Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV
yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang
terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah
terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju
perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan.
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam
(membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung
HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu.
Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral),
transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama
kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairancairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan
menurut UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih
dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS
sebagai salah satu epidemik paling menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru
saja, akses perawatan antiretrovirus bertambah baik di banyak region di dunia,
epidemik AIDS diklaim bahwa diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta)

hidup pada tahun 2005 dan lebih dari setengah juta (570.000) merupakan anakanak. Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.Pada
tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta
orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar
sejak tahun 1981.
Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif HIV/AIDS sampai dengan
31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL, Kemenkes RI tanggal
29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka
100.000. Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979
HIV dan 29.879 AIDS dengan 5.430 kamatian. Angka ini tidak mengherankan
karena di awal tahun 2000-an kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi
kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu berkisar antara 80.000 130.000. Dan
sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga, setelah Cina dan India, yang
percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia.
B. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi AIDS.
2. Untuk mengetahui etiologi/penyebab AIDS
3. Untuk mengetahui cara penularan AIDS
4. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada klien AIDS
5. Untuk mengetahui patofisiologi AIDS
6. Untuk mengetahui pathway AIDS
7. Untuk mengetahui komplikasi klien dengan AIDS
8. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik pada klien AIDS
9. Untuk mengetahui penatalaksanaan medis, keperawatan dan diet pada
klien AIDS

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala
dan infeksi atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh
manusia akibat infeksi virus HIV. Pengertian AIDS menurut beberapa ahli antara
lain:
1. AIDS adalah infeksi oportunistik yang menyerang seseorang dimana
mengalami penurunan sistem imun yang mendasar ( sel T berjumlah
200 atau kurang )dan memiliki antibodi positif terhadap HIV.
(Doenges, 1999)
2. AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan
hasil akhir dari infeksi oleh HIV. (Sylvia, 2005)

B. ETIOLOGI
HIV yang dahulu disebut virus limfotrofik sel T manusia tipe III (HTLV-III)
atau virus limfadenapati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari
famili lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel pejamu. HIV -1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS
diseluruh dunia.
Genom HIV mengode sembilan protein yang esensial untuk setiap aspek
siklus hidup virus. Dari segi struktur genomik, virus-virus memiliki perbedaan
yaitu bahwa protein HIV-1, Vpu, yang membantu pelepasan virus, tampaknya
diganti oleh protein Vpx pada HIV-2. Vpx meningkatkan infektivitas (daya tular)

dan mungkin merupakan duplikasi dari protein lain, Vpr. Vpr diperkirakan
meningkatkan transkripsi virus. HIV-2, yang pertama kali diketahui dalam serum
dari para perempuan Afrika barat (warga senegal) pada tahun 1985, menyebabkan
penyakit klinis tetapi tampaknya kurang patogenik dibandingkan dengan HIV-1
(Sylvia, 2005)
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit AIDS disebabkan oleh Virus HIV. Masa inkubasi AIDS
diperkirakan antara 10 minggu sampai 10 tahun. Diperkirakan sekitar 50% orang
yang terinfeksi HIV akan menunjukan gejala AIDS dalam 5 tahun pertama, dan
mencapai 70% dalam sepuluh tahun akan mendapat AIDS. Berbeda dengan virus
lain yang menyerang sel target dalam waktu singkat, virus HIVmenyerang sel
target dalam jangka waktu lama. Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke
dalam sel, dalam hal ini sel darah putih yang disebut limfosit. Materi genetik virus
dimasukkan ke dalam DNA sel yang terinfeksi. Di dalam sel, virus
berkembangbiak dan pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan partikel
virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya
dan menghancurkannya.
Virus menempel pada limfosit yang memiliki suatu reseptor protein yang
disebut CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. CD4 adalah sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel
limfosit.Sel-sel yang memiliki reseptor CD4 biasanya disebut sel CD4+ atau
limfosit T penolong. Limfosit T penolong berfungsi mengaktifkan dan mengatur
sel-sel lainnya pada sistem kekebalan (misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit
T sitotoksik), yang kesemuanya membantu menghancurkan sel-sel ganas dan

organisme asing. Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong,


sehingga terjadi kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap
infeksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi oleh HIV akan kehilangan limfosit T penolong
melalui 3 tahap selama beberapa bulan atau tahun. Seseorang yang sehat memiliki
limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL darah. Pada beberapa bulan pertama
setelah terinfeksi HIV, jumlahnya menurun sebanyak 40-50%. Selama bulanbulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada orang lain karena banyak partikel
virus yang terdapat di dalam darah. Meskipun tubuh berusaha melawan virus,
tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah
partikel virus di dalam darah mencapai kadar yang stabil, yang berlainan pada
setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan penularan penyakit kepada orang lain
terus berlanjut. Kadar partikel virus yang tinggi dan kadar limfosit CD4+ yang
rendah membantu dokter dalam menentukan orang-orang yang beresiko tinggi
menderita AIDS. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+
biasanya menurun drastis. Jika kadarnya mencapai 200 sel/mL darah, maka
penderita menjadi rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B (limfosit
yang menghasilkan antibodi) dan seringkali menyebabkan produksi antibodi yang
berlebihan. Antibodi ini terutama ditujukan untuk melawan HIV dan infeksi yang
dialami penderita, tetapi antibodi ini tidak banyak membantu dalam melawan
berbagai infeksi oportunistik pada AIDS. Pada saat yang bersamaan,
penghancuran limfosit CD4+ oleh virus menyebabkan berkurangnya kemampuan
sistem kekebalan tubuh dalam mengenali organisme dan sasaran baru yang harus
diserang.

Setelah virus HIVmasuk ke dalam tubuh dibutuhkan waktu selama 3-6


bulan sebelum titer antibodi terhadap HIVpositif. Fase ini disebut periode
jendela (window period). Setelah itu penyakit seakan berhenti berkembang
selama lebih kurang 1-20 bulan, namun apabila diperiksa titer antibodinya
terhadap HIV tetap positif (fase ini disebut fase laten) Beberapa tahun kemudian
baru timbul gambaran klinik AIDS yang lengkap (merupakan sindrom/kumpulan
gejala). Perjalanan penyakit infeksi HIVsampai menjadi AIDS membutuhkan
waktu sedikitnya 26 bulan, bahkan ada yang lebih dari 10 tahun setelah diketahui
HIV positif. (Heri : 2012)
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala penyakit AIDS sangat bervariasi. Berikut ini gejala yang ditemui
pada penderita AIDS :
Panas lebih dari 1 bulan,
Batuk-batuk, Sariawan dan nyeri menelan, Badan menjadi kurus sekali,
Diare, Sesak napas, Pembesaran kelenjar getah bening, Kesadaran menurun,
Penurunan ketajaman penglihatan, Bercak ungu kehitaman di kulit.

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya
gejala panas dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat
beberapa gejala bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau
riwayat perilaku yang mudah tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV.
Pasien AIDS secara khas punya riwayat gejala dan tanda penyakit. Pada infeksi
Human Immunodeficiency Virus (HIV) primer akut yang lamanya 1 2 minggu
pasien akan merasakan sakit seperti flu. Dan disaat fase supresi imun simptomatik

(3 tahun) pasien akan mengalami demam, keringat dimalam hari, penurunan berat
badan, diare, neuropati, keletihan ruam kulit, limpanodenopathy, pertambahan
kognitif, dan lesi oral.

Dan disaat fase infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) menjadi AIDS
(bevariasi 1-5 tahun dari pertama penentuan kondisi AIDS) akan terdapat gejala
infeksi opurtunistik, yang paling umum adalah Pneumocystic Carinii (PCC),
Pneumonia interstisial yang disebabkan suatu protozoa, infeksi lain termasuk
menibgitis, kandidiasis, cytomegalovirus, mikrobakterial, atipikal
1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Acut gejala tidak khas dan mirip tanda dan gejala penyakit biasa seperti
demam berkeringat, lesu mengantuk, nyeri sendi, sakit kepala, diare, sakit
leher, radang kelenjar getah bening, dan bercak merah ditubuh.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) tanpa

gejala

Diketahui oleh pemeriksa kadar Human Immunodeficiency Virus (HIV)


dalam darah akan diperoleh hasil positif.
3. Radang kelenjar getah bening menyeluruh dan menetap, dengan gejala
pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh selama lebih dari 3
bulan.
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis infeksi HIV dapat disebabkan HIV-nya sendiri (sindrom
retroviral akut, demensia HIV), infeksi ofortunistik, atau kanker yang terkait
AIDS. Perjalanan penyakit HIV dibagi dalam tahap-tahap berdasarkan keadaan
klinis dan jumlah CD4.( Arif Mansjoer, 2000 )
1. Infeksi retroviral akut

Frekuensi gelaja infeksi retroviral akut sekitar 50-90%. Gambaran klinis


menunjukkan demam, pembesaran kelenjar, hepatoplemagali, nyeri
tenggorokan, mialgia, rash seperti morbili, ulkus pada mukokutan, diare,
leukopenia, dan limfosit atipik. Sebagian pasien mengalami gangguan
neorologi seperti mrningitis asepik, sindrom Gillain Barre, atau psikosis
akut. Sindrom ini biasanya sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Masa asimtomatik
Pada masa ini pasien tidak menunjukkan jegala,tetapi dapat terjadi
limfadenopati umum. Penurunan jumlah CD4 terjadi bertahap, disebut juga
masa jendela (window period).
3. Masa gejala dini
Pada masa ini julah CD4 berkisar antar 100-300. Gejala yang timbul adalah
akibat infeksi pneumonia bakterial, kandidosis vagina, sariawan, herped
zoster, leukoplakia, ITP, dan tuberkolosis paru. Masa ini dulu disebut
AIDS Related Complex(ARC)
4. Masa gejala lanjut
Pada masa ini jumlah CD4 dibawah 200. Penurunan daya tahan ini
menyebabkan risiko tinggi rendahnya infeksi oportunistik berat atau
keganasan
.
F. KOMPLIKASI
Adapun komplikasi kien dengan HIV/AIDS (Arif Mansjoer, 2000 ) antara
lain :
1. Pneumonia pneumocystis (PCP)
2. Tuberculosis (TBC)
3. Esofagitis
4. Diare
5. Toksoplasmositis
6. Leukoensefalopati multifocal prigesif
7. Sarcoma Kaposi
8. Kanker getah bening
9. Kanker leher rahim (pada wanita yang terkena HIV)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000) adalah
1. Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait
dengan AIDS.
2. Telusuri perilaku berisiko yang memmungkinkan penularan.
3. Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker
terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan
funduskopi.
4. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi
HIV, dan pemeriksaan Rontgen.
Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah CD 4,
protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi sitomegalovirus,
serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.
Sedangkan pada pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500
maka pemeriksaan diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka
diulang tiap 3-6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia
pneumocystis carinii. Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah
CD4.
Perlu juga dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal
pemberian obat antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.
Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD 4 (mikroskop fluoresensi
atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD 4 = (1/3 x
jumlah limfosit total)-8.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terapinya
yaitu (Endah Istiqomah : 2009) :
a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

10

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi


opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi
yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi
penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan
perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang
efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya
<>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500
mm3
c. Terapi Antiviral Baru
d. Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun
dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :
Didanosine
Ribavirin
Diedoxycytidine
Recombinant CD 4 dapat larut
e. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat
menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian
untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
2. Diet
Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI:2012) adalah
a. Tujuan Umum Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:

11

Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan


seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi
HIV.
Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh
yang diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).
Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.
Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan
relaksasi.
b. Tujuan Khusus Diet Penyakit HIV/AIDS adalah:
Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat
pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan
kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.
Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan
otot).
Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat
sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
c. Syarat-syarat Diet HIV/AIDS adalah:
Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor
stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi
sebanyak 13% untuk setiap kenaikan Suhu 1C.
Protein tinggi, yaitu 1,1 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan
mengganti jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein
disesuaikan bila ada kelainan ginjal dan hati.

12

13

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan untuk penderita AIDS (Doenges, 1999) adalah
1. Aktivitas / istirahat.
Mudah lelah, berkurangnya toleransi terhadap aktivitas biasanya,
malaise
2. Sirkulasi.
Takikardia , perubahan TD postural, pucat dan sianosis.
3. Integritas ego.
Alopesia , lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa, depresi,
marah, menangis.
4. Elimiinasi.
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses
rektal.
5. Makanan / cairan.
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,
kesehatan gigi / gusi yang buruk, dan edema.
6. Neurosensori.
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis, dan
respon melambat.
7. Nyeri / kenyamanan.
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakan pada sendi,
penurunan rentang gerak, dan gerak otot melindungi pada bagian yang
sakit.
8. Pernafasan.
Batuk, Produktif / non produktif, takipnea, distres pernafasan.

B. Diagnosa, Intervensi dan Rasional Tindakan Keperawatan.


Diagnosa, intervensi dan rasional tindakan keperawatan (Doenges, 1999)
adalah

14

1. Diagnosis Keperawatan : nyeri berhubungan dengan inflamasi/


kerusakan jaringan ditandai dengan keluhan nyeri, perubahan denyut
nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan gelisah.
Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi
wajah rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, Mengindikasikan

kebutuhan

intensitas, frekuensi dan waktu. Tandai intervensi

juga

dan

untuk

tanda-tanda

gejala nonverbal misalnya gelisah, perkembangan komplikasi.


takikardia, meringis.
Instruksikan
pasien
menggunakan

visualisasi

untuk Meningkatkan

relaksasi

dan

perasaan

atau sehat.

imajinasi, relaksasi progresif, teknik


nafas dalam.
Dorong pengungkapan perasaan

Dapat mengurangi ansietas dan rasa sakit,


sehingga persepsi akan intensitas rasa

sakit.
Berikan analgesik atau antipiretik M,emberikan

penurunan

nyeri/tidak

narkotik. Gunakan ADP (analgesic nyaman, mengurangi demam. Obat yang


yang

dikontrol

pasien)

memberikan analgesia 24 jam.

untuk dikontrol pasien berdasar waktu 24 jam


dapat mempertahankan kadar analgesia
darah tetap stabil, mencegah kekurangan

atau kelebihan obat-obatan.


Lakukan tindakan paliatif misal Meningkatkan relaksasi atau menurunkan
pengubahan posisi, masase, rentang tegangan otot.

15

gerak pada sendi yang sakit.


2. Diagnosis keperawatan : perubahan nutrisi yang kurang dari
kebutuhan tubuh dihubungkan dengan gangguan intestinal ditandai
dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, kejang perut,
bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan, peradangan rongga
bukal.
Hasil yang harapkan

mempertahankan berat badan atau

memperlihatkan peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan


yang diinginkan, mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif,
bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat
energy.

INTERIVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji kemampuan untuk mengunyah, Lesi
mulut,
perasakan dan menelan.

esophagus
disfagia,

tenggorok

dapat
penurunan

dan

menyebabkan
kemampuan

pasien untuk mengolah makanan


dan mengurangi keinginan untuk
makan.
Hopermotilitas

Auskultasi bising usus

saluran

intestinal

umum terjadi dan dihubungkan


dengan muntah dan diare, yang
dapat mempengaruhi pilihan diet
atau cara makan.
Rencanakan diet dengan orang terdekat, jika Melibatkan orang terdekat dalam

16

memungkinakan sarankan makanan dari rencana member perasaan control


rumah. Sediakan makanan yang sedikit tapi lingkungan

dan

sering berupa makanan padat nutrisi, tidak meningkatkan


bersifat asam dan juga minuman dengan Memenuhi
pilihan

yang

disukai

pasien.

mungkin
pemasukan.

kebutuhan

akan

Dorong makanan nonistitusional mungkin

konsumsi makanan berkalori tinggi yang juga meningkatkan pemasukan.


dapat merangsang nafsu makan
Batasi makanan yang menyebabkan mual Rasa
atau

muntah.

Hindari

sakit

pada

mulut

atau

menghidangkan ketakutan akan mengiritasi lesi pada

makanan yang panas dan yang susah untuk mulut mungkin akan menyebabakan
ditelan

pasien

enggan

untuk

makan.

Tindakan ini akan berguna untuk


meningkatakan

pemasukan

makanan.
Tinjau ulang pemerikasaan laboratorium, Mengindikasikan status nutrisi dan
misal

BUN,

Glukosa,

fungsi

elektrolit, protein, dan albumin.


Berikan obat anti emetic

hepar, fungsi organ, dan mengidentifikasi


kebutuhan pengganti.
misalnya Mengurangi insiden muntah dan

metoklopramid.
3. Diagnosa keperawatan

meningkatkan fungsi gaster


: resiko tinggi kekurangan volume cairan

berhubungan dengan diare berat


Hasil yang diharapkan
: mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh
membrane mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik,
keluaran urine adekuat secara pribadi.
INTERVESI KEPERAWATAN
RASIONAL
Pantau pemasukan oral dan pemasukan Mempertahankan keseimbangan cairan,

17

cairan sedikitnya 2.500 ml/hari.

mengurangi

rasa

haus

dan

melembabkan membrane mukosa.


Buat cairan mudah diberikan pada pasien; Meningkatkan
pemasukan
cairan
gunakan cairan yang mudah ditoleransi tertentu mungkin terlalu menimbulkan
oleh pasien dan yang menggantikan nyeri untuk dikomsumsi karena lesi
elektrolit

yang

dibutuhkan,

misalnya pada mulut.

Gatorade.
Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan Indicator tidak langsung dari status
rasa haus.
Hilangakan

makanan

yang

cairan.
potensial Mungkin dapat mengurangi diare

menyebabkan diare, yakni yang pedas,


berkadar lemak tinggi, kacang, kubis,
susu.

Mengatur

konsentrasi

makanan

kecepatan
yang

atau

diberikan

berselang jika dibutuhkan


Nerikan obat-obatan anti diare misalnya Menurunkan jumlah dan keenceran
ddifenoksilat

(lomotil),

loperamid feses, mungkin mengurangi kejang usus

Imodium, paregoric.

dan peristaltis.

4. Diagnosa keperawatan : resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan


dengan proses infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otototot pernafasan)
Hasil yang diharapkan : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak
mengalami sesak nafas.

INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Auskultasi bunyi nafas, tandai daerah Memperkirakan adanya perkembangan
paru yang mengalami penurunan, atau komplikasi atau infeksi pernafasan,
18

kehilangan ventilasi, dan munculnya misalnya pneumoni,


bunyi adventisius. Misalnya krekels,
mengi, ronki.
Catat kecepatan pernafasan, sianosis, Takipnea,
peningkatan

kerja

pernafasan

sianosis,

tidak

dapat

dan beristirahat, dan peningkatan nafas,

munculnya dispnea, ansietas

menuncukkan
dan

kesulitan

adanya

meningkatkan

pernafasan

kebutuhan

untuk

pengawasan

atau

intervensi medis
Tinggikan kepala tempat tidur. Usahakan Meningkatkan fungsi pernafasan yang
pasien untuk berbalik, batuk, menarik optimal dan mengurangi aspirasi atau
nafas sesuai kebutuhan.

infeksi

yang

ditimbulkan

karena

atelektasis.
Berikan tambahan O2 Yng dilembabkan Mempertahankan oksigenasi efektif
melalui

cara

yang

sesuai

misalnya untuk mencegah atau memperbaiki

kanula, masker, inkubasi atau ventilasi krisis pernafasan


mekanis
5. Diagnose keperawatan

: Intoleransi aktovitas berhubungan dengan

penurunan produksi metabolisme ditandai dengan kekurangan energy yang


tidak berubah atau berlebihan, ketidakmampuan untuk mempertahankan
rutinitas sehari-hari, kelesuan, dan ketidakseimbangan kemampuan untuk
berkonsentrasi.
Hasil yang diharapkan

: melaporkan peningkatan energy, berpartisipasi

dalam aktivitas yang diinginkan dalam tingkat kemampuannya.


INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
Kaji pola tidur dan catat perunahan dalam Berbagai factor dapat meningkatkan

19

proses berpikir atau berperilaku

kelelahan,

termasuk

kurang

tidur,

tekanan emosi, dan efeksamping obatRencanakan

obatan
untuk Periode istirahat yang sering sangat

perawatan

menyediakan fase istirahat. Atur aktifitas yang dibutuhkan dalam memperbaiki


pada waktu pasien sangat berenergi

atau menghemat energi. Perencanaan


akan membuat pasien menjadi aktif saat
energy lebih tinggi, sehingga dapat
memperbaiki perasaan sehat dan control

diri.
Dorong pasien untuk melakukan apapun Memungkinkan penghematan energy,
yang mungkin, misalnya perawatan diri, peningkatan stamina, dan mengijinkan
duduk dikursi, berjalan, pergi makan

pasien

untuk

menyebabkan
Pantau

respon

psikologis

lebih

aktif

kepenatan

dan

tanpa
rasa

frustasi.
terhadap Toleransi bervariasi tergantung pada

aktifitas, misal perubahan TD, frekuensi status proses penyakit, status nutrisi,
pernafasan atau jantung
Rujuk pada terapi fisik atau okupasi

keseimbangan cairan, dan tipe penyakit.


Latihan setiap hari terprogram dan
aktifitas

yang

mempertahankan

membantu
atau

kekuatan dan tonus otot

20

pasien

meningkatkan

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi atau sindrom yang timbul
karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV.
2. Etiologi AIDS disebabkan oleh virus HIV-1 dan HIV-2 adalah
lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS
diseluruh dunia.
3. Cara penularan AIDS yaitu melalui hubungan seksual, melalui darah
( transfuse darah, penggunaan jarum suntik dan terpapar mukosa yang
mengandung AIDS), transmisi dari ibu ke anak yang mengidap AIDS.
.
B. SARAN
Berdasarkan simpulan di atas, penulis mempunyai beberapa saran,
diantaranya adalah :
1. Agar pembaca dapat mengenali tentang pengertian AIDS.
2. Agar pembaca dapat menerapkan asuhan keperawatan AIDS pada
klien AIDS.

21

DAFTAR PUSTAKA

Heri.Asuhan Keperawatan HIV/AIDS,(Online),(http://mydocumentku.blogspot.


com/2012/03/asuhan-keperawatan-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)
Istiqomah, Endah.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan HIV/AIDS,
(Online) ,(http://ndandahndutz.blogspot.com/2009/07/asuhan-keperawatan-padaklien-dengan.html, diakses 20 Oktober 2012)
Mansjoer, Arif . 2000 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media Sculapius
Marilyn , Doenges , dkk . 1999 . Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien . Jakarta : EGC
Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis
Proses Proses Penyakit . Jakarta : EGC
UGI.2012.Diet

Penyakit

HIV/AIDS,(Online),(http://ugiuntukgiziindonesia.

blogspot.com/2012/05/diet-penyakit-hivaids.html, diakses 20 Oktober 2012)

22

Anda mungkin juga menyukai