Disusun Oleh :
Kelompok 1
Vindy Julian T.K.
(141710101081)
Siti Syamsiah
(151710101003)
(151710101006)
Faizah Yuski Z.
(151710101009)
Sakinah
(151710101012)
Defi Maulida
(151710101015)
Lutfi Putri Y.
(151710101018)
Nanda Apreliya H.
(151710101021)
(151710101024)
Muhammad Yunus
(151710101027)
(151710101030)
Dinda Aulia R.
(151710101036)
Lufi Wirantika
(151710101039)
Alifianita P.
(151710101045)
Ilham Setiawan
(151710101048)
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Tanaman Karet..........................................................................................2
2.2 Lateks........................................................................................................3
2.3 Komposisi Lateks.....................................................................................5
2.4 Lateks Pekat..............................................................................................6
2.4 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Lateks Pekat..................................................7
2.5 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks.............................9
2.6 Proses Pengolahan Lateks Pekat.............................................................11
BAB 3. PEMBAHASAN......................................................................................13
3.1 Metode Sentrifugasi................................................................................13
3.2 Metode Pendadihan................................................................................15
3.3 Metode Elektrodekantasi........................................................................15
3.4 Metode Penguapan.................................................................................16
BAB 4. PENUTUP................................................................................................18
4.1 Kesimpulan.............................................................................................18
4.2 Saran.......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19
ii
iii
BAB 1. PENDAHULUAN
Bunganya bergerombol yang muncul dari ketiak daun (aksilar), individu bunga
bertangkai pendek dan bunga betina tumbuh diujung. Biji karet terdapat dalam
setiap ruang buah. Jumlah biji beragam, umumnya sekitar 3 hingga 6 dengan
ukuran yang besar dan kulit biji yang keras. Warnanya coklat kehitaman dengan
bercak-bercak berpola yang khas (Aidi dan Daslin, 1995).
Menurut Lukman (1984), pembuluh pada pohon karet terdiri dari 2 macam
yaitu pembuluh yang berasal dari satu sel dan pembuluh yang berasal dari
deretan-deretan sel. Pertama, pada pembuluh yang berasal dari satu sel kemudian
akan bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh. Kedua, pembuluh yang
berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding selnya akan kearah tegak lurus
yang masing-masing melebur dan membentuk suatu pembuluh. Pembuluh lateks
ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada tanaman karet yaitu
pada kulit lunak dan kulit keras.
2.2 Lateks
Lateks merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyebut getah yang
dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks terdapat pada bagian kulit, daun dan
integument biji karet. Lateks diperoleh dari tanaman Hevea brasiliensis, diolah
dan diperdagangkan sebagai bahan industri dalam bentukkaret sheet, crepe, lateks
pekat dan karet remah (Crumb rubber). Menurut Lukman(1984), lateks segar
merupakan cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman pada proses
penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet (preservative).
Menurut Triwijoso (1995), lateks segar atau getah kental akan membeku akibat
terkena udara bebas.
Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung
molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks (Kawahara, et al, 1999).
Pada tumbuhan, lateks diproduksi oleh sel-sel yang membentuk suatu
pembuluh tersendiri yaitu disebut pembuluh lateks. Sel-sel ini berada di sekitar
pembuluh tapis (floem) dan memiliki inti banyak dan memproduksi butiranbutiran kecil lateks di bagian sitosolnya. Apabila jaringan pembuluh sel pada
lateks terbuka, akan terjadi proses pelepasan butiran-butiran ini ke pembuluh dan
3
keluar sebagai getah kental. Lateks terdiri dari partikel karet dan bahan bukan
karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Lateks juga merupakan suatu
larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam
suatu media yang mengandung berbagai macam zat (Triwijoso, 1995).
Komponen-komponen dalam lateks dapat dipisahkan dengan cara ultrasentrifugasi
berkecepatan tinggi 18000 rpm selama 45 menit. Lateks akan terpisah menjadi
tiga bagian utama, yaitu fraksi karet, fraksi serum, dan fraksi lutoid yang
berfungsi untuk membekukan karet pada aliran sadap. Fraksi karet berada pada
lapisan paling atas. Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi
dengan kecepatan 18.000 rpm adalah sebagai berikut :
1. Fraksi karet (37%)
Karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.
2. Fraksi Frey Wyssling (1-3%)
Karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol, protein, dan turunannya.
3. Fraksi serum (48%)
Senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa organik, ion
anorganik dan logam.
4. Fraksi dasar (14%)
Fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini mempunyai
dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B) mengandung
protein, lipida dan logam.
Menurut De Boer (1952), dalam lateks terdiri dari 30-40% partikel
hidrokarbon yang terkandung di dalam serum yang juga mengandung protein,
karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bahan non organik. Komposisi
lateks dapat dilihat pada table 2.1.
Materi Penyusun
Materi padat
Protein dan fosfoprotein
Resin
Asam-asam lemak
Karbohidrat
Garam-garam anorganik
Komposisi (%)
3,0 3,8
1,0 2,0
2,0
1,0
1,0
0,5
disperse
serum.
36%
2. Air
59%
3. Protein
2%
0,5%
1,5
hidrokarbon
dimana
rumus
dapat
larut
dalam
larutan
organik
dimana
karet
dapat
Mudah teroksidasi
Kurang kuat
Kurang elastis
Perubahan bentuk yang permanen
untuk pemeriksaan adalah KKK, kadar NH3 dan bilangan VFA. Persyaratan lateks
pekat yaitu sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.
2. Interaksi yang terjadi antara molekul air dengan partikel karet yang
menghalangi terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut.
3. Energi bebas yang terjadi antara permukaan yang rendah karena
ketidakstabilan lateks terjadi yang menyebabkan karena rusaknya lapisan
pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks yang terjadi dengan
sengaja atau tidak sengaja. Terdapat beberapa faktor yang sengaja
dilakukan untuk membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan
penambahan bahan lain, yaitu bahan penggumpal seperti asam, sari buah,
tawas. Faktor yang terjadi karena ketidaksengajaan, karena terjadinya
penguapan air dalam lateks berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh
mikroba. Mutu latekas yang dihasilkan kurang baik karena rusaknya
sistem kestabilan lateks. Menurut ASTM D 1076 dan ISO, persyaratan
yang harus dipenuhi untuk menjaga kestabilan lateks yaitu terdapat pada
tabel 2.3.
Tabel 2.3 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat
ASTM D.1076
No
Parameter
ISO 2004
HA
LA
HA
LA
61.5
61.5
61.5
61.5
60.0
60.0
60.0
60.0
2.0
2.0
2.0
2.0
Min 1.6
Min 1.0
Min 1.0
Min 0.8
650
650
540
540
0.8
0.8
1.0
1.0
0.2
0.2
8. Pengaruh Mekanis
Natrium Sulfat
Natrium sulfat merupakan bahan yang tidak tahan lama disimpan. Sifat
dari natrium sulfat apabila ingin digunakan, harus dibuat terlebih dahulu.
Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara mengisi natrium
sulfat, apabila teroksidasi maka sifat antikoagulannya menjadi lenyap.
5. Air Pengolahan
Air berperan sangat penting dalam proses pengolahan karet dan
membutuhkan jumlah yang sangat besar. Manfaat air dalam pengolahana
lateks adalah :
1) Air harus jernih dan tidak berwarna, tidak boleh mengandung garamgaram, terutama garam dapur, karena menyebabkan prakoagulasi dan
mnimbulkan bintik-bintik oksidasi.
2) Pada pengolahan pabrik, persyaratan tidak terlalu ketat, tetapi air tidak
boleh mengandung kotoran seperti tanah ataupun p
BAB 3. PEMBAHASAN
12
pemutaran yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal. Prinsip pemekatan lateks
dengan cara sentrifugasi yaitu berdasarkan perbedaan berat jenis antara partikel
karet dan serum. Gaya sentrifugal jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat
dan gerak brown. Sehingga dapat terjadi terpisah antara partikel karet dan serum
karena adanya gaya sentrifugal yang lebih besar dibanding percepatan gravitasi
bumi. Serum yang mempunyai berat jenis lebih besar dari partikel karet
cenderung naik ke permukaan sedangakan serum yang memiliki berat jenis lebh
kecil cenderung berada dibawahnya. Lateks pekat hasil dari kumpulan karet yang
berada pada sentrifugasi dengan mengandung karet kering sebesar 60%,
sedangkan lateks skim dihasilkan dari kumpulan serum yang keluar dari alat
sentrifugasi karena bagian serum yang memiliki rapat jenis besar akan terlempar.
Pada lateks skimnya mengandung karet kering antara 3-8% dengan rapat jenis
sekitar 1,02 g/cm3 (Handoko, 2002).
Pada umumnya, pengolahan lateks pekat di Indonesia menggunakan cara
pemusingan (sentrifuse) karena kapasitasnya tinggi dan pemeliharaannya lebih
mudah. Lateks kebun dengan kadar karet kering (KKK) 28-35 % dipusingkan
pada kecepatan 5000-7000 rpm, sehingga pada bagian atas alat akan diperoleh
lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) 60 % dan berat jenis 0,94,
sedangkan di bagian bawah akan dihasilkan skim yang masih mengandung 4-8 %
karet dengan berat jenis 1,02 (Goutara, et al., 1985).
Berikut urutan pengolahan lateks dengan cara sentrifugasi (pemusingan):
a. Penerimaan Lateks Kebun
Pada proses pengolahan lateks, peralatan harus dijaga kebersihannya.
Pada mangkuk sadap yang telah terisi lateks, dikumpulkan dalam bak
penerimaan dengan dilakukan penyaringan terlebih dahulu untuk memisahkan
kotoran serta bagian lateks yang telah mengalami prokoagulasi , mencegah
aliran lateks yang terlalu deras dan terbawa lump atau kotoran lain. Setelah
proses penerimaan selesai, lateks dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk
dilakukan pengenceran dengan air yang bertujuan untuk menyeragamkan
Kadar Karet Kering (KKK). Kemudian diambil contoh untuk menentukan
13
kadar karet dengan cara menambahkan amoniak kedalam lateks sebanyak 2-3
gram per liter lateks kemudian dilakukan pengadukan.
b. Sentrifugasi (Pemusingan)
Pada alat sentrifugasi, lateks akan mengalami perputaran dengan
kecepatan putar 6000-7000 rpm. Pada pemutaran sentrifugasi, ada dua gaya
yang terlibat dalam pemutaran, yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal.
Gaya sentrifugal jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat dan gerak
brown. Sehingga dapat terjadi terpisah antara partikel karet dan serum karena
adanya gaya sentrifugal yang lebih besar dibanding percepatan gravitasi
bumi. Bagian serum yang mempunyai rapat jenis besar akan terlempar ke
bagian luar (lateks skim) dan partikel karet akan terkumpul pada bagian pusat
alat sentrifugasi. Lateks pekat ini mengandung karet kering 60%, sedangkan
lateks skimnya masih mengandung karet kering antara 3-8% dengan rapat
jenis sekitar 1,02 g/cm3.
c. Penyimpanan Lateks Pekat
Hasil yang diperoleh dari proses sentrifugasi atau pemutaran, terlebih
dahulu disimpan atau diperam selama 2 minggu atau lebih. Selama proses
pemeraman, tidak hanya disimpan begitu saja, perlu adanya pengadukan yang
dilakukan setiap hari untuk menjaga hasil dari lateks yang sudah disentifugasi
tidak mengalami pengendapan.
d. Pengemasan
Lateks dikemas dalam drum besi atau plastik dengan volume 200 liter.
Terdapat perbedaan cara penggunaan jika menggunakan drum besi, yaitu
pada drum besi perlu diberi bahan pelapis terlebih dahulu dibagian dalam
agar tetap menjaga mutu dari lateks tersebut.
14
salah satu sisi yang berguna sebagai alat untuk memisahkan lateks dengan
serumnya supaya tidak tercampur.
3.4 Metode Penguapan
Maksud dari penguapan ini adalah untuk mengurangi kadar air dari lateks
kebun dengan cara pemanasan. Lateks pekat yang diperoleh ini kadar karet
keringnya antara 70-75% dan masih mengandung bahan bukan karet. Prinsipnya
yaitu mengurangi kadar air pada bahan
Menurut Praptiningsih (1999), evaporasi adalah proses pengentalan
larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan
hasil pertanian proses evaporasi
larutan
dengan
dapat didefinisikan
sebagai
proses
pengentalan
larutan
sehingga
dapat
menghemat
biaya
16
BAB 4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi pada makalan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat beberapa metode lateks pekat yang dapat dilakukan dengan
empat cara, yaitu pemusingan (sentrifugasi), pendadihan, elektrodekantasi,
dan penguapan(evaporasi).
2. Kadar karet kering (KKK) yang terdapat pada lateks pekat yaitu sebesar
60-64%.
3. Metode sentrifugasi merupakan proses pembutan lateks yang baik jika
ditinjau dari kemurnian lateks yang dihasilkan.
4. Metode pendadihan merupakan metode yang baik untuk pembuatan lateks
yang baik pada industri.
4.2 Saran
Seharusnya mahasiswa mengetahui dengan betul proses pembuatan lateks
pekat, sehingga mahasiswa paham apa saja proses yang dilakukan. Agar
mahasiswa mengetahui dengan jelas dan benar, perlu adanya kunjungan lapang ke
pabrik pembuatan lateks pekat.
17
DAFTAR PUSTAKA
Aidi dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet.
Palembang: Balai Penelitian Sembawa.
Andoko, A dan Setawan. 1997. Petujuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan: Pusat
Penelitian Karet.
Bhatnagar, M.S. 2004. A Text Book of Polymers. New Delhi : S.Chand and
Company.
Bunsomsit, K., Magaraphan, R., ORear, E.A. and Grady, B.P. 2003.
Polypyrolecoated Nature Rubber Latex by Admicellar Polymeration. Jurnal
Colloid and Polymer Science. 280
Chen, S. F. 1979. Composition of Havea Latex Concentrated. Training Manual On
Latex Rubber Analysis. Malaya.
Dalimunte, V. H. (2008). Penentuan Kandungan Padatan Total (% TSC) Lateks
Pekat dan Pengaruhnya terhadap Kekuatan Tarik Benang, Medan : Laporan
Penelitian Universitas Sumatera Utara.
Davey, W.S. dan Sekkar, K.C. (1982). The mechanism of the creaming of latex,
Proceeding of the Second Rubber Technology, Kuala Lumpur, 285-295.
De boer. (1952). Pengetahuan Praktis tentang karet. Bogor : Balai Penelitian Karet
Indonesia.
Ditjenbun, (2012), Peresmian Peremajaan Pertama Kebun Plasma Kelapa
SawitDi Sei Tapung, Propinsi Riau, Tanggal 3 Pebruari 2012, Drektorat.
Erni, N. 2013. Usulan Strategi Pengembangan Industri Karet Alam Indonesia.
Jurnal Inovisi Vol. 9, No. 2, Oktober 2013.
Goutara, B. Djatmiko, dan W. Tjiptadi.1985. Dasar Pengolahan Karet.
Agroindustri. Bogor : Press, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertania, Institut Pertanian Bogor.
Handayani, M. (2008), Pemanfaatan Karet Siklo Dalam Rol Karet Gilingan Padi
(Rice Huller Rubber).Fakultas Teknologi Pertanian .ITB : Bogor.
18
19
Zuhra, Cut Fatima. 2006. Karet. Karya Tulis Ilmiah. Medan : Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara.
20