BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri pertambangan dalam menjalankan aktivitasnya tentu menginginkan
keberhasilan untuk mencapai kegiatan pertambangan yang baik dan benar (good
mining practice), salah satu faktor keberhasilan tersebut adalah penerapan keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) sehingga tidak terjadi kecelakaan ataupun penyakit akibat
kerja. Untuk itu kita harus mengetahui risiko-risiko yang dapat menimbulkan
terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan berusaha mengatasinya sehingga
diharapkan suatu kondisi tanpa kecelakaan atau Zero Accident.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara
umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi
yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi
tersebut mencerminkan kesiapan daya saing perusahaan Indonesia di dunia
internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit menghadapi pasar global
karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja
yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga
kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis
sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan
kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya
fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun
2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat
yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara
yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk
mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat
Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku
sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta
memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk
upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran
lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas
kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika
kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari
beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan
kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya.
Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat
penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan
dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu
komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam
kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk
menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
B. Tujuan
1. Mejelaskan pengertian tambang di bawah tanah dan defisiensi oksigen bagi pekerja
2. Menjelaskan tentang metode pemambangan di bawah tanah
3. Menjelaskan potensi bahaya di tambang bawah tanah
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
2.
3.
4.
5.
Resiko tambang bervariasi mulai dari bencana alam (banjir, gempa bumi)
hingga kesalahan teknis. Lereng pada tambang terbuka dapat saja longsor, terowongan
yang digali dapat saja runtuh akibat desain yang tidak tepat. Satu kesalahan kecil dapat
berakibat kerugian raksasa.
d) Berurusan dengan sumber daya yang tidak dapat diperbarui
Usia bisnis pertambangan di suatu daerah pasti terbatas. Pembatas ini tak lain
adalah jumlah cadangan itu sendiri. Setelah cadangan habis dan tidak ditemukan
cadangan lain, maka berakhirlah semua operasi. Konsekuansi lain, kegiatan
penambangan juga memerlukan kecermatan dalam desain dan pelaksanaan. Satu
kesalahan desain dapat berakibat tidak dapat diambilnya cadangan yang terbatas dan
tak terbarukan itu.
C. Peledakan Taambang Bawah Tanah
Pada proses penambangan bawah tanah terdapat bermacam-macam cara untuk
membuat lubang bukaan atau terowongan. Salah satunya adalah dengan cara
peledakan.Peledakan pada pembuatan terowongan adalah pekerjaan melepas dan
memecah batuan dengan menggunakan bahan peledak sehingga didapatkan bentuk
yang diinginkan dengan ukuran material yang mudah diangkut dan dibuang dengan
peralatan yang tersedia atau peledakan pada proses penambangan pada tambang
bawah tanah dilakukan untuk melepaskan bijih dari batuan induknya ataupun untuk
memperkecil ukurannya untuk memudahkan pengangkutan kepermukaan. Peledakan
pada tambang bawah tanah berbeda dengan peledakan pada tembang terbuka,
perbedaannya yaitu pada peledakan tambang terbuka dilakukan dengan dua atau lebih
arah bidang bebas sedangkan pada peledakan tambang bawah tanah hanya mempunyai
satu arah bidang bebas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam peledakan tambang bawah tanah yaitu:
a)
b)
c)
d)
a)
b)
c)
1.
a)
b)
c)
yaitu :
Zat kimia yang mudah bereaksi, yang berfungsi debagai bahan peledak dasar
(explosive base), misalnya Nitrogliserin (NG), Trinitrotiliene (TNT), Ethylene
glycoldinitrate,dan lain-lain.
Oksidator, yang berfungsi memberikan oksigen, misalnya KClO3, NaClO3, NaNO3,
dan sebagainya
Zat penyerap/tambahan misalnya serbuk kayu, serbuk batubara, dan lain-lain.
Berdasarkan kecepatan perambatan reaksinya,bahan peledak dapat dibagi menjadi:
Low Explosive, ciri-cirinya adalah :
kecepatan perambatan reaksinya rendah
Tidak seluruhnya bahan yang ada berubah dari phase padat menjadi phase gas
sehingga menimbulkan tekanan dan temperatur yang tinggi
Hanya menghasilkan proses pembakaran yang relatif lambat (deflagrasi) dan tidak
menghasilkan getaran gelombang.
2.
a)
b)
c)
1.
a)
b)
c)
d)
2.
3.
4.
1.
2.
a)
b)
c)
3.
a)
b)
c)
a.
b.
c.
a)
b)
lubang tembak. Nama-nama pola ini disebut sesuai dengan jenis cut yang
dibentuk. Dalam memilih tipe cut yang sesuai maka pertimbangan harus
didasarkan atas :
Kondisi batuan yang akan ditembus
Bentuk dan ukuran terowongan
Kemajuan yang ditargetkan, yaitu besar kemajuan setiap ronde peledakan yang
ditentukan oleh kedalaman daripada cut.
Jenis-jenis pola lubang tembak yang sering dan pernah dipakai pada peledakan
didalam terowongan yaitu:
a. Drag Cut
Pola ini sesuai dipakai pada batuan yang mempunyai struktur bidang
perlapisan, misalnya batuan serpih. Lubang cut dibuat menyudut terhadap bidang
perlapisan pada bidang tegak lurus, sehingga batuan akan terbongkar menurut bidang
perlapisan. Cut ini cocok untuk terowongan berukuran kecil (lebar 1,5-2m) dimana
kemajuan yang besar tidak terlalu penting.
b. Fan Cut
Pada Fan Cut lubang tembaknya dibuat menyudut dan berada pada bidang
mendatar. Setelah cut diledakkan maka batuan yang ada diantara dua baris lubang
cut akan terbongkar. Selanjutnya lubang-lubang easer dan trimmer akan
memperbesar bukaan cut sampai kepada bentuk geometri daripada terowongan. Cut
ini cocok dipakai pada batuan yang berstruktur berlapis-lapis.
c. V-Cut
V-Cut sering dipakai dalam peledakan didalam terowongan. Lubang tembak
pada pola ini diatur sedemikian rupa sehingga tiap dua lubang membentuk V. Sebuah
Cut dapat terdiri dari dua atau tiga pasang V, masing-masing pada posisi horizontal.
Lubang-lubang tembak pada cut biasanya dibuat membentuk sudut 60 o terhadap
permukaan terowongan. Dengan demikian panjang kemajuan tergantung pada lebar
daripada terowongan karena panjang batang bor terbatas pada lebar tersebut. Satu atau
dua buah lubang tembak yang lebih pendek disebut burster dan dapat dibuat
ditengah cut untuk memperbaiki hasil fragmentasi.
d. Pyramid Cut
Pyramid Cut terdiri dari 4 buah lubang tembak yang saling bertemu pada
satu titik ditengah terowongan. Pada batuan yang keras banyaknya lubang cut
ditambah hingga menjadi 6 buah.
e. Burn Cut
Pola ini berbeda dengan cut yang lain. Perbedaannya yaitu pada cut lain
lubang cut membentuk sudut satu sama lain sedang dalam burn cut lubang cut
dibuat sejajar satu sama lain dan tegak lurus terhadap permukaan terowongan. Pada
pola ini beberapa lubang cut tidak diisi dengan bahan peledak yang berfungsi
sebagai bidang bebas terhadap lubang cut yang diisi dengan bahan peledak. Lubang
cut yang kosong dapat lebih dari satu dan ukurannya lebih besar dari lubang cut
yang diisi. Keuntungan dari pada burn cut adalah :
Kemajuan tidak lagi tergantung pada lebar terowongan karena semua lubang dibuat
sejajar dengan sumbu terowongan
Proses pemboran menjadi lebih mudah.
Lubang easer dan Trimmer
Lubang easer dibuat mengelilingi cut untuk memperbesar bukaan cut
sehingga lubang trimmer dapat membuat bentuk daripada terowongan. Untuk
terowongan berukuran biasa, satu ronde peledakan terdiri dari sekitar 40 buah lubang
tembak dimana setiap lubang tembak membuat bukaan seluas sekitar 0,25-0,5 m 2.
a)
b)
a)
b)
c)
d)
e)
a)
b)
Banyaknya lubang easer serta penempatannya tergantung kepada pola lubang cut.
Pada pola burn cut penempatan lubang easer tidak boleh terlalu dekat pada cut
untuk menghindari terjadinya ledakan premature daripada lubang easer. Disarankan
untuk menempatkan lubang easer antara 30-50 cm dari cut. Lubang trimmer pada
akhirnya akan membuat bentuk dari terowongan. Banyak dan posisi daripada lubang
trimmer tergantung daripada ukuran terowongan, kekerasan batuan, dan fragmentasi
yang disesuaikan dengan system pemuatan.
Sistem Kemajuan
Pada prinsipnya pembuatan terowongan sama dengan shaft, hanya arahnya
saja yang berbeda yaitu horizontal. Apabila pembuatan lubang bukaan sudah lebih
besar daripada 45o maka ini sudah dinamakan shift. Sistem kemajuan tergantung
kepada alat bor yang tersedia, kondisi batuan dan sistem penyangga yang
dipergunakan, tetapi cara yang umum dipakai dalam pembuatan terowongan terdiri
dari dua system yaitu :
Cara full face
Cara top heading and bench
Dalam cara full face seluruh permukaan lubang bukaan dibor dengan sistem pola
pemboran tertentu dan kemudian sekaligus diledakkan, sedangkan cara pembuatan
bench method, dimana lubang bukaan dibuat menjadi dua bagian dalam pemboran
dan peledakan yaitu bagian atas dan bagian bawah. Pekerjaan peledakan dilakukan
pertama pada bagian atas.
Perimeter Blasting
Perimeter Blasting adalah proses peledakan yang dilaksanakan dengan sangat
hatu-hati. Untuk mendapatkan permukaan akhir lubang bukaan yang tepat dan kondisi
batuan disekitar lubang tersebut tidak mengalami kerusakan. Maksud dari perimeter
blasting tidak hanya untuk memperoleh permukaan bukaan yang rata tetapi juga
untuk menjaga agar daerah disekitar permukaan tidak mengalami keretakan dan
kerusakan selama bukaan tersebut digunakan.
Perimeter Blasting berguna untuk :
Membuat rata permukaan terowongan
Membuat agar permukaan terowongan lebih stabil
Mengurangi over break
Mengurangi pemakaian beton
Mengurangi retakan dan masuknya aur tanah kedalam terowongan.
Dikenal dua teknik untuk pelaksanaan perimeter blasting yaitu:
pre-splitting
smooth blasting
Dasar kedua teknik tersebut adalah pada pengisian bahan peledak dengan diameter
yang lebih kecil dari diameter lubang tembak sehingga bahan peledak tidak langsung
bersentuhan dengan dinding lubang tembak atau disebut dengan istilah decoupled
charge. Lubang-lubang ini dibuat pada kontur akhir terowongan yang direncanakan
dan diledakkan secara bersama-sama. Perbedaan pre-spliting dan smooth blasting
adalah pada peledakan daripada lubang-lubang kontur ini. Pada pre-splitting lubang
kontur diledakkan sebelum peledakan utama sedang pada smooth blasting lubang
kontur diledakkan setelah peledakan utama. Perbedaan lain adalah dalam hal jarak
lubang tembak (spacing) dimana pada presplitting lubang kontur lebih rapat letaknya
satu sama lain. Pada pre-splitting jarak lubang kontur biasanya antara 8-12 kali
diameter lubang dan jarak antara lubang tembak dengan bidang bebas (burden) adalah
tak terterhingga. Konsentrasi isian bahan peledak (dalam kg per meter) pada presplitting dan smooth blasting adalah sama.
a)
b)
c)
d)
e)
a)
Bekerja di bawah tanah berarti bekerja tanpa penyinaran yang alami dan di bawah
keterbatasan cahaya. Cahaya bantuan hanya didapat dari penerangan dengan lampu
atau melalui Mine Spot Lamp (MSL). Tetapi jika cahaya bantuan ini dibandingkan
dengan panjang tunneling yang dapat mencapai beberapa kilometer maka penerangan
tidak mungkin dipasang di seluruh tempat. Bekerja dengan cahaya terbatas atau
diterangi oleh MSL tentunya sangat riskan. Oleh karena itu para pekerja tambang
bawah tanah tidak diperbolehkan untuk bekerja sendirian. Setidaknya ditemani oleh
satu orang untuk mengantisipasi jika salah satu MSL tersebut mati.
Pekerja dibekali lampu sorot (Mine Spot Lamp) sebagai penerang tambahan
c) Kondisi batuan yang rawan
Batuan rapuh adalah musuh terbesar miners. Telah dilakukan beragam metode terapan
untuk memperkuat batuan tetapi pekerja tambang tetap harus waspada akan bahaya
ini. Runtuhan batuan, sekecil apapun akan beresiko. Runtuhan batuan kecil mungkin
saja merupakan awal dari aktivitas yang memancing ambrukan lebih besar lagi. Untuk
meminimalkan resiko keselamatan kerja, selain penyanggaan yang harus teliti dan
akurat, berbaga macam prosedur kerja juga diperlukan untuk melengkapi keamanan
aktivitas.
Supporting System, untuk memperkuat lubang bukaan pada kondisi batuan
rawan
d) Gas berbahaya
Berbagai macam jenis gas berbahaya, tumpah ruah dan banyak terdapat di dalam
tambang bawah tanah. Metan adalah gas berbahaya yang ditemui di tambang batubara
bawah tanah. Sedangkan utuk tambang bijih bawah tanah, gas yang paling berbahaya
adalah carbonmonodioxide (CO). Para pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar
dengan gas beracun. Akibat sirkulasi udara terowongan yang terbatas, gas-gas beracun
tidak bisa langsung terlepas ke atmosfer. Beberapa gas beracun ini antara lain CO,
CO2, H2S, NOx, dan SO2. Gas ini dapat terjadi akibat proses peledakan, emisi
kendaraan dan alat berat maupun gas yang terlepas alami oleh kondisi batuan. Pada
banyak kondisi, sulit membuat kadar masing-masing gas itu menjadi benar-benar nol.
Oleh karena itu ditetapkanlah ambang batas. Tidak ada satupun pun gas yang boleh
melebihi ambang batas ini. Jika terdapat dalam kadar tinggi, gas-gas ini dapat
menyebabkan kematian.
Ventilasi yang baik dapat mengurangi potensi keracunan gas berbahaya
Karbon monoksida bersifat racun karena hemoglobin dalam darah lebih mudah
mengikat gas ini dibanding oksigen. Akibat darah yang justru mengangkut CO, maka
suplai oksigen ke organ vital menjadi berkurang. Salah satu organ yang peka adalah
otak. Kekurangan oksigen pada otak dapat menyebabkan kerusakan otak hingga
mengantar pada kematian.
Berikut adalah gejala akibat keracunan karbon monoksida dalam berbagai konsentrasi:
a)
b)
c)
d)
e)
1,600 ppm (0.16%) Pusing dalam 45 menit. Tak sadar dalam 2 jam.
f)
3,200 ppm (0.32%) Pusing dalam rentang 5-10 menit. Kematian dalam 30 menit.
g)
6,400 ppm (0.64%) Pusing dalam waktu 1-2 menit. Kematian kurang dari 20 menit.
h)
12,800 ppm (1.28%) Tak sadar dalam 2-3 tarikan napas. Kematian dalam 3 menit.
e)
Aktivitas di bawah tanah hampir selalu dipengaruhi oleh debu baik yang berasal dari
batuan halus, kayu, semen maupun dampak dari lalu lintas alat berat. Debu yang
berbahaya adalah debu silica yang jika terhisap dapat mengendap di pernafasan dan
mengakibatkan penyakit silikosis. Jenis debu yang juga berbahaya adalah debu
batubara dan debu dari bijih radioaktif. Debu-debu ini juga mampu menimbulkan
masalah kesehatan yang serius.
Upaya yang umum dikerjakan untuk mengurangi tingkat resiko akibat terpapar debu
yaitu dengan membuat sistem ventilasi udara yang baik. Sirkulasi udara di tambang
bawah tanah harus dibuat selancar mungkin dengan mengalirkan udara bersih dan
supply oksigen serta membawa keluar udara kotor. Selain itu untuk menambah
keselamatan, para pekerja juga harus dilengkapi dengan respirator (masker) sebagai
alat pelindung kesehatan.
Respirator, Alat Pelindung Diri wajib di area penuh debu
f)
lokasi pengisian air minum dan tempat istirahat sementara yang dekat dengan
lokasi kerja.
Ventilasi berfungsi menyalurkan udara bersih dan mengeluarkan udara kotor serta
memperbaiki suhu lokasi kerja
g) Bahan Kimia
Pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar bahan kimia yang umumnya disebabkan
karena aktivitas charging blasting (akibat penggunaan bahan peledak), penggunaan oli
bor, proses pengisian kembali (backfilling /pastefil) maupun dari aktivitas shoot crete.
Bahan kimia yang rawan terpapar seperti Sianida (CN -), Nitrat (NOx), Gas Mudah
Menguap (Volatile Gases) dan lainnya.
Bahan kimia, perlu pengelolaan tertentu dan cermat dalam pengendaliannya
h) Personal Hygiene
Adalah salah satu hal yang paling jarang di awasi. Peralatan dalam mendukung
hygiene personal yang paling penting adalah washtafel dan sabun cuci tangan yang
sulit didapatkan di lokasi underground. Kebanyakan pekerja bawah tanah tidak peduli
terhadap kebersihan hygiene ini, tidak ditemui lokasi pencucian dan bahan pencuci
yang aman di kantin. Pemeriksaan feces dan standarnya harus dilakukan 6 bulan sekali
untuk menghindari kontaminasi kuman diare pada saat pengelolaan makanan.
i.) Kebisingan
Kebisingan ditemukan di banyak lokasi tabang bawah tanah seperti akibat aktivitas
mesin berat, aktivitas blower ventlasi maupun dari aktivitas blasting. Penggunaan
APD yang memadai sangat diperlukan pada kondisi ini. Penggunaan yang
direlomendasikan adalah ear muffler.
Pelindung pendengaran, sangat perlu karena pendengaran yang rusak tak dapat pulih
j.) Manual Handling
Walau telah banyak menggunakan alat-alat canggih di dunia tambang, cidera akibat
manual handling masih banyak terjadi. Cidera manual handling yang paling banyak
ditemukan pada pakerja dengan menggunakan alat yang berat seperti pada
penggunaan alat bor jackleg. Manual handling umumnya terjadi pada para pekerja
yang mengangkat beban secara manual lebih dari 50 kg dengan perjalanan yang
panjang dan berbahaya.
k) Kelembaban
Masalah lembab banyak dijumpai di pertambangan diatas 1000 m dpl
dan juga pertambangan bawah tanah. Lembab dapat memicu penyakit yang
disebabkan kuman yang menyerang kulit dan pernapasan. Selain karena keterbatasan
udara bersih bawah tanah, kelembaban juga diakibatkan banyaknya limpasan dan
kebocoran air dan juga kelembaban dari material kayu yang melapuk. Salah satu solusi
dalam permasalahan ini adalah diperlukan pengaturan batas lama bekerja di dalam
bawah tanah sesuai tiap meter ke dalamannya dan juga pemberian aliran udara yang
terus menerus akan membantu pengurangan lembab dan pengap.
G. Keunggulan dan Kelemahan Tambang Bawah Tanah
a) Keunggulan tambang bawah tanah
1. Tidak terpengaruh cuaca karena bekerja dibawah permukaan tanah
2. Kedalaman penggalian hampir tak terbatas karena tidak berkait dengan SR
3. Secara umum beberapa metode tambang bawah tanah lebih ramah lingkungan
(misal: cut and fill, shrinkage stoping, stope and pillar)
4.
5.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Selain itu efek yang bisa dirasakan akibat kekurangan oksigen adalah kematian sel-sel
di dalam jaringan tubuh yang akan berdampak pada penurunan kualitas hidup bahkan
bisa berakibat pada kematian. Suplai oksigen yang berkurang menuju otak juga bisa
berakibat kematian sel pada jaringan otak itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha,
kesehatan dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif
terhadap timbulnya kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam
lingkungan kerja. Pelaksanaan K3 diawali dengan cara mengenali hal-hal yang
berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja, dan
tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari dibuatnya sistem ini adalah
untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja dan penyakit
akibat hubungan kerja terutama pada pekerjaan tambang di bawah tanah dan
mengurangi angka kecelakaan akibat defisiensi oksigen.
B.
Saran