Semen
Semen terdiri dari material halus yang menjadi pengikat antar butiran dan mengisi rongga pori yang diendapkan
setelah fragmen dan matriks. Semen dapat berupa kalsit, silika, oksida besi ataupun sulfat.
Kelompok ketiga dalam klasifikasi Dunham adalah batuan dimana komponennya saling terikat satu sama lainnya
atau tersusun oleh organisme. Dalam klasifikasi tersebut tekstur seperti ini dimasukkan kedalam boundstone. Selain
ketiga kelompok tekstur di atas, maka batuan karbonat juga dikelompokkan berdasarkan diagenetiknya, yaitu jika
komponen penyusunnya tidak lagi memperlihatkan tekstur asalnya. Kelompok batuan ini dikenal sebagai kristallin
karbonat (calcite crystalline rocks dan dolomite crystalline rocks).
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971 menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan
pengaruh energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut. Embry & Klovan
melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan
dengan tekstur wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry & Klovan bahwa
batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen) sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu
floatstone untuk menggambarkan lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan
menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2 mm.
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971 menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan
pengaruh energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut. Embry & Klovan
melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan
dengan tekstur wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry & Klovan bahwa
batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen) sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu
floatstone untuk menggambarkan lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan
menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2 mm.
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971 menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan
pengaruh energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut. Embry & Klovan
melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan
dengan tekstur wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry & Klovan bahwa
batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen) sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu
floatstone untuk menggambarkan lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan
menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2 mm.
Tekstur ini oleh Embry & Klovan 1971 menyempurnakannya klasifikasi Dunham (1962) dengan mempertimbangkan
pengaruh energi dan sedimen-sedimen yang terbawa dan terakumulasi pada batuan tersebut. Embry & Klovan
melihat pentingnya ukuran fragmen (butiran) yang terakumulasi pada batuan yang didominasi oleh matriks. Batuan
dengan tekstur wackestone dengan kandungan butiran lebih besar dari 2 mm, maka menurut Embry & Klovan bahwa
batuan ini erat hubungannya dengan sumber butiran (fragmen) sehingga perlu memberikan nama khusus yaitu
floatstone untuk menggambarkan lingkungan pengendapannya. Sedangkan pada tekstur grainstone Embry & Klovan
menamakannya sebagai rudstone untuk batuan dengan butiran lebih besar dari 2 mm
.
Klasifikasi batuan karbonat yang dibedakan berdasarkan tekstur pengendapannya, tipe butiran, dan faktor lainnya
seperti yang diperkenalkan oleh Dunham 1962. Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Embry dan Klovan (1971) yang
mempertimbangkan ukuran butir dan bentuk perkembangan organisme pembentuk batuan
Selain berdasarkan pada ukuran fragmen dalam batuan, Embry & Klovan juga memberikan perhatian pada
organisme yang menyusun batuan karbonat yang dalam klasifikasi Dunham (1962) menamakan boundstone.
Menurutnya bahwa cara sedimen terperangkap pada organisme penyusun boundstone perlu dibedakan menjadi tiga
yaitu bindstone, bafflestone dan framestone.
Seperti yang terlihat pada illustrasi di atas bahwa masing-masing tekstur mempunyai kekhasan tersendiri.
Bindstone adalah orgnisme yang menyusun batuan karbonat dimana cara hidupnya dengan mengikat sedimen yang
terakumulasi pada organisme tersebut. Organisme yang seperti ini biasanya hidup dan berkembang didaerah
berenrgi sedang tinggi. Batuan ini umumnya terdiri dari kerangka ataupun pecahan-pecahan kerangka organik,
seperti koral, bryozoa dll, tetapi telah diikat kembali oleh kerak lapisan-lapisan (encrustation) gamping yang
dikeluarkan oleh ganggang merah.
Penyempurnaan klasifikasi Dunham oleh Embry dan Klovan yang membagi boundstone menjadi tiga yaitu
bafflestone, bindstone dan framestone. Selain itu wackestone menjadi floatstone dan grainstone manjadi rudstone
jika butiran lebih besar dari 2 mm.
Bafflestone adalah tekstur batuan karbonat yang terdiri dari organisme penyusun yang cara hidupnya menadah
sedimen yang jatuh pada organisme tersebut. Tekstur ini umumnya dijumpai pada daerah berenergi sedang.
Bafflestone terdiri dari kerangka organik seperti koral (branching coral) dalam posisi tumbuh (growth position) dan
diselimuti oleh lumpur gamping. Kerangka organik bertindak sebagai baffle yang menjebak lumpur gamping.
Tekstur yang ketiga adalah framestone. Batuan ini tersusun oleh organisme yang hidupnya pada daerah yang
berenergi tinggi sehingga tahan terhadap gelombang dan arus. Penyusun batuan ini seluruhnya dari kerangka
organik seperti koral, bryozoa, ganggang, sedangkan matriksnya < 10% dan semen mungkin kosong. Secara umum
pembagian zona energi dan batuan penyusun meurut Embry & Klovan (1971) diperlihatkan pada gambar berikut.
Penampang melintang kompleks terumbu yang menggambarkan perbedaan zona dan batuan penyusun setiap zona
menurut James N.P,1983
Selain klasifikasi Dunham, maka klasifikasi batuan karbonat yang sering digunakan adalah klasifikasi Folk
(1959/1962). Klasifikasi ini lebih menekankan kepada pendekatan deskriptif dan tidak mempertimbangkan masalah
genetiknya. Dasar pembagiannya adalah kehadiran sparit (semen) dan mikrit (matriks). Selain itu klasifikasi ini juga
melihat volume butiran (allochem) dalam batuan yang diurut seperti intraklas, ooid, fosil/pellet.
Kehadiran sparit dan mikrit menjadi komposisi utama dimana jika sparitnya lebih besar daripada mikrit maka nama
batuannya akan berakhiran ......sparit, demikian pula jika mikrit yang lebih dominan maka nama batuannya akan
berakhiran ......mikrit. Awalan dalam penamaan batuan karbonat menurut Folk tergantung pada komposisi intraklas,
jika intraklas di atas 25% maka nama batuannya menjadi intasparit atau intramikrit. Namun jika butiran ini tidak
mencapai 25% maka butiran kedua menjadi pertimbangan yaitu ooid, sehingga batuan dapat berupa oosparit atau
oomikrit.
Pertimbangan lainnya adalah jika kandungan ooid kurang dari 25%, maka perbandingan pellet dan fosil menjadi
penentu nama batuan. Terdapat tiga model perbandingan (fosil : pellet) yaitu 3:1, 1:3, dan antara 3:1 1:3. Jika fosil
lebih besar atau 3 : 1 maka nama batuannya biosparit atau biomikrit demikian pula sebaliknya akan menjadi
pelsparit atau pelmikrit. Jika oerbandingan ini ada pada komposisi 3:1 1:3 maka menjadi biopelsparit atau
biopelmikrit.
Klasifikasi ini juga masih menganut paham Grabau dengan menambahkan akhiran rudit jika allochemnya
mempunyai ukuran yang lebih besar dari 2 mm dengan prosentase lebih dari 10%. Dengan demikian penamaan
batuan karbonat menurut klasifikasi ini akan menjadi .rudit (misalnya biosparudit, oomikrudit dst).
Klasifikasi batuan karbonat menurut Folk (1959) yang membagi batuan karbonat secara deskriptif. Kehadiran sparit
dan mikrit menjadi pertimbangan utama dalam klasifikasi ini.