PERCOBAAN III
KONTROL SUHU
4.1 Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan kontrol suhu ialah :
1.
2.
3.
4.
Misal sinyal keluaran kontroller adalah m(t) dan sinyal kesalahan penggerak
adalah e(t). Pada kontrol dua posisi, sinyal m(t) akan tetap pada harga maksimum
atau minimumnya, bergantung pada kesalahan penggerak, positif atau negatif,
sedemikian rupa sehingga :
M(t) = M1untuk e(t)>0 . . . . . disebut error positif
M(t) = M2 untuk e(t)<0 . . . . disebut error negatif
Dimana M1 dan M2 adalah konstanta. Harga minimum, M2, biasanya nol,
atau M1. Kontroller dua posisi biasanya berupa perangkat listrik, salah satu
contoh yang digunakan secara luas dengan penggerak selenoid listrik.
Gambar 4.2 (a) dan (b) menunjukkan diagram blok kontroller dua posisi.
Daerah harga sinyal penggerak antara posisi on dan off disebut celah diferensial
(differential gap).Suatu celah differensial ditunjukkan pada gambar 4.2 (b). Celah
diferensial ini menyebabkan keluaran kontroller m(t) tetap pada harga sekarang
sampai sinyal kesalahan penggerak bergeser sedikit dari harga nol. Pada beberapa
kasus, celah diferensial ini disebabkan oleh gesekan yang tidak diinginkan adanya
celah diferensial untuk mencegah operasi mekanisme on-off yang terlalu sering.
M1
M1
m
M2
M2
Celah
diferensial
(a)
(b)
Gambar 4.2 (a) Diagram Blok Kontroller on-off. (b) Diagram blokon-off dengan celah diferensial
Dari gambar 4.2, dapat dilihat bahwa amplitudo osilasi keluaran dapat
diperkecil dengan memperkecil celah diferensial. Akan tetapi hal ini akan
menyebabkan kenaikan angka switching on-off permenit sehingga akan
memperpendek umur ketahanan komponen. Besar celah diferensial harus
ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan seperti ketelitian yang diperlukan
dan umur komponen.
H(t)
Celah diferensial
T
Gambar 4.3 Respon output pada sistem kontrol on-off
Proporsional Kontroler
Pada dasarnya, proporsional kontroler merupakan penguat dengan
Kp
Misal sinyal keluaran kontroller adalah m(t) dan sinyal kesalahan penggerak
adalah e(t). Pada proporsional kontroler, sinyal m(t) bergantung pada kesalahan
penggerak, sedemikian rupa sehingga :
m(t) = Kp. e(t)
Akan tetapi, hasil keluaran dari proporsional kontroler melenceng dari
tegangan referensi yang diharapkan. Dalam penggunaan proporsional kontroler,
semakin besar tegangan referensi yang diinginkan, semakin besar pula penguatan
yang digunakan.
4.2.3
Sensor
Sensor adalah peralatan yang digunakan untuk mengubah suatu besaran fisik
sensor
merupakan
sensor
kelistrikan
maupun
peralatan
elektroniknya, meskipun tipe-tipe sensor lainnya juga tetap ada dan bertahan.
Sensor digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dimana aplikasinya mencakup
automobile, mesin, kedokteran, indistri, robot, maupun aerospace. Dalam
lingkungan sistem pengendali dan robotika, sensor memberikan kesamaan yang
menyerupai mata, pendengaran, hidung, maupun lidah yang kemudian akan diolah
oleh kontroller sebagai otaknya.
Sensor memiliki banyak macam dan bentuk sesuai kegunaan yang
dibutuhkan. Adapun macam macam sensor diantaranya ialah :
1. Sensor Kedekatan (proximity)
Sensor Kedekatan (proximity) merupakan sensor atau saklar yang
dapat mendeteksi adanya target yang merupakan jenis logam dengan tanpa
adanya kontak fisik.
2. Sensor Magnet
Sensor Magnet atau disebut juga relai buluh, adalah alat yang akan
terpengaruh medan magnet dan akan memberikan perubahan kondisi pada
keluaran.
3. Sensor Sinar
Sensor sinar terdiri dari 3 kategori. Fotovoltaic atau sel solar
adalah alat sensor sinar yang mengubah energi sinar langsung menjadi
5. Sensor Ultrasonik
Sensor ultrasonik bekerja berdasarkan prinsip pantulan gelombang
suara, dimana sensor ini menghasilkan gelombang suara yang kemudian
menangkapnya
kembali
dengan
perbedaan
waktu
sebagai
dasar
penginderaannya.
6. Sensor Tekanan
Sensor tekanan - sensor ini memiliki transduser yang mengukur
ketegangan kawat, dimana mengubah tegangan mekanis menjadi sinyal
listrik. Dasar penginderaannya pada perubahan tahanan pengantar
(transduser)
yang
berubah
akibat
perubahan
panjang
dan
luas
penampangnya.
7. Sensor Kecepatan (RPM)
Proses penginderaan sensor kecepatan merupakan proses kebalikan
dari suatu motor, dimana suatu poros/object yang berputar pada suatui
generator akan menghasilkan suatu tegangan yang sebanding dengan
kecepatan putaran object.
variasi
ini
adalah
presisi
dengan
tingkat
J-TC Thermocouple
Sensor Thermocouple terdiri dari dua logam yang didekatkan yang apabila
terpapar oleh kalor dengan suhu tertentu akan menghasilkan beda potensial.
Termokopel Suhu didefinisikan sebagai jumlah dari energi panas dari sebuah
objek atau sistem. Perubahan suhu dapat memberikan pengaruh yang cukup
yang
sangat
tinggi,
tetapi
dapat
diubah
menjadi
bahan
3. Platinum Pt 100
Platinum Pt 100 pada plant kontrol suhu memiliki fungsi yang hampir
sama dengan sensor NTC, dimana letak perbedaannya adalah pada bahan
pembuatan sensor. Platinum Pt 100 dibuat dari platinum dengan resistansi
nominal 100 pada suhu 0 C.PT100 merupakan salah satu jenis sensor suhu
yang terkenal dengan keakurasiannya. PT100 termasuk golongan RTD
(Resistive Temperature Detector) dengan koefisien suhu positif, yang berarti
nilai resistansinya naik seiring dengan naiknya suhu. PT100 terbuat dari
logam platinum. Oleh karenanya namanya diawali dengan PT. Disebut
PT100 karena sensor ini dikalibrasi pada suhu 0C pada nilai resistansi 100
ohm. Ada juga PT1000 yang dikalibrasi pada nilai resistansi 1000 ohm pada
suhu 0C.
Prinsip kerja RTD adalah sebagai berikut Ketika suhu elemen RTD
meningkat, resistansi elemen juga meningkat, Arus listrik akan mengalir
melalui elemen RTD (elemen resistor). Didalam RTD terdapat RTDs yang
berguna seperti Tranduser listrik yang mengkonversi perubahan suhu untuk
sinyal tegangan oleh pengukuran resistansi.
Perbandingan antara suhu dengan tahanan yang dibaca, dapat juga dihitung
dengan menggunakan persamaan [17], yaitu :
Rt = Ro(1+At+Bt^2)
Ket :
Rt = Tahanan listrik pada temperature t (Ohm)
Ro = Tahanan listrik pada temperature 0 (Ohm) = 100(PT100)
A = 3,9083 x 10^(-3)
B = -5,775 x 10^(-7)
T = Suhu
4.2.4 Penguat
Penguat atau amplifier pada dasarnya adalah suatu rangkaian yang
digunakan untuk mengubah suatu besaran. Dalam percobaan ini amplifier
diidentikkan dengan penguatan sinyal listrik. Amplifier dapat dibedakan menjadi
beberapa macam tergantung dari penggolongan masing-masing. Adapun penguat
yang digunakan dalam percobaan ini adalah Operasional Amplifier dan Loop
Amplifier.
4.2.4.1 OP-AMP
Op-Amp merupakan suatu penguat berperolehan tinggi dikopel-langsung,
yang
umpan
baliknya
ditambahkan
untuk
mengendalikan
karakteristik
2.
Resistansi keluaran Ro = 0.
3.
4.
5.
6.
masukan
inverting
VCC
keluaran
masukan
noninverting
VEE
(a)
(b)
Catu daya pada Op-Amp diberikan lewat jalur V CC dan VEE, catu positif
melalui VCC dan catu negatif melalui VEE.Adanya catu simetris ini memungkinkan
tegangan keluaran Vout berayun positif maupun negatif terhadap jalur ground
(netral, nol volt) Pencatuan asimetris masih dimungkinkan dengan konsekuensi
timbulnya beberapa keterbatasan.
Tegangan keluaran bersifat kebalikan dari tegangan masukan inverting
(membalik). Bila tegangan masukan inverting positif (+), tegangan akan
cenderung
Rangkaian inverting amplifier adalah salah satu dari rangkaian op-amp yang
paling luas digunakan. Rangkaian itu merupakan sebuah penguat yang gain
rangkaian tertutupnya dari Ei ke Vo ditentukan oleh Rf dan Ri yang dapat
memperkuat isyarat AC dan DC. Untuk memahami kerja rangkaian diperlihatkan
pada gambar :
Pada inverting amplifier, bila tegangan masukan lebih rendah dari tegangan
acuan Vref, tegangan keluaran akan mendekati tegangan catu positif. Sebaliknya
bila tegangan masukan lebih tinggi dari tegangan acuan Vref, tegangan keluaran
akan mendekati tegangan catu negatif. Secara grafis, koinsidensi masukan
keluaran diperlihatkan pada gambar 4.12.
Vreff
Input
Vcc
Output
VEE
Tegangan Ed antara masukan (+) dan masukan (-) pada dasarnya nol.
2.
Arus yang dialirkan antara terminal (+) dan (-) dapat diabaikan.
Dalam gambar tegangan positif Ei diterapkan melalui tahanan masukan Ri
kemasukan (-) op-amp. Umpan balik negatif dibust oleh tahanan umpan balik Rf.
Tegangan antara masukan (+) dan (-) nya pada dasarnya sama dengan 0V.
karenanya, terminal masukan (-)juga 0V,juga potensial ground yang berada pada
masukan (-)nya. Karena ujung Ri yang satu ada di Ei dan yang lain ada di 0V,
penurunan tegangan melalui Ri adalah Ei. Arus I yang melalui Ri didapat dari
hukum Ohm:
I = Vi/Ri ................................................(4.1)
Seluruh arus masukan I mengalir melalui Rf, karena jumlah yang dialirkan
oleh terminal masukan (-)nya dapat diabaikan,maka penurunan tegangan yang
melalui Rf:
VRf = (Vi/Ri).Rf.(4.2)
Dari gambar ujung Rf dan RL beban terhubung, tegangan dari hubungan ini
ke ground adalah Vo. Ujung Rf dan RL yang lain ke ground, karenanya Vo
menyamai VRf. Untuk memperoleh polaritas Vo,diingatkan bahwa ujung kiri dari
Ei
Ri
Rf
. Tegangan masukan (+) dan (-) pada dasarnya sama dengan 0V.
Oleh karena itu, terminal masukan (-) juga 0V juga potensial ground yang ada
pada masukan negatifnya. Untuk alasan ini masukan negatifnya dikatakan ada
pada ground semu.
Karena ujung
tegangan melalui
Ri
Ri
adalah
Ei
Ei
Ri
Ri
Ei
Ri (4.5)
Ri
masukan (-) dapat diabaikan. Yang perlu diperhatikan disini adalah arus yang
melalui
Rf
Ri
ditentukan oleh
dan
Ei
bukan oleh
Rf
adalah:
VR f I x R f
Tegangan keluaran
menjadi negatif apabila
Vo
Ei
Rf
Vf
atau
Ei
Rf
Ri
(4.6)
Rf
Vo
, dan
penguat
Vo
akan
Rf
Ri ..(4.7)
ACL
Rf
Vo
Vin
Ri (4.8)
Ei
Vo
terbalik
V
Arus beban IL yang mengalir melaui R L hanya ditentukan oleh R L dan o
saja . Persamaan arus beban dan arus keluarannya adalah:
Io = I + IL(4.9)
Sedangkan penguat tak membalik atau non-inverting amplifier merupakan
sebuah penguat yang tidak dapat membalik, yaitu tegangan keluaran Vo
mempunyai polaritas yang sama dengan tegangan masukan Ei, tahanan masukan
dari penguat pembalik adalah Ri, tahanan masukan dari penguat tak-pembalik luar
biasa besarnya, biasanya melebihi 100 Mohm.
Vreff
Input
Vcc
Output
VEE
Gambar 4.14 Koinsidensi input-output
Karena tegangan Ed antara masukan (+) dan (-) dari Op-Amp adalah nol
kedua masukan tersebut berada pada potensial X yang sama. Karenanya Ei
tampak melintasi Ri, Ei menyebabkan arus I mengalir seperti diberikan oleh I =
Ei/Ri. Arah I tergantung pada polaritas Ei.
Karenanya I mengalir melalui Rf dan penurunan tegangan melintasi Rf
dinyatakan oleh Vri dan dinyatakan sebagai:
VRf = I (Rf) ................................................(4.10)
Pada
aplikasi
ini
penguat
operasional
digunakan
untuk
(a)
(b)
R1
Vsat
R1 R 2
VLT
R1
(Vsat )
R1 R 2
V0 (V2 V1 )
R1
| R1 R 2; R 3 R 4
R2
gelombang pembawa yang digunakan terdiri dari pulsa-pulsa segi empat yang
berulang-ulang, dengan lebar pulsa yang dapat diubah-ubah oleh amplitudo dari
sinyal informasi.
PWM dipergunakan dalam pengaturan tegangan, tegangan beban diatur
dengan cara mengatur duty cycle dari gelombang kotak yang disupplykan ke basis
dari switching transistor.
Untuk mengukur duty cycle dapat digunakan rumus :
DutyCycle
SiklusAktif
x100%
SiklusTota l
..(4.14)
Adapun prinsip dasar PWM ditunjukkan pada Gambar 4.19 di bawah ini.
Masukan pada PWM adalah sinyal-sinyal segi empat, dimana hal ini dapat
diamati dari tampilan osiloskop sebagai berikut:
Siklus Aktif
Siklus total
e(t)
em
0
+V0
-V0
Bila em(t)=0, lebar pulsa sama dengan siklus kerja yang berubah secara
linear terhadap em(t) dan besarnya akan mencapai 50%. Besarnya siklus kerja
dirumuskan :
4.2.6
V0 em
x100%
2V0
.........................(4.15)
DC
Kontroler
heater
sensor
Suatu
relay
dalam
Rangkaian on-off
kontroler disambungkan pada basis transistor melaui sebuah resistor dan dioda.
Bila rangkaian on-off kontroler level tegangannya
Dengan kata lain tak ada arus yang lewat koil relay sehingga relayoff dan PWM
driver tercatu daya dari sumber AC.
Bisa juga disebut Driver Transistor yaitu penggunaan transistor sebagai
saklar, yang ketika basis transistor ini dibias, maka akan mengalir arus dari
kolektor ke emitor, dan arus ini digunakan untuk memicu relai yang
mengubungkan tegangan jala-jala dengan PWM yang mensuplay mesin pemanas.
Rangkaian driver transistor ini adalah sebagai berikut :
VC +12 volt
N
O
R
E
L
E
Rangkaian On
Off
Controller
NC
Elemen
Pemanas
DC
Ketika ada arus yang masuk dari kontroller ke basis transistor, maka
transistor akan On, sehingga akan memicu relay, yang tadinya berada pada
normally close setelah terpicu menjadi open. Ketika tidak ada arus memicu
transistor ini (arus basis = 0),maka transistor akan Off sehingga posisi rellay akan
kembali pada posisi NC.
Berikut plant pengatur suhu :
dikomposisikan
dengan
campuran
kimia
tertentu
sehingga
5. Summing Node
Blok ini berfungsi membandingkan suhu yang diinginkan dengan suhu
pemanas atau dalam hal ini tegangan ini tegangan referensi dengan tegngan
output pengkondisi sinyal yang merupakan hasil pengukuran sensor.
6. Loop Amplifier
Blok ini berfungsi memberikan penguatan dalam proses kontrol.
Penguatan ini dapat dirubah dengan memutar potensiometer. Penguatan ini
hanya berfungsi untuk mode proporsional kontrol.
7. Burst Controller
Blok ini berfungsi mengatur disipasi daya yang akan disalurkan ke
pemanas. Pada plant ini digunakan PWM (Pulse Width Modullation).
8. DC dan AC Power driver
Blok ini berfungsi mengalirkan arus DC/AC dari sumber tegangan ke
elemen pemanas.
4.3
1.
Pengujian alat
Alat dan bahan
1. Modul praktikum B3510-A
2. Power supply
3. Jumper
4. Multimeter digital
5. Stopwatch
6. Kipas Angin (Pendingin).
2.
Cara kerja
Sebelum memulai praktikum, pastikan dulu power supply sudah pada range
yang dibutuhkan, kalibrasi terlebih dahulu alat ukur yang akan digunakan, serta
pastikan kondisi jumper terhubung dengan baik. Setelah selesai menyusun
rangkaian, sebelum menghubungkan dengan catu daya, cek kembali dan minta
asisten untuk memastikan bahwa rangkaian telah benar.
reff
dengan multimeter),
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
4.
Matikan Powersupply
5.
6.
Nyalakan
Powersupply
bersamaan
dengan
8.
sinyal dengan
menghubungkan
terminal
out pada
4.3.2
Data Percobaan
a. Karakteristik Sensor
Tabel 4.1 Karakteristik Sensor pada saat Kenaikan Konstan
V ref
V Sensor (V)
NTC
J-TC
(V)
3,04
4
5
4,21
4,15
4,13
Pt 100
3,8
3,73
3,78
3,64
3,56
3,82
V ref
V Sensor (V)
NTC
J-TC
(V)
5
4
3,04
4,13
4,15
4,21
Pt 100
3,78
3,73
3,8
3,82
3,56
3,64
b. On-Off Kontroler
Tabel 4.3 On-Off Kontroler
Vref (V)
Transisi ON
OFF
Transisi OFF
4,88
4,79
4,88
4,43
4,4
4,43
5
4,96
ON
4,59
3,65
4,59
3,3
3,23
3,3
V ref (V)
Gain (P6)
Voutput (V)
Waktu (s)
V overshoot =
Maksimal
2,78
13
Vref-Vout
1,38
4,16
Medium
Minimal
3,98
4,05
31
31
0,08
0,11
V referensi (V)
V Sensor (V)
Selisih (V)
3,04
4,21
1,17
4,15
0,15
4,13
0,87
4.15
4.1
4.05
2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
V ref (V)
Gambar 4.25 Grafik perbandingan tegangan sensor J-TC dan tegangan reference untuk tegangan
maju
Grafik perbandingan kenaikan selisih V referensi dan V sensor JTC tegangan maju
1.5
1
selisih V referensi
dan V sensor (V) 0.5
0
4 4.14.24.34.44.54.64.74.84.9 5
V ref (V)
Gambar 4.26 Grafik hubungan selisih tegangan Sensor J-TC dengan tegangan reference untuk
tegangan maju
Tabel 4.6 Selisih tegangan referensi dengan tegangan sensor pada J-TC untuk penurunan konstan
V referensi (V)
V sensor (V)
Selisih (V)
4,13
0,87
4,15
0,15
3,04
4,21
1,17
4.15
4.1
4.05
2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
V ref (V)
Gambar 4.27 Grafik perbandingan tegangan sensor J-TC dan tegangan reference untuk tegangan
Mundur
V referensi (V)
V Sensor (V)
Selisih (V)
3,04
3,8
0,76
3,73
0,27
3,78
1,22
3.75
3.7
3.65
2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
V ref (V)
Gambar 4.29 Grafik perbandingan tegangan sensor NTC dan tegangan reference untuk
tegangan maju
V referensi (V)
V sensor (V)
Selisih (V)
3,78
1,22
3,73
0,27
3,04
3,8
0,76
3.75
3.7
3.65
2.5
3.5
4.5
5.5
V ref (V)
Gambar 4.31 Grafik perbandingan tegangan sensor NTC dan tegangan reference untuk tegangan
mundur
V referensi (V)
V Sensor (V)
Selisih (V)
3,04
3,64
0,6
3,56
0,44
3,82
1,18
V referensi (V)
V sensor (V)
Selisih (V)
3,82
1,18
3,56
0,44
3,04
3,64
0,6
3.6
3.4
2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
V ref (V)
Gambar 4.35 Grafik perbandingan tegangan sensor Pt-100 dan tegangan reference untuk tegangan
mundur
Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa selisih nilai V referensi dan
V sensor paling besar dimiliki oleh sensor NTC, hal ini karena sensor NTC
memiliki V keluaran yang paling besar dibanding sensor J-TC dan Pt 100.
Penyimpangan yang terjadi antara tegangan output sensor dengan
tegangan referensi merupakan suatu toleransi yang pada umumnya dimiliki oleh
setiap komponen elektronik. Toleransi ini akan berbeda-beda pada setiap sensor
sesuai dengan karakteristik yang dimiliki.
Rata-rata selisih sensor J-TC :
V
Rata-rata selisih sensor NTC :
JTC
3.5
NTC
3
2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Pt 100
Vref (V)
Gambar 4.37 Perbandingan grafik tegangan sensor J-TC, NTC, dan Pt100 dengan V referensi
pada kenaikan konstan
4.5
4
V sensor (V)
JTC
3.5
NTC
3
2.8 3 3.2 3.4 3.6 3.8 4 4.2
Pt 100
Vref (V)
Gambar 4.38 Perbandingan grafik tegangan sensor J-TC, NTC, dan Pt100 dengan V referensi
pada penurunan konstan
Dari data di atas, didapatkan nilai rata rata error setiap sensor J-TC
dengan tegangan maju senilai 0.73 V dan tegangan mundur senilai 0.73V
Sedangkan sensor NTC memiliki tegangan maju senilai 0.75 V dan tegangan
mundur senilai 0,75 V. Untuk sensor Pt-100 dengan tegangan maju senilai 0,74 V
dan tegangan mundur senilai 0,74 V.
Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa sensor yang memiliki keakuratan yang paling tinggi saat tegangan referensi maju adalah sensor NTC
dengan nilai rata rata 0,75 V. Sedangkan pada saat tegangan referensi mundur
sensor yang mempunyai ke-akuratan yang paling tinggi tetap sensor NTC dengan
rata rata0,75. Jadi, untuk secara keseluruhan yang memiliki kinerja yang paling
baik adalah sensor NTC dengan total rata rata 0,75. Dan paling buruk ialah JTC
dengan total rata-rata 0,73.
Dari analisis diatas dapat diketahui bahwa sensor NTC memiliki kinerja dan
ketepatan yang lebih baik diantara sensor yang lain saat tegangan referensi maju.
Selain itu, sensor NTC juga memiliki kinerja dan ketepatan yang lebih baik
diantara sensor yang lain saat tegangan referensi mundur. Hal tersebut dapat
dilihat pada nilai selisih antara tegangan referensi dan tegangan sensor.
4.4.2
On-Off Kontroler
Percobaan ini dilakukan dengan mengamati dan mengukur tegangan pada
saat kontroler mengalami masa peralihan tanggapan atau transisi dari onoff dan
dari offon. Atau dengan kata lain percobaan ini digunakan untuk mengamati
penyimpangan tegangan output dari tegangan referensi.
Secara teori, on-off kontroler mengubah tanggapan suatu sistem tepat pada
saat tegangan output sama dengan tegangan referensi. Misalnya saja dalam
percobaan ini, pertama kontroler dalam posisi on untuk menyalakan pemanas.
Kemudian jika suhu/tegangan pemanas telah sama dengan tegangan referensi,
maka kontroler akan mengubah tanggapan menjadi off sehingga pemanas akan
mati. Saat tegangan mulai turun dan kemudian tepat sama dengan tegangan
referensi, maka kontroler akan mengubah lagi menjadi posisi on dan seterusnya.
Proses tersebut dapat digambarkan dengan tabel dan grafik berikut.
Tabel 4.11 Percobaan On-Off kontroller
Vref (V)
Transisi ON
OFF
Transisi OFF
4,88
4,59
5
4,79
3,65
4,88
4,59
4,43
3,3
4,96
4,4
3,23
4,43
3,3
Rata rata nilai tegangan transisi On Off untuk V Ref 5 V :
ON
V Ref (V)
4,88
4,59
V Ref (V)
4,79
3,65
V Ref (V)
4,88
4,59
V Ref (V)
4,43
3,3
V Ref (V)
4,4
3,23
V Ref (V)
4,43
3,3
Dari tabel 4.11 dapat dilihat bahwa untuk tegangan referensi 5 V pada baris
pertama, mula-mula kontroller dalam posisi on untuk menyalakan pemanas
hingga tegangan referensi yang ditentukan. Kemudian pada saat tegangan
mencapai nilai rata-rata 4,88 V, controller akan mati (Off) karena telah melampaui
batas tegangan referensi sehingga suhunya akan menjadi turun. Pada saat
suhu/tegangan pemanas telah jauh di bawah tegangan referensi nilai rata-rata
tegangan 4,59 V maka kontroller akan kembali menyala (On), begitu seterusnya
sehingga diperoleh grafik seperti gambar 4.39. Dari gambar 4.39 juga didapatkan
celah antara tegangan referensi adalah 0,52 V.
Dan pada tegangan referensi 5 V baris kedua, mula-mula kontroller dalam
posisi on untuk menyalakan pemanas hingga tegangan referensi yang ditentukan.
Kemudian pada saat tegangan mencapai nilai rata-rata 4,79 V, controller akan mati
(Off) karena telah melampaui batas tegangan referensi sehingga suhunya akan
turun. Pada saat suhu/tegangan pemanas telah jauh di bawah tegangan referensi
nilai rata-rata tegangan 3,65 V maka kontroller akan kembali menyala (On),
begitu seterusnya sehingga diperoleh grafik seperti gambar 4.40 dan 4.41. Dari
gambar 4.40 dan 4.41 juga didapatkan celah antara tegangan referensi adalah 0,48
V.
Sedangkan untuk tegangan referensi 4,96 V pertama, mula-mula kontroller
dalam posisi on untuk menyalakan pemanas hingga tegangan referensi yang
ditentukan. Kemudian pada saat tegangan mencapai nilai rata-rata 4,43 V,
controller akan mati (Off) karena telah melampaui
sehingga suhunya akan turun. Pada saat suhu/tegangan pemanas telah jauh di
bawah tegangan referensi nilai rata-rata tegangan 3,3 V maka kontroller akan
kembali menyala (On), begitu seterusnya sehingga diperoleh grafik seperti
gambar 4.42. Dari gambar 4.42 juga didapatkan celah antara tegangan referensi
adalah 0,48 V.
Kemudian ketika tegangan referensi 4,96 V kedua, mula-mula kontroller
dalam posisi on untuk menyalakan pemanas hingga tegangan referensi yang
ditentukan. Kemudian pada saat tegangan mencapai nilai rata-rata 4,4 V,
controller akan mati (Off) karena telah melampaui batas tegangan referensi
sehingga suhunya akan turun. Pada saat suhu/tegangan pemanas telah jauh di
bawah tegangan referensi nilai rata-rata tegangan 3,23 V maka kontroller akan
kembali menyala (On), begitu seterusnya sehingga diperoleh grafik seperti
gambar 4.43 dan 4.44. Dari gambar 4.43 dan 4.44 juga didapatkan celah antara
tegangan referensi adalah 0,49 V.
Dari analisis di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan celah tegangan
referensi untuk keduanya tidak berbeda jauh sehingga sensor dapat dikatakan
dalam keadaan baik. Perbedaan pengukuran disebabkan beberapa faktor, seperti
suhu ruangan tidak stabil dan ketidaktelitin dalam pengukuran.
Pada on-off kontroller, grafik keluaran yang ditunjukkan pada range antara
tegangan minimum dan tegangan maksimum semakin lama semakin mendekati
tegangan referensinya. Namun grafik keluaran tidak dapat stabil pada tegangan
referensinya. Dan apabila dibandingkan dengan proporsional kontroler, on-off
kontroler relatif lebih lambat mencapai tegangan referensi sehingga waktu
transient menjadi lebih lama.
4.4.3
Proporsional Kontroler
Pada dasarmya, kontroler proporsional merupakan penguat dengan
penguatan yang dapat diatur. Jadi percobaan ini dilakukan dengan memberikan
variasi penguatan pada sistem untuk melihat pengaruhnya pada sistem kontrol
suhu. Berikut adalah tabel dan grafik hasil percobaan.
V ref (V)
4,16
Gain (P6)
Maksimal
Medium
Minimal
Voutput (V)
2,78
3,98
4,05
Waktu (s)
13
31
31
V overshoot
1,38
0,08
0,11
0 . 408
04,16
. 400
Vref
4,05
0 . 250
t
5 min
31
detik18 dtk
Gambar 4.45 Grafik Proporsional Kontroler Gain Minimal pada V Ref 4,16V
V
Vref
4,16
3,98
t
31
detik
Gambar 4. 46 Grafik Proporsional Kontroler Gain Medium pada V Ref 4,16V
4.16
2,78
Vref
t
13 detik
Gambar 4. 47 Grafik Proporsional Kontroler Gain Maksimum pada V Ref 4,16V
4.5 Penutup
4.5.1 Kesimpulan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
jauh
lebih
sederhana.
Kontroler
proporsional
mampu
Saran
Untuk memperoleh karakteristik on-off yang lebih baik
dapat digunakan rangkaian integrator pada rangkaian histerisis, akan tetapi
harus dipikirkan kembali cara untuk penalaan range pengaturan.
2.
Sebaiknya kontroler on-off hanya digunakan pada plantplant yang bersifat lamban dan tidak membutuhkan presisi tinggi.