Anda di halaman 1dari 11

REVIEW JURNAL

KOMITMEN TERHADAP ORGANISASI DITINJAU DARI


KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEKERJA

Disusun Oleh:

1.
2.
3.
4.

Sudhy Harjo Sastro Winoto


Dimas Aryo Pamungkas
Ahmad Wahyudi Nugroho
Ahmad Rizal

120810201126
120810201177
120810201131
120810201168

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS JEMBER
2015

Judul

KOMITMEN

TERHADAP

ORGANISASI

DITINJAU

DARI

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEKERJA


Penulis

: Annisa dan Zulkarnain*

Latar Belakang:
Komitmen organisasi merupakan salah satu kunci penting yang turut
menentukan berhasil tidaknya suatu organisasi untuk mencapai tujuannya (Aktami,
2008). Begitu pentingnya, sampai ada beberapa organisasi yang menjadikan
komitmen sebagai suatu syarat untuk menduduki suatu jabatan didalam organisasi.
Meskipun komitmen merupakan sesuatu yang sudah umum, tetapi masih ada
organisasi yang belum mengertahui pentingnya komitmen karyawan dalam suatu
organisasi. Padahal komitmen berkontribusi penting dalam menciptakan kondisi kerja
yang kondusif sehingga berpengaruh kepada terciptanya organisasi yang efektif dan
efisien (Kuntjoro, 2002).
Karyawan yang mempunyai komitmen kepada organisasi, biasanya mereka
menunjukan sikap kerja yang penuh perhatian terhadap tugasnya, memiliki tanggung
jawab untuk melaksanakan tugas-tugas serta sangat loyal terhadap perusahaan
(Aktami, 2008). Dengan adanya komitmen dalam diri individu maka semakin tinggi
kepeduliannya terhadap organisasi sehingga individu tersebut akan terus berusaha
untuk menjadikan organisasinya kearah yang lebih baik (Abdullah & Arisanti, 2010).
Selanjutnya menurut Armansyah (2002) dalam membangun komitmen karyawan juga
perlu memperhatikan beberapa faktor, seperti bagaimana kepuasan akan pembayaran,
bagaimana lingkungan kerja, budaya organisasi, sikap atasan dan pengawasan yang
ada, hubungan dengan sesama rekan kerja. Feinstein dan Vondrasek (2001)
menambahkan bahwa kepuasan akan kesempatan promosi juga merupakan faktor
penentu komitmen karyawan terhadap organisasi. Alwi (2001) juga menambahkan
partisipasi dan keterlibatan karyawan dalam organisasi juga dapat meningkatkan
komitmen karyawan. Knights dan Kennedy (2005) menjelaskan bahwa komunikasi
dan INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62 kenyamanan bekerja merupakan
penentu komitmen karyawan terhadap organisasi mereka. Dilain pihak, Straus (dalam
Alwi, 2001) mengatakan membangun komitmen karyawan sangat terkait dengan
bagaimana komitmen organisasi itu sendiri terhadap para karyawannya. Sejauh mana
1

individu merasa bahwa organisasi tempat mereka bekerja memperhatikan minat


maupun kesejahteraan nya dan sejauh mana individu merasa diperlukan dalam
mencapai misi dari organisasi adalah faktor penting yang dapat mempengaruhi
komitmen (Mowday, Porter & Steers, 1982) Robbins (dalam Tenggara, Zamralita, &
Suayasa, 2008) juga menyatakan bahwa dalam bekerja tentu akan terjadi interaksi
baik dengan sesama rekan kerja maupun atasan.
Selain itu karyawan juga harus mengikuti kebijakan dan peraturan dalam
organisasi, serta diminta untuk selalu memperlihatkan kinerja yang baik walaupun
terkadang mereka harus bekerja pada lingkungan yang kurang ideal, sehingga dalam
hal ini pekerjaan sangat berhubungan dengan masalah kesejahteraan psikologis yang
dimiliki oleh individu. Briner (2000) juga menyatakan bahwa lingkungan kerja dapat
memiliki dampak positif maupun negatif pada kesejahteraan psikologis karyawan.
Ketika individu memiliki kondisi kesejahteraan psikologis yang baik maka ia mampu
berfungsi dengan baik.
Dengan demikian, ia akan optimal dalam mengerjakan segala tugas dan
tanggung jawabnya sebagai individu dan ia memiliki hubungan-hubungan yang
positif dengan orang lain. Selain itu individu juga mampu berpegang pada
keyakinannnya, mampu menangani lingkungan disekitarnya, dan secara umum
menjadi manusia yang lebih baik dalam hidupnya. Tingkat kesejahteraan psikologis
seseorang akan berguna dalam komitmen individu, produktivitas kerja individu, target
target dalam pekerjaan, hubungan dengan rekan kerja, serta penguasaan lingkungan
kerja (Horn, Taris, Schaufeli & Schreurs, 2004).
Hipotesis :
H1 : Ada hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan komitmen terhadap
organisasi
H2 : Ada hubungan antara dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis dengan
komitmen terhadap organisasi
Metode Penelitian :
Dalam penelitian ini variabel kesejahteraan psikologis sebagai variabel bebas dan
komitmen terhadap organisasi sebagai variabel tergantung. Subjek dalam penelitian ini adalah
karyawan tetap yang bekerja di perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan dan telah
memiliki pengalaman bekerja minimal 1 tahun.
2

Instrumen Penelitian :
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala.
Skala komitmen terhadap organisasi yang digunakan dalam penelitian disusun
berdasarkan aspek- yang meliputi: identifikasi, keterlibatan dan loyalitas (Mowday et
al, dalam Aktami, 2008). Subjek diminta untuk merespon lima pilihan respon skala
mulai dari sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5). Skor yang lebih tinggi
akan menunjukkan tingginya komitmen terhadap organisasi. Skala ini terdiri dari 28
item dan koefisien reliabilitas Alpha Cronbach adalah 0,911. Sedangkan skala
kesejahteraan psikologis yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan
multidimensional kesejahteraan psikologis yang dikemukakan oleh Ryff dan Keyes
(1995) dan terdiri dari enam dimensi, yaitu; penerimaan diri, hubungan positif dengan
orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi.
Subjek diminta untuk merespon lima pilihan respon skala mulai dari sangat tidak
setuju (1) sampai sangat setuju (5). Skor yang lebih tinggi akan menunjukkan
tingginya tingkat kesejahteraan psikologis. Skala ini terdiri dari 28 item dan koefisien
reliabilitas Alpha Cronbach adalah 0,897.
Analisis Data :
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kesejahteraan
psikologis dan komitmen terhadap organisasi, maka metode analisa data yang
digunakan untuk pengujian hipotesa penelitian adalah analisis korelasi Pearson.
Selanjutnya, untuk menentukan dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis yang
mempengaruhi komitmen terhadap organisasi, metode analisis regresi stepwise
digunakan.
Hasil :
Berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian statistik yang menggunakan
teknik korelasi Pearson dengan bantuan SPSS for Windows versi 17.0 seperti yang
tertera pada Tabel 1, didapatkan r = 0,469 dengan p < 0.000. Hasil ini menunjukkan
adanya hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan komitmen terhadap
organisasi pada pekerja perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi skor
kesejahteraan psikologis maka semakin tinggi skor komitmen terhadap organisasi.
Hasil korelasi Pearson juga menunjukkan adanya hubungan antara dimensi-dimensi
3

kesejahteraan psikologis dengan komitmen terhadap organisasi. Hasil keseluruhan


dapat dilihat pada tabel 1. INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62
Tabel 1. Korelasi kesejahteraan psikologi, dimensi kesejahteraan psikologis dengan
komitmen terhadap organisasi
Variabel Bebas
Kesejahteraan Psikologis
a. Kesejahteraan diri
b. Hubungan Positif Dengan Orang Lain
c. Otonomi
d. Penguasaan Lingkungan
e. Tujuan Hidup
f. Pertumbuhan Pribadi
** p<0.01

Komitmen Terhadap Organisasi


.469**
.325**
.428**
.210**
.446**
.296**
.235**

Untuk mendapatkan dimensi kesejahteraan psikologis yang menjadi penentu


dari komitmen terhadap organisasi, analisis regresi stepwise digunakan. Berdasarkan
hasil analisis regresi stepwise, ada dua dimensi dari kesejahteraan psikologis sebagai
prediktor terhadap komitmen terhadap organisasi. Kedua dimensi tersebut adalah
yaitu penguasaan lingkungan dan hubungan positif. Dari nilai koefisien determinasi
(R2 = 0.252), menunjukkan bahwa kedua dimensi tersebut dapat menjelaskan 25.2%
varian komitmen terhadap organisasi. Ini berarti komitmen terhadap organisasi
dipengaruhi oleh kedua dimensi dari kesejahteraan psikologis. Hasil secara
keseluruhan dapat dilihat pada
tabel 2. Tabel 2. Hasil estimasi regresi terhadap model

Constant
Penguasaan

B
(Unstandardize
d
Coefficients)
62.694
1.129

Std.
Error

7.097
.296

.306

8.833**
3.816**

Lingkungan
Hubungan

1.474

.438

.270

3.367**

positif
** p<0.01, R = .502; R2 = 0.252

Beta
(Standardized
Coefficients)

Berdasarkan hasil estimasi regresi diperoleh 0 adalah 62.694, 1 adalah 1.129 dan 2
adalah 1.474. Dengan demikian persamaan model regresi adalah: Y (komitmen terhadap
organisasi) = 62.694 + 1.129 (Penguasaan Lingkungan) + 1.474 (hubungan positif) + e
Bahasan :
Hasil penelitian pada sampel karyawan yang bekerja di perkebunan
menunjukkan bahwa ada hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan komitmen
karyawan terhadap organisasi (r = 0,469 dan p < 0,05). Hubungan ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi skor kesejahteraan psikologis maka semakin tinggi pula skor
pada komitmen karyawan terhadap organisasi, Ada beberapa alasan yang dapat
menjelaskan hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan komitmen karyawan
terhadap organisasi.
Pertama, Cherington (dalam Teresia & Suyasa, 2008) menyatakan bahwa salah
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi komitmen karyawan terhadap organisasi
adalah bagaimana pengalaman kerja karyawan tersebut. Pengalaman kerja meliputi
sikap positif dari rekan kerja, merasa organisasi dapat memenuhi keinginannya dan
merasa dirinya penting bagi organisasi. Dengana danya pengalaman kerja, pekerja
akan lebih mampu untuk bisa menguasai dan memahami lingkungan kerjanya.
Kesejahteraan psikologis disini berkaitan dengan apa yang individu rasakan dalam
menjalani aktifitas nya sehari-hari, termasuk pengalaman ketika berada di tempat
kerja.
Kedua, Menurut Lew (2011) komitmen dikembangkan berdasarkan pada
bentuk hubungan yang bersifat exchange theory, yaitu melihat adanya hubungan
timbal balik antara pemenuhan kebutuhan karyawan yang diterima ditempat kerja
dengan kontribusi yang telah diberikan kepada perusahaan. Bila karyawan loyal
terhadap tempat kerja, maka perusahaan wajib memberikan ganjaran yang sesuai.
Kesesuaian ganjaraan dengan kontribusi membuat karyawan termotivasi untuk tetap
berusaha memelihara kinerjanya. Kesejahteraan psikologis merupakan salah satu
kebutuhan karyawan yang harus dipenuhi oleh organisasi. Karyawan yang memiliki
kondisi kesejahteraan psikologis tinggi akan berfungsi lebih optimal dalam
pekerjaannya (Horn et al, 2004).
Ketiga, hasil penelitian ini menunjuk kan bahwa kesejahteraan psikologis
ternyata menjadi salah satu faktor yang berperan dalam komitmen terhadap
organisasi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harter, Schmid, dan Keyes (2003) yang
5

juga menyatakan bahwa karyawan yang memiliki kesejahteraan psikologis yang baik
akan menjadi karyawan yang lebih kooperatif, memiliki tingkat absensi yang rendah,
tepat waktu dan efisien, serta dapat bekerja lebih lama pada suatu perusahaan. Ketika
karyawan berprilaku sesuai dengan nilai organisasi yang pada akhirnya akan
membawa keuntungan kepada organisasi, hal ini merupakan suatu bentuk komitmen
karyawan terhadap organisasi (Dongoran, 2001). Selanjutnya menurut Zulkarnain
(2011), aspek manusia sebagai pekerja lebih di utamakan pada kesejahteraan, karena
kesejahteraan merupakan hal yang INSAN Vol. 15 No.01, April 2013, 54-62 sangat
penting dalam mencapai kesuksesan seorang pekerja. Karyawan yang tidak terpenuhi
kesejahteraannya di tempat kerja menyebabkan timbulnya keinginan untuk pindah
dari perusahaan (Harter, Schmidt & Hayes, 2002).
Keempat, kesejahteraan psikologis berhubungan dengan komitmen terhadap
organisasi, dapat dilihat dari salah satu dimensi didalam kesejahteraan psikologis
yaitu positive relation to others, dimana dikatakan bahwa individu mampu untuk
membina hubungan interpersonal yang baik, individu memiliki perasaan simpati dan
hubungan persahabatan yang mendalam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hellriegel,
Slocum dan Woodman (2001) bahwa komitmen terhadap organisasi akan meningkat
ketika karyawan memilki hubungan yang erat dengan rekan kerja. Hasil penelitian ini
juga sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan Tenggara, Zamralita dan
Suyaya (2008) untuk menguji hubungan antara kesejahteraan psikologis dengan
kepuasan kerja karyawan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat
korelasi positif antara kesejahteraan psikologis dengan kepuasan kerja karyawan.
Semakin tinggi kesejahteraan psikologis karyawan maka semakin tinggi pula
kepuasan kerjanya. Ketika karyawan memiliki tingkat kepuasan kerja yang tinggi ,
karyawan tersebut juga akan mengembangkan kepercayaan yang positif dan kelekatan
yang kuat terhadap organisasinya. Ketika terdapat kepercayaan yang positif dan
perasaan kelekatan pada organisasi, hal ini akan menumbuhkan komitmen karyawan
yang akan diwujudkan dalam bentuk loyalitas terhadap organisasi tersebut (Djastuti,
2011).
Kesimpulan :
Organisasi dapat memberikan kontribusi pada pengembangan karywan dengan
menyediakan informasi yang terstruktur, teratur dan mudah dipahami. Memberikan
kesempatan pada karyawan untuk memperoleh pengalaman kerja yang baik sehingga
6

karyawan dapat mengaktualisasikan dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan


mendukung ide-ide dan inovasi karyawan, serta melibatkan karyawan dalam
pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pekerjaan karyawan. Manajemen
juga harus

memastikan bahwa karyawan dilengkapi dengan pengetahuan,

keterampilan, dan sumber daya lainnya sehingga ada keseimbangan dalam beban
tugas yang harus ditangani. Karyawan akan menganggap pekerjaan mereka sebagai
bermakna ketika tingkat kemandirian diperbolehkan dalam pelaksanaan tugas mereka.
Partisipasi dalam pengambilan keputusan akan meningkatkan perasaan karyawan dan
akan berkontribusi bagi pengembangan diri mereka. Hasil penelitian ini mendukung
bahwa kesejahteraan di tempat kerja, akan membantu karyawan melakukan apa yang
tepat bagi mereka dengan menjalankan tugas-tugas mereka dengan bergembira.
Kesedian diri karyawan untuk komit dan loyal pada organisasi berhubungan dengan
sejauh mana mereka percaya bahwa iklim organisasi, gaji, penghargaan, pertumbuhan pribadi dan keluarga sejalan dengan harapan mereka.

Daftar Pustaka :
Abdullah & Arisanti, H. (2010). Pengaruh budaya organisasi, komitmen organisasi
dan akuntabilitas publik terhadap kinerja organisasi. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 9(2), 118134.
Aktami, B. (2008) Kontribusi kepuasan kerja dan iklim organisasi terhadap komitmen
karyawan. Paper. Universitas Gunadarma.
Alwi, S. (2001). Manajemen sumber daya manusia strategi keunggulan kompetitif
(Edisi pertama). Yogyakarta: BPFE.
Armansyah, (2002) Komitmen organisasi dan imbalan finansial. Jurnal Ilmiah
Manajemen dan Bisnis,2(2),15-22.
Briner, R. B. (2000). Relationship between work environment, psychological
environtments and psychological well-being. Occupational medicine, 50(5), 299-303.
Cholil, M. & Riani, A. (2003). Hubungan kepuasan kerja dan karakteristik individual
dengan komitmen organisasional tenaga dosen ekonomi perguruan tinggi Surakarta. Jurnal
Perspektif, Universitas Sebelas Maret.
Chong, Y., Wong, K., & Lau, T. (2011). Intrinsic motivation and organizational
commitment in the Malaysian private higher education institution: An empirical study.
Journal of Art, Science & Commerce, 2 (4), 41.
Chughtai, A. A., & Zafar, S. (2006). Antecedents and consequences of organizational
commitment smong pakistani university teachers. Applied Human Resource Management
Research, 11(1), 39-64.
Cropanzano, R., & Wright, T. (2000) .Psychological well-being and job satisfaction as
predictors of job performance. Journal of occupational health psychology. 5(1),84-94.
Davis, C., O (2012). Perlunya psikologi positif d tempat kerja. [Online] (diakses
tanggal 21 Maret 2012) www.psikologizone.com/perlunya-psikologi-positif-di-tempatkerja/065115450.
Djastuti, I. (2011). Pengaruh karakteristik pekerjaan terhadap komitmen organisasi
karyawan tingkat managerial perusahaan jasa konstruksi di Jawa tengah. Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, 13(1), 1-19.
Dongoran, J. (2001). Komitmen organisasi : Dua sisi sebuah koin. Dian Ekonomi,
7(1), 35-36.
Feinstein, A. H & Vondrasek, D. (2001). A study of relationship between job
satisfaction and organizational commitment among restaurant employees. Journal of
hospitality, tourism, and Leisure Science.
1

Harter, J. K., Schmidt, F.L., & Keyes, C.L.M. (2003). Wellbeing in the workplace
and its relationship to business outcomes: A review of the Gallup studies. In C.L.M. Keyes
and J Haidt (Eds) Flourishing, Positive Psychology and the Life Welllived. Washington DC,
USA: American Psychological Society.
Hellriegel, D. Slocum, Jr. J. W. & Woodman, R.W. (2001). Organizational Behaviour
(9th Edition). Sydney: Thomson Learners.
Horn, J.E.V., Taris, T.W., Schaufeli, W.B., & Schreurs, P.J.G. (2004). The structure of
occupational wellbeing: A study among dutch teachers. Journal of Occupational and
Organizational Psychology, 77, 365-375.
King, J. & Diener, E. (2005). The benefits of frequent positive affect: Does happiness
lead to success?. Psychological Bulletin, 131, 803855.
Knight, J. A., & Kennedy, B. J. (2005). Psychological Constract Violation: Impact on
job satisfaction and organizationalcommitment among Australian senior public servants.
Journal applied H.R.M. Research, 10(2), 57-72.
Kuntjoro, Z.S. 2002. Komitmen Organisasi. (diakses tanggal 20 maret 2012).
http://www.epsikologi.com/masalah/250702.htm
Lew, T.Y. 2011. (2011). Affective organizational commitment and turnover intention
of academics in Malaysia. International Conference on Business and Economics Research, 1,
100-114.
Mowday, R.T, Porter, L. & Stress, R.M. (1982). Employee-organisation linkages: The
psychology of commitment, absenteeism and turnover. New York: Academic Press.
Nasution, H & Rodhiah. (2008). Analisis hubungan antara lingkungan dengan
kepuasan kerja dosen tetap FE Untar. Jurnal manajemen, 12(1) 57-69.
Oktaviansyah, D.A. (2008). Hubungan antara kohesivitas kelompok dengan
komitmen terhadap organisasi pada karyawan universitas muhammadiyah Surakarta.
Indegenous. Jurnal Ilmiah Berkala Psikologi. 10(1), 58-67.
Robbins, S. P. (2005). Organinizational behavior (11th ed.). New Jersey: Pearson
Education.
Rasulzada. F (2007) Organizational Creativity and Psychological Wellbeing,
Departement of
Psychology Work & Organizational Psychology Division Lund University, Sweden.
Ryff, C., & Keyes C.L.M., (1995) The structure of psychological well-being revisited. J
Personality and Social Psychology 69(4),719-727

Sjabadhyni, B. Graito & Wutun R.R. (2001). Pengembangan Kualitas SDM dari
Perspektif Psikologi. Jakarta: Bagian Psikologi Industri dan Organisasi Fakultas Psikologi UI.
Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: ANDI.
Sumule, P. R & Taganing, K. (2008) Psychological Wellbeing To The Teacher That
Work In Foundation Papua Pesat Nabire. Papers. Universitas Gunadarma.
Tella, A, Ayeni, C.O., & Popoola, S.O. (2007). Work Motivation, Job Satisfaction, and
Organisational Commitment of Library Personnel in Academic and Research Libraries in
Oyo State, Nigeria. Library Philosophy and Practice, 1-16.
Tenggara, H., Zamralita., & Suyasa, S. (2008) Kepuasan Kerja dan Kesejahteraan
Psikologis Karyawan, Jurnal Psikologi Industri dan Organisasi, 10(1), 96-115
Teresia & Suyasa S. (2008). Komitmen Organisasi dan Organizational Citizenship
Behaviour pada Karyawan Call Center di PT. X. Phronesis. Jurnal Psikologi Industri dan
Organisasi,
Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Wingnyowitoto,

S.

(2002).

Leadership-Followership

(Hubungan

dinamis

kepemimpinankeanakbuahan sebagai kunci sukses organisasi). Jakarta: Penerbit PPM.


Zulkarnain. 2011. Dampak Burnout Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja Pada
Pekerja Public Service. Prosiding Seminar Ilmiah (pp.338 346), Dies Natalis USU ke 59.

Anda mungkin juga menyukai