Disusun oleh :
ANTONIUS RANGGA L
NIM P.12 070
Disusun oleh :
ANTONIUS RANGGA L
NIM P.12 070
: Antonius Rangga L
NIM
: P.12 070
Program Studi
: D III Keperawatan
: Pemberian
tindakan
alih
baring
terhadap
kejadian
Menyatakan yang sebenarnya bahwa karya tulis ilmiah yang saya tulis ini
benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan tulisan
atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai tulisan atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari dapat dibuktikan bahwa proposal ini adalah hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut dengan
ketentuan akademik yang berlaku.
Surakarta, 23 Mei 2015
Yang membuat pernyataan
Antonius Rangga L
NIM. P.12 070
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
: Antonius Rangga L
NIM
: P.12 070
Program Studi
: D III Keperawatan
: Pemberian
tindakan
alih
baring
terhadap
kejadian
Ditetapkan di : Surakarta
Hari/Tanggal : Sabtu/23 Mei 2015
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Proposal Karya Tulis Ilmiah yang berjudul: : PENGARUH PERAWATAN
KULIT BERDASARKAN
5. Seluruh dosen dan staff Prodi D III Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta atas segala bantuan yang telah diberikan. Terima kasih atas segala
kasih saying selama ini, selalu memberikan semangat, doa, pengorbanan,
bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga putramu ini mampu
menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Rumah Sakit Dr. Moewardi yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan
pengelolaan kasus.
7. Kedua orang tuaku yang terhormat, saya haturkan beribu-ribu Terima kasih
atas segala kasih saying selama ini, selalu memberikan semangat, doa,
pengorbanan, bimbingan serta bantuan material dan spiritual, sehingga
putramu ini mampu menyelesaikan tugas akhir ini.
8. Teman-teman mahasiswa prodi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada
Surakarta dan semua pihak yang terkait didalamnya yang tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu, yang telah membantu dalam menyusun studi kasus ini.
Semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Wassalamualaikum. Wr. Wb.
Suraka
kart
ka
rta,
rt
a, 23 Mei 2015
Surakarta,
Penulis,
vi
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 6
C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 7
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Meningitis .................................................................................. 9
B. Konsep Askep ............................................................................ 14
C. Konsep Luka tekan atau dekubitus ............................................ 21
D. Konsep Skala Braden Q ............................................................. 24
E. Konsep Alih baring .................................................................... 29
F. Kerangka Teori .......................................................................... 32
G. Kerangka Konsep ....................................................................... 33
vii
viii
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1
Tabel 3.1
Table 3.2
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Pathway .................................................................................... 13
Gambar 2.2 : Kerangka Teori ........................................................................ 29
Gambar 2.3 : Kerangka Konsep ..................................................................... 30
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
: Loog Book
Lampiran 3
Lampiran 4
Lampiran 5
: Lembar Observasi
Lampiran 6
: Asuhan Keperawatan
Lampiran 7
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis terjadi paling sering pada individu dewasa yang berusia 19
sampai 59 tahun. Pada kelompok usia ini, penyebab meningitis bakterial yang
paling sering adalah streptococcus pneumonia (meningitis pneumokokous).
Insiden terbesar berikutnya adalah anak yang berusia 2 sampai 18 tahun, dan
penyebab yang paling sering adalah Neisseria meningitidis (meningitis
miningokokus). Pada neonates, penyebab yang paling sering adalah
streptokokus grup B ; pada bayi yang berusia 1 sampai 23 bulan,
penyebabnya terbagi hampir sama antara S. pneumonia dan N. meningitides
(Elizabeth J, 2009).
Menurut WHO (2010), bakteri penyebab meningitis menginfeksi lebih
dari 400 juta orang, dengan tingkat kematian 25%, terbanyak di Afrika dan
Asia, khususnya di Negara-negara dengan tingkat kebersihan lingkungan
yang belum memadai, angka di Indonesia pada tahun 2014-2015 sebanyak
200 juta orang meski masih sulit mendapatkannya , salah satunya karena
kematiannya disangka karena infeksi penyakit lainnya. Namun meningitis
dapat dicegah, asalkan faktor risikonya dikenali, berdasarkan rekam medis di
rumah sakit Dr. Moewardi pada tahun 2014-2015 didapatkan hasil prefelensi
kasus meningitis sebanyak 102 pasien rawat inap.
Meningitis adalah infeksi serius yang paling umum pada SSP
(Susunan Saraf Pusat), penyebab meningitis adalah mikroorganisme yang
1
area yang terlokalisasi dan cenderung untuk terus meluas jika jaringan
lunak tertekan diantara tonjolan tulang dan permukaan luar tertekan dalam
jangka waktu yang lama (Porth, 2005).
Terjadinya dekubitus akibat dari tertekannya daerah tertentu yang
menjadi tumpuan beban tubuh dalam waktu yang relatif lama (lebih dari 2
jam) penekanan daerah tersebut
awal
yang
dapat
mengurangi
semua
komplikasi
yang
pengaturan posisi yang diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek
pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat
atau kurang akan menurunkan peluang terjadi decubitus akibat gaya gesek,
alih posisi/ atau alih baring/ tidur selang seling dilakukan setiap 2 jam sekali
dan untuk lebih mengetahui resiko terjadinya dekubitus maka dilakukan
pengukuran
dengan
alat
ukur
Skala
Braden
dan
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus pada
An. A dengan Meningitis di Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta.
2.
Tujuan Khusus
a.
b.
c.
Penulis
Meningitis.
d.
e.
f.
C. Manfaat Penulisan
1.
2.
3.
4.
Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pemberian tindakan alih
baring terhadap kejadian dekubitus.
5.
Bagi masyarakat
Dapat dijadikan sebagai salah satu cara yang digunakan untuk mencegah
terjadinya luka tekan dekubitus dengan menggunakan metode pemberian
tindakan alih baring terhadap kejadian dekubitus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1.
Meningitis
a.
Definisi Meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput otak dan sumsum
tulang belakang. Penyakit ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan komplikasi saraf yang serius bahkan kematian.
Penyakit
ini
disebabkan
oleh
bakteri
maupun
virus.
(Pudiastuti, 2011).
Meningitis adalah suatu infeksi purulent lapisan otak yang
pada orang dewasa biasanya cenderung meluas sampai kerongga
subdural
sebagai
suatu
efusi
atau
empyema
subdural
Etiologi
Penyebab meningitis adalah mikroorganisme yang tidak
spesifik ( atu jenis tertentu seperti penyakit typus). Mikroorganisme
yang sering menyebabkan adalah :
1). Pneumokkokus
2). Haemofilus influenza
3). Stapilokokus
4). Streptokokus
mikroorganisme
tersebut
di
atas
sampai
Gambaran Klinis
Gambaran Klinis yang sering muncul pada anak dengan
meningitis antara lain :
1) Pada fase akut gejala yang muncul antara lain :
a). Lesu
b). Mudah terangsang
c). Hipertermi
d). Anoreksia
e). Sakit kepala
2) Peningkatan tekanan intrakranial. Tanda- tanda
tekanan intrakranial :
a). Penurunan kesadaran
b). Muntah yang sering proyektil ( menyembur )
terjadinya
Patofisiologi
Infeksi mikroorganisme terutama bakteri dari golongan kokus
seperti
sampai
ke
hipotalamus.
Hipotalamus
kemudian
10
mediator
tersebut
dapat
merangsang
peningkatan
11
Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada anak dengan meningitis antara
lain :
1)
12
kemungkinan terjadi
Pencegahan
Vaksin dapat membantu mencegah meningitis yang
disebabkan neiseseria meningitidis. Vaksin digunakan jika terjadi
wabah. Populasi yang terancam wabah dan pada anggota penderita
meningitis karena Neisseria meningitides juga diberikan antibiotic
( misalnya rifampin atau minosiklin ). Anak-anak harus mendapatkan
imunisasi rutin dengan vaksin hemophilus influenza tipe B, yang
membantu mencegah terjadinya meningitis. Perlu kita ketahui
penyakit meningitis sangat sering terjadi pada anak-anak (Suriadi,
2006).
13
G. Pathway
Meningitis
Reaksi inflamasi
Infeksi mikroorganisme
Menginfeksi tonsil, bronkus,
Mikroorganisme mencapai
Otak mengikuti aliran
darah
diotak mikroorganisme
Berkembang biak
Membentuk koloni
menginfeksi lapisan otak
mikroorganisme menghasilkan
Toksik
merusak meningen
volume pustula
suhu tubuh
hipertemi
nyeri
mengganggu fungsi sensorik maupun motorik
sakit kepala
14
h.
Pengobatan
Diberikan antibiotik intravena dan kortikosteroid intravena
untuk menekan peradangan. Pemberian cairan untuk menggantikan
hilangnya cairan karena demam, muntah, berkeringat, dan nafsu
makan yang buruk. Bila cepat diberikan pengobatan, jumlah
penderita meninggal kurang akan berkurang. Tetapi jika tertunda,
bias terjadi kerusakan otak yang menetap atau kematian, terutama
pada anak kecil dan usia lanjut. Gejala sisanya adalah kelainan
mental yang menetap serta kelumpuhan (Suriadi, 2006).
i.
Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah tindakan yang beruntut yang
dilakukan secara sistemik untuk menentukan masalah klien dengan
membuat perencanaan untuk mengatasinya, melaksanakan recana itu
atau
menugaskan
orang
lain
untuk
melaksanakannya
dan
15
sesuai
dengan
kebutuhan
individu
(klien).
sebelah,
tidak
dapat
berkomunikasi
dan
16
5) Pengkajian
psikologis
klien
meningitis
ada
beberapa
17
keperawatan
untuk
mencapai
tujuan
asuhan
oleh
perawat
untuk
memperoleh
hasil
yang
18
masukan
cairan
yang
adekuat
untuk
mencegah dehidrasi.
(5) Kolaborasi dengan dokter untuk terapi dan pemeriksaan
laboratorium.
(b) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak adekuat masukan makanan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam
nutrisi dapat terepenuhi
Kriteria hasil (NOC) :
19
dengan ahli
gizi
untuk
menentukan
kulit
yang
baik
bias
dipertahankan
20
(3) Mampu
melindungi
kulit
dan
mempertahankan
21
Intervensi (NIC)
(1) Identifikasi tingkat kecemasan
(2) Dorong keluarga untuk menemani anak
(3) Berikan informasi factual mengenai diagnosis, tindakan
prognosis
(4) Bantu
pasien
untuk
mengenal
situasi
yang
menimbulkan kecemasan
(5) Berikan obat untuk menguragi kecemasan.
2.
sampai
yang
underweight
menimbulkan
atau
seperti
kebalikannya
DM,
status
overweight,
gizi,
Anemia,
22
penyakit
yang
merusak
pembuluh
darah,
Keadaan
hidrasi/cairan tubuh.
2)
2)
3)
4)
23
Definisi
Perubahan posisi atau alih baring sangat direkomendasikan
untuk menghindari pasien dari dampak tekanan yang berlebihan
24
diatas tempat tidur atau kursi dan untuk mencegah oklusi kapiler,
iskemik pada jaringan dan pressur ulcer.
Alih baring adalah pengaturan posisi yang diberikan untuk
mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit. Dengan menjaga
bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat atau kurang akan
menurunkan peluang terjadi decubitus akibat gaya gesek, alih posisi/
atau alih baring/ tidur selang seling dilakukan setiap 2 jam sekali
(Perry & Potter 2005).
Alih baring mempengaruhi terjadinya luka dekubitus. Pasien
yang dilakukan alih baring setiap 2 jam sekali mempunyai tingkat
kejadian dekubitus sangat rendah, alih baring merupakan perubahan
posisi diatas tempat tidur akibat ketidakmampuan pasien untuk
merubah posisi tidurnya sendiri (Perry & Potter 2005).
b.
25
4. Skala Braden Q
Skala Braden Q untuk memprediksi luka dekubitus, faktor yang
mempengaruhi luka dekubitus dan nilai skala Braden Q :
a. Penilaian dalam pengkajian skor Skala Braden Q sebagai berikut :
1)
Persepsi sensori
a)
b)
c)
Nilai
3:
Keterbatasan
ringan,
klien
hanya
dapat
2)
Kelembaban
a) Nilai 1: Selalu lembab, kulit selalu dalam keadaan lembab
oleh keringat, urun dan lainnya, keadaan lembab dapat
dilihat pada setiap kali pasien digerakkan atau dibalik
b) Nilai 2: Umumnya lembab, karena kulit sering terlihat
lembab akan tetapi tidak selalu. Pakaian pasien atau alas
tempat tidur haus diganti satu kali setiap dinas.
26
Aktivitas
a)
b)
c)
d)
4)
Mobilisasi
a)
b)
c)
27
d)
5)
Nutrisi
a)
b)
Nilai
2:
Kurang
mencukupi,
jarang
sekali
klien
d)
6)
b)
c)
28
Nilai
1
Keterbatasan
total
Sangat
terbatas
Sedikit
terbatas
Tidak terjadi
gangguan
Kelembaban
kulit yang
konstan
Kulit sangat
lembab
Kulit kadang
lembab
Kulit jarang
lembab
Aktivitas
Beraktifitas
terbatas
Tidak mampu
berjalan
sendiri
Mampu
berjalan hanya
sebentar saja
Dapat beraktifitas
dengan lancar
Mobilisasi
Imobilisasi
total
Sangat
terbatas
Agak terbatas
Tidak memiliki
keterbatasan
Nutrisi
Asupan gizi
yang sangat
buruk
Kurang
asupan nutrisi
Cukup asuhan
nutrisi
Asupan nutrisi
baik
Friksi dan
gesekan
Memerlukan
bantuan
sedang sampai
maksimum
untuk bergerak
Bergerak
dengan lemah
dan
membutuhkan
bantuan
minimum
Tidak
memiliki
masalah
Persepsi sensori
Kelembapan
Keterangan :
>18
: tidak berisiko,
15-18
13-14
10-12
<9
29
B.
Kerangka teori
Meningitis
Penurunan kesadaran
Muntah proyektil
Pasien bedrest
hilangnya nutrisi
Resiko dekubitus
(alat ukur Skala Braden Q)
ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
kelumpuhan ekstremitas
imobilisasi fisik
30
C. Kerangka konsep
Pasien meningitis
Bedrest
Resiko keruakan
dekubitus
Pemberian tindakan
alih baring
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
2.
3.
D. Prosedur
Caranya direposisi selama 2 jam sekali dan menentukan skor skala
Braden Q, skala Braden Q terdapat 6 (enam) subskala untuk menentukan
tingkatan risiko terjadinya dekubitus. Subskala tersebut antara lain adalah; 1.
31
32
NO
ASPEK ORIENTASI
FASE ORIENTASI
Memberi salam.
Memperkenalkan diri.
Menjelaskan tujuan.
FASE KERJA
1.
Mencuci tangan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
instrument
33
12.
13.
14.
15.
16.
Merapikan klien
C.
TAHAP TERMINASI
1.
2.
3.
4.
Mencuci tangan
5.
2. Alat ukur
Menurut Braden (2002) dalam Pujiarto (2011) Skala Braden Q adalah
salah satu cara alat ukur untuk mengkaji dan mengetahui ada tidaknya
resiko atau sudah terjadi luka tekan/ dekubitus pada klien yang
mengalami imobilisasi fisik dan alat ukurnya sebagai berikut :
34
Table 3.2
Alat ukur luka tekan pada pasien meningitis skala Braden Q
Keterangan
Nilai
1
Keterbatasan
Sangat
Sedikit
Tidak terjadi
total
terbatas
terbatas
gangguan
Kelembaban
Kulit sangat
Kulit kadang
Kulit jarang
kulit yang
lembab
lembab
lembab
Beraktifitas
Tidak
Mampu
Dapat
terbatas
mampu
berjalan
beraktifitas
berjalan
hanya
dengan lancer
sendiri
sebentar saja
Imobilisasi
Sangat
Agak
Tidak memiliki
total
terbatas
terbatas
keterbatasan
Asupan gizi
Kurang
Cukup
Asupan nutrisi
yang sangat
asupan
asuhan
baik
buruk
nutrisi
nutrisi
Friksi dan
Memerlukan
Bergerak
Tidak
gesekan
bantuan
dengan
memiliki
sedang
lemah dan
masalah
sampai
membutuhka
maksimum
n bantuan
untuk
minimum
Persepsi sensori
Kelembapan
konstan
Aktivitas
Mobilisasi
Nutrisi
bergerak
Keterangan :
>18
: tidak berisiko,
<9
15-18
13-14
10-12
BAB IV
LAPORAN KASUS
35
36
gelas belimbing isi makanan dan minuman yang dikonsumsi, nafsu makan
menurun, lalu orang tua membawa klien kebidan desa dan diberi obat siruf
tetap tidak ada perubahan, kemudian pasien dibawa ke RS terdekat, saat di RS
tersebut pasien kejang 3x siklus 5 menit, kejang seluruh tubuh, badan kaku,
kejang disertai demam lalu pasien dirujuk ke RS Widodo, ngawi dan pasien
dirawat selama 3 hari, saat dirawat pasien kejang 4x 5 menit kejang disertai
demam, belum ada perubahan keluarga membawa anak ke RS Dr. Moewardi
saat di IGD pasien tampak lemah, kejang 1x siklus 2 menit, kaku seluruh
tubuh, pasien telah terpasang infus RL 0,5 % dan mendapat terapi O2
2L/menit, kemudian pasien dipindahkan ke bangsal Melati II pada tanggal 10
Maret 2015. Dibangsal pasien mendapatkan terapi infus RL0,5 %
dan
mendapat terapi O2 2L/menit pasien tampak lemah sudah tidak terjadi kejang
dan penurunan kesadaran, pasien tidak nafsu makan dan mual.
Riwayat penyakit dahulu, keluarga mengatakan An. A tidak
mempunyai riwayat Meningitis dan kejang demam sebelumnya , keluarga
mengatakan pasien pernah sakit tapi tidak separah ini, pernah dirawat di bidan
desa dan RS ngawi bulan Maret selama 2 hari, An. A pernah mengalami jatuh
dari sepeda sebelumnya dan tidak mempunyai riwayat alergi. Pasien sudah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
Riwayat kesehatan keluarga, dalam keluarganya tidak ada yang
mempunyai riwayat penyakit menurun dan menular seperti : diabetes militus,
37
38
39
ekstensi tidak mampu digerakan perabaan akral hangat, pitting edema +1.
Ekstremitas bawah kekuatan otot kanan dan kiri tidak mampu digerakan,
kondisi lemah tidak ada odema. ROM kanan dan kirir, kaki kanan dan kirir
ekstensi, perubahan bentuk tulang : tidak ada kelainan, perabaan akral :
hangat, pitting edema : +1.
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015, jenis
pemeriksaan Hematologi rutin, hemoglobin : 12,7 g/dl, hematokrit 40%,
leukosit 6,5 ribu/ul, trombosit 447 ribu/ul, eritrosit 4,67 jutal/ul. Pemeriksaan
indek eritrosit MCV 84,8 /um, MCH 27,2 pg, MCHC 32,1 g/dl, MPV 7,2 fl,
PDW 16 %. Pemeriksaan hitung jenis eosinofil 1,30 %, basofil 0,40 %,
netrofil 57,30 %, limfosit 30,00 %, monosit 11,00 % ( high ). Pemeriksaan
kimia klinik GDS 85 mg/dl, creatinine 0,6 mg/dl, ureum 32 mg/dl, natrium
darah 140 mmol/l, kalium darah 4,3 mmol/l, calcium ion 1,28 mmol/l
Terapi tanggal 10 Maret 2015, cefriaxon 1gr/12jam untuk mengobati
dan mencegah infeksi, infus RL 0,5 % untuk menambah cairan/nutrisi
mencegah dehidrasi, dexametason 5mg/6jam untuk mencegah pelepasan zatzat didalam tubuh yang menyebabkan peradangan, diazepam 10gram untuk
penenang, ampicillin 500mg/6jam untuk mengobati infeksi akibat bakteri
tertentu, chloramphenicol 500mg/6jam untuk mengobati infeksi yang
disebabkan bakteri, midazolam 48mg/24jam dalam Nacl untuk penenang,
ranitidine 1 ampul/12 jam untuk mengatasi gastritis.
40
41
42
posisi dengan mudah, pasien sudah tidak lemah lagi, pergerakan sendi aktif.
Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji mobilitas pasien secara terusmenerus rasional mengetahui perkembangan kekuatan sendi klien, latih
rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk memperbaiki kekuatan dan
daya tahan otot rasional membantu mempertahankan dan meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot klien, ajarkan pada keluarga pemberian asuhan
dalam proses berpindah rasional mempermudah pergerakan klien, kolaborasi
dengan ahli terapi fisik dan okupasi rasional untuk
mengembangkan
43
44
satu porsi rumah sakit, jam 10.05 WIB membantu perawatan diri makan aktif
saat dibantu untuk makan, 10.10 WIB mengkaji tanda-tanda vital dengan
respon obyektif tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 96 x/menit, suhu 36,4 C,
respirasi 22 x/menit.
Implementasi untuk mengatasi diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kendali otot yaitu hari selasa 10 Maret 2015
jam 10.30 WIB mengkaji
gerakan
yang diajarkan,
45
10.40 WIB mengobservasi keadaan kulit diatas penonjolan tulang dan titik
penekanan yang lain saat resposisi setiaaap
turgor kulit kurang baik, tidak ada luka dan lembab, nilai skala Braden Q 13.
Jam 10.45 WIB melakukan terapi alih baring 2 jam sekali dengan respon
obyektif posisi miring kiri. Jam 10.50 WIB menganjurkan keluarga untuk
melakukan alih baring pada pasien secara mandiri dengan respon obyektif
keluarga tampak mengerti dan paham, 11.00 WIB mengkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi obat cefriaxon 1gr/12 jam, dexametason 5mg/6
jam, midazolam 48 mg/24 jam dalam Nacl dengan respon obyektif obat sudah
masuk, tidak ada tanda-tanda alergi dan tidak menangis, 12.45 WIB
melakukan terapi alih baring dengan respon obyektif posisi miring kekanan.
Pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 10.35 WIB, memgobservasi
keadaan kulit pasien diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain
saat reposisi setiap hari dengan respon obyektif turgor kulit kurang baik, tidak
ada luka, lembab, nilai skala Braden Q 14. Jam 10.40 WIB, melakukan terapi
alih baring 2 jam sekali dengan respon obyektif posisi miring kekanan selama
2 jam, 10.45 WIB memberikan terapi obat cefriaxon 1gr/12 jam, dexametason
5mg/6 jam, dengan respon obyektif obat sudah masuk, tidak ada tanda-tanda
alergi dan tidak menangis, 12.40 WIB melakukan terapi alih baring dengan
respon obyektif posisi miring kekiri.
Pada hari kamis, 12 Maret 2015 jam 10.30 WIB, memgobservasi
keadaan kulit pasien diatas penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain
saat reposisi setiap hari dengan respon obyektif turgor kulit sudah baik, tidak
46
ada luka, tidak lembab, nilai skala Braden Q 18. Jam 10.40 WIB, melakukan
terapi alih baring 2 jam sekali dengan respon obyektif posisi miring kekiri,
10.50 WIB memberikan terapi obat cefriaxon 1gr/12 jam, dexametason 5mg/6
jam, dengan respon obyektif obat sudah masuk, tidak ada tanda-tanda alergi
dan tidak menangis, 12.40 WIB melakukan terapi alih baring dengan respon
obyektif posisi miring kekanan.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan hari selasa, 10 Maret 2015 jam 10.25 WIB
diagnosa
ketidakseimbangan nutrisi
47
porsi rumah sakit, sudah nafsu makan, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 96
x/menit, suhu 36,6 C, respirasi 22 x/menit, masalah sudah teratasi, plenning
hentikan intervensi.
Pada hari Selasa, 10 Maret 2015 jam 10.35 WIB diagnosa hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot dilakukan evaluasi
dengan metode SOAP, didapatkan pasien hanya mampu berbaring saja,
pergerakan sendi massif pasif, masalah belum teratasi planning lanjutkan
intervensi : kaji mobilitas pasien, , latih rentang pergerakan sendi.
Pada hari rabu, 11 Maret 2015 jam 10.35 WIB dilakukan evaluasi
dengan metode SOAP, didapatkan pasien hanya mampu berbaring saja, nilai
kekuatan otot tersebut dengan respon obyektif pasien hanya mampu berbaring
ditempat tidur saj, pergerakan sendi masih pasif, masalah belum teratasi,
planning lanjutkan intervensi : kaji mobilitas pasien, latih rentang pergerakan
sendi.
Pada hari Kamis, 12 Maret 2015 jam 10.25 WIB dilakukan evaluasi
dengan metode SOAP, didapatkan pasien tampak berpindah posisi dari tempat
tidur secara mandiri, duduk, miring kanan dan kiri, menggerakan tangan dan
kaki dengan aktif, masalah sudah teratasi, planning hentikan intervensi.
Selasa 10 Maret 2015 jam 10.55 WIB diagnosa resiko kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi fisik, dilakukan evaluasi
dengan metode SOAP didapatkan data obyektif turgor kulit kurang baik, tidak
ada luka, lembab, pasien masih bedrest total, skor skala Braden Q 13 (
persepsi sensori : 2 sangat terbatas, kadang-kadang lembab 3, beraktivitas
48
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini Penulis akan membahas tentang Pemberian tindakan alih
baring terhadap kejadian dekubitus pada An. A dengan Meningitis di Rumah Sakit
Dr. Moewardi Surakarta yang dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 2015. Asuhan
keperawatan yang dilakukan melalui tahap, pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi, dan evaluasi, penulis dalam bab ini membahas tentang
adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara teori dan hasil aplikasi pada kasus.
A. Pengkajian
Menurut Potter & Perry (2005) bahwa pengkajian adalah proses
sistematis dari pengumpulan dan komunikasi data tentang klien yang
bertujuan menetapkan dasar data tentang kebutuhan, masalah kesehatan,
pengalaman yang berkaitan, praktik kesehatan, tujuan, nilai dan nilai gaya
hidup yang dilakukan.
Hasil pengkajian pada Tn. P yang dilakukan tanggal 10 maret jam
09.00 WIB keluhan utama keluarga mengatakan An. A keluarga mengatakan
mual tidak nafsu makan, lemas, data didapat melalui dengan metode
alloanamnesa
(mendapat
data
dari
keluarga).
Dokter
mendiagnosa
49
50
tanggal 04
51
52
pada tangan kiri dan tangan kanan tidak bias digerakkan, tidak ada odema,
ROM kanan dan kiri : tangan kanan dan kiri ekstensi tidak mampu digerakan
perabaan akral hangat, pitting edema +1. Ekstremitas bawah kekuatan otot
kanan dan kiri tidak pmampu digerakan, kondisi lemah tidak ada odema.
ROM kanan dan kirir, kaki kanan dan kirir ekstensi, perubahan bentuk tulang
: tidak ada kelainan, perabaan akral : hangat, pitting edema : +1. Menurut
Suriadi (2006) pada pemeriksaan meningitis didapat GCS kesadaran klien
adalah E:2 V:3 M:4 :9 tingkat kesadaran somnolent, dan kelemahan umum
pada ekstremitas (Suriadi, 2006).
Gambaran klinis pada meningitis dimulai dengan Volume pustula
yang semakin meningkat dapat mengakibatkan peningkatan desakan di dalam
intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial dapat menyebabkan penurunan
kesadaran (Suriadi, 2006).
Berdasarkan uraian data pengkajian di atas didapatkan data An. A
tampak mual tidak nafsu makan, makan hanya habis porsi. Pengkajian
ABCD , antropometri saat dirawat 30 kg, TB: 110 cm, IMT 24,7
( berat normal ), biochemical data : Hemoglobin : 12,7 g/dl, Hematokrit :
40%, clinical sign : rambut berminyak, berwarna hitam, kulit : turgor kulit
kurang baik/ lembab, mata : konjungtiva tidak anemis, diet: nafsu makan
klien berkurang, klien makan 3x sehari hanya habis porsi rumah sakit
dengan menu nasi bubur, sayur, lauk dan the hangat satu hari 7-8 gelas
belimbing jumlahnya kurang lebih sehari 1500-1700cc.
53
mengalami
kekurangan
nutrisi
ditandai
dengan
anoreksia
(tidak nafsu makan) yaitu dengan gangguan makan yang dicirikan oleh
penolakan untuk mempertahankan berat badan yang parah tanpa adanya
penyebab fisik yang jelas. Kebiasaan anak memilih makanan ringan atau
makanan yang berperasa kuat akan menyebabkan jumlah dan jenis makanan
yang dikonsumsi anak kecil bervariasi sehingga kebersihan dan kualitas
makanan tidak terjamin (Wong, 2008).
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 10 Maret 2015, jenis
pemeriksaan Hematologi rutin, hemoglobin : 12,7 g/dl, hematokrit 40%,
leukosit 6,5 ribu/ul, trombosit 447 ribu/ul, eritrosit 4,67 jutal/ul. Pemeriksaan
indek eritrosit MCV 84,8 /um, MCH 27,2 pg, MCHC 32,1 g/dl, MPV 7,2 fl,
PDW 16 %. Pemeriksaan hitung jenis eosinofil 1,30 %, basofil 0,40 %,
netrofil 57,30 %, limfosit 30,00 %, monosit 11,00 % ( high ). Pemeriksaan
kimia klinik GDS 85 mg/dl, creatinine 0,6 mg/dl, ureum 32 mg/dl, natrium
darah 140 mmol/l, kalium darah 4,3 mmol/l, calcium ion 1,28 mmol/l, sel
54
darah putih (PMN) di atas 100/mm3, kadar protein meningkat (0,8-4 g/l) dan
kadar gula rendah )<15 mmol/liter). Untuk pemeriksaan penunjang menurut
teori sudah sesuai
lumbal dan pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS), hasil CSS keruh dan
reaksi Nonne dan Pandy positif, menunjukan jumlah sel darah putih (PMN)
di atas 100/mm3, kadar protein meningkat (0,8-4 g/l) dan kadar gula rendah
(<15 mmol/liter) (Eduka, 2013).
Terapi yang didapatkan klien yaitu terapi cefriaxon 1gr/12jam untuk
mengobati dan mencegah infeksi, infus RL 0,5 % untuk menambah
cairan/nutrisi mencegah dehidrasi, dexametason 5mg/6jam untuk mencegah
pelepasan zat-zat didalam tubuh yang menyebabkan peradangan, diazepam
10gram untuk penenang, ampicillin 50mg/6jam untuk mengobati infeksi
akibat bakteri tertentu, chloramphenicol 500mg/6jam untuk mengobati
infeksi yang disebabkan bakteri, midazolam 48mg/24jam dalam Nacl untuk
penenang, ranitidine 1 ampul/12 jam untuk mengatasi gastritis. Terapi
pemberian perawatan kulit dengan alih baring berfungsi untuk mencegah
terjadinya resiko luka tekan/ dekubitus. Menurut teori terapi pengobatan
sudah sesuai tidak ada kesenjangan mendapatkan sefriakson 100mg/kg
BB/12jam, sefotaksim 50mg/kg BB/6jam, kloramfenicol 25 mg/kg BB/6jam,
ampicillin 50mg/kg BB/6jam, dexametazon 0,6mg/kg BB/hari IV selama 2-3
minggu (Eduka, 2013).
55
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon
individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan/ proses
kehidupan yang actual/ potensial klien terhadap masalah kesehatan
yang
perawat
mempunyai
lisensi
dan
kompeten
mengatasinya
Kondisi
tersebut
akan
menyebabkan
An.
mengalami
56
satu
atau
lebih
ekstremitas
secara
mandiri
dan
terarah
rentang
pergerakan
sendi
(range
of
motion/
ROM),
57
subyektif ibu klien mengatakan klien hanya tidur dan berbaring saja, data
obyektif klien tampak lemah, turgor kulit kurang baik, lembab, skor skala
braden q : persepsi sensori 2: sangat terbatas, kelembapan 3: kulit kadang
lembab, aktivitas 1: beraktivitas terbatas, mobilisasi 2: sangat terbatas, nutrisi
3: kurang asupan nutrisi, friksi dan gesekan 2: bantuan sedang sampai
maksimum untuk bergerak, nilai skor skala Braden Q 13 : mempunyai resiko
sedang. Kondisi tersebut akan menyebabkan An. A mengalami terjadinya
resiko kerusakan integritas kulit yang disebabkan karena kelembapan kulit
dan imobilitas fisik (Wilkinson, 2012).
Resiko kerusakan integritas kulit adalah suatu keadaan seseorang
yang
beresiko
terjadi
perubahan
secara
yang
tidak
diinginkan
(Wilkinson, 2006). Batasan karakteristik pada pasien tidak memiliki tandatanda tetapi beresiko mengalami gangguan pada permukaan kulit atau
kerusakan lapisan kulit, adanya kemerahan, kelembapan dan terjadinya
imobilisasi fisik.
Diagnosa keempat yaitu cemas berhubungan dengan
perubahan
status mental adalah perasaan tidak nyaman atau khawatir yang samar
disertai respon autonom, perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap
bahaya.
Hal
ini
merupakan
isyarat
kewaspadaan
yang
58
dalam
menggambarkan
diagnosis
sejauh
mana
keperawatan.
perawat
Desain
mampu
perencanaan
menetapkan
cara
59
60
61
pemberian
asuhan
dalam
proses
berpindah
rasional
mempermudah
menyebabkan
kerusakan
jaringan,
anjurkan
keluarga
untuk
kerusakan
integritas
kulit,
kolaborasi
dengan
dokter
62
D. Implementasi
Implementasi atau tindakan keperawatan satu catatan tentang yang di
berikan perawat kepada pasien yang berisikan catatan pelaksanaan rencan
perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari rencana tindakan keperawtan
mandiri dan tindakan kolaboratif (Rohmah & Walid, 2012).
Berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan yang pertama yaitu
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat pada hari pertama yaitu tanggal selasa 10 Maret 2015
jam 10.00 WIB Implementasi keperawatan yang dilakukan oleh penulis
adalah memantau intake nutrisi pada anak, membantu perawatan diri makan,
menganjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai anak
sedikit tapi sering dan sajikan selagi hangat, memberikan informasi tentang
pentingnya nutrisi pada anak, mendiskusikan dengan ahli gizi dalam
menentukan kebutuhan nutrisi klien (Wilkinson, 2012).
Untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh penulis melakukan pemantauan intake nutrisi. Berguna
dalam
juga
mendefiniskan
derajat/luasnya
keseimbangan
masalah
dan
antara
pilihan
input
dan
intervensi
output
yang
dan
tepat
63
membantu
perawatan
diri
makan
aktif
dan
klien
kooperatif
(Wilkinson, 2012).
Pada hari ketiga tanggal 12 Maret 2015 memantau nutrisi pasien,
membantu perawatan diri makan aktif saat dibantu untuk makan mengkaji
tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan). Pada hari ketiga
penulis tidak lagi membantu perawatan makan aktif pada klien karna
keluarga sudah membantu klien dalam pemenuhan makan klien, tetapi klien
masih mendiskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan nutrisi
klien (Wilkinson, 2012).
Implementasi keperawatan untuk mengatasi diagnosa hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot yaitu hari
pertama senin tanggal 10 Maret 2015, mengkaji mobilitas pasien secara terusmenerus, melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif untuk
memperbaiki kekuatan dan daya tahan otot, mengajarkan pada keluarga
pemberian asuhan tentang mekanika tubuh yang baik. Penulis belum
melakukan tindakan keperawatan melakukan kolaborasi dengan ahli
fisioterapi dalam perencanaan aktivitas klien karena keterbatasan waktu
(Wilkinson, 2012).
Pada hari kedua tanggal 11 Maret 2015 penulis melakukan tindakan
keperawatan mengkaji mobilitas pasien, melatih rentang pergerakan sendi
aktif dan pasif. Pada hari kedua penulis sudah tidak lagi mengajarkan pada
keluarga pemberian asuhan tentang mekanika tubuh yang baik, karna
keluarga sudah paham dan dapat melakukannya (Wilkinson, 2012).
64
(Sari 2007).
tubuh
pada
daerah-daerah
tertentu
sehingga
tidak
terjadi
65
& Potter 2005). Dekubitus terjadi akibat iskemia dan anoreksia jaringan,
jaringan yang membelok dan konstriksi kuat pada pembuluh darah akibat
tekanan persisten pada kulit dan struktur dibawah kulit sehingga respirasi
seluler terganggu dan sel menjadi mati (Fundamental keperawatan, 2005).
Faktor yang mempengaruhi dekubitus salah satunya adalah imobilisasi dan
keterbatasan aktivitas (Suriadi, 2005).
Pada tanggal 10 Maret 2015 jam 10.40 WIB sebelum tindakan alih
baring dilakukan pada An. A, penulis menginspeksi kulit diatas penonjolan
tulang dan titik penekanan yang lain saat resposisi setiap hari dengan respon
obyektif tidak ada tanda-tanda kemerahan, eritema atau luka, dan skor skala
Braden Q: 13 (resiko sedang). Jam 10.45 WIB melakukan alih baring yaitu
pemberian posisi miring/ sim kanan, (Perry & Potter 2005), dengan respon
obyektif pasien tampak miring kekanan tidak ada tanda-tanda kemerahan,
eritema, luka pada daerah yang menonjol seperti punggung, bokong, tumit
kaki, skala Braden Q 13, Jam 12.45 WIB melakukan alih baring yaitu
pemberian posisi miring/ sim kiri, (Perry & Potter 2005), dengan respon
obyektif pasien tampak miring kekanan tidak ada tanda-tanda kemerahan,
eritema, luka pada daerah yang menonjol seperti punggung, bokong, tumit
kaki, skala Braden Q 13 (Wilkinson, 2012).
Pada tanggal 11 Maret 2015 penulis menginspeksi kulit diatas
penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat reposisi setiap hari dan
kepucatan kulit dan melakukan alih baring dengan pemberian posisi miring/
sim kiri, pemberian posisi miring/ sim kanan, pemberian posisi terlentang
66
(Perry & Potter 2005), dengan respon obyektif tidak ada tanda-tanda
kemerahan, tidak ada luka dibagian yang menonjol seperti punggung, bokong
tumit dan skala Braden Q 14 dimana An. A persepsi sensori 2 sangat terbatas,
kelembapan skor 4 jarang lembab, aktivitas total ditempat tidur skor 1,
mobilisasi agak terbatas skor 3, nutrisi cukup terpenuhi skor 3, friksi dan
gesekan
memerlukan
bantuan
sedang
sampai
makimum
skor
(Wilkinson, 2012).
Pada tanggal 12 Maret 2015 penulis menginspeksi kulit diatas
penonjolan tulang dan titik penekanan yang lain saat resposisi setiap hari dan
kepucatan kulit dan melakukan alih baring dengan pemberian posisi miring/
sim kiri, pemberian posisi miring/ sim kanan, pemberian posisi terlentang
(Perry & Potter 2005), dengan respon obyektif tidak ada tanda-tanda
kemerahan, tidak ada luka dibagian yang menonjol seperti punggung, bokong
tumit dan skala Braden Q 18 dimana An. A persepsi sensori sedikit terbatas
skor 3, kelembapan kulit jarang lembab skor 4, aktivitas mampu berjalan
dabantu skor 2, mobilisasi agak terbatas skor 3, nutrisi asupan baik skor 4,
friksi dan gesekan memerlukan bantuan minimum skor 2 (Wilkinson, 2012).
Jam 10.50 WIB penulis mengubah posisi 2 jam sekali, kelembapan
terjaga, tidak ada luka. Jam 12.50 WIB penulis mengubah posisi 2 jam sekali
dengan respon posisi supinasi, tidak ada tanda-tanda eritema atau kemerahan
dan luka, dan skor braden17. Setiap hari pasien melakukan tindakan alih
baring mring kanan dan kiri 2 kali, Pada hari ketiga penulis mampu
menganjurkan dan mengajarkan pada keluarga untuk menjaga kebersihan dan
67
SOAP
(Subyective,
obyektif,
analisa,
planning)
(Dermawan, 2012).
Evaluasi keperawatan diagnosa
68
yaitu terjadi pasien nafsu makan dan makan dapat habis 1 porsi RS, pda
pasien meningitis (Sumirto, 2010). Hal ini menyatakan masalah keperawatan
teratasi karena tidak terjadi luka tekan atau dekubitus, maka planning
dihentikan.
Evaluasi keperawatan untuk diagnosa hambatan mobilitas fisik
berhubungan dengan penurunan kendali otot masalah teratasi.
Terjadi
peningkatan otot pasien dapa berpindah posisi ditempat tidur secara mandiri,
duduk, miring menggerakan tangan dan kaki dengan aktif ternyata pada
tindakan melatih rentang pergerakan sendi aktif dan pasif
dapat
69
dalam melakukan alih baring hanya dapat melakukan tindakan alih baring 2
kali selama satu shift tidak dapat melakukannya selama 24 jam dikarnakan
keterbatasan waktu jaga di bangsal Melati II, tetapi perawat sudah
mendelegasikan dan mengajarkan kepada keluarga untuk melakukan tindakan
alih baring terhadap An. A secara mandiri dan hasilnya selama tiga hari
keluarga mengatakan dapat melakukan tindakan alih baring selama 2-4 jam
sekali pada An. A secara mandiri, Alih baring adalah pengaturan posisi yang
diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya gesek pada kulit, dengan
tindakan alih posisi/ atau alih baring/ tidur selang seling dilakukan setiap 2
jam sekali ( Perry & Potter, 2005).
Terjadinya dekubitus akibat tertekannya daerah tertentu yang menjadi
tumpuan beban tubuh dalam waktu yang relative lama atau lebih dari 2 jam
penekanan daerah tersebut menyebabkan gangguan sirkulasi cairan tubuh dan
oksigen jaringan sehingga darah tersebut akan menunjukan tanda kemerahan
(Aini, 2013). Menurut Perry dan Potter (2005) dalam Aini (2013) pemberian
posisi terlentang dan posisi miring/ sim kiri, pemberian posisi miring/ sim
kanan pada saat ubah posisi 2 jam merupakan perubahan posisi diatas tempat
tidur akibat ketidakmampuan pasien untuk merubah posisi tidurnya sendiri.
Perubahan posisi tidur ini dilakukan untuk merubah adanya tekanan tubuh
pada daerah-daerah tertentu sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan beban
tubuh pada suatu titik yang dapat menyebabkan terganggunya sirkulasi aliran
darah pada daerah yang tertekan (Aini, 2013).
70
baring/
tidur
selang
seling
dilakukan
setiap
jam
sekali
(perry & potter 2005). Hal ini menyatakan masalah keperawatan teratasi
karena tidak terjadi luka tekan atau dekubitus, maka plenning dihentikan.
Hasil akhir yang didapatkan oleh penulis dalam mengaplikasikan
hasil penelitian yang terkait dengan pengaruh alih baring terhadap dekubitus
dalam pengelolaan kasus, didapatkan hasil dalam pengaruh alih baring
terhadap kejadian dekubitus dapat mencegah atau mengurangi terjadinya
dekubitus pada An. A dengan Meningitis di ruang Melati II Rumah Sakit Dr.
Moewardi.
71
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Setelah
penulis
melakukan
pengkajian
penentuan
diagnosa,
Pengkajian
Hasil pengkajian pada pasien meningitis, pasien mengalami Hasil
dari pengkajian tentang riwayat keperawata, keluhan utama keluarga
mengatakan An. A mual tidak nafsu makan. Riwayat penyakit sekarang
keluarga mengatakan pada tanggal 04 Maret 2015 keadaan An. A
mengeluh pusing, muntah 5x gelas belimbing isi makanan dan
minuman yang dikonsumsi, nafsu makan menurun, lalu orang tua
membawa klien kebidan dan diberi obat siruf tetap tidak ada perubahan,
kemudian pasien dibawa ke RS terdekat, saat di RS tersebut pasien
kejang 3x siklus 5 menit, kejang seluruh tubuh, badan kaku, kejang
disertai demam lalu pasien dirujuk ke RS Widodo, ngawi dan pasien
dirawat selama 3 hari, saat dirawat pasien kejang 4x 5 menit kejang
disertai demam, belum ada perubahan keluarga membawa anak ke RS
Dr. Moewardi saat di IGD pasien tampak lemah, kejang 1x 2 menit, kaku
71
72
seluruh tubuh, pasien telah terpasang infus RL 0,5 % dan mendapat terapi
O2 2L/menit, kemudian pasien dipindahkan ke bangsal Melati II pada
tanggal 10 Maret 2015. Dibangsal pasien mendapatkan terapi infus
RL0,5 % dan mendapat terapi O2 2L/menit pasien tampak lemah sudah
tidak terjadi kejang dan penurunan kesadaran, pasien mual tidak nafsu
makan.
2.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan meningitis adalah
diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat, diagnosa keperawatan
hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kendali otot,
diagnosa keperawatan resiko kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan imobilisasi fisik.
3.
Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan yang dilakukan pada pasien Meningitis
untuk diagnosa
73
Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada pasien meningitis
untuk tindakan keperawatan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak
adekuat adalah memantau intake nutrisi pada anak, membantu perawatan
diri makan, menganjurkan pada keluarga untuk memberikan makanan
yang disukai anak sedikit tapi sering dan sajikan selagi hangat,
memberikan
informasi
tentang
pentingnya
nutrisi
pada
anak,
74
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan pada pasien meningitis, masalah
keperawatan yang belum teratasi tidak ada, masalah keperawatan yang
sudah teratasi adalah ketidakseimbangan nutrisi, hambatan mobilitas
fisik, kerusakan integritas kulit karena terjadi peningkatan skala Braden
dari skor 13 menjadi 18 dan tidak terdapat tanda-tanda luka tekan
dekubitus.
6.
75
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan
meningitis penulis memberikan masukan yang positif terutama dalam bidang
kesehatan antara lain:
1.
2.
Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan
maupun klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan
keperawatan yang optimal pada umumnya yaitu dengan menerapkan
secara optimal pemberian tindakan alih baring terhadap kejadian
dekubitus pada pasien meningitis yang biasanya mengalami bedrest total
dan beresiko terjadi luka tekan atau dekubitus.
3.
Pendidikan
Institusi pendidikan agar meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
lebih berkualitas dan dilakukan penelitian yang lebih lanjut dibidang
keperawatan
tentang
pemberian
tindakan
alih
baring
terhadap
76
4.
Profesi Keperawatan
Perawat mempunyai tanggungjawab dan keterampilan yang baik dan
selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien meningitis, sehingga perawat dan tim kesehatan
lainnya dapat membantu dalam mengatasi kejadian luka atau dekubitus.
5.
Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien meningitis
diharapkan penulis dapat lebih mengetahui dan menambah wawasan
tentang cara pencegahan luka tekan atau dekubitus pada pasien
meningitis dengan bedres total.
DAFTAR PUSTAKA
Gisbreng. 2008. Definisi Alih Baring dan pengaruh terhadap kejadian dekubitus,
Jakarta : penerbit Erlangga.
Riyadi. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit. Edisi 2. Yogyakarta 2010.
Nugroho. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Yogyakarta : Nuha Medika.
Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis.
EGC, Jakarta.
Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Ed.6, EGC,
Jakarta.
Morton, Gallo, Hudak, 2012. Keperawatan Kritis edisi 8. EGC, Jakarta.
Yuliana elin, Andradjati Retnosari, dkk. ISO Farmakoterapi. ISFI, Jakarta, 2009.
Pudiastuti. 2011. Waspadai Penyakit Anak. Edisi 1. EGC, Jakarta.
Arif, Mansjoer. 2005. Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Jakarta.
T.Heather Herdman, PhD, Rn. Nanda internasional diagnosis keperawatan definisi
dan klasifikasi 2012-2014. EGC. Jakarta.
Nanda.2009-2011,Diagnosis Keperawatan : Definisi dan klasifikasi 20092011.Jakarta : EGC.