Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

MATA KULIAH KOMODITI PENGOLAHAN PERKEBUNAN HULU


PENGOLAHAN LATEKS PEKAT

Disusun Oleh :
Kelompok 1
Vindy Julian T.K.

(141710101081)

Siti Syamsiah

(151710101003)

Novia Rosita Ain

(151710101006)

Faizah Yuski Z.

(151710101009)

Sakinah

(151710101012)

Defi Maulida

(151710101015)

Lutfi Putri Y.

(151710101018)

Nanda Apreliya H.

(151710101021)

Yandra Rizky S.R

(151710101024)

Muhammad Yunus

(151710101027)

Qriyasa Etik Juwita

(151710101030)

Dinda Aulia R.

(151710101036)

Lufi Wirantika

(151710101039)

Alifianita P.

(151710101045)

Ilham Setiawan

(151710101048)

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan.......................................................................................................1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Tanaman Karet..........................................................................................2
2.2 Lateks........................................................................................................3
2.3 Komposisi Lateks.....................................................................................5
2.4 Lateks Pekat..............................................................................................6
2.4 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Lateks Pekat..................................................7
2.5 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks.............................9
2.6 Proses Pengolahan Lateks Pekat.............................................................11
BAB 3. PEMBAHASAN......................................................................................13
3.1 Metode Sentrifugasi................................................................................13
3.2 Metode Pendadihan................................................................................15
3.3 Metode Elektrodekantasi........................................................................15
3.4 Metode Penguapan.................................................................................16
BAB 4. PENUTUP................................................................................................18
4.1 Kesimpulan.............................................................................................18
4.2 Saran.......................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................19

ii

iii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tanaman karet adalah salah satu komoditi perkebunan yang ada di
Indonesia. Diantara banyaknya tanaman tropis hanya tanaman karet (havea
bracileansis) yang telah dikembangkan dan mencapai tingkat perekonomian yang
penting. Oleh karena itu, upaya peningkatan produktifitas usaha tanaman karet
terus dilakukan terutama dalam bidang teknologi budidayanya. Produk hasil
olahan karet pada umunya merupakan produk non pangan. Sedangkan pada
perkembangannya, getah karet tidak hanya digunakan dalam industri ban saja
tetapi semakin merambah, misalnya sarung tangan dan barang-barang kebutuhan
lainnya yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari- hari. Saat ini karet alam
diproduksi dalam berbagai jenis, seperti lateks pekat, karet sit asap, crumb rubber,
karet siap atau tyre rubber, dan karet reklim (reclimed rubber). Biasanya lateks
pekat banyak digunakan untuk pembuatan bahan karet yang tipis seperti sarung
tangan, benang karet, alat- alat medis dan lain- lain yang bermutu tinggi.
Menurut Kawahara, et al., (1999), pohon karet pada setiap bagiannya jika
dilukai akan mengeluarkan getah berwarna seperti susu yang disebut dengan
lateks. Lateks yang masih segar pada umumnya memiliki sifat yang tidak stabil
atau cepat mengalami penggumpalan bahkan akan membeku jika terkena udara
bebas. Ketidakstabilan pada lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung
molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks. Ketidakstabilan pada lateks
membuat mutu lateks yang dihasilkan menjadi tidak maksimal. Hal tersebut
menyebabkan perlu adanya bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan lateks
sehingga akan menghasilkan lateks yang cukup maksimal.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu untuk mengetahui
pengolahan lateks pekat.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet


Tanaman karet merupakan tanaman daerah tropis yang ditanami karet yang
terletak pada 150 LU-100 LS, dengan suhu harian yang diinginkan rata-rata 250 C300 C (Nazaruddin dan Paimin, 1992). Pada tahun 2012 luas area perkebunan karet
di Indonesia mencapai 3,462 juta hektar dengan komposisi perkebunan rakyat
sebanyak 2,937 juta hektar, perkebunan besar milik Negara sebanyak 0,242 juta
hektar, dan perkebunan besar swasta sebanyak 0,283 juta hektar (Ditjenbun 2012).
Klasifikasi tanaman karet ialah sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Class
: Dicotyledoneae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
: Heave brassiliensis Muell
(Sumber : Steenis, 1975).
Negara Indonesia merupakan negara produsen karet alam nomor dua
didunia dengan luas tanaman karet kira kira 2,9 juta Ha dan produksi
pertahunnya sekitar 1,1 juta ton. Produksi karet yang telah dipasarkan tersebut
dalam bentuk olahan lateks pekat (concentrated lateks), Sheet atau Ribbed
Smoked Sheet(RSS), karet remah atau standard Indonesian Rubber (SIR), karet
remah atau Standard Indonesian Rubber (SIR). Lateks merupakan suatu system
koloid, dimana partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipida yang terdispersi
dalam serum. Lateks terdiri dari 25-45% hidrokarbon karet, dan selebihnya
merupakan bahan bukan karet (Chen,S.F.1979).
Akar pohon karet termasuk ke dalam akar tunggang yang dapat menghujam
tanah hingga kedalaman sekitar 1 2 meter. Akar lateralnya dapat menyebar
sejauh 10 m (Andoko dan Setiawan, 1997). Tangkai daun utamanya yaitu 3 20
cm. Daunnya berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing atau lancip,
tepinya rata. Pada setiap tangkainya tumbuh sebanyak 3 helai daun (Anwar,2001).
Menurut Sadjad (1993), daunnya tersusun melingkar (spiral) dan berambut.

Bunganya bergerombol yang muncul dari ketiak daun (aksilar), individu bunga
bertangkai pendek dan bunga betina tumbuh diujung. Biji karet terdapat dalam
setiap ruang buah. Jumlah biji beragam, umumnya sekitar 3 hingga 6 dengan
ukuran yang besar dan kulit biji yang keras. Warnanya coklat kehitaman dengan
bercak-bercak berpola yang khas (Aidi dan Daslin, 1995).
Menurut Lukman (1984), pembuluh pada pohon karet terdiri dari 2 macam
yaitu pembuluh yang berasal dari satu sel dan pembuluh yang berasal dari
deretan-deretan sel. Pertama, pada pembuluh yang berasal dari satu sel kemudian
akan bercabang-cabang membentuk suatu pembuluh. Kedua, pembuluh yang
berasal dari deretan sel-sel dimana dinding-dinding selnya akan kearah tegak lurus
yang masing-masing melebur dan membentuk suatu pembuluh. Pembuluh lateks
ini disebut pembuluh kompoun dan inilah yang terdapat pada tanaman karet yaitu
pada kulit lunak dan kulit keras.
2.2 Lateks
Lateks merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyebut getah yang
dikeluarkan oleh pohon karet. Lateks terdapat pada bagian kulit, daun dan
integument biji karet. Lateks diperoleh dari tanaman Hevea brasiliensis, diolah
dan diperdagangkan sebagai bahan industri dalam bentukkaret sheet, crepe, lateks
pekat dan karet remah (Crumb rubber). Menurut Lukman(1984), lateks segar
merupakan cairan putih dari pohon karet yang diambil dari tanaman pada proses
penyadapan. Lateks berguna bagi tanaman sebagai bahan pengawet (preservative).
Menurut Triwijoso (1995), lateks segar atau getah kental akan membeku akibat
terkena udara bebas.
Lateks kebun segar umumnya bersifat tidak stabil atau cepat mengalami
penggumpalan. Ketidakstabilan lateks disebabkan rusaknya lapisan pelindung
molekul karet yang terdispersi dalam serum lateks (Kawahara, et al, 1999).
Pada tumbuhan, lateks diproduksi oleh sel-sel yang membentuk suatu
pembuluh tersendiri yaitu disebut pembuluh lateks. Sel-sel ini berada di sekitar
pembuluh tapis (floem) dan memiliki inti banyak dan memproduksi butiranbutiran kecil lateks di bagian sitosolnya. Apabila jaringan pembuluh sel pada
lateks terbuka, akan terjadi proses pelepasan butiran-butiran ini ke pembuluh dan
3

keluar sebagai getah kental. Lateks terdiri dari partikel karet dan bahan bukan
karet (non-rubber) yang terdispersi di dalam air. Lateks juga merupakan suatu
larutan koloid dengan partikel karet dan bukan karet yang tersuspensi di dalam
suatu media yang mengandung berbagai macam zat (Triwijoso, 1995).
Komponen-komponen dalam lateks dapat dipisahkan dengan cara ultrasentrifugasi
berkecepatan tinggi 18000 rpm selama 45 menit. Lateks akan terpisah menjadi
tiga bagian utama, yaitu fraksi karet, fraksi serum, dan fraksi lutoid yang
berfungsi untuk membekukan karet pada aliran sadap. Fraksi karet berada pada
lapisan paling atas. Komposisi lateks Hevea Bransiliensis bila disentrifugasi
dengan kecepatan 18.000 rpm adalah sebagai berikut :
1. Fraksi karet (37%)
Karet (isoprena), protein, lipida dan ion logam.
2. Fraksi Frey Wyssling (1-3%)
Karotinoid, lipida air, karbohidrat dan inositol, protein, dan turunannya.
3. Fraksi serum (48%)
Senyawa nitrogen, asam nukleat dan nukleotida, senyawa organik, ion
anorganik dan logam.
4. Fraksi dasar (14%)
Fraksi ini mengandung partikel disebut lutoid. Lutoid ini mempunyai
dinding semi permiabel. Cairan dalam lutoid ini (serum B) mengandung
protein, lipida dan logam.
Menurut De Boer (1952), dalam lateks terdiri dari 30-40% partikel
hidrokarbon yang terkandung di dalam serum yang juga mengandung protein,
karbohidrat dan komposisi-komposisi organik serta bahan non organik. Komposisi
lateks dapat dilihat pada table 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi lateks

Materi Penyusun
Materi padat
Protein dan fosfoprotein
Resin
Asam-asam lemak
Karbohidrat
Garam-garam anorganik

Komposisi (%)
3,0 3,8
1,0 2,0
2,0
1,0
1,0
0,5

Sumber : Bhatnagar, 2004

2.3 Komposisi Lateks


Lateks berasal dari pohon karet (Hevea brasiliensis) adalah
suatu

disperse

partikel partikel dan bukan karet dalam cairan yang disebut


dengan

serum.

Komposisi kimia lateks terdiri dari :


1. Kadar karet

36%

2. Air

59%

3. Protein

2%

4. Zat yang bersifat dammar 1%


5. Debu
6. Zat bersifat gula

0,5%
1,5

Kandungan padatan dalam lateks normal dari satu pohon


siap panen antara 30-38%. Fraksi padatan ini sebagian besar
adalah

hidrokarbon

dimana

rumus

kimianya (C5H8)n. Kandungan selain padatan dalam karet adalah


protein, gula, enzim, ragi dan sedikit kandungan garam-garam
mineral. Berat molekul karet tergantung dari jumlah, di mana n
rata-rata berjumlah antara 200-400. Semakin tinggi jumlah n
maka viskositas karet semakin tinggi dan rantai molekul semakin
panjang. Molekul-molekulkaret berbentuk lingkaran seperti spiral
dengan ikatan C=C di dalam rantai berputar pada sumbunya
5

sehingga memberikan sifat karet yang fleksibel yaitu dapat


ditekan, ditarik dan lentur. Karet tidak dapat larut dalam air
tetapi

dapat

larut

dalam

larutan

organik

dimana

karet

merupakan senyawa organik (Pristiyanti, 2006).


Sifat karet yang fleksibel dan lentur tersebut maka
menyebabkan

dapat

dibentuk dan digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti


sol sepatu atau bahan kendaraan. Menurut Pristiyanti (2006),
karet alam dari pohon karet lateks jika ditambahkan dengan
bahan penggumpal (asam formiat/cuka) kemudian dikeringkan
dan dicuci dengan air dan dikeringkan dalam bentuk lembaran
disebut dengan karet mentah yang memiliki sifat-sifat:
1.
2.
3.
4.

Mudah teroksidasi
Kurang kuat
Kurang elastis
Perubahan bentuk yang permanen

2.4 Lateks Pekat


Lateks pekat (concentrated latex) merupakan bahan baku pembuatan benang
karet. Lateks pekat adalah jenis karet yang berbentuk cairan pekat, tidak
berbentuk lembaran atau padatan lainnya. Lateks pekat yang dijual di pasaran ada
yang dibuat melalui proses pemusingan. Biasanya lateks pekat banyak digunakan
untuk pembuatan bahan-bahan karet yang tipis dan bermutu tinggi misalnya
seperti kondom, sarung tangan medis, lem karet, selang transparan, karet busa dan
barang jadi lateks lainnya. Dalam mempoduksi lateks pekat dapat ditempuh
beberapa cara, yakni secara pemusingan (sentrifugasi), pendadihan (creaming),
penguapan dan elektrodekantasi (Nobel, 1983). Lateks pekat merupakan salah
satu jenis ekspor karet alam Indonesia yang tergolong dalam harga paling tinggi
dibanding jenis karet ekspor lainnya seperti RSS (Ribbed Smoked Sheet ) dan TSR
(Technically Specifid Rubber ). Lateks pekat dibuat dari olahan lateks kebun
dengan proses pemekatan hingga kadar karet kering (KKK) menjadi lebih besar
dari 60%. Sebelum lateks kebun diolah menjadi lateks pekat, terlebih dahulu
dilakukan pemeriksaan mutunya di laboratorium. Parameter mutu yang penting
6

untuk pemeriksaan adalah KKK, kadar NH3 dan bilangan VFA. Persyaratan lateks
pekat yaitu sebagai berikut :
a.
b.
c.
d.
e.

Dapat disaring dengan saringan 40 mesh


Tidak terdapat kotoran atau benda-benda lain seperti daun atau kayu
Tidak bercampur dengan bubur lateks, air atau serum lateks
Berwarna putih dan berbau karet segar
Mempunyai kadar karet kering berkisar antara 60-62%

Pemekatan lateks secara pendadihan memerlukan bahan pendadih seperti


alginat, methyl cellulose, dan carboxymethylcellulose yang berfungsi menjebak
partikel karet membentuk jaringan aglomerasi, memperbesar diameter partikel
karet dan menurunkan berat jenis partikel, menyebabkan terjadi pemisahan fase
air dan fase hidrokarbon lateks (Davey, 1982). Lateks pekat pada umumnya
bersifat tidak stabil atau cepat mengalami penggumpalan. Lateks dikatakan stabil
apabila sistem koloidnya stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau penggumpalan
selama penyimpanan. Menurut Abi (2008), kestabilan lateks yaitu tidak terjadinya
penggumpalan pada kondisi yang diinginkan.
2.4 Sifat Fisik dan Sifat Kimia Lateks Pekat
Sifat dari lateks pekat cepat menggumpal dan tidak stabil. Dikatakan stabil
jika sistem koloid stabil yaitu tidak terjadi flokulasi atau menggumpal selama
peyimpanan lateks. Kondisi stabil merupakan kondisi yang diinginkan agar tidak
terjadi penggumpalan.
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi kestabilan lateks pada saat
pengolahan :
1. Kecenderungan setiap partikel yang terdapat pada karet berintraksi dengan
fase air (serum)
2. Interaksi yang terjadi antara partikel-partikel
Selain adanya kedua faktor tersebut, terdapat beberapa faktor lain yang
dapat menyebabkan lateks menjadi sistem koloid partikel-partikel karet tetap
stabil (Ompusunggu, 1989), yaitu :
1. Muatan listrik yang terjadi pada permukaan partikel karet yang
menyebabkan gaya tolak menolak antara dua atau lebih partikel karet
tersebut.

2. Interaksi yang terjadi antara molekul air dengan partikel karet yang
menghalangi terjadi penggabungan partikel-partikel karet tersebut.
3. Energi bebas yang terjadi antara permukaan yang rendah karena
ketidakstabilan lateks terjadi yang menyebabkan karena rusaknya lapisan
pelindung karet yang terdispersi dalam serum lateks yang terjadi dengan
sengaja atau tidak sengaja. Terdapat beberapa faktor yang sengaja
dilakukan untuk membuat lateks menjadi tidak stabil adalah dengan
penambahan bahan lain, yaitu bahan penggumpal seperti asam, sari buah,
tawas. Faktor yang terjadi karena ketidaksengajaan, karena terjadinya
penguapan air dalam lateks berlebihan dan terkontaminasinya lateks oleh
mikroba. Mutu latekas yang dihasilkan kurang baik karena rusaknya
sistem kestabilan lateks. Menurut ASTM D 1076 dan ISO, persyaratan
yang harus dipenuhi untuk menjaga kestabilan lateks yaitu terdapat pada
tabel 2.3.
Tabel 2.3 Spesifikasi Mutu Lateks Pekat
ASTM D.1076
No

Parameter

ISO 2004

HA

LA

HA

LA

61.5

61.5

61.5

61.5

60.0

60.0

60.0

60.0

2.0

2.0

2.0

2.0

Min 1.6

Min 1.0

Min 1.0

Min 0.8

650

650

540

540

0.8

0.8

1.0

1.0

0.2

0.2

8. Tembaga max, ppm

9. Mangan max, ppm

1. Kandungan padatan total (TSC)


min %
2. Kandungan karet kering (DRC)
min %
3. Kandungan non karet max
4. Kadar amoniak
5. Waktu kemantapan mekanis
(MST) min detik
6. Bilangan KOH max %
7. Asam lemak eteris (ALE =
VFA) max

2.5 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Lateks


Lateks sebagai bahan baku barang jadi karet, harus memiliki kualitas yang
baik. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, diantaranya
adalah:
1. Faktor kebun
Jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain.
2. Iklim
Musim dingin mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau
keadaan lateks tidak stabil.
3. Alat-alat yang digunakan dalam penggumpalan dan pengangkutan
Alat yang baik terbuat dari aluminium dan baja tahan karat. Peralatan yang
digunakan harus dijaga kebersihannya agar kualitas lateks tetap terjaga.
4. Pengangkutan
Goncangan, keadaan tangki, jarak dan jangka waktu.
5. Kualitas air dalam pengolahan
6. Pengaruh pH.
Perubahan pH dapat terjadi dengan penambahan asam, basa atau
karena penambahan elektrolit. Dengan penurunan pH maka akan
mengganggu kestabilan atau kemantapan lateks akibatnya lateks akan
menggumpal.
7. Pengaruh Jasad Renik
Setelah lateks keluar dari pohon, lateks itu akan segera tercemar oleh
jasad renik yang berasal dari udara luar atau dari peralatan yang
digunakan. Jasad renik tersebut mula mula akan menyerang karbohidrat
terutama gula yang terdapat dalam serum dan menghasilkan asam lemak
yang mudah menguap (asam eteris). Terbentuknya asam lemak eteris ini
secara perlahan lahan akan menurunkan pH lateks akibatnya lateks akan
menggumpal. Sehingga makin tinggi jumlah asam asam lemak eteris,
semakin buruk kualitas lateks.

8. Pengaruh Mekanis

Jika lateks sering tergoncang akan dapat mengganggu gerakan


Brown dalam sistem koloid lateks, sehingga partikel mungkin akan
bertubrukan satu sama lain. Tubrukan tubrukan tersebut dapat
menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung, dan akan mengakibatkan
penggumpalan. (Handayani, 2008)
9. Bahan-bahan kimia yang digunakan dan komposisi lateks
Selain faktor diatas lateks yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Disaring dengan saringan berukuran 40 mesh


Tidak terdapat kotoran atau benda lain seperti daun atau kayu
Tidak bercampur dengan bubur lateks, air ataupun serum lateks
Warna putih dan berbau lateks segar
Lateks kebun bermutu 1 mempunyai kadar karet kering 28% dan lateks
kebun bermutu 2 mempunyai kadar karet kering 20%
Bila kadar air tinggi yang disebabkan oleh pengeringan yang kurang

sempurna atau penyimpanan dalam ruangan yang lembab, maka pertumbuhan


bakteri dan jamur akan terjadi dan lazim disertai dengan timbulnya bintik-bintik
warna dipermukaan lembaran. Bintik-bintik ini akan merusak kualitas dan
menyebabkan produk tersebut tidak disukai dalam perdagangan (Setyamidjaja,
1993).
Terjadi ketidakstabilan lateks membuat mutu lateks yang dihasilkan tidak
maksimal, sehingga perlu dicari bahan pengemulsi, untuk menjaga kestabilan
lateks (Bunsomsit, et al,2003). Bahan pengemulsi yang biasa digunakan pada
pabrik lateks pekat yaitu amonium laurat (AL) yang diimpor dari mancanegara.
Amonium laurat ini dapat meningkatkan waktu kemantapan mekanis lateks pekat
sesuai dengan Standart American Society for Testing and Material (ASTM
D.1076) yaitu minimum 650 detik dan International Organization for
Standarization (ISO 2004) minimum 540 detik (Dalimunte R, 2008). Waktu
kemantapan mekanis ini disebut dengan Mechanical Stability Time (MST) yaitu
salah satu parameter penting dalam spesifikasi mutu ekspor lateks pekat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu lateks pekat pusingan adalah
pengawetan lateks kebun, KKK lateks kebun, pengendapan lateks kebun,
10

penambahan sabun ammonium laurat sebelum ataupun sesudah pemusingan, alat


dan cara pemusingan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara pengambilan sampel
lateks pekat. Lateks pekat bermutu tinggi diperoleh dengan melakukan
pengontrolan dan perlakuan yang baik sejak dari lateks kebun sampai pada
pengambilan sampel lateks pekat (Solichin, 1991).
2.6 Proses Pengolahan Lateks Pekat
Karet alam diperoleh dengan cara penyadapan pohon Hevea Braziliensis.
Karet alam memiliki berbagai keunggulan dibanding karet sintetik, terutama
dalam hal elastisitas, daya redam getaran, sifat lekuk lentur (flex-cracking) dan
umur kelelahan (fatigue). Berdasarkan keunggulan tersebut, maka saat ini karet
alam sangat dibutuhkan terutama oleh industri ban. Dewasa ini, karet alam
diproduksi dalam berbagai jenis, yakni lateks pekat, karet sit asap, crumb rubber,
karet siap atau tyre rubber, dan karet reklim (Reclimed Rubber). Lateks pekat
diolah langsung dari lateks kebun melalui proses pemekatan yang umumnya
secara sentrifugasi sehingga kadar airnya turun dari sekitar 70% menjadi 40-45%.
Lateks pekat banyak dikonsumsi untuk bahan baku sarung tangan, kondom,
benang karet, balon, kateter, dan barang jadi lateks lainnya. Mutu lateks pekat
dibedakan berdasarkan analisis kimia antara lain kadar karet kering, kadar NaOH,
Nitrogen, MST dan analisis kimia lainnya. Adapun bahan yang ditambahkan
untuk menghambat laju koagulan disebut juga bahan pengemulsi. Penggunaan
bhan pengemulsi bertujuan untuk menjaga kestabilan lateks dan mengendapkan
ion-ion yang dikandung dalam lateks. Apabila ion-ion tersebut tidak diendapkan
maka akan ikut mempercepat laju koagulasi yang mengakibatkan terjadinya
penggumpalan. Beberapa contoh bahan pengemulsi banyak digunakan dalam
perusahaan atau pengolahan karet adalah :
1. Natrium karbonat
Natrium karbonat merupakan bahan pengemulsi yang lebih murah
dibandingkan zat antikoagulan lain. Karena natrium karbonat banyak
digunakan pada pabrikpabrik yang sederhana.
2. Amonia
11

Amonia merupakan salah satu pengemulsi yang paling banyak


digunakan karena desinfektan sehingga dapat membunuh bakteri, bersifat
basa sehingga dapat mempertahankan atau menaikkan pH lateks pekat, dan
mengurangi konsentrasi logam.
3. Formaldehid
Pemakaian formaldehid sebagai pengemulsi kurang baik apabila
digunakan pada musim hujan. Selain itu, apabila disimpan zat ini akan
menjadi asam semut atau asam format yang dapat menyebabkan pembekuan
apabila di campur pada lateks. Formaldehid jika digunakan harus diperiksa
terlebih dahulu apakah larutan ini dalam keadaan asam atau basa, karena
apabila bereaksi asam maka harus dinetralkan dengan zat yang bersifat basa.
4.

Natrium Sulfat
Natrium sulfat merupakan bahan yang tidak tahan lama disimpan. Sifat
dari natrium sulfat apabila ingin digunakan, harus dibuat terlebih dahulu.
Dalam jangka waktu sehari akan teroksidasi oleh udara mengisi natrium
sulfat, apabila teroksidasi maka sifat antikoagulannya menjadi lenyap.

5. Air Pengolahan
Air berperan sangat penting dalam proses pengolahan karet dan
membutuhkan jumlah yang sangat besar. Manfaat air dalam pengolahana
lateks adalah :
1) Air harus jernih dan tidak berwarna, tidak boleh mengandung garamgaram, terutama garam dapur, karena menyebabkan prakoagulasi dan
mnimbulkan bintik-bintik oksidasi.
2) Pada pengolahan pabrik, persyaratan tidak terlalu ketat, tetapi air tidak
boleh mengandung kotoran seperti tanah ataupun p
BAB 3. PEMBAHASAN

3.1 Metode Sentrifugasi


Mertode sentrifuggasi dilakukan dengan sentrifuge berkecepatan 6000-7000
rpm. Lateks yang dimasukkan pada alat sentrifugasi (separator) akan mengalami

12

pemutaran yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal. Prinsip pemekatan lateks
dengan cara sentrifugasi yaitu berdasarkan perbedaan berat jenis antara partikel
karet dan serum. Gaya sentrifugal jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat
dan gerak brown. Sehingga dapat terjadi terpisah antara partikel karet dan serum
karena adanya gaya sentrifugal yang lebih besar dibanding percepatan gravitasi
bumi. Serum yang mempunyai berat jenis lebih besar dari partikel karet
cenderung naik ke permukaan sedangakan serum yang memiliki berat jenis lebh
kecil cenderung berada dibawahnya. Lateks pekat hasil dari kumpulan karet yang
berada pada sentrifugasi dengan mengandung karet kering sebesar 60%,
sedangkan lateks skim dihasilkan dari kumpulan serum yang keluar dari alat
sentrifugasi karena bagian serum yang memiliki rapat jenis besar akan terlempar.
Pada lateks skimnya mengandung karet kering antara 3-8% dengan rapat jenis
sekitar 1,02 g/cm3 (Handoko, 2002).
Pada umumnya, pengolahan lateks pekat di Indonesia menggunakan cara
pemusingan (sentrifuse) karena kapasitasnya tinggi dan pemeliharaannya lebih
mudah. Lateks kebun dengan kadar karet kering (KKK) 28-35 % dipusingkan
pada kecepatan 5000-7000 rpm, sehingga pada bagian atas alat akan diperoleh
lateks pekat dengan kadar karet kering (KKK) 60 % dan berat jenis 0,94,
sedangkan di bagian bawah akan dihasilkan skim yang masih mengandung 4-8 %
karet dengan berat jenis 1,02 (Goutara, et al., 1985).
Berikut urutan pengolahan lateks dengan cara sentrifugasi (pemusingan):
a. Penerimaan Lateks Kebun
Pada proses pengolahan lateks, peralatan harus dijaga kebersihannya.
Pada mangkuk sadap yang telah terisi lateks, dikumpulkan dalam bak
penerimaan dengan dilakukan penyaringan terlebih dahulu untuk memisahkan
kotoran serta bagian lateks yang telah mengalami prokoagulasi , mencegah
aliran lateks yang terlalu deras dan terbawa lump atau kotoran lain. Setelah
proses penerimaan selesai, lateks dialirkan ke dalam bak koagulasi untuk
dilakukan pengenceran dengan air yang bertujuan untuk menyeragamkan
Kadar Karet Kering (KKK). Kemudian diambil contoh untuk menentukan

13

kadar karet dengan cara menambahkan amoniak kedalam lateks sebanyak 2-3
gram per liter lateks kemudian dilakukan pengadukan.
b. Sentrifugasi (Pemusingan)
Pada alat sentrifugasi, lateks akan mengalami perputaran dengan
kecepatan putar 6000-7000 rpm. Pada pemutaran sentrifugasi, ada dua gaya
yang terlibat dalam pemutaran, yaitu gaya sentripetal dan gaya sentrifugal.
Gaya sentrifugal jauh lebih besar daripada percepatan gaya berat dan gerak
brown. Sehingga dapat terjadi terpisah antara partikel karet dan serum karena
adanya gaya sentrifugal yang lebih besar dibanding percepatan gravitasi
bumi. Bagian serum yang mempunyai rapat jenis besar akan terlempar ke
bagian luar (lateks skim) dan partikel karet akan terkumpul pada bagian pusat
alat sentrifugasi. Lateks pekat ini mengandung karet kering 60%, sedangkan
lateks skimnya masih mengandung karet kering antara 3-8% dengan rapat
jenis sekitar 1,02 g/cm3.
c. Penyimpanan Lateks Pekat
Hasil yang diperoleh dari proses sentrifugasi atau pemutaran, terlebih
dahulu disimpan atau diperam selama 2 minggu atau lebih. Selama proses
pemeraman, tidak hanya disimpan begitu saja, perlu adanya pengadukan yang
dilakukan setiap hari untuk menjaga hasil dari lateks yang sudah disentifugasi
tidak mengalami pengendapan.
d. Pengemasan
Lateks dikemas dalam drum besi atau plastik dengan volume 200 liter.
Terdapat perbedaan cara penggunaan jika menggunakan drum besi, yaitu
pada drum besi perlu diberi bahan pelapis terlebih dahulu dibagian dalam
agar tetap menjaga mutu dari lateks tersebut.

3.2 Metode Pendadihan


Metode pendadihan merupakan metode yang bisa dilakukan dalam
pemekatan lateks. Pada metode ini memerlukan bahan pendadih, seperti natrium
atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy methylcellulosa,

14

dan tepung iles-iles. Mutu lateks yang dihasilkan ditentukan berdasarkan


spesifikasi menurut ASTM dan SNI. Berikut ini urutan pengolahan lateks dengan
cara pendadihan yaitu:
a. Penerimaan Lateks Kebun
Lateks kebun diterima dalam tangki-tangki melalui saringan. Pengolahan
lateks pekat yang baik, sangat diperlukan bahan lateks kebun yang baik, lateks ini
harus telah diawetkan dengan bahan pengawet yaitu dengan menambahkan NH 3
dengan kadar > 0,7%.
b. Pendadihan
Bahan lateks kebun yang telah dibubuhi dengan bahan pendadih seperti
natrium atau amonium alginat, gum tragacant, methyl cellulosa, carboxy
methylcellulosa, dan tepung iles-iles. Kemudian, bahan pendadih tersebut
dimasukkan ke dalam tangki pendadihan. Adanya bahan pendadih tersebut
menyebabkan partikel-partikel karet akan membentuk rantai-rantai menjadi
butiran yang garis tengahnya lebih besar. Perbedaan rapat jenis antara butir karet
dan serum menyebabkan partikel karet yang mempunyai rapat jenis lebih kecil
dari serum akan bergerak ke atas untuk membentuk lapisan, sedangkan dengan
yang di bawah yaitu serum.
c. Penyimpanan dan pengemasan
Menurut Setyamidjaja (1993), penyimpanan dan pengemasan lateks dadih
yaitu sama seperti yang dilakukan pada lateks pusingan.
3.3 Metode Elektrodekantasi
Dalam proses pemekatan lateks pekat dapat dilakukan dengan cara metode
dekantasi listrik. Pemekatan lateks dilakukan dengan cara memasukkan 2 logam
elektroda yaitu positif dan negatif ke dalam lateks kebun yang ditempatkan dalam
suatu tabung, karena butir-butir karet bermuatan negatif maka butir-butir karet
akan mengalir ke kutub positif dan mengumpul disekelilingnya. Dengan cara
tersebut maka terpisahlah lateks kebun menjadi 2 bagian yaitu kutub positif
terdapat lateks pekat sedangkan kutub negatif adalah serumnya. Untuk
memudahkan pengambilannya atau pemisahannya maka pada tabung dipasang
alat untuk mengalirkan lateks pekat atau serumnya biasanya berupa klep pada
15

salah satu sisi yang berguna sebagai alat untuk memisahkan lateks dengan
serumnya supaya tidak tercampur.
3.4 Metode Penguapan
Maksud dari penguapan ini adalah untuk mengurangi kadar air dari lateks
kebun dengan cara pemanasan. Lateks pekat yang diperoleh ini kadar karet
keringnya antara 70-75% dan masih mengandung bahan bukan karet. Prinsipnya
yaitu mengurangi kadar air pada bahan
Menurut Praptiningsih (1999), evaporasi adalah proses pengentalan
larutan dengan cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam pengolahan
hasil pertanian proses evaporasi

bertujuan untuk, meningkatkan

larutan

sebelum proses lebih lanjut, memperkecil volume larutan, menurunkan aktivitas


air Aw.
Proses pengurangan kadar air dalam bahan dapat meliputi evaporasi dan
pengeringan. Evaporasi ditujukan untuk mendapatkan massa yang lebih pekat
dengan jalan menguapkan sebagian air yang yang ada pada massa air. Maka
secara umum,evaporasi
larutan

dengan

dapat didefinisikan

sebagai

proses

pengentalan

cara mendidihkan atau menguapkan pelarut. Di dalam

pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk :


Meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan sebelum diproses lebih
lanjut. Sebagai contoh pada pengolahan gula diperlukan proses
pengentalan nira tebu sebelum proses kristalisasi, spray drying, drum

drying dan lainnya


Memperkecil volume

pengepakan, penyimpanan dan transportasi


Menurunkan aktivitas air dengan cara meningkatkan konsentrasi

larutan

sehingga

dapat

menghemat

biaya

solidterlarut sehingga bahan menjadi awet misalnya pada pembuatan


susukental manis (Wirakartakusumah, 1989)

16

BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi pada makalan ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Terdapat beberapa metode lateks pekat yang dapat dilakukan dengan
empat cara, yaitu pemusingan (sentrifugasi), pendadihan, elektrodekantasi,
dan penguapan(evaporasi).
2. Kadar karet kering (KKK) yang terdapat pada lateks pekat yaitu sebesar
60-64%.
3. Metode sentrifugasi merupakan proses pembutan lateks yang baik jika
ditinjau dari kemurnian lateks yang dihasilkan.
4. Metode pendadihan merupakan metode yang baik untuk pembuatan lateks
yang baik pada industri.
4.2 Saran
Seharusnya mahasiswa mengetahui dengan betul proses pembuatan lateks
pekat, sehingga mahasiswa paham apa saja proses yang dilakukan. Agar
mahasiswa mengetahui dengan jelas dan benar, perlu adanya kunjungan lapang ke
pabrik pembuatan lateks pekat.

17

DAFTAR PUSTAKA
Aidi dan Daslin., 1995. Pengelolaan Bahan Tanam Karet. Pusat Penelitian Karet.
Palembang: Balai Penelitian Sembawa.
Andoko, A dan Setawan. 1997. Petujuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Anwar, C., 2001. Manajemen dan Teknologi Budidaya Karet. Medan: Pusat
Penelitian Karet.
Bhatnagar, M.S. 2004. A Text Book of Polymers. New Delhi : S.Chand and
Company.
Bunsomsit, K., Magaraphan, R., ORear, E.A. and Grady, B.P. 2003.
Polypyrolecoated Nature Rubber Latex by Admicellar Polymeration. Jurnal
Colloid and Polymer Science. 280
Chen, S. F. 1979. Composition of Havea Latex Concentrated. Training Manual On
Latex Rubber Analysis. Malaya.
Dalimunte, V. H. (2008). Penentuan Kandungan Padatan Total (% TSC) Lateks
Pekat dan Pengaruhnya terhadap Kekuatan Tarik Benang, Medan : Laporan
Penelitian Universitas Sumatera Utara.
Davey, W.S. dan Sekkar, K.C. (1982). The mechanism of the creaming of latex,
Proceeding of the Second Rubber Technology, Kuala Lumpur, 285-295.
De boer. (1952). Pengetahuan Praktis tentang karet. Bogor : Balai Penelitian Karet
Indonesia.
Ditjenbun, (2012), Peresmian Peremajaan Pertama Kebun Plasma Kelapa
SawitDi Sei Tapung, Propinsi Riau, Tanggal 3 Pebruari 2012, Drektorat.
Erni, N. 2013. Usulan Strategi Pengembangan Industri Karet Alam Indonesia.
Jurnal Inovisi Vol. 9, No. 2, Oktober 2013.
Goutara, B. Djatmiko, dan W. Tjiptadi.1985. Dasar Pengolahan Karet.
Agroindustri. Bogor : Press, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas
Teknologi Pertania, Institut Pertanian Bogor.
Handayani, M. (2008), Pemanfaatan Karet Siklo Dalam Rol Karet Gilingan Padi
(Rice Huller Rubber).Fakultas Teknologi Pertanian .ITB : Bogor.

18

Harahap, H., Baharin Azahari and Rosamal, H. (2008). Effect of Soaking In


Curatives on the Morphology and Tensile Properties of NR latex films,
Malaysian Journal of Microscopy. 40 (5) : 205-216.
Kawahara, S., Kawazara, T., Sawada, T. and Isono, Y. (1999). Preparation and
Characterization of Natural Rubber Dispersed in Nano-Matrix. Polymer. 44,
4527-4531.
Lukman. 1984. Pembentukan Lateks dan Hubungannya dengan Penyadapan.
Warta Perkaretan. Medan : BPP Sungai Putih.
Nobel, R.J. 1983. Latex in Industry 2nd ed. New York : Rubber Age.
Ompusunggu, M dan Darussamin, A. 1989. Pengolahan Umum Lateks. Sungei
Putih: Balai Penelitian Perkebunan.
Pristiyanti, E. N. W. 2006. Pengaruh Pengembangan Partikel Karet Terhadap
Depolemerasi Lateks Dengan Reduksi-Oksidasi. Skripsi. Bogor : IPB.
Rasjidin, 1989. Bercocok Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg). Medan
: FP-UISU.
Rizal Syarief dan Anies Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri
Pertanian. Jakarta : PT Mediyatama Sarana Perkasa.
Sadjad, M. 1993. Budidaya Tanaman Perkebunan. Jakarta: Rajawali Press.
Solichin, M. Hardiman. dan B. Kartika. 1991. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Viskositas Mooney dalam Pengolahan SIR 3 CV. Dalam. Jurnal Lateks, vol
6 nomor 2 Oktober 1991. Pusat penelitian Perkebunan Sembawa, Asosiasi
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia.
Southorn, W. A., 1961. Micropy of Hevea Lateks. Proc. Nat. rub. Res. Conf.,
Malaysia.
Steenis. 1975. Flora. Jakarta : Paramitha.
Stevens, M. P. 2001. Kimia Polimer. Jakarta : Pradnya Paramita.
Tim Penulis PS. 1999. KARET: Strategi Pemasaran Tahun 2000, Budidaya dan
Pengolahan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Triwijoso, Sri Utami. 1995. Pengetahuan Umum Tentang Karet Hevea. Bogor :
Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

19

Zuhra, Cut Fatima. 2006. Karet. Karya Tulis Ilmiah. Medan : Departemen Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera
Utara.

20

Anda mungkin juga menyukai