Anda di halaman 1dari 17

1

ANALISA PERANG TELUK


IRAK VS KUWAIT

Erwin Kurnia N.M.


120130102007
Asymmetric Warfare Study Programe,
Faculty of Defense Strategy, Indonesia Defense University, Jakarta, 2014
Jalan Salemba Raya Nomor 14
Jakarta Pusat 10430
Telp/HP.+6281319288874
e_kurnia_nm@yahoo.com

1.

Pendahuluan
Perang Teluk Persia (Gulf War) merupakan perang yang terjadi antara Irak

melawan Kuwait. Perang akibat adanya invasi Irak atas sebuah negara kecil yang
kaya minyak di Timur tengah, Kuwait pada tanggal 2 Agustus 1990. Invasi ini di
tandai dengan penyerangan yang dilakukan dua brigade pasukan khusus Republik
Irak menguasai istana Amir dan Bank Sentral Kuwait. Penyerangan dilakukan
dengan dalil bahwa Presiden Saddam Hussein akan menemukan emas Kuwait di
tempat tersebut. Namun, setelah menguasai kedua tempat tersebut, Saddam
Hussein tidak menemukan emas sebagaimana yang diharapkan. Warga Kuwait
lebih senang melakukan investasi ke luar dari negaranya dibandingkan dengan
berinvestasi di Bank Sentral Kuwait sendiri1,2.
Selain daripada itu, perang dipicu oleh karena terjadinya pelanggaran
kuota minyak yang dilakukan oleh pemerintah Kuwait, Arab, dan Uni Emirat
Arab dalam memproduksi minyak secara melimpah sehingga harga minyak
menjadi turun secara drastis. Akibatnya, Irak yang hanya mengandalkan minyak
mentah sebagai masukan devisa negaranya mengalami kemerosotan yang sangat
Cigar, Norman. 1992. Iraqs Strategic Mindset and the Gulf War, Journal of
StrategicStudies, hal. 9-11
2
Friedman, Norman. 1991. Desert Victory. Annapolis, Md.: Naval Institute Press,
hal. 66, 108-111
1

hebat setelah Inggris menemukan sumur minyak baru di Alaska, Laut Utara, dan
negara bekas jajahan Uni Sovyet. Persaingan harga yang begitu ketat dari hasil
sumur minyak baru tersebut memaksa Irak harus menurunkan minyaknya jauh di
bawah harga yang telah ditetapkan. Hal ini menyebabkan Irak semakin terpuruk,
terlebih lagi pada saat itu, Irak sedang melakukan rehabilitasi pembangunan akibat
perang melawan Iran di tahun 1980-1988. Oleh karena itu, Irak menuduh Kuwait
telah mencuri minyak Irak di Ladang Minyak Rumeyla yang terletak diperbatasan
daerah yang disengketakan. Selain dari pada itu, keinginan kuat Presiden Saddam
Hussein menjadi orang nomor satu di dunia Arab juga merupakan dampak dari
Irak ingin menguasai Kuwait secepatnya. Keinginan kuat ini dilatarbelakangi
karena para penasehat Saddam Hussein percaya bahwa negara Arab tidak
mendukung keberadaan Amerika Serikat atas Israel yang bersifat imperialis di
wilayah Timur Tengah.3 Presiden Saddam Hussen memiliki keyakinan bahwa
Amerika Serikat tidak akan melakukan penyerangan terhadap negaranya sehingga
Irak melakukan percepatan penyerangan ke wilayah Kuwait.

Gambar Peta Negara Iraq


Menurut Tetlock pada tahun 1992 mengemukakan bahwa para peminpin
yang membuat suatu keputusan adalah manusia rasional yang selalu membuat
perubahan terkait dengan kebijakan luar negeri menjadi lebih baik. Presiden
Saddam Hussein telah mengambil keputusan politik yang salah sehubungan

Al-Radi, Nuha. 1998. Baghdad Diaries. London: Saqi Books, hal. 51.

dengan invasi Irak terhadap Kuwait sehingga menimbulkan dampak buruk


terhadap negara Irak sendiri.

2.

Membuka Mata Dunia


Dengan adanya invasi Irak terhadap Kuwait, sudah merupakan pukulan

telak bagi Amerika Serikat dimana tindakan ini telah mengancam kepentingan
nasional Amerika Serikat di wilayah Teluk Persia untuk menjamin minyak terus
mengalir ke negara adikuasa tersebut. Kegiatan Invasi yang dilakukan Irak
terhadap Kuwait telah memaksa pemerintah Arab Saudi meminta bantuan dari
Pemerintah Amerika Serikat pada tanggal 7 Agustus 1990. Setelah misi
diplomatik yang dilakukan antara James Baker dengan Menteri Luar Negeri Irak
Tareq Aziz pada tanggal 9 Januari 1991 mengalami kegagalan. Dimana, Irak
dengan tegas menolak permintaan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)

untuk

melakukan penarikan mundur pasukannya dari Kuwait tanggal 15 Januari 1991.


Dengan kata lain, bahwa Presiden Amerika Serikat saat itu George W. Bush
diizinkan mengeluarkan maklumat perang terhadap Irak setelah pada tanggal 12
Januari 1991 mendapat persetujuan dari Kongres Amerika Serikat.

3.

Perencanaan Kegiatan

Dalam melakukan manuver serangan ke Irak, pasukan koalisi dipimpin


oleh Jenderal Amerika, Norman Schwarzkopf yang sehari-hari bertugas sebagai
Kepala Pusat Komunikasi atau Cencom Amerika untuk membuat langkah-langkah
dalam pembebasan Kuwait dari pasukan Irak dibawah pimpinan Saddam Hussein.

3.1.

Perencanaan Awal
Setelah mendapat persetujuan dari Kongres Amerika dan PBB,

maka Amerika Serikat menyiapkan pasukannya untuk dikirim ke Arab


Saudi dan disusul dengan bantuan dari sekutu-sekutunya seperti Inggris,
Perancis, dan Jerman Barat. Pengiriman pasukan ini, di bawah pimpinan

Jenderal Norman Schwarzkopf dan Jenderal Collin Power, sedangkan


pasukan negara-negara Arab dibawah pimpinan Letnan Jenderal Khalid
bin Sultan. Pelaksanaan operasi di Irak, dengan sandi Badai Gurun
(Operation Dessert Shield) dan pelaksanaan operasi dimulai tanggal 17
Januari 1991 dengan melakukan serangkain serangan udara atas Baghdad
dan wilayah Irak lainnya. Pendaratan pasukan darat pada tanggal 30
Januari 1991 menandakan puncak dari operasi badai gurun, dengan tujuan
untuk memukul pasukan Irak yang menyerang Kuwait.

3.2.

Penggelaran Kekuatan dan Perkiraan Medan


Untuk mengetahui kemampuan dan kekuatan lawan maka perlu

adanya penggelaran kekuatan. Kedua pihak memiliki senjata modern dan


tank yang sangat akurat digunakan dalam perang darat. Badai gurun
merupakan suatu tantangan tersendiri dari perang ini. Apabila perang
berhasil, maka dapat mengembalikan keutuhan hukum internasional atas
negara yang dipimpin oleh sebuah kediktaron Saddam Hussein. Namun,
kegagalan adalah awal terjadinya anarki global dan kehancuran
fundamental dari sebuah tatanan dunia baru. Perang Irak merupakan uji
kemampuan antara Komando Pasukan Sekutu Jenderal Amerika H.
Norman

Schwarzkopf

melawan

diktator

Irak,

Saddam

Hussein.

Berakhirnya perang dingin antara blok Timur dan Barat pada Juli 1990,
mengurangi ketegangan dunia, ancaman nuklir yang berlangsung selama
40 tahun telah berakhir dan tatanan global baru yang lebih stabil muncul di
bumi khatulistiwa. Presiden Saddam Hussein mencoba tatanan dunia baru
ini dengan melakukan invasi ke negara tetangganya yang kecil dan kaya
minyak, Kuwait. Selama 24 jam, Irak membom bardir Kuwait dan merebut
ibukota, Kuwait City. Serangan ini telah mengagetkan dunia internasional
dan Saddam Hussein mengumumkan bahwa serangan itu dilakukan karena
Kuwait telah menolak untuk memberikan pinjaman besar kepada Irak.
Presiden Saddam Hussein, menjelaskan bahwa selama perang Iran-Irak
pada 1980-an menuduh Kuwait melakukan pengeboran minyak illegal di

dekat perbatasan Irak yang mengakibatkan kuantitas produksi minyak


Kuwait meningkat dan mengakibatkan harga minyak Irak menjadi rendah
dari harga yang telah ditetapkan. Dewan Keamanan PBB mengadakan
pertemuan dan mengutuki invasi ini serta menuntut agar Irak menarik
mundur pasukannya dengan segera. Sekretaris negara James Baker dan
Menteri Luar Negeri Rusia, Edward Schaffer Naze mengumumkan
serangan gabungan ke Irak. Perdana Menteri Inggris, Margareth Thatcer
dan Presiden Amerika Serikat, George W. Bush menyetujui agar PBB
harus menggunakan kekuatan militer atas Irak. Masyarakat Arab Saudi,
selain hidup dengan gaya barat, religious, dan keberatan mengijinkan
pasukan non muslin memasuki negaranya, tetapi ancaman dari Irak
membuat yakin tentara koalisi memasuki negaranya.
Pada tanggal 6 Agustus, liga Arab mulai menurunkan pasukannya
untuk melindungi Arab Saudi, disusul dua kemudian, pasukan Amerika
pertama dari divisi AU ke-82 datang, pasukan koalisi pertahanan Arab
Saudi dengan sandi Operasi Gurun dibawah pimpinan Jenderal Norman
Schwarzkopf. Pada saat itu, dia sedang bertugas sebagai Kepala Komanda
Pusat Komunikasi Amerika Serikat atau Cencom yang bertugas mengurusi
masalah di wilayah Timur Tengah. Dengan demikian, pasukan darat
koalisi di Arab Saudi akan didukung oleh pesawat tempur Amerika dan
Inggris yang akan berpatroli di langit Arab Saudi. Pemerintah Inggris akan
mengirimkan kapal perang di Teluk yang sebelumnya digunakan untuk
melindungi kapal pedagang selama perang Irak-Iran berlangsung. Kapel
perang Amerika disiapkan guna mendukung kegiatan operasi yang
membawa pesawat USS Enterprise dan Independence. Resolusi 665 PBB
dikeluarkan untuk memblokade laut Irak-Kuwait. Sementara itu, Saddam
Hussein telah menangkap/menyandera beberapa orang barat dan Kuwait
untuk melindungi instalasi Irak dan mengumumkan jihad atau perang suci
kepada pasukan koalisi. Presiden Saddam Hussein berkeyakinan bahwa
Presiden Palestina Yasser Arafat, akan mendukung kegiatannya. Pada
bulan September 1990, baik Presiden Amerika George W. Bush maupun
Saddam Hussein muncul di televisi untuk menarik perhatian dari kalangan

publik tetapi tidak bisa mengubah opini publik terhadap situasi yang
terjadi. Akhirnya awal Desember 1990, Saddam Hussein melepaskan
sandera, mendekati natal pasukan koalisi merubah aksinya dari posisi
bertahan menjadi posisi menyerang untuk kemerdekaan Kuwait.
Keberhasilan atau kegagalam dalam misi sangat tergantung pada
kemampuan dan pengalaman Jenderal Norman Schwarzkopf dan Saddam
Hussein di lapangan.

3.3.

Rencana Strategi dan Penggelaran Kekuatan


Dalam melakukan suatu kegiatan perlu adanya rencana yang

matang guna mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu kemenangan. Kedua


belah pihak pimpinan, baik Irak maupun pasukan koalisi mencoba
membuat strategi guna memenangkan peperangan ini. Saddam Hussein
membangun pertahanan militernya di Kuwait untuk menahan pasukan
koalisi berdasarkan pada model Sovyet dengan didukung oleh insinyur
perang Irak yang terlatih. Sementara, Jenderal Norman Schwarzkopf
menggunakan strategis seni perang Sun Tzu dalam bukunya Art of War,
mengemukakan bahwa strategi perang adakah suatu seni yang merupakan
ramalan atau tujuan intelijensia manusia, dibandingkan hanya informasi
teknikal.4 Kemudian teori Sun Tzu ini dipadukan dengan konsep strategi
OODA Loop, John Boyd yaitu mesin tidak dapat berperang, namun harus
masuk dalam pemikiran manusia, maka peperangan dapat di menangkan.5
Hal ini menunjukkan bahwa dalam perang Irak-Kuwait, Amerika Serikat
tidak hanya mengandalkan kemampuan alat utama sistem senjata yang
mutahir, akan tetapi harus mempertimbangkan kekuatan musuh dan faktorfaktor lainnya seperti medan tempur, budaya, tabiat, dan kebiasaan lawan.
Dengan kata lain, Know your enemy and your self.6

Sun Tzu. Art Of War. Melalui Bahan Slide Mata Kuliah Sistem Pertahanan
Negara, Universitas Pertahanan Indonesia.
5
6

Ibid
Ibid

Menghadapi pasukan koalisi, Irak menyiapkan pertahanan berupa


gundukan pasir (Burm), dibelakang Burm terdapat ladang ranjau yang
dilengkapi dengan kawat berduri untuk pertahanan infanteri Irak. Selain
itu, senjata anti tank dan lubang-lubang berisi tank ada di pertahanan
paling belakang. Infanteri Irak menggunakan kendaraan buatan Sovyet
seperti BMP-1, di dukung dengan kendaraan lapis baja berupa tank
sebanyak 55.000 unit terdiri dari tank kuno jenis T-55 dan T-62 Sovyet.
Sementara itu, penjaga republican dilengkapi dengan tank yang lebih
modern T-72 buatan Sovyet dengan caliber 125 mili meter. Pada bagian
belakang pertahanan utama disiapkan penembak jitu dengan dukungan
arteleri semua jenis dan caliber. Irak juga menggunakan ratusan peluncur
roket bergerak, BM-21 yang merupakan senjata paling efektif digunakan
untuk perang daerah terbuka. Selain itu, salah satu asset terbesar Saddam
Hussein dalam pertahanan melawan pasukan koalisi adalah misil
permukaan ke permukaan, Rudal Scud B buatan Sovyet. Rudal ini
kemudian diketahui dapat membawa kepala misil kimia dengan jarak
tempuh 175 mil. Pesawat tempur yang digunakan adalah Mig-23 Flogger
dan Mig 29 Fulcrum buatan Sovyet. Kesiapan peralatan tempur dan moral
tinggi pasukan Irak inilah kemudian digunakan Saddam menghadapi
pasukan koalisi pimpinan Jenderal Norman Schwarzkopf.
Disisi

lain,

pasukan

koalisi

pimpinan

Jenderal

Norman

Schwarzkopf secara persenjataan jauh diatas kemampuan senjata Irak.


Namun, pertimbangan kepentingan multinasional perlu dikaji lebih jauh
dalam menghadapi pasukan pasukan statis Irak. Pada Desember 1990
pasukan koalisi setuju penyerangan Irak harus dilanjutkan akan tetapi
korban jiwa harus diminimkan. Pemerintah Amerika Serikat tidak mau
mengulangi penderitaan di masa perang Vietnam yang telah memakan
banyak korban warga Amerika. Resolusi 678 PBB mengeluarkan deadline
kepada Saddam Hussein agar menarik mundur pasukannya dari Kuwait
atau menghadapi konsekuensi militer. Hal ini kemudian menjadi pedoman
bagi jenderal Norman Schwarzkopf membentuk pasukan koalisi yang lebih
besar untuk memastikan bahwa serangan koalisi ke Irak harus cepat,

tanggap, dan tepat sasaran. Jenderal Norman mengirimkan 200 tank


Amerika terbaru, M-1 Abram dengan caliber 120 milimeter. Pada saat
bersamaan, brigade lapis baja ke-7 Inggris mengirimkan 100 tank
Callenger dengan kaliber 120 milimeter. Kontingen Perancis, Timur
Tengah dan negara lain dari seluruh dunia bergabung dengan pasukan
koalisi. Dukungan lain diberikan oleh NATO, meskipun pasukannya
dilarang beroperasi diluar Eropa. Namun, Turki sebagai anggota NATO
menyiapkan pangkalan udara yang dapat didarati oleh pesawat-pesawat
pasukan koalisi dari arah utara. Kekuatan pasukan koalisi terus
ditingkatkan dengan tank berjumlah 16.000 jenis Abram dan Challenger,
ribuan pasukan cadangan Amerika dikirimkan ke Teluk. Jenderal Norman
Schwarzkopf menyusun rencana penyerangan cepat ke Kuwait dengan
pertimbangan bahwa awal Maret akan terjadi hujan deras dan badai gurun
dan tanggal 25 Maret adalah awal ramadhan, karenanya Schwarzkopf
harus membebaskan Kuwait paling lambat akhir Februari. Serangan
frontal dilakukan dari arah utara perbatasan Kuwait dan Arab Saudi,
pendaratan Amphibi pasukan marinir Amerika Serikat (AS) dari perairan
Kuwait atau perjalanan panjang melalui perbatasan Saudi-Irak yang
kemudian melambung ke timur arah Kuwait. Jenderal Norman
Schwardzkopf membatalkan pendaratan amphibi karena pertahanan pantai
musuh yang kuat. Namun demikian, marinir melakukan latihan pendaratan
secara besar-besaran sesuai rencana. Tahap akhir adalah menyerang
perbatasan Kuwait oleh marinir AS dan pasukan Arab untuk memerdekaan
Kuwait City. Disisi kiri jauh, pasukan AS ke-18 AS dan Perancis akan
memotong jalur keluar pasukan Irak. Penghadangan utama dilakukan oleh
pasukan AS ke-7 dan divisi lapis baja pertama Inggris yang akan
menyerang ke arah utara kemudian menuju ke arah timur untuk menjebak
pasukan pertahanan Irak di Kuwait.

3.4.

Tahap Penyerangan
Pada tanggal 17 Januari 1991, pasukan koalisi pimpinan Jenderal

Norman Schwarzkopf melakukan serangan udara secara besar-besaran di


wilayah udara Irak, dengan tujuan untuk menetralisir Angkatan Udara Irak
dan meraih keunggulan di wilayah musuh. Kemudian, dilanjutkan dengan
menyerang pusat komando dan komunikasi seperti jembatan dan jalur
logistik

guna

menghacurkan

pertahanan

Irak

di

Kuwait.

Lalu,

Schwardzkopf mulai mengatur strategi lain dengan meluncurkan serangan


darat untuk mengusir pasukan Saddam di Kuwait. Kunci dari serangan
darat adalah kecepatan maksimum dan momentum untuk membuat
pasukan Irak tidak seimbang artinya melakukan serangan sepanjang waktu
dengan menggunakan tembakan artileri otomatis. Di sisi lain, penggunaan
senjata artileri berupa pelucur roket multiple atau MLRS, dengan jarak
jangkau 50 mil merupakan keuntungan utama dari pasukan koalisi.
Kekuatan senjata yang terkonsentrasi, tenaga profesional digunakan
ditingkatkan dengan menggunakan kendaraan raksasa pembersih ranjau
dan kendaraan khusus padang pasir, pasukan penyerang darat juga
didukung oleh pasukan udara dari pesawat terbang seperti pesawart A-10
Thanderbolt milik AS dan helikopter penyerang seperti AH-64 Apache.
Sekretaris PBB jenderal Perez De Cueiras melakukan usaha damai selama
8 jam, hal ini gagal. Bagi Norman Schwardzkopf dan Saddam Hussein
kematian saat itu telah terlihat di wajah masing-masing, pasukan koalisi di
bawah komando Schwardzkopf mewakili pasukan perang internasional
pertama dibawah PBB sejak perang Korea 40 tahun sebelumnya. Unit
yang diturunkan ke Arab Saudi berasal dari seluruh dunia, meski
kontingen utama berasal dari AS, Inggris, Perancis, dan Liga Arab.
Pasukan koalisi melakukan pelatihan berat untuk melakukan penyerangan
utamanya bagi pasukan AS dan Inggris sebagai pasukan penyerang utama.
Padang pasir adalah daerah perang yang sangat berbeda sehingga
membutuhkan strategis khusus guna memenangkan peperangan tersebut.

10

Gambar. OODA Loop John Boyd


Pemerintah Amerika dan Inggris menurunkan pasukan khusus yang
bertugas mengumpulkan informasi intelijen di wilayah Irak. Hal ini
dilakukan guna melakukan pengamatan, orintasi terhadap budaya,
kebiasaan, kelemahan musuh, dan informasi lainnya yang dapat dijadikan
masukan dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan
tersebut akan diujicobakan melalui aksi yang akan dilakukan.7 Pasukan
koalisi memiliki pilot yang berpengalaman dan mempunya skill tinggi
dengan pesawat tempur tercanggih di dunia. Amerika berkeyakinan bahwa
apabila serangan udara dilakukan akan mendapatkan superioritas udara di
langit Irak. Akan tetapi sebelum operasi badai gurun dimulai pasukan
koalisi kuatir akan banyak korban jiwa melawan pasukan Irak yang terlatih
saat perang Iran-Irak berlangsung. Salah satu perhatian terbesar pasukan
koalisi adalah Saddam Hussein akan menggunakan senjata kimia seperti
yang pernah dilakukannya. Pelatihan penanggulangan senjata kimia adalah
prioritas utama selain moral personel yang tinggi. Pasukan Schwarzkopf
mempunyai kepercayaan kepada komandannya yang dijuluki Storman
Norman, bukan karena tindakannya yang temperamental akan tetapi
karena

dia

diyakini

mempunyai

strategis

khusus

untuk

sebuah

kemenangan.

Sun Tzu. Art Of War. Melalui Bahan Slide Mata Kuliah Sistem Pertahanan
Negara, Universitas Pertahanan Indonesia.

11

Dari hasil pengamatan yang dilakukan, ditemukan bahwa pasukan


Saddam

Hussein

mempunyai

keuntungan

dengan

pasukan

yang

homogenik dan persenjataan yang canggih. Strategis perang yang


digunakan adalah berdasarkan model Sovyet dengan tujuan utama
mempertahankan garis depan di Kuwait. Personel tempur yang hanya
memperoleh pelatihan dasar perang merupakan suatu kelemahan pasukan
Irak. Saddam Hussein menunjukkan kekejamannya kepada pasukan musuh
selama berperang melawan Iran. Petinggi militer Irak lebih mementingkan
kesejahteraannya

sendiri

ketimbang

pasukannya.

Sedangkan,

konsekuensinya moral kebanyakan pasukan Irak di medan tempur sangat


rendah, bahkan sebelum konflik dimulai. Pasukan penjaga republican.
dipersenjatai dengan lebih baik dan mendapat hak istimewa dengan gaji
yang tinggi ketimbang pasukan lainnya. Penerbang tempur Irak merasa
ragu dengan jam terbang yang terbatas walaupun sudah dilengkapi dengan
dengan pesawat tempur Sovyet modern. Sementara itu, sebelum operasi
badai gurun dimulai, moral pasukan Irak sangat rendah, hanya di dorong
oleh propaganda Saddam Hussein dengan keyakinan bahwa pemimpin
besar mereka akan memperoleh kemenangan yang mengagumkan. Pada
tanggal 16 Januari 1991, Jenderal Schwardzkopf mengatakan bahwa
operasi badai gurun sudah dimulai dengan menerbangkan pesawat F-117A
pesawat tempur pembom stealth dalam misi penguasaan wilayah udara
Irak. Sasaran utama adalah menghancurkan pertahanan udara Irak , Pusat
Komando Kontrol dan Komunikasi, serta penyerangan ibukota Irak,
Baghdad secara bersamaan. Dalam waktu yang bersamaan, rudal cruise
misil Tomahawk diluncurkan dari kapal tempur AS di teluk Persia,
Tornado Inggris, Pesawat GR-1 berangkat menuju ke pangkalan udara Irak
menyerang pada ketinggian minimum dengan menggunakan bom JP-223,
dengan hasil luar biasa. Pesawat koalisi lainnya menyerang pangkalan
udara dengan menggunakan bom konvensional. Pada minggu pertama
perang udara, pesawat tempur Saddam melakukan operasi sebanyak 100
kali perhari. Sekitar 17 pesawat Irak dijatuhkan oleh pasukan koalisi dalam
perang udara ke udara. Pasukan koalisi kemudian mulai menyerang

12

pangkalan udara Irak yang telah diperkuat guna memaksa Saddam keluar
dari Kuwait. Akibatnya, Saddam Hussein memerintahkan beberapa pilot
pesawatnya untuk mencari perlindungan di Iran. Serangan udara
Schwarzkopf tidak dapat ditahan oleh Irak. Target utama lainnya seperti
gedung pemerintah, listrik, dan jalur logistik, semua dihancurkan. Instalasi
senjata kimia dan nuklir tidak luput dari sasaran serangan. Selanjutnya,
pada hari kedua dalam perang udara Irak menembakkan lebih dari 7 misil
Scud B ke Tel Aviv dan Haidi wilayah Israel, 7 orang terluka dalam
serangan tersebut. Kurang lebih 24 jam kemudian rudal Scud B meledak
lagi di Tel Aviv. Pemerintah Israel menginginkan retaliasi atas Irak akan
tetapi Israel tidak melakukan itu, resiko koalisi adalah kehilangan anggota
Arab. Hal ini bisa berakibat fatal bagi pasukan koalisi pimpinan Jenderal
Norman Schwarzkopf. Oleh sebab itu, rudal patriot Amerika ditempatkan
di Israel untuk mengatasi rudal Scud B pasukan Saddam Hussein. Pasukan
Irak meningkatkan penyerangan koalisi dengan menggunakan peluncur
misil bergerak. Hal ini mengakibatkan pasukan koalisi sangat sulit untuk
mendeteksi keberadaan sumber misil karena setelah Irak menembakan
misil, pasukan Irak meninggalkan lokasi penembakan dalam 25 menit.
Mengatasi hal ini, Jenderal Norman Schwardzkopf

membagi pasukan

udaranya untuk menghadapi ancaman Scud, banyak pesawat penyerang


diarahkan kepada target oleh tim pasukan khusus di darat. Saddam
Hussein meluncurkan 95 rudal Scud ke Israel dan Arab Saudi. Untuk
menghalau rudal Scud Irak, pasukan koalisi menggunakan rudal patriot
dan Jenderal Schwarzkodf mengalihkan seranganya kepada pasukan Irak
yang berada di Kuwait. Pertahanan Irak di serang secara terus menerus
tanpa berhenti dengan pesawat pembom B-52 Amerika dan kapal
pembawa pesawat. Ketika serangan udara berlanjut, Schwardzkopf mulai
menyusun strategi untuk melakukan serangan melalui darat. Pasukan
Saddam gagal mendeteksi gerakan utama pasukan AS ke-7 yang berangkat
ke utara menuju perbatasan Saudi-Irak. Pada tanggal 30 januari pasukan
lapis baja dan patroli perang Irak melintasi perbatasan Kuwait menuju
Arab Saudi melalui 4 titik keluar guna memasuki perbatasan menuju

13

Kafchi. Kejadian ini sangat mengejutkan pasukan koalisi. Namun, dengan


kesiagaan pasukan A-10 Amerika dan pesawat tempur lainnya berhasil
mematahkan serangan patroli pasukan Irak. Kemudian Schwarzkopf
memerintahkan pasukan penjaga nasional Saudi untuk melakukan
serangan balasan hingga akhirnya mengusir pasukan Irak keluar dari
Kafchi. Serangan darat pasukan koalisi semakin ditingkatkan sampai ke
perbatasan Kuwait. Selain penggunaan bom dari udara, pertahanan Irak
masih terlihat cukup kuat dan penjaga republika Saddam tetap tidak
tergoyahkan. Memasuki bulan ramadhan dan cuaca buruk memaksa
Schwarzkopf untuk mengambil keputusan yang sulit sehingga Ia
memerintahkan pasukan darat menyerang pada 24 Februari 1991.
Serangan darat marinir Amerika berhasil menghancurkan pasukan
Irak di perbatasan Kuwait. Pasukan marinir merupakan penyerang pertama
di bagian barat, Angkatan Udara ke-18 AS melintasi perbatasan Irak dan
berputar menuju ke utara. Divisi ringan Dagae Perancis menjaga di garis
kiri yang terbuka. Saat hari berakhir, divisi AU ke-101 AS menyiapkan
lapangan udara, 50 mil dari Irak sehingga membuat pasukan Irak semakin
terpuruk. Pada waktu yang bersamaan, Schwarzkopf memerintahkan
pasukan AD ke-7 AS dan divisi lapis baja pertama Inggris, menggunakan
selang untuk menghancurkan ladang ranjau pasukan Irak.
Alat penglihatan malam (night vision instrument) sekutu sangat
membantu dalam melakukan serangan di malam hari dengan didukung
serangan udara yang tidak terus menerus telah membuat pasukan Irak
menyerahkan diri tanpa melakukan perlawanan berarti. Pada tanggal 28
Februari elemen pemimpin dari AD ke-7 AS memasuki kota perbatasan
Basra di Irak. Pada hari yang bersamaan, pasukan marinir AS, Kuwait, dan
pasukan Arab lainnya memasuki Kuwait City dengan kemenangan. Dalam
waktu yang hampir bersamaan pasukan Irak melarikan diri ke Utara dari
ibukota Kuwait dan dihadang oleh kekuatan udara koalisi dari udara.
Divisi mekanis ke 24 AS bertemu dengan pasukan lapis baja penjaga
republican Irak di dekat kota Ramayala dan 1 tank Abram serta infanteri
kendaraan bersenjata Bradley diturunkan untuk menghadang pasukan Irak.

14

Pada tanggal 3 Maret 1991, Jenderal Norman Schwarzkopf dan Letnan


Jenderal Khalid bin Saudi tiba di Irak. Gencatan senjata resmi
ditandatangani yang menandakan perang teluk sudah berakhir. Pasukan
koalisi yang terlibat dalam perang Irak-Kuwait mencapai 500.000 orang,
kurang dari 200 orang pasukan terbunuh dalam perang ini. Sementara itu,
pasukan Irak telah kehilangan sekitar 100.000 orang pasukan terbunuh
termasuk luka-luka dan menyerahkan diri, lebih dari 60 persen peralatan
perang rusak.

3.5.

Tahap Akhir dan Pemulihan


Setelah pasukan Irak mundur dari Kuwait dan gencatan senjata

telah ditandatangani sebagai pertanda bahwa perak Teluk telah berakhir,


maka Jenderal Storman Norman Schwarzkopf kembali ke AS sebagai
pahlawan selain daripada itu Ia juga menerima penghargaan sebagai
pahlawan kehormatan dari pemerintah Inggris. Jenderal Schwarzkopf
pensiun pada Agustus 1991 dan menulis otobiografi yang berjudul It
doesnt Take A Hero. Ia dianggap sebagai seorang komandan militer
terbesar Amerika. Sementara itu, Saddam Hussein menolak menerima
kekalahan Irak dan dengan gagah berani Ia menyerang pemberontak Syiah
dan Kurdi di Irak dengan kejam. Saddam Hussein mengatakan kepada
rakyatnya bahwa Ia berhasil menggagalkan pasukan koalisi yang ingin
menjatuhkannya. Kemudian, Ia menolak inspeksi PBB untuk mencari
kemungkinan adanya senjata pemusnah masal di Irak. Meskipun demikian,
bagi jenderal Storman Norman Schwarzkopf perang Teluk adalah
kemenangannya dalam memimpin pasukan koalisi tetapi bagi Saddam
Hussein perang tersebut adalah kehancuran terhadap negara lain yang
dilakukan oleh seorang pahlawan Amerika, Jenderal Norman Schwarzkopf
dan sekutunya.
Perang berlangsung tidak lama, pada tanggal 27 Februari 1991
pasukan koalisi berhasil membebaskan Kuwait dari Invasi Irak dan
Presiden W. Bush menyatakan perang selesai. Namun, Amerika Serikat

15

tidak sepenuhnya menyatakan bahwa perang sudah berakhir dengan Irak.


Hal ini ditandai dengan Presiden Saddam Hussein belum tertangkap. Oleh
karena itu, pada tahun 2003 Presiden Amerika Serikat George W. Bush
menuduh Irak memiliki senjata pemusnah massal sehingga dapat
mengganggu kestabilan dan keamanan dunia. Akibat tuduhan tersebut,
Amerika Serikat melakukan invasi ke Irak dan operasi ini kemudian
dikenal dengan nama operasi pembebasan Irak. Hal ini dilakukan agar
Amerika Serikat dapat meletakkan kepentingan nasionalnya di Timur
Tengah, utamanya memberi pengaruh terhadap Iran dan memberi tekanan
kepada negara-negara Teluk untuk membasmi kelompok ekstrim anti
Amerika.

Dengan

demikian

Amerika

dapat

melakukan

strategis

pengendalian harga minyak mentah dunia dan memantapkan posisinya


sebagai penguasa dunia. Operasi ini membuahkan hasil, dimana Presiden
Saddam Hussein tertangkap dan pemerintah dibawah pimpinannya
menjadi lumpuh (collabs), serta kepemimpinan diktator Irak telah
berakhir.
Dengan lumpuhnya pemerintahan yang telah di tinggalkan oleh
Presiden Saddam Hussein, maka Amerika Serikat berkuasa sebagai
pemenang dan menetapkan Teluk Persia sebagai Central Of Grafity
(COG) pertamanya menjadi daerah penyedia minyak yang sangat potensial
(Yergin, 1991). Pada tanggal 30 September 2006 Saddam Hussein di
hukum gantung dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan Irak dengan
tuduhan kejahatan kemanusian. Presiden Amerika Serika Barrack Husein
Obama menggantikan George W. Bush pada tanggal 31 Agustus 2010 dan
menyatakan perang Irak telah berakhir serta memerintahkan penarikan
pasukan dari Irak.

4.

Kesimpulan
Kebijakan luar negeri pada dasarnya memiliki tujuan atau tindakan yang

didasari pada tujuan-tujuan tertentu (Breuning, 2007), artinya, sejelek apapun


hasil keluar suatu kebijakan negara dapat dipastikan mempunyai alasan-alasan di

16

balik pembuatan keputusan yang dihasilkan tersebut. Invasi Irak ke Kuwait


merupakan hasil kebijakan luar negeri yang diputuskan Presiden Saddam Hussein
dengan didasari oleh alasan-alasan rasional, walaupun itu mengakibatkan
buruknya kestabilan negara Irak setelah invasi tersebut.
Sebaliknya, kebijakan luar negeri Presiden Amerika Serikat, George W.
Bush melakukan invasi sebanyak dua kali di Irak memiliki maksud tertentu yang
berkaitan dengan kepentingan nasional negara Amerika itu sendiri, walaupun
dengan berbagai alas an, yaitu adanya invasi Irak atas Kuwait dan tuduhan
terhadap negara Irak dengan gaya kepemimpinan yang dikatator, mendukung
kegiatan terorisme internasional, kepemilikan senjata kimia yang dapat dijadikan
sebagai senjata pembunuh masal dan dapat mengganggu kestabilan dunia.
Dibalik kebijakan politik luar negeri Amerika untuk melakukan invasi ke
Irak telah memberikan pengaruhnya terhadap negara Iran yang bertetangga
dengan Irak. Dengan demikian, Amerika Serikat sudah dapat melumpuhkan dua
negara yang dituduhkan memiliki senjata pemusnah masal dari empat negara yang
yang masuk dalam daftar hitam negara pengganggu kestabilan keamanan Amerika
dan dunia yaitu Irak, Iran, Libya, dan Korea Utara. Selain daripada itu, Amerika
Serikat juga memberi tekanan militer terhadap negara-negara yang berada di
wilayah Timur Tengah dengan memaksa pemerintah negara-negara Teluk
membasmi kelompok ekstrim yang anti terhadap pemerintah Amerika. Dengan
demikian maka Amerika Serikat dapat melakukan pengendalian harga minyak
mentah dunia guna memantapkan posisi Amerika sebagai negara adikuasa dan
Penguasa Dunia .

17

DAFTAR PUSTAKA

1.

Al-Radi, Nuha. 1998. Baghdad Diaries. London: Saqi Books, hal. 51.

2.
Anessya, Devania. 2011. Kebijakan Luar Negeri Saddam Hussein Terkait
Invasi Irak Ke Kuwait Tahun 1990: Studi Peringkat Analisis Individu. Melalui :
:http://frenndw.wordpress.com/?s=KEBIJAKAN+LUAR+NEGERI+SADDAM+
HUSSEIN+TERKAIT+INVASI+IRAK+KE+KUWAIT+TAHUN+1990%3A+ST
UDI+PERINGKAT+ANALISIS+INDIVIDU [08/03/2011]
3.
Astrid (2011) . Sejarah Perang-Perang Besar Di Dunia. Yogyakarta :
Familia Pustaka Keluarga.
4.
Cigar, Norman. 1992. Iraqs Strategic Mindset and the Gulf War, Journal
of StrategicStudies, hal. 9-11
5.
Friedman, Norman. 1991. Desert Victory. Annapolis, Md.: Naval Institute
Press, hal. 66, 108-111
6.
Harsono, Adi. 2002. Perang Teluk Babak II Untuk Siapa?. Melalui :
http://harsono.com/articles/perangteluk.html [15/09/2002]
7.
NN. 2011. Perang Teluk I. Melalui :
http://id.wikipedia.org/wiki/Perang_Teluk_I [27/09/2011]
8.
Perang Teluk Persia II/ Perang Irak telah menewaskan 2.923 jiwa tentara
Amerika dan 150.000 jiwa pihak Irak.
9.
Pollack, Kenneth. 2002. The Threatening Storm: The Case for Invading
Iraq. New York: Random Haouse, hal. 18, 13-38.
10. Sun Tzu. Art Of War. Melalui Bahan Slide Mata Kuliah Sistem Pertahanan
Negara, Universitas Pertahanan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai