat dilihat

secara umum di perjalanan.


Spanduk yaitu suatu pesan dalam bentuk tulisan dan disertai
gambar yang dibuat di atas secarik kain dengan ukuran tergantung
kebutuhan dan dipasang di suatu tempat strategi agar dapat dilihat

semua orang
Pameran
Banner
TV layar lebar

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Rumah Sakit merupakan suatu tempat yang memiliki banyak Potensi
bahaya, selain penyakit-penyakit infeksi juga terdapat potensi bahayabahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi RS. Semua potensi
bahaya tersebut jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para

27

karyawan di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di


lingkungan RS.
2. Tujuan dari diterapkannya Sistem Manajemen K3 ini pada Rumah Sakit
adalah terciptanya cara kerja, lingkungan kerja yang sehat, aman,
nyaman, dan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan karyawan
RS.
3. Kebijakan program K3 tersebut harus disosialisasikan pada semua
elemen-elemen yang ada lingkup rumah sakit. Sosialisasi kebijakan K3
merupakan langkah awal menumbuhkan kesadaran akan pentingnya
budaya K3 di rumah sakit.
4. Sosialisasi yang paling utama dilakukan adalah komitmen dari top
managemen untuk menerapkan K3 RS, agar pekerja mempunyai legal
standing dalam melakukan K3RS. Sarana dan prasana yang baik untuk
menunjang kegiatan K3 RS, Pendidikan dan Pelatihan tentang K3 RS,
komunikasi yang persuasive untuk menerapkan K3 dan juga sosialisasi
melalui media baik secara tulisan, audio, mapun video. Hal tersebut
dilakukan agar pelaksanaan K3 RS di Rumah Sakit dapat berjalan
dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2001. Pedoman Teknis Upaya Kesehatan Kerja di


Rumah Sakit: Jakarta.
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1087/Menkes/Sk/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan Dan Keselamatan


Kerja Di Rumah Sakit
Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

432/Menkes/Sk/Iv/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan Dan


Keselamatan Kerja (K3) Di Rumah Sakit

28

Hari Mukti. 2010. Pedoman penyelenggaraan K3 di Rumah Sakit. Diakses Pada


27 November 2016
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka
Cipta. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 50 Tahun 2012

Tentang Penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


Sholihah, Q. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit. UB Press :
Malang.

Anda mungkin juga menyukai