27
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
memiliki
pada
menghadapi proses migrasi atau puasa yang lama; sifat seksual sekunder sering timbul dan
mungkin memerlukan akumulasi sejumlah besar bahan-bahan organik (contoh pada rusa
jantan yang sedang birahi) atau substansi yang berwarna atau bau pheromon; perubahanperubahan yang terjadi pada saluran-saluran reproduksi; sinkronisasi tingkah laku
kelamin jantan dan betina termasuk di
dalamnya
gonad tanda-
keadaan
penggunaan bahan makanan, elektrolit dan air dalam tubuh (pengaturan homeostasis
cairan tubuh).
28
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
HORMON
HIPOTALAMUS
HIPOPISIS :
a. Adenohipopifisis
b. Neurohipofisis
TESTIS
OVARIUM
PLACENTA
Pada Crustacea
Testosteron
Estrogen Progesteron Relaxin
HCG (manusia) PMSG (kuda)
ORGAN X
KELENJAR SINUS
ORGAN Y
GIH
GIH
GSH
Ecdyson
Hormon yang berpengaruh terhadap spermato
genesis dan sifat - sifat kelamin sekunder.
KELENJAR ANDROGEN
OVARIUM
Bersama
dengan
kelenjar
androgen
mempengaruhi spermatogenesis dan sifat
kelamin sekunder.
Pada Insekta
SEL
NEUROSEKRETORIS
(otak)
Ecdysiotropin
KORPUS KARDIKA
KEL. PROTHORAC
KORPUS ALLATA
berdasar
dalam
pengaruhnya
dua golongan
terhadap
yaitu
fisiologi
hormon
reproduksi,
yang secara
dapat
langsung
mempengaruhi reproduksi (hormon reproduksi primer) dan hormon yang secara tidak
langsung
mempengaruhi
reproduksi
Sedangkan
berdasarkan struktur kimiawinya, hormon dibagi menjadi hormon protein, steroid, amine
dan lemak.
29
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
target organ
disebabkan adanya reseptor yang ada pada dinding sel atau di dalam sitoplasma sel
sasaran. Reseptor
ini secara
yang
bersifat khusus. Yang dimaksud dengan sifat khusus disini adalah protein reseptor hanya
mengenal satu macam hormon saja dan menimbulkan satu atau beberapa macam reaksi
khas dari sel- sel sasaran. Teori ini dikenal sebagai teori reseptor.
dan
yang
dalam
tubuh,
proses-proses seperti
reproduksi, pertumbuhan, metabolisme dan lain-lain dipengaruhi oleh dua atau lebih
hormon. Hormon-hormon tersebut bekerja bersama-sama untuk mendapatkan perubahan30
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
perubahan yang positif. Agar hormon tersebut bekerja dengan baik maka terdapat sistem
pengaturan yang memungkinkan adanya keseimbangan antara aktifitas sekresi dengan
penghambatan sekresi hormon dalam tubuh. Pengaturan tersebut terutama dilakukan pada
mekanisme umpan balik (servo mechanism) atau feed back mechanism. Terdapat dua
macam mekanisme umpan balik yaitu umpan balik positif dan umpan balik negatif.
Secara umum mekanisme umpan balik negatif peranannya jauh lebih besar dibanding
mekanisme umpan balik positif dalam menjaga keseimbangan dan keserasian kerja dan
sekresi diantara hormon-hormon.
Kelenjar endokrin dalam keadaan normal, dan keadaan istirahat, mempunyai
jumlah sekresi yang konstan, dan jumlah ini dipengaruhi oleh konsentrasi faktor humoral
atau rangsang saraf yang bekerja terhadap organ ini. Sebagai contoh jika konsentrasi gula
darah meningkat (hiperglikemia), kenaikan konsentrasi ini merupakan rangsang untuk
pembentukan insulin, yang mempercepat pengeluaran gula dari darah. Sedangkan keadaan
hipoglikemia merangsang pembentukan epinephrine yang mempercepat dilepaskannya
gula ke dalam darah dari hepar. Juga pengaturan sekresi tropik hormon yang dipengaruhi
oleh defisiensi sekresi hormon gonad, thyroid atau adrenal corteks, sedang pemberian
hormon-hormon ini akan mengurangi sekresi dari tropik hormon ini. Disini nampak
fungsi hormonal dalam pengaturan homeostasis cairan tubuh.
3.6. Hipotalamus
Hipotalamus pada vertebrata terletak didasar otak (sella tursica), meliputi bagian
optik chiasma, tuber cinerum, mammilary
bodies,
(tangkai hipophysa) dan pars nervosa. Hipotalamus telah diketahui menerima informasi
dari indera, mengintegrasikan nya dan membagi-bagi serta menyalurkannya ke alat-alat
yang berkepentingan. Proses ini bekerja secara otonom, tetapi besar kecilnya dan cepat
lambatnya penyaluran tergantung sifat genetik dari individu.
Kontrol neurohumoral terhadap adenohipopisa didasarkan pada data-data anatomi
dan fisiologi bahwa serabut-serabut saraf hipotalamus mengeluarkan hormon ke dalam
pembuluh darah portae hypotalamo-hipopiseal. Beberapa macam hormon yang berasal
dari hipotalamus mengontrol fungsi hipopisa. Hormon-hormon tersebut adalah FSHRH/LH-RH,
Oxytocin,
(somatostatin).
31
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
(decapeptida),
berat
molekul
1183.
FSH-RH/LH-RH
menyebabkan
keduanya
vassopressin
amino,
yaitu arginin
maupun
pembawa yang disebut NEUROPISIN. Ikatan neuropisin dengan oxytocin disebut pula
prohormon untuk oxytocin.
Oxytocin mempengaruhi kontraksi uterus, kontraksi oviduk sehingga mempengaruhi
transport ova dan spermatozoa, memiliki efek milk let down. Vassopressin mempengaruhi
reabsorbsi air pada ginjal.
32
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
neural pada hipotalamus yang sedang berkembang. Asal berganda ini sebagian terbawa ke
organisme dewasa dimana kedua bagian utama tetap dipertahankan sebagai kesatuankesatuan nyata kelenjar adenohipopisa dan neurohipopisa.
Neurohipopisa terdiri atas tangkai atau infundibulum dan pars nervosa, sedangkan
adenohipopisa terdiri atas pars distalis, pars tuberalis dan pars intermedia. Paling tidak
terdapat 7 macam hormon dihasilkan oleh adenohipopisa yaitu FSH, LH, ACTH, TSH
(Thyrotropin), LTH dan MSH (Intermedin). Seluruhnya merupakan hormon protein dan
pada FSH, LH dan TSH mengandung karbohidrat.
dihambat oleh estrogen dari ovarium dan testosteron dari sel-sel interstitial testis.
LH bersama-sama dengan FSH merangsang pematangan folikel dan sekresi
estrogen, LH menyebabkan terjadinya ovulasi, penting untuk mempertahankan corpus
luteum dan sekresi progesteron. Pada hewan jantan, LH merangsang pertumbuhan dan
sintesis hormon androgen (testosteron)
hormon
protein
mengandung 198 asam amino. LTH merangsang pertumbuhan kelenjar susu pada mamalia
(termasuk tikus, kelinci dan marmut). Pada burung
merpati,
LTH merangsang
33
3.8. Gonad
Merupakan organ reproduksi primer, dimana pada jantan disebut testis dan pada
betina disebut ovarium. Umumnya hormon yang dihasilkan oleh gonad merupakan
hormon steroid yaitu androgen (testosteron), estrogen, progesteron dan relaksin.
diperlukan untuk
3.8.2. Estrogen
Dihasilkan
oleh
folikel).
Estrogen
diperlukan untuk
3.8.3. Progesteron
Merupakan hormon yang disekresikan oleh sel-sel lutein korpus luteum pada
ovarium. Progesteron diperlukan untuk mempertahankan kebuntingan dengan jalan
menghambat pergerakan uterus secara spontan dan meniadakan atau menurunkan respon
myometrium terhadap oxytocin, menghambat sekresi FSH dan LH sehingga mencegah
terjadinya estrus, ovulasi dan siklus birahi, bersama-sama dengan estrogen menyebabkan
pertumbuhan dan perkembangan sistem alveolar kelenjar mammae.
34
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
3.8.4. Relaxin
Relaxin selain dihasilkan oleh korpus luteum juga dihasilkan oleh placenta.
Fungsi
relaxin
memudahkan partus).
Disekresikan oleh
endometrial cups
(mangkuk
endometrium) dari uterus kuda yang terbentuk minggu ke 6 kebuntingan dan terdapat
terus sampai minggu ke tiga puluh. Aktifitas PMSG mirip dengan FSH dan LH (namun
cenderung lebih mirip dengan FSH), sering digunakan untuk merangsang perkembangan
folikel pada superovulasi untuk keperluan tranfer embrio. Kandungan asam sialat lebih
tinggi dan waktu paruh lebih lama dibandingkan dengan FSH, menyebabkan PMSG
lebih efektif daripada FSH.
3.9.2. Human Chorionic Gonadotropin (HCG).
Hormon ini diekskresikan melalui urine wanita hamil. Disintesa
oleh sel-sel
sinsitiotropoblas dari placenta. Pada manusia diketahui ada 8 hari setelah ovulasi (kirakira sehari setelah implantasi). HCG menyebabkan korpus luteum menjadi fungsional
untuk kebuntingan.
HCG merupakan hormon glikoprotein yang memiliki aktifitas seperti LH. Sering
digunakan mengobati peristiwa sistic ovari (pada sapi) dan dalam beberapa hal digunakan
pula untuk merangsang terjadinya ovulasi.
3.10. Prostaglandin
Bukan hormon namun memiliki fungsi yang penting dalam proses reproduksi.
Terdapat 5 macam prostaglandin yaitu PGA, PGB, PGC, PGE dan PGF. Hanya PGE dan
PGF yang mempunyai pengaruh pada alat kelamin. PGF2alpha bertanggung jawab pada
proses regresi korpus luteum (luteolysis) dalam siklus birahi (sapi, kambing, domba,
kuda). Meskipun prostaglandin pertamakali ditemukan dalam plasma semen
dan
35
diproduksi vesicula seminalis. Pada saat ini telah jelas bahwa zat tersebut diproduksi
disejumlah besar jaringan dan dilepaskan dalam darah. Kadar prostaglandin yang tinggi
dalam semen manusia tampaknya mutlak bagi kesuburan normal, karena pria dengan
kadar prostaglandin yang rendah dalam plasma semennya, menunjukkan penurunan
fertilitas meskipun mengandung jumlah spermatozoa normal.
Prostaglandin mempunyai berbagai pengaruh pada otot polos, susunan saraf dan
tekanan darah serta berperanan pada pengaturan sejumlah aktifitas biologis yang berbedabeda. Prostaglandin menurunkan tekanan
uterus waktu melahirkan. Zat tersebut juga dipergunakan untuk menimbulkan keguguran
pada awal kehamilan (efek penghancuran korpus luteum). Prostaglandin juga menghambat
motilitas otot usus dan dapat menyebabkan kekejangan yang hebat, muntah-muntah dan
diare. Pada sejumlah spesies, prostaglandin mempunyai pengaruh pembiusan yang
menenangkan.
3.11. Hormon Reproduksi pada Avertebrata
Pada
belum
selengkap pada
vertebrata (terutama mamalia). Informasi yang cukup banyak ditemukan pada spesiesspesies tertentu dari arthropoda, moluska. Tulisan ini akan banyak terfokus pada spesiesspesies tersebut.
3.11.1. Crustacea
Organ endokrin yang terdapat pada crustacea, sebagaimana halnya pada insekta,
dibagi dalam 3 katagori yaitu:
1. Sekumpulan sel-sel neuro-sekretoris yang menghasilkan
neuro
hormon dan
neurohemal
dan
Termasuk disini adalah organ Y, kelenjar androgen (androgenic gland) dan ovarium.
36
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
KETERANGAN TAMBAHAN
PENGATURAN HORMONAL PADA STEROIDOGENESIS TESTIS
Testis mensekresikan bermacam-macam steroid yang disintesis dari kolesterol.
Hasil sekresi sebagian besar berupa testosteron yang dihasilkan sel Leydig. Testosteron
diklasifikasikan sebagai androgen karena dapat merangsang timbulnya sifat-sifat kelamin
sekunder yang khas pada hewan jantan. Sintesis testosteron melalui jalur-jalur biosintesa yang
hasil akhirnya ditentukan oleh proses-proses enzimatik. Dalam jalur sintesis tersebut, kolesterol
diubah menjadi pregnenolone dengan menghilangkan rantai C12 kemudian melalui fase
progesteron
berubah
menjadi
beberapa
substansi
androgenic
semacam
dehydroepiandrosterone, androstenedione dan testosteron.
Dehydroepiandrosterone dan androstenedione disekresikan
jauh
lebih sedikit
dibanding testosteron. Testosteron disekresikan oleh sel Leydig yang dirangsang oleh LH.
Reseptor untuk LH yang ditemukan pada sel Leydig, dan pada sebagian besar mamalia,
peningkatan sekresi LH akan diikuti oleh peningkatan testosteron. Pada kenyataannya, sekresi
LH dan testosteron episodic dan perubahan level besar terjadi setiap 24 jam. Respon sel Leydig
terhadap peningkatan LH sangat cepat, pada manusia kadar tertinggi testosteron sudah tercapai
dalam 1-2 jam setelah penyuntikan LH atau HCG. Penting untuk diketahui bahwa LH juga
memiliki aktifitas tropic (nutrisi) pada sel Leydig, rangsangan LH akan menyebabkan
hipertropi. Penghilangan LH dengan hipofisektomi atau netralisasi aktifitasnya dengan
antiserum yang spesifik menyebabkan penghentian produksi testosteron dan penyusutan
ukuran sel-sel Leydig.
Aksi LH dimediasi melalui pembentukan 3-5 adenosin monophosphat (cAMP)
intraseluler yang seterusnya melalui mekanisme proteinkinase merangsang aktifitas sejumlah
reaksi seluler, salah satunya adalah sekresi testosteron. Enzim diperlukan dalam produksi
testosteron berhubungan dengan mitokondria dan smooth endoplasmic reticulum pada selsel Leydig. Akibatnya, stimulasi LH dalam jangka lama mengakibatkan pembesaran
sel secara serentak dengan meningkatnya mitokondria dan smooth endoplasmic reticulum.
Sampai saat ini sedikit sekali diketahui bagaimana cara testosteron meninggalkan sel
Leydig, akan tetapi jelas testosteron banyak ditemukan dalam konsentrasi besar dalam
vena spermatica, testicular lymph dan dalam cairan yang ada dalam tubuli seminiferi.
Walaupun LH secara prinsip merupakan faktor utama dalam pengaturan sekresi testosteron,
bukti-bukti
terakhir menunjukkan bahwa kemungkinan prolaktin juga mempengaruhi
fungsi sel-sel Leydig. Reseptor bagi prolaktin ditemukan pada
sel-sel Leydig dan
meningkatnya sekresi prolaktin pada manusia (adanya tumor pituitari) dihubungkan dengan
penurunan kadar testosteron yang berhubungan dengan penurunan libido
dan
ketidakmampuan ereksi secara normal. Reseptor untuk GnRH dan estradiol juga ditemukan
pada sel-sel Leydig tetapi peranan keduanya secara fisiologik masih tidak jelas.
pembuluh darah. Kelenjar sinus dinyatakan analog dengan neurohipofisa vertebrata dan
korpora kardiaka pada insekta. Kelenjar
sinus
untuk
dan
3.11.1.2. Organ Y.
Organ Y terletak pada segmen maksilaris atau antena, dalam beberapa hal mirip
dengan prothoracic yaitu kelenjar yang mengatur molting/ecdysis pada insekta. Fungsi
organ Y dipengaruhi oleh kompleks neurosekretoris tangkai mata (kompleks organ Xsinus gland). Organ Y merupakan penghasil Gonad Stimulating Hormone (GSH) yang
berpengaruh pada gonad.
Organ Y juga menghasilkan molting hormon (ecdyson) yang juga penting dalam
diferensiasi normal dari ovarium dan testis. Pada hewan muda apabila dilakukan ablasi
organ Y, maka proses mitosis pada ovarium dan testis akan terhambat, proses mitosis
oogonia pada ovarium terhenti, folikel tidak terbentuk dan vitelogenesis tidak terjadi.
Pada testis, mitosis spermatogonia terhenti dan testis tidak mengandung sel-sel kecambah
yang matang (depleted of mature germ cells).
Pada betina
kelenjar ini
rudimenter (tak berkembang). Kelenjar maskulinisasi ini diduga diatur oleh neurohormon
yang berasal dari kompleks organ X-kelenjar sinus.
Kelenjar androgen menghasilkan hormon yang mengatur spematogenesis dan sifatsifat kelamin sekunder jantan. Pengaruh dari kelenjar androgen bila dibandingkan dengan
ovarium jauh lebih kuat. Transplantasi
3.11.1.4. Ovarium
Ovarium
sedangkan
testis tidak
memiliki fungsi ini. Ovarium dan kelenjar androgen menghasilkan hormon yang
mempengaruhi diferensiasi sifat-sifat kelamin jantan dan betina. Testis kemungkinan tidak
memiliki fungsi endokrin.
Pada crustacea, diferensiasi sel-sel kecambah bersifat reversible. Pada keadaan
hormon dari kelenjar androgen tidak ada, gonad akan
diferensiasi menjadi testis maka keberadaan hormon dari kelenjar androgen harus ada.
Pada beberapa spesies dekapoda yang hermaprodit protandri, kelenjar androgen ada
selama fase jantan dan hilang selama fase betina.
tahap
persiapan
untuk molting
peristiwa
yang
terjadi adalah
gastrolith
Molting/ecdysis.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi selama tahap ini adalah pecah dan terkelupasnya
kutikula yang tua (usang), peningkatan/pembesaran ukuran tubuh karena adanya absorbsi
air segera setelah kutikula pecah. Air ini menyebabkan tersedianya ruangan (bahkan
setelah cuticle baru mengeras) bagi pertumbuhan badan. Terjadi resorbsi kutikula.
39
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Intermolt/Inter Ecdysis.
Merupakan tahap istirahat, dimana proses-proses fisiologis sehubungan dengan
proses molting tidak ada. Biasanya terjadi penimbunan bahan-bahan anorganik pada
hepatopancreas dan tempat lainnya untuk persiapan molting berikutnya. Bahan tersebut
antara lain Kalsium, Fosfat, glikogen, lipid.
Terdapat crustacea yang gagal dalam proses moltingnya. Akibatnya hewan
tersebut tidak mengalami pertumbuhan, kondisi demikian dikenal sebagai anecdysis.
3.11.2. Insekta
Bagian dorsomedial-anterior protocerebrum (otak) atau pars intercerebralis
merupakan kumpulan sel-sel neurosekretoris. Aktifitas sel-sel tersebut menghasilkan
ecdysiotropin yang dilepaskan melalui axon-axonnya menuju korpus kardiaka. Korpus
kardiaka merupakan organ neurohemal yang menimbun dan melepaskan ecdysiotropin ke
dalam darah. Kompleks protocerebrum-korpus
kardiaka
analog dengan
kompleks
insekta
jumlah
sepasang,
berpengaruh atas pertumbuhan dan diferensiasi yaitu korpus allata. Fungsi korpus
allata ini diatur oleh otak. Korpus allata menghasilkan hormon neotenin (Juvenile
Hormone). Neotenin dan ecdyson berinteraksi merangsang pemasakan larva pada setiap
stadium perkembangannya. Kedua hormon ini bekerja secara sinergis untuk menginduksi
perkembangan dan diferensiasi normal. Korpus allata tidak akan mengalami degenerasi
pada waktu
yang
pembentukan
dan perkembangan
spermatophore
kelamin. Pada hewan betina, korpus allata juga menghasilkan sex atractant (pheromone)
yang penting untuk menarik pejantan dan timbulnya kelakuan reproduksi.
Terdapat 3 tahap perkembangan ovarium yang dipengaruhi oleh JH yaitu:
1.
2.
3.
tersebut
merupakan jalan masuk kuning telur untuk dideposisikan pada oosit (telur).
Neurosekretoris dari korpus kardiaka hanya berperan pada akhir stadium
reproduksi yakni saat peneluran (oviposisi). Pada beberapa spesies insekta, kerja sama
antara JH dan neurosekresi dari korpus kardiaka mempengaruhi proses vitelogenesis
Pada insekta jantan misalnya pada Lampyris noctiluca testis merupakan sumber
hormon androgen yang merangsang differensiasi maskulinisasi gonad dan juga sifat-sifat
kelamin sekunder. Transplantasi bagian apikal testis pada larva betina akan menyebabkan
gonad berdiferensiasi menjadi testis dan tanda-tanda kelamin sekunder jantan nampak.
Sebaliknya transplantasi ovarium pada larva jantan ternyata tidak mempunyai pengaruh.
Pengaruh testis akan menurun bila diperlakukan pada betina setelah masa pupa dan tak
berpengaruh sama sekali setelah dewasa tercapai.
Daftar Bacaan
Dwidjoseputro dkk. (1984). Biologi I Untuk SMA. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia. Jakarta.
Effendie, Hasyim. (1981). Fisiologi Sistem Hormonal dan
Patofisiologinya. Penerbit Alumni, Bandung.
Reproduksi
dengan
Hafez, E.S.E. (1980). Reproduction in Farm Animals. Lea and Febiger. Philadelphia.
Hoar,W.S. (1984). General and Comparative Physiology. Third Edition. Prentice Hall of
India. New Delhi.
Partodihardjo, S. (1982). Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara. Bandung.
41
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009
Saunders
Company,
Wildan Yatim. (1987). Biologi Modern, Pengantar Biologi. Penerbit Tarsito, Bandung.
42
Materi E-learning Reproduksi dan Embriologi Hewan
Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY 2009