Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH

INTOKSIKASI LOGAM BERAT

DISUSUN OLEH:
Lalu Yan Hidayat
Dian Nurhani Safitri
Dini Hariyati Maulida Syakur
Meta Risky Anggorani
Meylinda Komala W

H1A007036
H1A008005
H1A008022
H1A008046
H1A009037

SUPERVISOR :
dr. Arfi Syamsun, Sp. KF, M.Si.Med

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


SMF ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL
RSU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2014
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan limpahan rahmat-Nya Tugas
Makalah ini dapat tersusun tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan salah satu prasyarat
dalam rangka menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Kedokteran Forensik.
Makalah ini berjudul Intoksikasi Logam Berat.
Makalah ini akan membahas mengenai beberapa jesnis logam berat diantaranya arsen,
merkuri, timbal, kadmium, dan antimoni terkait sifat-sifat logam berat, dosis toksisk, aspek
farmakologis dan farmakodinamiknya beserta ciri-ciri keracunan yang ditimbulkan dan
pemeriksaan forensiknya secara umum sesuai dengan tanda-tanda keracunan pada logam
berat tersebut.
Kami mohon maaf jika dalam penulisan referat ini terdapat kesalahan. Kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan untuk dapat memperbaikinya pada kesempatan
mendatang. Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya dalam kaitannya dengan
ilmu forensik terkait intoksikasi logam berat.
Mataram, 17 Maret 2014
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Unsur logam berat adalah unsur yang mempunyai densitas (masa jenis) lebih dari 5
gr/cm3. Hg mempunyai densitas 13,55 gr/cm3. Diantara semua unsur logam berat, Hg
menduduki urutan pertama dalam hal sifat racunnya, dibandingkan dengan logam berat
lainnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn. Kasus
keracunan baik fatal maupun non fatal hampir selalu dijumpai setiap tahunnya. Di
Laboratorium/Instalasi Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga/ RSU Dr. Soetomo Surabaya, kasus keracunan walaupun tidak menempati urutan
teratas dari semua kasus forensik namun perlu mendapat cukup perhatian.
Logam berat terutama merkuri merupakan bahan cemaran yang perlu diwaspadai
karena dapat menimbulkan efek akumulatif seperti halnya penyakit Minamata di Jepang
(Anon, 2000). Pada daerah perairan yang berdampingan/berdekatan dengan industri berat
diduga tingkat pencemarannya lebih tinggi dibandingkan dengan perairan yang tidak
berdekatan dengan industri berat. Hal ini disebabkan senyawa logam berat banyak digunakan
dalam industri sebagai bahan baku, katalisator, fungisida maupun bahan tambahan lainnya.
Menurut FDA di dalam Anon (1998), selain merkuri (Hg), jenis logam berat yang
membahayakan kesehatan antara lain timbal (Pb), kadmium (Cd), arsen (As), khromiun (Cr)
dan nikel (Ni). Tidak dipungkiri bahwa ada kaitan yang erat antara kemajuan teknologi yang
demikian pesatnya dewasa ini dengan masalah diatas baik secara langsung maupun tidak
langsung. Kemajuan-kemajuan dibidang industri, di lapangan pertanian, dibidang sosial
ekonomi maupun budaya dan lain sebagainya tidak dapat luput dari dampak negatif yang
menyertai sehingga membawa akibat-akibat yang juga merugikan bagi umat manusia.
Meningkat dan meluasnya pemakaian obat-obatan sebagai produk farmasi, pemakaian
insektisida, pemakaian bahan kimia sebagai bahan tambahan dalam makanan dan lan
sebagainya mendorong terjadinya kasus-kasus keracunan fatal karena faktor kesengajaan
ataupun kecelakaan, baik di lapangan industri, pertanian maupun rumah tangga serta dibidang
medis, terlebih lagi karena tidak diimbangi dengan usaha-usaha pencegahan terhadap akibatakibat merugikan yang ditimbulkannya..
Toksikologi dewasa ini mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan ilmu
dan teknologi sehingga bidang telaah toksikologi bukan hanya meliputi pengetahuan tentang
hal ihwal racun dalam arti sempit namun menyangkut hal yang lebih luas lagi yaitu meliputi
evaluasi terhadap semua akibat-akibat yang berkaitan dengan produk farmasi, pestisida,
bahan tambahan pada makanan bahkan sampai pada polusi lingkungan, akibat radiasi serta
efek limbah kimia atau biologi.
Dalam hal-hal yang telah diuraikan diatas dapat diartikan sebagai tantangan bagi kita
semua untuk lebih mempersiapkan diri sebaik-baiknya, sebagai dokter dalam menangani
kasus-kasus keracunan fatal (ataupun kadang-kadang pada kasus keracunan non fatal),
terutama dalam penentuan sebab kematian korban, karena pengambilan kesimpulan sebab
kematian korban akibat intoksikasi logam berat tidak dapat diambil tanpa melakukan analisa
toksikologi yang jelas-jelas akan menunjukkan adanya atau ditemukannya racun penyebab
kematian korban dalam jaringan atau cairan tubuh korban yang dianalisa.
2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

ARSEN
Arsen merupakan logam berat dengan valensi 3 atau 5, dan berwarna metal
(steel-grey). Senyawa arsen didalam alam berada dalam 3 bentuk: Arsen trichlorida
(AsCl3) berupa cairan berminyak, Arsen trioksida (As2O3, arsen putih) berupa kristal
putih dan berupa gas arsine (AsH3). Lewisite, yang sering disebut sebagai gas perang,
merupakan salah satu turunan gas arsine. Pada umumnya arsen tidak berbau, tetapi
beberapa senyawanya dapat mengeluarkan bau bawang putih. Racun arsen pada
umumnya mudah larut dalam air, khususnya dalam air panas .
Arsen merupakan unsur dari komponen obat sejak dahulu kala. Senyawa
arsen trioksida misalnya pernah digunakan sebagai tonikum, yaitu dengan dosis 3 x
1-2 mg. Dalam jangka panjang, penggunaan tonikum ini ternyata telah menyebabkan
timbulnya gejala intoksikasi arsen kronis. Arsen juga pernah digunakan sebagai obat
untuk berbagai infeksi parasit, seperti protozoa, cacing, amoeba, spirocheta dan
tripanosoma, tetapi kemudian tidak lagi digunakan karena ditemukannya obat lain
yang lebih aman. Arsen dalam dosis kecil sampai saat ini juga masih digunakan
sebagai obat pada resep homeopathi .
Bermacam-macam bentuk senyawa kimia dari arsen ini yaitu sebagai berikut ;
1. Arsen triokasida (As2O3), ialah bentuk garam inorganic dan bentuk trivial dari
asam arsenat (H4AsO4) berwarna putih dan padat seperti gula.
2. Arsen pentaoksida (As2O5)
3. Arsenat (misalnya : PbHAsO4), ialah bentuk garam dari asam arsenat, merupakan
senyawa arsen yang banyak dijumpai di alam dan bersifat kurang toksik.
4. Arsen organic, arsen berikatan kovalen dengan rantai karbon alifatik atau struktur
cincin,dimana arsen terikat dalam bentuk trivalent ataupun pentavalen.Bentuk
senyawa arsen ini kurang toksin dibandingkan denagn bentuk senyawa arsen
inorganic trivalent.
Bentuk senyawa arsen yang paling beracun ialah gas arsin (AsH3),yang
terbentuk bila asam bereaksi dengan arsenat yang mengandung logam lain.

Selain dapat ditemukan di udara, air maupun makanan, arsen juga dapat
ditemukan di industri seperti industri pestisida, proses pengecoran logam maupun
pusat tenaga geotermal. Elemen yang mengandung arsen dalam jumlah sedikit atau
komponen arsen organik (biasanya ditemukan pada produk laut seperti ikan laut)
biasanya tidak beracun(tidak toksik). Arsen dapat dalam bentuk in organik bervalensi
tiga dan bervalensi lima. Bentuk in organik arsen bervalensi tiga adalah arsenik
trioksid, sodium arsenik, dan arsenik triklorida., sedangkan bentuk in organik arsen
bervalensi lima adalah arsenik pentosida, asam arsenik, dan arsenat (Pb arsenat, Ca
arsenat). Arsen bervalensi tiga (trioksid) merupakan bahan kimia yang cukup
potensial untuk menimbulkan terjadinya keracunan akut.
2.1.1. Sifat-Sifat
A. Karakteristik Arsen
Arsen berwarna abu-abu, namun bentuk ini jarang ada di lingkungan. Arsen di
air di temukan dalam bentuk senyawa dengan satu atau lebih elemen lain (Wijanto,
2005).
Arsen secara kimiawi memiliki karakteristik yang serupa dengan fosfor, dan
sering dapat digunakan sebagai pengganti dalam berbagai reaksi biokimia dan juga
beracun. Ketika dipanaskan, arsen akan cepat teroksidasi menjadi oksida arsen, yang
berbau seperti bau bawang putih. Arsen dan beberapa senyawa arsen juga dapat
langsung tersublimasi, berubah dari padat menjadi gas tanpa menjadi cairan terlebih
dahulu. Zat dasar arsen ditemukan dalam dua bentuk padat yang berwarna kuning dan
metalik, dengan berat jenis 1,97 dan 5,73.
B. Sifat Kimia Arsen
Arsen, Sb, dan Bi, terutama terdapat sebagai mineral sulfide seperti
mispickel,FeAsS, atau stibnite,Sb2S3. Arsen, Sb, dan Bi, diperoleh sebagai
logamnya.semuanya membentuk Kristal yang strukturnya mirip dengan fosfor hitam.
Namun ketiga unsure tersebut tampak mengkilat dan seperti logam, serta mempunyai
tahanan masing-masing 30, 40, dan 105 cm, yang bias dibandingkan dengan
logam-logam seperti Ti dan Mn (berturut-turut 42 dan 185 cm). melalui reduksi
oksidasinya dengan karbon dan hydrogen. Logamnya terbakar pada pemanasan dalam
oksigen menghasilkan oksida.

Arsen trihalida mirip dengan trihalida fosfor. SbCl3 berbeda karena ia larut
dalam sejumlah air yang terbatas menghasilkan larutan jernih, yang dalam
pengenceran menghasilkan okso klorida yang tidak terlarut seperti SbOCl dan
Sb4O5Cl2. Tidak ada ion Sb3+ sederhana dalam larutan BiCl3, suatu padatan Kristal
putih, terhidrolisis oleh air menjadi BiOCl namun reaksi ini di bolak=balik.
C. Sumber Pencemaran oleh Arsen
Keberadaan arsen di alam (meliputi keberadaan di batuan (tanah) dan sedimen,
udara, air dan biota), produksi arsen di dalam industri, penggunaan dan sumber
pencemaran arsen di lingkungan.
1. Keberadaan Arsen di Alam
a. Batuan (Tanah) dan Sedimen
Di batuan atau tanah, arsen (As) terdistribusi sebagai mineral. Kadar As
tertinggi dalam bentuk arsenida dari amalgam tembaga, timah hitam, perak
dan bentuk sulfida dari emas. Mineral lain yang mengandung arsen adalah
arsenopyrite (FeAsS), realgar (As4S4) dan orpiment (As2S3). Secara kasar
kandungan arsen di bumi antara 1,5-2 mglkg (NAS, 1977). Bentuk oksida
arsen banyak ditemukan pada deposit/sedimen dan akan stabil bila berada di
lingkungan.
Tanah yang tidak terkontaminasi arsen ditemukan mengandung kadar
As antara 0,240 mg/kg, sedang yang terkontaminasi mengandung kadar As
rata-rata lebih dari 550 mg/kg (Walsh & Keeney, 1975). Secara alami
kandungan arsen dalam sedimen biasanya di bawah 10 mg/kg berat kering.
Sedimen bagian bawah dapat terjadi karena kontaminasi yang berasal dari
sumber buatan kering ditemukan pada sedimen bagian bawah yang dekat
dengan buangan pelelehan tembaga.
b. Udara
Zat padat di udara (total suspended particulate = TSP) mengandung
senyawa arsen dalam bentuk anorganik dan organik (Johnson & Braman,
1975). Crecelius (1974) menunjukkan bahwa hanya 35% arsen anorganik
terlarut dalam air hujan. Di lokasi tercemar, kadar As di udara ambien kurang
dari satu gram per meter kubik (Peirson, et al 1974; Johnson & Braman, 1975).
c. Air
Beberapa tempat di bumi mengandung arsen yang cukup tinggi
sehingga dapat merembes ke air tanah. Kebanyakan wilayah dengan
kandungan arsen tertinggi adalah daerah aluvial yang merupakan endapan
5

lumpur sungai dan tanah dengan kaya bahan organik. Arsenik dalam air tanah
bersifat alami dan dilepaskan dari sedimen ke dalam air tanah karena tidak
adanya oksigen pada lapisan di bawah permukaan tanah (www.wikipedia.org,
2009). Arsen terlarut dalam air dalam bentuk organik dan anorganik (Braman,
1973; Crecelius, 1974). Jenis arsen bentuk organik adalah methylarsenic acid
dan methylarsenic acid, sedang anorganik dalam bentuk arsenit dan arsenat.
Arsen dapat ditemukan pada air permukaan, air sungai, air danau, air sumur
dalam, air mengalir, serta pada air di lokasi di mana terdapat aktivitas panas
bumi (geothermal).
b. Biota
Penyerapan ion arsenat dalam tanah oleh komponen besi dan
aluminium, sebagian besar merupakan kebalikan dari penyerapan arsen pada
tanaman (WaIlsh, 1977). Kandungan arsen dalam tanaman yang tumbuh pada
tanah yang tidak tercemari pestisida bervariasi antara 0,01-5 mg/kg berat
kering (NAS, 1977). Tanaman yang tumbuh pada tanah yang terkontaminasi
arsen selayaknya mengandung kadar arsen tinggi, khususnya di bagian akar
(Walsh & Keene, 1975; Grant & Dobbs, 1977). Beberapa rerumputan yang
mengandung kadar arsen tinggi merupakan petunjuk/indikator kandungan
arsen dalam tanah (Porter & Peterson, 1975). Selain itu, ganggang laut dan
rumput laut juga umumnya mengandung sejumlah kecil arsen.
2. Produksi dalam Industri
Berdasarkan data yang digunakan dari Biro Pertambangan Amerika
Serikat (Nelson, 1977), dapat diperkirakan bahwa total produksi senyawa arsen di
dunia mulai tahun 1975 sekitar 600.000 ton. Negara-negara produser utama
adalah: China, Peru, Swedia, USA dan USSR. Negara-negara tersebut mampu
mencukupi sampai 90% produk dunia. Arsen trivalen adalah basis utama industri
kimia arsen dan merupakan produk samping dalam pelelehan bijih tembaga dan
timah hitam.
3. Penggunaan Senyawa Arsen
Arsen banyak digunakan dalam berbagai bidang, yaitu salah satunya
dalam bidang pertanian. Di dalam pertanian, senyawa timah arsenat, tembaga
acetoarsenit, natrium arsenit, kalsium arsenat dan senyawa arsen organik
digunakan sebagai pestisida.
Sebagian tembakau yang tumbuh di Amerika Serikat, perlu diberi
pestisida yang mengandung arsen untuk mengendalikan serangga yang menjadi
6

hama tanaman tersebut selama masa pertumbuhannya. Tembakau ini akan


digunakan sebagai bahan baku pembuatan rokok.
2.1.2. Dosis Toksik
Toksisitas senyawa arsenik dan sangat bervariasi. Bentuk organik tampaknya
memiliki toksisitas yang lebih rendah daripada bentuk arsenik anorganik.. Penelitian
telah menunjukkan bahwa arsenites (trivalen bentuk) memiliki toksisitas akut yang
lebih tinggi daripada arsenates (pentavalent bentuk). Minimal dosis akut arsenik yang
mematikan pada orang dewasa diperkirakan 70-200 mg atau 1 mg/kg/hari. Sebagian
besar melaporkan keracunan arsenik tidak disebabkan oleh unsur arsenik, tapi oleh
salah satu senyawa arsen, terutama arsenik trioksida, yang sekitar 500 kali lebih
beracun daripada arsenikum murni. Gejalanya antara lain: sakit di daerah perut,
produksi air liur berlebihan, muntah, rasa haus dan kekakuan di tenggorokan, suara
serak dan kesulitan berbicara, masalah muntah (kehijauan atau kekuningan, kadangkadang bernoda darah), diare, tenesmus, sakit pada organ kemih, kejang-kejang dan
kram, keringat basah, lividity dari ekstremitas, wajah pucat, mata merah dan berair.
Gejala keracunan arsenik ringan mulai dengan sakit kepala dan dapat berkembang
menjadi ringan dan biasanya, jika tidak diobati, akan mengakibatkan kematian.
2.1.3. Aspek Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Mekanisme Masuknya Arsen dalam tubuh manusia umumnya melalui oral,
dari makanan/minuman. Arsen yang tertelan secara cepat akan diserap lambung dan
usus halus kemudian masuk ke peredaran darah (Wijanto, 2005). Arsen adalah racun
yang bekerja dalam sel secara umum.Hal tersebut terjadi apabila arsen terikat dengan
gugus sulfhidril (-SH), terutama yang berada dalam enzim.Salah satu system enzim
tersebut ialah kompleks.piruvat dehidrogenase yang berfungsi untuk oksidasi
dekarboksilasi piruvat menjadi Co-A dan CO2 sebelummasuk dalam siklus TOA
(tricarbocyclic acid). Dimana enzim tersebut terdiri dari beberapa enzim dan
kofaktor.Reaksi tersebut melibatkan transasetilasi yang mengikat koenzim A(CoASH) untuk membentuk asetil CoA dan dihidrolipoil-enzim, yang mengandung dua
gugus sulfhidril.Kelompok sulfhidril sangat berperan mengikat arsen trivial yang
membentuk kelat.kelat dari dihidrofil-arsenat dapat menghambat reoksidasi dari
kelompok akibatnya bila arsen terikat dengan system enzim, akan terjadi akumulasi
asam piruvat dalam darah.
7

Arsenat juga memisahkan oksigen dan fosfolirasi pada fase kedua


dariglikolosis dengan jalan berkompetisi dengan fosfat dalama reaksi gliseraldehid
dehidrogenase.Dengan adanya pengikatan arsenat reaksi gliseraldehid-3-fosfat,
akibatnya tidak terjadi proses enzimatik hidrolisis menjadi 3-fosfogliserat dan tidak
memproduksi ATP.Selama Arsen bergabung dengan gugus SH,maupun gugus SH
yang terdapat dalam enzim,maka akan banyak ikatan As dalam hati yang terikat
sebagai enzim metabolic.Karena adanya protein yang juga mengandung gugus SH
terikat dengan As, maka hal inilah yang meneyebbkan As juga ditemukan dalam
rambut, kuku dan tulang.Karena eratnya As bergabung dengan gugus SH, maka
arsen masih dapat terdeteksi dalam rambut dan tulang bebrapa tahun kemudian.
Sekitar 90% arsen yang diabsorbsi dalam tubuh manusia tersimpan dalam
hati,ginjal,dinding saluaran pencernaan,limfa, dan paru.Juga tersimpan dalam jumlah
sedikit dalam rambut dan kuku serta dapat terdeteksi dalam waktu lama, yaitu
beberapa tahun setelah keracunan kronis.Di dalam darah yang normal ditemukan
arsen 0,2g/100ml. sedangkan pada kondisi keracunan ditemukan 10g/100ml dan
pada oarng yang mati keracunan arsen ditemukan 60-90g/100ml.
2.1.4. Manifestasi klinis dan Temuan pada Pemeriksaan Luar dan Pemeriksaan Dalam
A. Toksisitas Akut
Toksisitas akut arsen biasanya memperlihatkan gejala sakit perut, gejala
tersebut disebabkan oleh adanya vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) yang
akan mengakibatkan terbentuknya vesikel (lepuh) pada lapisan submukose
lambung dan usus. Gangguan tersebut mengakibatkan rasa mual, muntah, diare
(kadang bercampur darah) dan sakit perut yang sangat. Bau napas seperti bawang
putih, diare profus menyebabkan banyak cairan tubuh keluar sehingga
menyebabkan gejala hipontesi. Terjadinya diare profus menyebabakan banyak
larutan protein terbuang keluar tubuh,sehingga mengakibatkan usus ridak berfungsi
normal (enteropati). Arsen juga dapat menyebabkan peningkatan aktivitas mitotik
pada sel hati. Gas arsenik dapat mengakibatkan hemolisis dalam waktu 3-4 jam dan
mengakibatkan nekrosis tubulus ginjal akut sehingga terjadi kegagalan ginjal.
Tanda-tanda toksisitas As yang akut juga terlihat jelas ialah dengan
ditemukannya gejala rambut rontok kebotakan (alopesia) , tidak berfungsinya saraf
tepi yang ditandai dengan kelumpukan anggota gerak bagian bawah,kaki
lemas,persendian tangan lumpuh, dan daya reflex menurun
B. Toksisitas kronis
8

Terjadinya toksisitas kronis biasanya melibatkan sejumlah populasi


penduduk yang tinggal dalam suatu kawasan pencemarn lingkungan oleh arsen
dari limbah industri pestisida, pabrik kertas, bubur pulp dan sebagainya.
Epidemiologi penyakit toksisitas arsen kronis terjadi pada sebuah populasi
penduduk di Bangladesh yang mengonsumsi air tanah yang mengandung arsen.
Konsentrasi arsen dalam air tanah pada daerah tersebut dapat mencapai 10
sampai 1820 mg/l. Gejala akan timbul dalm waktu 2 sampai 8 minggu sejak
penderita mulai mengonsumsi air yang terkontaminasi tersebut. Gejala yang jelas
terlihat adalah adanya kelainan pada kulit dan kuku, terciri dengan adanya
hyperkeratosis, hiperpigmentasi, dermatitis dengan terkelupasnya kulit dan adanya
warna putih pada persambungan kulit dan kuku.
Toksisitas As kronik juga dapat meningkatkan penyebab risiko terjadinya
kanker pada kulit, paru-paru, hati (liver-angiosarkoma), kantung kencing, ginjal,
dan kolon. Beberapa kelompok peneliti menyatakan bahwa keracunan kronis A
dapat menyebabkan hepatotoksik hidroarsenicisme (karena mengonsumsi air
minum yang terkontaminasi As), hal tersebut terjadi setelah 1-15 tahun sejak
mengonsumsi air tersebut. Hepatomegali (pembesaran hati) terjadi pada 76,7% dari
248 pasien yang dirawat karena kasus toksisitas kronis As ini.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan gejala kerusakan hati ditandai
dengan kolestasis, hiperbilirubinemia dan peningkatan aktivitas enzim alkaline
fosfatase yang disertai dengan tingginya konsentrasi arsenik dalam urine.
Gangguan saraf perifer akan mulai terlihat pada fase lanjut.Saraf kaki
akanlebih parah dari pada saraf tangan, menyebabkan kulumpuhan pada saraf
motorik dan sensorik.Terlihat kecenderungan terjadinya ulcer (borok) dalam
saluran pencernaan, hepatitis kronis, dan sirosis.
Pada pemeriksaan darah tepi terlihat adanya pansitopeni (sel darah
berkurang), terutama neutropeni (sel darah putih menurun).produksi sel darah
merah berhenti dan adanya gambaran basophilic stippling.Anemia yang ada
hubungannya dengan defisiensi asam folat juga terlihat.
Pada penelitian epidemiologi, nyata hubungan antara toksisitas kronis dari
arsen trivial dan arsen pentavalen dengan ditemukannya kasus kanker paru,kanker
limfa, dan kanker kulit.
2.1.5. Penatalaksanaan
A. Pencegahan Terjadinya Paparan Arsen

Usaha pencegahan terjadinya paparan arsen secara umum adalah pemakaian


alat proteksi diri bagi semua individu yang mempunyai potensi terpapar oleh arsen.
Alat proteksi diri tersebut misalnya :
-

Masker yang memadai


Sarung tangan yang memadai
Tutup kepala
Kacamata khusus
Usaha pencegahan lain adalah melakukan surveilance medis, yaitu

pemeriksaan kesehatan dan laboratorium yang dilakukan secara rutin setiap tahun.
Jika keadaan dianggap luar biasa, dapat dilakukan biomonitoring arsen di dalam
urine. Usaha pencegahan agar lingkungan kerja terbebas dari kadar arsen yang
berlebihan adalah perlu dilakukan pemeriksaan kualitas udara (indoor), terutama
kadar arsen dalam patikel debu. Pemeriksaan kualitas udara tersebut setidaknya
dilakukan setiap tiga bulan. Ventilasi tempat kerja harus baik, agar sirkulasi udara
dapat lancar.
B. Cara Menanggulangi Toksisitas Arsen
Pada kasus keracunan akut, perlu segera diberi obat suportif dan simptomatik
untuk mencegah terjadinya gejala neuropati. Pengobatan dengan pemberian khelasi
spesifik yaitu BAL. Standar pemberian BAL ialah 3-5 mg/kg yang diberikan setiap
4 jam selama 2 hari diikuti dengan pemberian 2,5 mg/kg setiap 6 jam selama 2
hari. Kemudian diberikan 2,5 mg/kg setiap 12 jam selama 1 minggu. Pada periode
pemberian pengobatan tersebut, sampel urine diperiksa setiap 24 jam dan
pengobatan segera dihentikan jika konsentrasi As dalam urine kurang dari 50 mg.
pengobatan BAL sering diikuti dengan pemberian penisilamin yang diberikan
setiap 6 jam selama 5 hari.
Pada kasus keracunan kronis, tindakan pertama yang dilakukan ialah
menghilangkan sumber kontaminasi dari penderita. Pengobatan sistem kelasi tidak
dianjurkan, karena As mempunyai waktu paruh biologik hanya sekitar 3-4 hari.
2.2.

MERKURI
Merkuri (Hg) merupakan obat penting selama berabad-abad, yaitu sebagai
diuretika, antibakteri, sntiseptik, salep kulit dan laksan. Sekarang ini obat yang lebih
efektif dan spesifik telah menggantikan Hg, sehingga keracunan merkuri dari obat
berkurang, namun keracunan merkuri dari pencemaran lingkungan semakin menonjol.
10

Kadar merkuri diudara, tanah dan air telah meningkat karena penggunaan bahan bakar
fosil yang mengandung merkuri dalam jumlah besar dan meningkatnya penggunaan
merkuri dibidang industri dan pertanian.
2.2.1. Sifat-Sifat
Merkuri (Hg) adalah logam bentuk cairan kental, berat, sangat mudah
menyublim apabila dipanaskan. Pada dasarnya, merkuri/raksa (Hg) adalah unsur
logam yang sangat penting dalam teknologi di abad modern saat ini. Merkuri adalah
unsur yang mempunyai nomor atom (NA=80) serta mempunyai massa molekul relatif
(MR= 200,59). Merkuri diberikan simbol kimia Hg yang merupakan singkatan yang
berasal dari bahasa yunani Hydrargyricum yang berarti cairan perak. Bentuk fisik dan
kimianya dangat menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang
berbentuk cair dalam temperatur kamar (25oC), titik bekunya paling rendah (-39 oC),
mempunyai kecendrungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan logamlogam lain menjadi logam campuran (Amalgam/Alloi), juga dapat mengalirkan arus
listrik rendah.

Gambar 1. Merkuri

Merkuri oleh Clarkson (1976) dapat digolongkan sebagai merkuri organik dan
anorganik sebagai berikut:

11

Merkuri anorganik terdiri dari raksa unsur dan garam merkurous dan merkuri
yang dapat terurai. Merkuri yang bersifat molekul dan terikat dalam atom karbon
disebut merkuri organik. Rantai pendek merkuri alkil, aril, dan alkoksialkil termasuk
dalam kelompok ini. Ikatan merkuri karbon adalah stabil karena aktivitas merkuri
yang rendah terhadap oksigen.
Bentuk kimia merkuri mempunyai pengaruh terhadap pengendapannya. Secara
umum ada tiga bentuk merkuri yaitu uap Hg (unsur Hg), garam Hg, dan Hg organik.
Berikut akan dibahas mengenai tiga bentuk utama Hg tersebut:
a. Uap Hg (unsur Hg)
Unsur merkuri merupakan Hg anorganik yang paling mudah menguap. Unsur
merkuri mempunyai tekanan uap yang tinggi dan unsur larut di dalam air. Pada
suhu kamar kelarutannya kira-kira 60 mg/l dalam air dan antara 50 mg/l dalam
lipida. Bila ada oksigen, merkuri diasamkan langsung ke dalam bentuk ionik. Uap
merkuri wujud (hadir) dalam bentuk monoatom yang apabila terserap ke dalam
tubuh akan dibebaskan ke dasar alveolar.
Pajanan manusia terhadap uap Hg sudah lama dikenal dan sebagian besar
disebabkan oleh jenis pekerjaan seseorang. Pajanan kronis Hg dalam udara ialah
akibat kontaminasi yang tidak sengaja dalam ruangan berventilasi buruk,
misalnya dalam laboratorium penelitian.
b. Garam Hg terdapat dalam bentuk garam monovalen (Hg2Cl2) dan divalen
(HgCl2).
Dianatara kedua tahapan pengoksidaan, Hg2+ adalah lebih reaktif. Ia dapat
membentuk kompleks dengan ligan organik, terutama golongan sulfurhidril
(contohnya HgCl2 sangat larut dalam air dan sangat toksik, sebaliknya HgCl tidak
larut dan kurang toksik).
HgCl2 (sublimat) yang dahulu diindikasi sebagai obat cacing, masih terdapat
dalam sejumlah krim kulit sebagai antiseptik. Garam Hg merupakan iritan dan
racun yang sangat kuat dari logam tersebut. Hg (NO 2)2 merupakan bahaya umum
dalam industri topi laken lebih dari 400 tahun silam. Kelainan neurologis dan
tingkah laku terjadi akibat pajanan ditempat kerja tersebut. HgCl 2, yang pernah
12

digunakan sebagai antiseptik juga digunakan untuk tujuan bunuh diri. Garam
merkuri masih digunakan dalam industri dan limbah industri ke sungai telah
mencemari lingkungan hidup. Merkuri anorganik di industri digunakan untuk
memproduksi kloralkali dan alat elektronik, juga untuk pembuatan plastik,
fungisida, germisida dan tanaman formula amalgam dalam kedokteran gigi.
c. Hg organik yang digunakan dewasa ini mengandung merkuri dengan satu ikatan
kovalen dengan atom karbon. Ini merupakan suatu kelompok senyawa heterogen,
dan masing-masing mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menghasilkan
efek toksik. Garam alkilmerkuri paling berbahaya dari kelompok senyawa ini,
terutama metilmerkuri. Garam ini digunakan sebagai fungisida dan dapat
menimbulkan efek toksik pada manusia.
Sediaan-sediaan merkuri yang sering menimbulkan keracunan adalah:
a. Metallic mercury (merkuri dalam bentuk logam) yang sering dijumpai pada
sediaan salep obat-obatan, kosmetika dan lain-lain. Logam merkuri sendiri tidak
beracun, namun dapat toksis apabila berada dalam tubuh dalam jangka waktu
cukup lama.
b. Senyawa merkuri anorganik dapat berupa senyawa mercuro (Hg +) ataupun
senyawa mercuri (Hg++), dimana mercuri/Hg++ biasanya mudah larut dan sangat
toksis, sedang bentuk mercuro/Hg+ lebih tidak/sukar larut dan relatif kurang
toksis.
- Contoh senyawa Hg++:
Sublimat (mercuri chloride), mercuri cyanide, mercuri salicylate, dan lainlain.
- Contoh senyawa Hg+:
Calomel (mercuro choloride) dan lain-lain.
c. Senyawa merkuri diuretika, sering dipakai dalam pengobatan misal sebagai
diuretika, germisida, pengawet.
Contoh: mercuri benzoat, mercuri oxycyanide, mercurochrome, salyargan, phenyl
mercuri nitrat dan lain-lain.
Dari semua senyawa merkuri diatas maka diambil contoh keracunan yang paling
sering terjadi adalah akibat seblimat (mercuri chloride). Mercuri chloride berbentuk
kristal dan menyublim pada temperatur 180oF. Sangat larut dalam air, rasa pahit dan
membentuk endapan dengan albumin. Dipakai sebagai antiseptik atau desinfektansia.
Jarang digunakan untuk tujuan pembunuhan.
13

2.2.2. Dosis Toksik


Dalam tubuh manusia mempunyai ketahanan hemostasis untuk mengontrol
logam berat. Walaupun begitu, dalam konsentrasi yang berlebihan ia akan
memberikan efek keracunan secara kronik atau akut. Beberapa logam toksik, dalam
hal ini logam merkuri, mempunyai separuh hayat biologi yang panjang dan
menyebabkan akumulasi di dalam tubuh.
Senyawa merkuri anorganik pada umumnya sangat tergantung pada
kelarutannya dalam cairan lambung, untuk menunjukkan toksisitasnya, makin larut
dalam cairan lambung senyawa tersebut makin toksis. Sedang senyawa merkuri
organik, toksisitasnya sangat bervariasi dan tidak selalu tergantung pada kelarutannya
dalam cairan lambung. Mercuri chloride dengan kadar 0,1 gram sudah menyebabkan
gejala-gejala keracunan serius. Dosis fatalnya sekitar 200-500 mg.
Batas tertinggi merkuri dalam darah adalah 0,03-0,04 ppm. Kadar merkuri
dalam darah diatas 0,04 ppm harus dianggap abnormal pada orang dewasa. Karena
metilmerkuri terkumpul dalam eritrosit dan merkuri anorganik tidak, maka distribusi
merkuri total antara eritrosit dan plasma merupakan petunjuk yang membedakan
keracunan Hg anorganik atau organik. Hubungan anatara kadar Hg anorganik dalam
darah dan toksisitasnya tergantung dari bentuk pajanan. Misalnya pajanan uap
merkuri mengakibatkan kadar dalam otak kira-kira sepuluh kali lebih tinggi daripada
kadar akibat pajanan garam Hg anorganik dengan dosis yang sama.
2.2.3. Aspek Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Garam merkuri yang larut diabsorbsi dengan cepat melalui saluran pencernaan
makanan atau mukosa membran lain. Dapat diabsorbsi melalui kulit yang intak dan
tidak sampai menimbulkan keracunan akut karena absorbsinya sangat lambat namun
tidak jarang menyebabkan keracunan khronis. Dari deposit mercuri dalam tubuh,
reabsorbsi akan dipercepat dengan pemberian senyawa jodida, karena asidosis atau
karena

trauma

pada

tempat

suntikan

sehingga

menyebabkan

keadaan

mercurialisme.
Adapun farmakokinetik dari tiga bentuk utama Hg adalah sebagai berikut:
a. Unsur merkuri
Unsur merkuri tidak toksik bila termakan karena absorpsi dari saluran cerna
sangat rendah dan Hg dalam bentuk ini tidak bereaksi dengan molekul penting
secara biologis. Uap merkuri yang terhirup diserap seluruhnya oleh paru dan
dioksidasi menjadi kation merkuri divalen oleh katalase dalam eritrosit. Disposisi
uap merkuri sama dengan garam Hg tetapi karena uap merkuri lebih cepat
14

melintasi membran maka sejumlah besar uap merkuri telah memasuki otak
sebelum dioksidasi sehingga toksisitasnya terhadap SSP lebih besar daripada
bentuk divalennya.
b. Garam merkuri anorganik
Garam merkuri yang larut (Hg2+) memasuki sirkulasi bila diberikan secara
oral. Absorbsi melalui usus kira-kira 10%, sejumlah besar Hg2+ tetap berikatan
pada mukosa usus dan isi usus. Senyawa merkuri anorganik yang tidak dapat
larut, seperti kalomel (Hg2Cl2), bisa mengalami oksidasi menjadi senyawa yang
larut lebih mudah diabsorpsi. Distribusi merkuri anorganik sangat tidak beragam.
Kadar tinggi Hg2+ ditemukan pada ginjal dan bertahan lebih lama daripada
dijaringan lain. Kadar merkuri anorganik dalam darah sama tinggi dengan dalam
plasma. Hg anorganik sukar melewati sawar darah otak atau plasenta. Logam ini
diekskresi melalui urin dan tinja, tetapi ekskresi melalui tinja lebih penting. Masa
paruhnya pada manusia kira-kira 60 hari.
Efek toksisitas merkuri pada manusia bergantung pada bentuk komposisi
merkuri, jalan masuknya ke dalam tubuh, dan lamanya berkembang. Contohnya
adalah bentuk merkuri (HgCl2) lebih toksik daripada merkuro (HgCl). Hal ini
disebabkan karena bentuk divalen lebih mudah larut daripada bentuk monovalen.
Disamping itu, bentuk HgCl2 juga cepat dan mudah diabsorpsi sehingga daya
toksisitasnya lebih tinggi.
c. Merkuri organik
Hg organik diabsorpsi lebih lengkap melalui usus daripada garam anorganik
karena Hg organik lebih larut dalam lemak dan kurang korosif terhadap mukosa
usus. Lebih dari 90% metilmerkuri diabsorpsi melalui saluran cerna manusia. Hg
organik melintasi sawar darah otak dan plasenta sehingga efek neurologis dan
teratogenik lebih nyata daripada yang disebabkan oleh garam anorganik. Hg
organik didistribusi ke seluruh jaringan lebih merata daripada garam anorganik.
Sebagian besar Hg organik terdapat dalam eritrosit. Rasio kadar Hg organik
dalam eritrosit dengan kadar kadarnya dalam plasma berbeda tergantung dari
bentuk senyawa, untuk metilmerkuri ialah 20:1. Ikatan karbon-merkuri dari
beberapa Hg organik terurai setelah diabsorpsi. Penguraian ini sangat lambat pada
metilmerkuri, dan Hg anorganik yang terbentuk tidak toksik. Arilmerkuri,
misalnya merkurofen mempunyai ikatan merkuri-karbon yang labil, dan toksisitas
senyawa ini serupa dengan toksisitas Hg anorganik. Ekskresi metilmerkuri

15

terutama melalui tinja; kurang dari 10% melalui urin. Waktu paruh biologis
metilmerkuri pada manusia kira-kira 65 hari.
Merkuri mudah membentuk ikatan kovalen dengan sulfur, dan sifat inilah yang
mendasari sebagian besar efek biologisnya. Apabila sulfur terdapat dalam bentuk
sulfhidril, maka merkuri divalen menggantikan atom hidrogen membentuk
merkaptida, X-Hg-SR dan Hg (SR)2; X menunjukkan suatu radikal elektronegatif dan
R ialah protein. Hg organik membentuk merkaptida tipe RHg-SR . Akibatnya aktivitas
enzim sulfidril terhambat sehingga metabolisme dan fungsi sel terganggu.
2.2.4. Manifestasi klinis dan Temuan pada Pemeriksaan Luar
Dari semua senyawa merkuri diatas maka diambil contoh keracunan yang paling
sering terjadi adalah akibat seblimat (mercuri chloride). Mercuri chloride berbentuk
kristal dan menyublim pada temperatur 180oF. Sangat larut dalam air, rasa pahit dan
membentuk endapan dengan albumin. Dipakai sebagai antiseptik atau desinfektansia.
Jarang digunakan untuk tujuan pembunuhan.
Cara kejadian keracunan:
a. Dahulu sering dipakai untuk tujuan bunuh diri (sublimat)
b. Sering akibat kecelakaan, misalnya:
- Dipakai sebagai vaginal douche
- Terminum karena disangka obat
- Akibat sampingan pada industri yang memakai bahan mengandung senyawa
merkuri.
A. Manifestasi Klinis dan Temuan Pemeriksaan Luar pada Keracunan Akut:
Keracunan akut (setelah beberapa menit sampai setengah jam setelah
keracunan peroral) penderita menunjukkan gejala acute gastrointestinal
inflamation dengan keluhan: rasa logam yang tajam pada mulut, rasa haus hebat,
rasa terbakar pada kerongkongan dan perut.
Gejala yang paling utama pada awal keracunan adalah mual, kemudian
muntah bercampur darah disertai rasa sakit pada abdomen. Selanjutnya keluhan
tenesmus serta diarrhea berdarah disertai dengan penurunan produksi urine,
uremia dan collaps. Pada beberapa kasus tampak adanya kelainan pada mulut dan
gigi berupa gingivitis dan juga stomatitis terutama pada keracunan peroral larutan
pekat merkuri khlorida.
16

Pada pemeriksaan luar: pada beberapa kasus tampak adanya kelainan pada
mulut dan gigi berupa gingivitis dan juga stomatitis terutama pada keracunan
peroral larutan pekat merkuri khlorida. Adanya garis kebiru-biruan pada gusi
mirip dengan pada keracunan bismuth, hanya saja dengan derajat yang lebih
ringan.
B. Manifestasi Klinis dan Temuan Pemeriksaan Luar pada Keracunan Kronis:
Biasanya

terjadi karena kontak dengan uap merkuri, sehingga terjadi

absorbsi melalui saluran pernapasan, maupun karena pemakaian senyawa yang


mengandung merkuri pada jangka waktu lama. Gejala yang paling dini adalah
albuminuria hebat, gingivitis, salivasi dan rasa logam pada mulut. Gejala umum
lainnya adalah anorexia, berat badan turun, anemia, diare, cerebral excitability,
tremor halus pada muka dan ekstremitas, insomnia serta kelemahan otot-otot.
Temuan pada pemeriksaan luar: tanda yang paling khas adalah stomatitis
disertai dengan pelunakan gusi, salivasi, lidah membengkak, nafas berbau busuk,
mulut bernanah (luka), adanya garis biru kehitaman pada gusi dekat gigi. Tulang
rahang dapat mengalami nekrosis akibat dari proses diatas yang nantinya dapat
mengakibatkan fraktur spontan. Gingivitis diatas lebih jelas tampak pada
penderita yang kurang memiliki kesehatan dan kebersihan gigi.
2.2.5. Temuan pada Pemeriksaan Dalam
Sebab kematian:
a. Keracunan akut
- Kematian berkisar antara 1 jam setelah keracunan akibat shock atau karena
-

depresi myocard
Dalam waktu 10 hari pertama akibat kegagalan ginjal
Dapat pula diperpanjang sekitar 2-3 minggu setelah keracunan akibat
toxemia, kerusakan mukosa usus, hepatitis, colitis maupun karena gizi yang

buruk (starvation)
b. Keracunan kronis:
Keracunan kronis jarang menimbulkan kematian kecuali karena sudah adanya
efek yang sangat lanjut dari racun.
Perubahan post mortem
a. Pada mukosa mulut, pharynx dan oesophagus tampak luka etsa keputihan dan
dengan permukaan kasar

17

b. Mukosa

lambung,

mukosa

mengalami

nekrosis

berwarna

abu-abu

keperakan/putih keperakan, lambung mungkin kontraksi dan keriput, kadang


dapat berwarna hijau kekuningan akibat regurgitasi empedu ke dalam lambung,
apabila penderita tidak segera meninggal (beberapa hari kemudian)
c. Colon mengalami inflamasi dengan derajat yang ringan (reddening) sampai
penebalan dan pembengkakan hebat dinding usus dengan pseudomembrane
berwarna hitam kehijauan dan abu kekuningan.
d. Ginjal membengkak dengan tanda-tanda spesifik:
e. Yang khas keracunan corrosive sublimate adalah tidak terpengaruhnya glomeruli
dan jaringan interstitial ginjal.
f. Sering dijumpai adanya peripheral neuritis.
2.2.6. Tes Kimia untuk Diagnosis Keracunan Merkuri
a. Reinsch test
Hnya sebagai test pendahuluan/preeliminary test karena dapat memberi hasil
positif untuk logam selain mercuri seperti arsen, antimony, bismuth, perak dan
lain-lain.
b. Mikro test terhadap hasil reinsch test
- Pembentukan aluminium amalgam
Metoda yang sangat sensitif dan spesifik untuk deteksi mercuri yang
didasarkan atas pembuatan aluminium amalgam yang segera membentuk
aluminium oksida pada suasana udara lembab, sehingga terbentuk
selanjutnya amalgam dari merkuri dengan aluminium bebas tadi, dan proses
pembentukan oksida terulang kembali. Aluminium yang terbebas tadi
dideteksi dengan natrium alizaria sulfomat.
c. Penentuan kuantitatif dengan metoda titrasi dithizone
d. Cara instrumentil (kuantitatif)
- Chromatography
- Spectrophotometry
2.2.7. Penatalaksanaan
Pada keracunan akut sublimat peroral:
a. Segera berikan albumin (putih telur) dan lakukan segera kumbah lambung untuk
mencegah reabsorbsi racun. Sebagai cairan cuci lambung dipakai larutan 5-10%
Na formaldehyde sulfoxylate dimana akan merubah sublimat (Hg ++) menjadi
senyawa merkuro (Hg+) yang tidak larut. Setelah itu segera berikan susu, putih
telur atau bahan yang mengandung protein.
b. Kadang lebih disukai memakai cairan cuci lambung dan sekaligus sebagai emetic
adalah larutan Na-bicarbonat hangat.
18

c. Berikan antidotum fisiologis B.A.L walau dikatakan hasilnya tidak seefektif pada
keracunan arsenikum, tetapi dengan pemberian secara i.m larutan B.A.L dalam
minyak dengan dosis mula-mula 300 mg kemudian diikuti dengan dosis 150 mg
i.m setelah 1-2 jam kemudian, dan setelah 4-6 jam kemudian disusul dengan dosis
150 mg kembali. Selanjutnya sebelum 12 jam terlampaui disusul lagi dengan
dosis 150 mg. Dengan cara ini dapat menurunkan mortality rate dan
menghasilkan yang efektif.
d. Terapi simptomatis
Pada keracunan kronis:
a. Pemberian dimercaprol sebagaimana halnya dengan keracunan akut
b. Menjaga kesehatan mulut dan gigi untuk mencegah efek lanjut gingivitis.
2.3.

TIMBAL
Keracunan timbal merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang bisa
merusak kesehatan manusia. Manusia senantiasa dapat terpapar logam berat di
lingkungan kehidupannya sehari-hari. Dilingkungan yang kadar logam beratnya
cukup tinggi, kontaminasi dalam makanan, air, dan udara dapat menyebabkan
keracunan. Timbal atau timah hitam (Pb/plubum) adalah satu unsur logam berat yang
lebih tersebar luas dibandingkan kebanyakan logam toksik lainnya. Kadar dalam
lingkungan meningkat karena penambangan, peleburan, dan berbagai penggunaannya
dalam industry. (Kemenkes, 2004). Timah hitam (Pb) tidak larut dalam air murni
(Department of Sustainability, 2001). Makanan dan minuman yang bersifat asam,
seperti air tomat, air buah, minuman kola, air apel dan asinan dapat melarutkan Pb
yang terdapat pada lapisan mangkuk dan panci sehingga menyebabkan keracunan
yang fatal pada manusia ( FK UI, 2008).
Timah hitam (Pb) digunakan juga dalam produksi baterei, produk-produk yang
digunakan untuk melindungi sinar-X, produksi plastik, karet, logam, korek api,
amunisi, kembang api, bahan peledak, zat warna, bahan celup, cat, rodentisida,
insektisida dan produk logam lainnya (pipa, solder, amunisi, pemberat pancingan,
alat-alat elektronik dan campuran dengan logam lainnya). Bagi kebanyakan orang,
sumber utama asupan Pb adalah makanan yang biasanya menyumbang 100-300 g
per hari. (Departement of Sustainability, 2001).

2.3.1. Sifat-Sifat
19

Timbal (Pb) adalah unsur yang bersifat logam, dimana Pb memiliki sifat khusus,
yaitu:
-

Merupakan logam yang lunak sehingga mudah ditempat atau dapat dipotong
dengan menggunakan pisau atau tangan dan dapat dibentuk dengan mudah

Merupakan logam yang tahan terhadap zat korosi atau karat

Memiliki titik lebur rendah hanya 327,5C

Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam,


kecuali emas dan merkuri

Merupakan penghantar listrik yang kurang baik

2.3.2. Dosis Toksik


Pada anak dan orang dewasa normal, nilai Pb darah berkisar antara 0,10-0,40
ppm, pasien dengan kadar Pb darah 0,40 0,60 ppm tidak memperlihatkan gejala
keracunan, namun mungkin memperlihatkan penurunan aktivitas d-ALA dehidratase
yang nyata dan sedikit peningkatan ekskresi d-ALA dalam urin. Gejala keracunan Pb
jelas terlihat bila kadar Pb darah melebihi 0,8 ppm dan lead enchelopathy terlihat jelas
bila Pb darah lebih dari 1,2 ppm. Kebanyakan pasien dengan keracunan Pb yang nyata
memperlihatkan kadar Pb 150-300 g/L urin. Permulaan keracunan Pb biasanya tidak
jelas, sehingga perlu pengukuran kandungan Pb dalam tubuh orang yang terpajan. Uji
mobilisasi dengan CaNa2EDTA membantu menentukan terdapatnya peningkatakn
kandungan Pb dalam tubuh orang yang terpajan. Uji mobilisasi ini tidak pada pasien
dengan gejala keracunan Pb yang nyata, uji ini dilaksanakan dengan infuse 1 g
CaNa2EDTA dalam 250 mL larutan dekstrosa 5% selama satu jam. Kemudian
produksi urin selama 4 hari dikumpulkan. Batas tertinggi ekskresi Pb orang dewasa
normal ialah 600g. (FK UI, 2008).
2.3.3. Aspek Farmakokinetik dan Farmakodinamik
A. Aspek Farmakokinetik
Timah hitam dapat diabsorpsi melalui berbagai cara, terutama melalui
saluran cerna dan saluran napas. Saluran cerna terutama usus halus mengabsorbsi
Pb sebanyak 5-10% dari Pb yang ditelan, sedangkan lambung tidak mengabsorbsi
(FK UI, 1997). Absorpsi melalui usus pada orang dewasa kira-kira 10%, pada
20

anak kira-kira 40%. Ada dugaan bahwa Pb dan kalsium berkompetisi dalam
transpor lewat mukosa usus karena ada suatu hubungan timbal balik antara kadar
kalsium makanan dan absorpsi Pb. Kekurangan zat besi dilaporkan meningkatkan
absorpsi Pb melalui saluran cerna. Absorpsi Pb yang dihirup berbeda-beda
tergantung dari bentuk (uap atau pertikel). Kira-kira 90% partikel Pb di udara
diabsorpsi melalui saluran napas. Pb anorganik mula-mula terdistribusi di
jaringan lemak terutama ginjal dan hati. Kemudian Pb mengalami redistribusi ke
dalam jaringan keras yaitu tulang panjang dan gepeng, gigi dan rambut,
sedangkan didalam darah hanya tersisia kira-kira 1% (FK UI, 2008).
Sejumlah kecil Pb anorganik ditimbun dalam otak, sebagian besar dari
jumlah tersebut pada substansia grissea dan ganglia basal. Hampir semua Pb
anorganik terikat dengan eritrosit dalam sirkulasi. Bila kadar Pb relatif tinggi
dalam sirkulasi, barulah ditemukan Pb dalam plasma (FK UI, 2008).
Akumulasi Pb dalam tulang mirip dengan akumulasi kalsium, tetapi
sebagian Pb fosfat tersier, garam Pb di tulang (fosfat, karbonat) tidak
menyebabkan efek toksik. Pada pajanan yang baru terjadi, kadar Pb lebih tinggi
dalam tulang pipih daripada dalam tulang panjang, meskipun secara keseluruhan
tulang panjang mengandung lebih banyak Pb. Dalam masa awal, deposisi kadar
paling tinggi dalam epifisis tulang panjang. Faktor yang mempengaruhi distribusi
kalsium juga mempengaruhi distribusi Pb. Asupan fosfat tinggi mempermudah
penimbunan Pb dalam tulang dan mengurangi kadar Pb dalam jaringan lunak (FK
UI, 2008).
Pb disimpan dalam bentuk tri-lead-phosphate yang inaktif sehingga
merupakan detoksikasi temporer, meskipun masih selalu ada pertukaran kecil
antara tulang dan jaringan lunak, 90 % Pb terdapat pad atulang, tetapi pada
keadaan tertentu, seperti infeksi saluran nafas bagian atas, stress fisik dna psikis,
minuman alkohol, dan asidosis, akan terjadi mobilisasi yang lebih besar. Pb
dilepas ke dalam darah sehingga timbul gejala-gejala. Hal inilah yang
menjelaskan mengapa pada keracunan kronik gejalanya hilang timbul (FK UI,
1997).
Pada manusia eksresi urin lebih penting dan kadar Pb dalam urin
berbanding langsung dengan kadarnya dalam plasma. Waktu paruh Pb dalam
darah ialah 1-2 bulan, kadar mantap dicapai dalam waktu kira-kira 6 bulan.
Asupan Pb normal per hari kira-kira 0,3 mg, sementara orang normal dengan
21

asupan 0,6 mg per hari dalam jangka sangat lama dapat menderita keracunan.
Asupan Pb yang lebih besar misalnya dengan asupan Pb 2,5 mg/hari keracunan
terjadi setelah 4 tahun, sedangkan asupan 3,5 mg/ hari hanya memerlukan waktu
beberapa bulan (FK UI, 2008).
B. Aspek Farmakodinamik
Penelanan Pb karbonat 20 g atau Pb asetat 20-30 g akan mengakibatkan
keracunan akut. Sedangkan jika menelan 2 mg sehari selama beberapa minggu
akan terjadi keracunan kronik (rata-rata hanya diserap 350 g). dalam air minum,
maksimum hanya boleh terdapat 0,1ppm dalam makan maksimum 7 ppm, dalam
udara maksimum 0,2 ppm. Keracunan akan menyebabkan spasme arteriol, maka
akan pucat. Gangguan spasme otot polos usus akan menimbulkan kolik, demikian
pula dengan ureter. Anemia akan timbul karena gangguan pembentukan heme, hal
ini karena Pb mempunyai afinitas yang kuat untuk mengikat S, sehingga akan
meningkatkan diri pada gugus SH yaitu enzim-enzim yang berepran pada
pembentukan heme seperti d-amino asam levulinat dehidratase, dan heme
sintetase. Pembentukan heme terganggu menyebabkan timbulnya anemia
hipokromik mikrositik. Selain itu, d-ALA dalam darah dan urin meningkat.
Koproporfirin III dan porfobilinogen dapat meningkat juga (FK UI, 1997).
Pb juga mengurangi umur eritrosit, dengan menghambat ATP-ase yang
bereperan dalam pengaturan keseimbangan kation intra dan ekstra seluler. Syarat
agar eritrosit dapat bertahan lama ialah banyak ion K + dan seidkit Na+ di dalam
eritrosit. Untuk menahan K+ diperlukan oksidasi fosforilasi yang memerlukan
ATP-ase. Pada keracunan hebat dapat terjadi hemolisis (FK UI, 1997).
Dalam ginjal terjadi gangguan reabsorpsi pada tubuli sehingga timbul
glukosuri, asama-amino-uri, fosfaturi. Gangguan ini timbul melalui hambatan
ATP-ase. Pada SSP terjadi gangguan terhadapa MAO sehingga timbul edema
serebri difus, edema perivaskuler, perdarahan, nekrosis kecil-kecilm degenerasi
sel saraf, dan pembengkakan sel endotel.dapat pula timbul ensefalopati Pb yang
ireversibel (FK UI, 1997).
2.3.4. Manifestasi klinis
Keracunan suatu zat ditentukan oleh kadar dan lamanya paparan. Keracunan
dibedakan menjadi keracunan akut dan kronis.
22

A. Keracunan Akut
Keracunan Pb akut ditandai dengan kadar lebih dari 0, 72 ppm dalam darah,
jarang terjadi. Keracunan yang biasanya disebabkan oleh masuknya senyawa Pb
yang larut dalam asam atau inhalasi uap Pb. Gejala lain yang sering timbul ialah
mual, muntah dengan muntahan menyerupai susu karena Pb klorida dan sakit
perut hebat. Tinja warna hitam karena Pb sulfida, dapat disertai diare dan
konstipasi. Pb yang diserap dengan cepat dapat menyebabkan sindrom syok yang
juga disebabkan oleh kehilangan cairan lewat saluran cerna. Terhadap susunan
saraf, Pb anorganik menyebabkan paresthesia, nyeri dan kelemahan otot. Anemia
berat dan hemoglobinuria terjadi karena hemolisis darah. Jika keracunan akut
dapat teratasi, umumnya terlihat gejala keracunan Pb kronis (FK UI, 2007).
B. Keracunan Kronis
Gejala keracunan Pb kronis dapat dibedakan atas enam macam sindrom
yaitu sindrom abdominal, neuromuskular, SSP, hematologi, renal dan sindrom
lain.
Sindrom abdominal dimulai dengan mual, malaise, sakit kepala. Konstipasi
biasanya merupakan gejala awal paa orang dewasa, kadang-kadang terjadi diare.
Rasa logam yang menetap merupakan gejala dini dari sindrom ini. Dengan
memberatnya intoksikasi, anoreksia dan konstipasi menghebat. Spasme intestinal
yang menyebabkan nyeri abdominal (Kolik Pb) merupakan gejala abdominal
lanjut yang paling mengganggu dan berat. Serangannya bersifat paroksismal
berupa kaku otot perut dan nyeri tekan daerah pusar (FK UI, 2007).
Sindrom neuromuskular (lead palsy) lebih jarang terlihat, gejala ini
merupakan gejala keracunan subakut lanjut. Gejala patognominis ialah wrist drop
dan kadang-kadang foot drop karena yang terserang ialah oto aktif, terutama
bagian ekstensor lengan bawah, pergelanhan jari tangan, jari, serta otot
ekstraokular. Kelemahan otot tidak terjadi kecuali setelah aktivitas otot berlebihan
(FK UI, 2008).
Sindrom Hematologi antara lain berupa basophilic stippling akibat agregasi
asam ribonukleat pada eritrosit, yang terjadi bila kadar Pb darah 0,80 ppm atau
lebih. Hal ini dianggap merupakan akibat penghambatan enzim pirimidin-5nukleotidase oleh Pb, tetapi basophilic stippling bukan tanda

patognomonik

keracunan Pb. Gambaran hematologi intoksikasi Pb kronis yang sering timbul


pada anak ialah anemia hipokrom mikrositer, anemia ini mirip anemia defisiensi

23

besi dan dianggap disebabkan oleh dua faktor yaitu menurunnya umur eritrosit
dan hambatan sintesis heme (FK UI, 2008).
Sindrom SSP yang disebut juga enselopati timbal (lead encephalopathy)
lebih sering terjadi pada anak-anak. Gejala permulaan berupa kekakuan, ataksia,
vertigo, insomnia, gelisah dan iritabilitas. Dengan memberatnya enselopati pasien
akan terangsang dan bingung, delirium disertai konvulsi tonik-klonik, letargi dan
disusul koma (FK UI, 2008).

TOKSISITAS
A. Toksisitas Pb pada Anak
Pada kebanyakan negara, toksisitas Pb terjadi pada anak yang belum
sekolah (umur sekitar 3 tahun) yang tinggal di kawasan kumuh dan di bawah
standar hidup layak, sehingga kurang kecukupan kebutuhan nilai nutrisinya. Anak
yang hidup dalam lingkungan yang demikian cenderung mempunyai kebiasaan
makan sembarangan, makan, dan minum bahan yang terkontaminasi Pb
(Damono, 2006).
Gejala keracunan akut Pb pada anak dimulai dengan hilangnya nafsu makan
(anoreksia), kemudian diikuti dengan rasa sakit perut dan muntah, tidak
berkeinginan untuk bermain, berjalan sempoyongan, sulit berkata-kata,
ensepalopati dan akhirnya koma. Pada waktu 1-6 minggu setelah mengkonsumsi
tidak terlihat gejala tapi segera setelah 6 minggu timbul gejala seperti di atas.
Gejalanya juga adalah penurunan tingkat kecerdasan (IQ) dan pada anak yang
lahir dari ibu yang berkadar Pb nya tinggi dalam darah menyebabkan bobot bayi
yang dilahirkan lebih rendah daripada yang normal (Damono, 2006).
B. Toksisitas Pb pada Orang Dewasa
Keracunan Pb pada orang dewasa kebanyakan terjadi di tempat mereka
bekerja. Prevalensi kejadiannya bervariasi untuk setiap jenis pekerjaannya. Gejala
yang terlihat ialah penderita terlihat pucat, sakit perut, konstipasi, muntah,
anemia, dan sering terlihat adanya garis biru tepat di daerah gusi di atas gigi. Pada
pemeriksaan psikologi dan neuropsikologi ditemukan adanya gejala sulit
mengingat-ingat (sistem memori sangat berkurang), konsentrasi menurun, kurang
lancar berbicara, dan gejala saraf lainnya. Resiko terjadinya toksisitas Pb pada
orang dewasa bergantung pada pekerjaannya yang biasanya bersifat kronis. Pada
24

pemeriksaan darah para pekerja terhadap konsentrasi Pb akan diketahui seberapa


jauh derajat toksisitas kronis Pb tersebut (Damono, 2006).
2.3.5. Pemeriksaan Kedokteran Forensik
A. Pemeriksaan Luar
Diagnosis keracunan Pb pada orang hidup ditegakan dengan melihat adanya
gejala keracunan dan pemeriksaan kadar Pb darah dan urin. Jika orang meninggal
karena keracunan kronik, maka didapatkan tubuh sangat kurus, pucat, terdapat
garis Pb, ikterik, atrofi otot lengan dan tungkai juga sering dijumpai (FK UI,
1997).
B. Pemeriksaan Dalam
Kadar tertinggi Pb terdapat dalam tulang, ginjal, hati, dan otak sehingga
bahan pemeriksaan diambil dari organ-organ tersebut, pada pemeriksaan dalam
kedokteran forensik oleh karen intoksikasi atau keracunan timbal, maka dalam
hasil pemeriksaan didapatkan (FK UI, 1997) :
- Otak : Bila terdapat enselopati, dijumpai edema otak dan titik-titik
-

perdarahan.
Lambung : Terdapat tanda-tanda dehidrasi, lambung mengerut (spastis),
hiperemi, isi lambung berwarna putih, usus spastik dan feses berwarna

hitam.
Usus : Jika karena keracunan kronik, biasanya didapatkan bercak hitam.
Ginjal : Menunjukan tanda tubular nekrosis, korteks menebal, dan hiperemi.

Mikroskopik terlihat sel tubuli menunjukan degenerasi sitoplasma.


Tulang panjang : Bila dipotong tampak garis Pb yang lebih pucat dari

sekiatrnya.
C. Pemeriksaan Penunjang
Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 g/100ml. bila lebih dari 70
g/100ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih dari 100 g/100ml berarti
telah terjadi keracunan. Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam
urin dapat dengan cara, dalam urin ditambahkan H 2SO4 encer sehingga terbentuk
endapan PbSO4 berwarna putih, lalu disaring. Endapan ini tak alrut dalam HNO 3
tapi alrut dalam HCl atau NH4-asetat. Untuk pemeriksaan Pb dalam urin
sebaiknya digunakan urin 24 jam. Dalam urin kadar Pb normal 0,5 g/100ml.
pemaparan abnormal bila sama atau lebih besar dari 8 g/100ml, sedangkan
keracunan bila sama atau lebih besar dari 20 g/100ml. pada keracunan
didapatkan pula kadar koproporfirin 80 g/100ml kreatinin, dan d-ALA
2mg/100mg kreatinin (FK UI, 1997).
25

2.3.6. Penatalaksanaan
Pengobatan awal fase akut intoksikasi Pb ialah secara suportif, dan selanjutnya
harus dicegah pajanan lebih jauh. Serangan kejang diobati dengan diazepam;
keseimbangan cairan dan elektrolit harus dipertahankan; edema otak diatasi dengan
manitol dna deksametason. Kadar Pb dalam darah harus ditentukan sebelum
pengobatan dengan kelator. Kelator harus diberikan pada pasien dengan gejala atau
kadar Pb darah melebihi 0,5-0,6 ppm. Ada tiga kelator yang biasanya digunakan
dalam pengobatan intoksikasi Pb, yaitu:
1. Kalsium disodium edetat (CaNa2EDTA) diberikan dengan dosis 50-75
mg/kgBB/IM per hari dibagi dalam dua kali pemberian atau sebagai infuse
selama 5 hari. Interval antara pemberian CaNa2EDTA dan pemberian BAL
pertama ialah 4 jam. Pengulangan pemberian CaNa2EDTA bisa diberikan setelah
pengobatan dihentikan 2 hari. Setiap rejimen CaNa2EDTA tidak boleh melebihi
jumlah dosis 500mg/kgBB.
2. Dimerkaprol (British antilewisite; BAL) diberikan dengan dosis 4mg/kgBB/IM
setiap 4 jam selama 48 jam, kemudian 6 jam selama 48 jam, dan akhirnya setiap
6-12 jam selama 17 hari terakhir.
3. D-penisilamin, efektif secara peroral dengan dosis 4x250 mg sehari selama 5 hari.
Pada terapi jangka panjang, dosis tidak boleh melebihi 40 mg/kgBB/hari.

2.4.

KADMIUM
Kadmium merupakan logam toksik yang penting saat ini. Dalam alam,
cadmium tercampur dengan seng dan Pb; ekskresi serta pengolahan kedua logam
terakhir ini sering menyebabkan pencemaran lingkungan oleh kadmium. Unsur
cadmium ditemukan pada tahun 1817, tetapi baru digunakan kira-kia 50 tahun yang
lalu. Resistensi yang tinggi terhadap korosi, sifat elektrokimiawi yang berharga, dan
sifat kimiawi yang bermanfaat lainnya menyebabkan cadmium digunakan secara luas
dalam electroplating dan galvanisasi, dalam pembuatan plastik, warna cat (kuning)
dan baterai nikel-kadmium.
Pencemaran lingkungan dengan kadmium akan bertambah karena hanya
kurang dari 5% cadmium yang mengalami daur ulang. Batu bara dan bahan bakar
fosil lainnya mengandung cadmium, dan pembakaran benda ini melepaskan unsure
26

cadmium ke dalam lingkungan. Pekerja pada tempat peleburan dan pabrik pengolahan
logam lainnya dapat terpajan cadmium kadar tinggi diudara; namun bagi kebanyakan
penduduk, yang paling utama adalah pada kontaminasi makanan.
Bahan makanan yang tidak tercemar mengandung cadmium kurang dari 0,05
g pergram berat basah, dan jumlah asupan rata-rata perhari kira-kira 50 g. Air
minum biasanya tidak memberikan tambahan yang berarti dalam kadmium, tetapi,
tetapi rokok sebaliknya. Setiap batang rokok mengandung 1 sampai 2 g kadmium.
Walaupun absopsi cadmium melalui paru 10%, menghisap satu bungkus rokok perhari
berarti mengkonsumsi kira-kira 1mg cadmium pertahun. Kerang serta hati dan ginjal
hewan merupakan bahan makanan yang mengandung cadmium melebihi 0,05 g/g.
bila beras dan gandum terkontaminasi cadmium dalam tanah dan air, maka kadar
cadmium bisa meningkat secara mencolok (1 g/g). Di Fuchu, Jepang setelah perang
dunia II, sejumlah besar orang menderita nyeri reumatik dan otot, penyakit tersebut
diberi nama itai-itai. Kemudian diketahui bahwa cadmium yang berasal dari limbah
sebuah pabrik pengolahan Pb-Seng telah mencemari sawah setempat.
Rekomendasi pemasukan Cd menurut gabungan FAO/WHO dengan batas
toleransi tiap minggunya adalah 420 ug untuk orang dewasa dengan berat badan 60
kg. Pemasukan Cd rata-rata pada tubuh manusia ialah 10-20 % dari batas yang telah
direkomendasikan. Unsur ini dapat terlarut dalam larutan tanah, diserap oleh
permukaan koloid organik maupun anorganik, terikat kuat dalam mineral-mineral
tanah, diendapkan oleh senyawa-senyawa yang berada di dalam tanah dan terkandung
di dalam bahan hidup.
2.4.1. Sifat-Sifat
A. Sifat Fisik
- Logam berwarna putih keperakan
- Mengkilat
- Lunak/Mudah ditempa dan ditarik
- Titik lebur rendah
- Akan kehilangan kilapnya jika berada dalam udara yang basah atau lembab
dan akan mengalami kerusakan bila terkena uap amonia dan sulfur
hidroksida
B. Sifat Kimia
- Cd tidak larut dalam basa
- Larut dalam H2SO4 encer dan HCl encer Cd
- Cd tidak menunjukkan sifat amfoter
- Bereaksi dengan halogen dan nonlogam seperti S, Se, P
27

Cd adalah logam yang cukup aktif


Dalam udara terbuka, jika dipanaskan akan membentuk asap coklat CdO
Memiliki ketahanan korosi yang tinggi
CdI2 larut dalam alcohol

Sumber-sumber dan bahan polutan


Logam kadmium mempunyai penyebaran sangat luas di alam, hanya ada satu
jenis mineral kadmium di alam yaitu greennockite (CdS) yang selalu ditemukan
bersamaan dengan mineral spalerite (ZnS). Mineral greennockite ini sangat jarang
ditemukan di alam, sehingga dalam eksploitasi logam Cd biasanya merupakan
produksi sampingan dari peristiwa peleburan bijih-bijih seng (Zn). Biasanya pada
konsentrat bijih Zn didapatkan 0,2 sampai 0,3 % logam Cd. Di samping itu, Cd juga
diproduksi dalam peleburan bijih-bijih logam Pb(timah hitam) dan Cu(tembaga).
Namun demikian, Zn merupakan sumber utama dari logam Cd, sehingga produksi
dari logam tersebut sangat dipengaruhi oleh Zn.
Dalam lingkungan,menurut Clark (1986) sumber kadmium yang masuk ke
perairan berasal dari:
1
2
3

Uap, debu dan limbah dari pertambangan timah dan seng.


Air bilasan dari elektroplating.
Besi, tembaga dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap

serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.


Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0,2 % Cd
sebagai bahan ikutan (impurity); semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui

proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun.


Pupuk phosfat dan endapan sampah
Sumber kadmium terutama dari biji seng, timbal-seng, dan timbal-tembaga-

seng. Kandungan logam Cd bersumber dari makanan dan lingkungan perairan yang
sudah terkontaminasi oleh logam berat. Kontaminasi makanan dan lingkungan
perairan tidak terlepas dari aktivitas manusia didarat maupun pada perairan. Sifat
logam Cd yang akumulatif pada suatu jaringan organisme serta sulit terurai. Kadmium
dalam air juga berasal dari pembuangan industri dan limbah pertambangan. Logam ini
sering digunakan sebagai pigmen pada keramik, dalam penyepuhan listrik, pada
pembuatan alloy, dan baterai alkali.
Bahan bakar dan minyak pelumas mengandung Cd sampai 0,5 ppm, batubara
mengandung Cd sampai 2 ppm, pupuk superpospat juga mengandung Cd bahkan ada
28

yang sampai 170 ppm. Limbah cair dari industri dan pembuangan minyak pelumas
bekas yang mengandung Cd masuk ke dalam perairan laut serta sisa-sisa pembakaran
bahan bakar yang terlepas ke atmosfir dan selanjutnya jatuh masuk ke laut.
2.4.2. Dosis Toksik
Uap kadmium sangat toksik dengan letal dosis melalui pernapasan
diperkirakan 10 menit terpapar sampai dengan 190 mg/m3 selama 240 menit akan
dapat menimbulkan kematian. Perkiraan dosis mematikan akut adalah sekitar 500
mg/kg untuk dewasa, dan efek dosis akan nampak bila terabsarpsi 0,043 mg/kg/hari.
2.4.3. Aspek Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Cadmium sukar diabsorpsi dari saluran cerna. Absorpsinya pada hewan coba
kira-kira 1,5% dan pada manusia kira-kira 5%. Absorpsi cadmium melalui saluran
napas para perokok antara 10-40%. Selanjutnya cadmium diangkut dalam darah,
sebagian besar terikat pada eritrosit dan albumin. Setelah distribusi, kira-kira 50% dari
jumlah cadmium dalam tubuh ditemukan pada hati dan ginjal. Waktu paruh cadmium
dalam tubuh berkisar antara 10-30 tahun. Eliminasi cadmium melalui feses secara
kuantitatif lebih penting daripada melalui urin.
Interaksi Kadmium dengan unsur nutrisi lain
Beberapa unsur nutrisi yang berpengaruh terhadap hadirnya Cd dalam tubuh
ialah seng,besi,tembaga,selenium,kalsium,piridoksin,asam askorbat dan protein yang
interaksinya bersifat antagonisme. Kebanyakan toksisitas Cd terjadi karena adanya
defisiensi unsur tersebut diatas yang mengakibatkan meningkatnya absorpsi Cd. Pada
umumnya rendahnya intake unsur nutrisi esensial mengakibatkan bertambah parahnya
toksisitas Cd, sedangkan intake yang tinggi dari unsur nutrisi esensial mengakibatkan
berkurangnya efek toksisitas Cd.
Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ada hubungannya
antara absorpsi Cd dengan cadangan Fe dalam tubuh. Percobaan pada orang(pria dan
wanita sukarelawan) yang diberi sarapan pagi mengandung 25 microgram Cd dalam
bentuk CdCl2, menunjukkan bahwa 8,9% orang terlihat gejala adanya deposit Fe yang
rendah, yang pada analisi serum feritin ditemukan kurang dari normal(<20
microgram/ml). Pada penelitian lain, menunjukkan baha pemberian suplemen asam
askorbat(0,5% dalam diet) dan substansi Fe dapat menurunkan konsentrasi Cd dalam
hati atau ginjal.
29

2.4.3. Manifestasi klinis dan Temuan pada Pemeriksaan Luar


1

Keracunan Kadmium Akut


Keracunan akut biasanya terjadi karena menghirup debu dan asap yang
mengandung cadmium (cadmium oksida), dan garam cadmium yang termakan.
Efek toksik dini disebabkan oleh peradangan setempat. Cadmium yang termakan
akan menimbulkan mual, muntah, salivasi, diare dan kejang perut. Secara akut,
cadmium lebih toksik bila dihirup. Tanda dan gejala yang timbul dalam waktu
beberapa jam meliputi peradangan saluran napas atas, sakit dada, mual, pusing,
dan diare. Toksisitas bisa berkembang menjadi edema paru atau emfisema
residual dengan fibrosis peribronkial dan perivaskular.

Keracunan Kadmium Kronis


Efek toksik pajanan kronis cadmium agak berbeda,, tergantung dari caranya
masuk tubuh. Ginjal terkena akibat pajanan melalui paru atau saluran cerna. Efek
yang berarti pada paru hanya terlihat setelah adanya pajanan lewat jalan napas.
a

Ginjal
Kadar cadmium 200 g/g ginjal, akan menyebabkan cedera ginjal; ada
kemungkinan bahwa metalotienien sebagai pengikat cadmium, melindungi
ginjal pada kadar cadmium yang lebih rendah. Proteinuria disebabkan oleh
cedera tubuli proksimal. Pengukuran 2-mikroglobulin dalam urin merupakan
petunjuk paling peka terhadap nefrotoksisitas cadmium. Pada pajanan
cadmium berat, terjadi cedera glomeruli, berkurangnya filtrasi serta
timbulnya aminoasiduria, glikosuria, dan proteinuria. Sifat cedera glomeruli
tersebut tidak diketahui tetapi mungkin melibatkan suatu komponen

autoimun.
b Paru
Sesak napas merupakan keluhan yang paling sering terjadi karena eemfisema
dan fibrosis paru. Patogenesisnya tidak diketahui, namun secara spesifik
cadmium menghambat sintesis 1- antitripsinplasma; dan terdapat asosiasi
antara defisiensi 1- antitrypsin bawaan yang berat dengan emfisima pada
c

manusia.
Sistem kardiovaskular
Peran kadmium dalam menyebabkan hipertensi sangat kontroversial.
Penelitian yang bersifat epidemologis memperlihatkan bahwa orang yang
30

meninggal karena hipertensi mengandung cadmium lebih tinggi dan rasio


cadmium seng lebih tinggi dalam ginjal dibandingkan dengan orang yang
meninggal karena sebab lain. Namun demikian, hipertensi tidak menonjol
pada keracunan cadmium dalam industri. Efek hipertensi yang ditimbulkan
d

cadmium pada manusia masih belum jelas.


Tulang
Salah satu tanda utama penyakit itai-itai ialah osteomalasia. Tetapi penelitian
di swedia dan inggris tidak menyokong hal ini. Jumlah asupan kalsium dan
vitamin larut-lemak seperti vitamin D jauh lebih tinggi dinegara ini dari pada
di jepang. Korban dijepang kebanyakan terdiri dari wanita multipara dan
pascamenopause. Jadi, mungkin terdapat suatu interaksi antara cadmium, gizi
dan penyakit tulang. Penyimpanan kalsium dalam tulang menurun pada
orang yang terpajan cadmium. Efek cadmium ini bisa disebabkan oleh

gangguan terhadap pengaturan ginjal atas keseimbangan kalsium dan fosfat.


Testis
Nekrosis testicular terjadi pada hewan coba dengan pajanan akut cadmium;
tetapi hal ini tidak ditemukan pada manusia.

2.4.4. Temuan pada Pemeriksaan Dalam


Hasil otopsi di USA menunjukkan bahwa absorpsi kadmium dalam tubuh
masyarakat umum secara rata-rata 30 mg, yang didistribusikan dalam ginjal 33%, hati
14%, paruparu 2% dan pankreas 0,3%, sisanya diekskresikan melalui saluran
pencernaan. Efek toksik kadmium ginjal dapat berupa degenerasi sel-sel tubulus
ginjal. Tingkat akumulasi kadmium tergantung pada jumlah dosis yang diberikan dan
lama mengkonsumsi. Gejala klinis keracunan kadmium kronis sangat mirip dengan
penyakit glomerulo-nephritis. Oleh karena itu gejala keracunan kadmium ini selalu
disertai dengan proteinuria, glukosuria, kadar kalsium dan asam-amino dalam urine
juga meningkat.

31

Gambar 8. Gambaran
histopatologik yang
menunjukkan
degenerasi tubulus dan
glomerolus
2.4.5. Penatalaksanaan
Terapi efektif untuk keracunan cadmium sukar dilakukan. Setelah penghirupan
akut, pasien harus dipindahkan dari sumber cadmium dan ventilasi paru harus
dipantau dengan cermat. Napas buatan dan terapi kelasi dengan CaNa 2EDTA
umumnya

diberikan,

meskipun

tidak

terbukti

bermanfaat.

Dimerkaprol

dikontraindikasi karena obat inimeningkatkan nefrotoksisitas. Hal tersebut mungkin


karena cadmium didistribusi ketempat yang sukar dicapai oleh kelator.
2.5.

ANTIMONI

2.5.1. Sifat-Sifat
Antimon adalah suatu unsur metaloid kimia dalam tabel periodik yang
memiliki lambang Sb dan nomor atom 51. Lambangnya diambil dari bahasa Latin
Stibium. Antimon merupakan metaloid dan mempunyai empatalotropi bentuk. Bentuk
stabil antimon adalah logam biru-putih. Antimoni kuning dan hitam adalah logam tak
stabil. Antimon digunakan sebagai bahan tahan api, cat, keramik, elektronik dan karet.
Antimon merupakan unsur dengan warna putih keperakan, berbentuk kristal
padat yang rapuh. Daya hantar listrik (konduktivitas) dan panasnya lemah. Zat ini
32

menyublim (menguap dari fasa padat) pada suhu rendah. Sebagai sebuah metaloid,
antimon menyerupai logam dari penampilan fisiknya tetapi secara kimia ia bereaksi
berbeda dari logam sejati.
Sifat Kimia Antimon
1. Reaksi dengan air
Ketika antimon panas merah akan bereaksi dengan air untuk membentuk antimon
(III) trioksida.
2Sb (s) + 3H2O (g)

Sb2O3 (s) + 3H2 (g)

2. Reaksi dengan udara


Ketika antimon dipanaskan akan bereaksi dengan oksigen di udara untuk formulir
trioksida antimon (III).
4Sb (s) + 3O2 (g)

2Sb2O3 (s)

3. Reaksi dengan halogen


Antimon bereaksi dalam kondisi yang terkendali dengan semua halogen untuk
membentuk antimon (III) dihalides.
2Sb (s) + 3F2 (g)

2SbF3 (s)

2Sb (s) + 3Cl2 (g)

2SbCl3 (s)

2Sb (s) + 3Br2 (g)

2SbBr3 (s)

2Sb (s) + 3I2 (g)

2SbI3 (s)

4. Reaksi dengan asam


Antimon larut dalam asam sulfat pekat panas atau asam nitrat, untuk membentuk
solusi yang mengandung Sb (III). Reaksi asam sulfat menghasilkan sulfur (IV)
gas dioksida. Antimon tidak bereaksi dengan asam klorida dalam ketiadaan
oksigen.
2.5.2. Dosis Toksik
A. Dosis Toksik :
100.200
B. Toksisitas :
-

Data pada manusia


TCLo inhalasi:73 mg/kg

Data pada hewan

33

LD50 oral-tikus (rat) 525 mg/kg ; LD50 intraperitoneal-tikus (mouse) 13


mg/kg; LD50 oral-marmut (guinea pig) 574 mg/kg; LD50 oral tikus (mouse)
700 mg/kg; LD50 dermal-kelinci (rabbit) 1120 mg/kg; TDLo oral-marmot
(guinea pig) 22282 mg/kg/9W-I; TDLo oral-marmot (guinea pig) 8518
mg/kg/26W-I; TDLo oral-tikus (rat) 44 mg/kg; Pasangan kromatida paru-paru
hamster 2500 ug/L.
-

Data Karsinogenik
IARC : Tidak ada komponen pada bahan ini keberadaannya mempunyai
tingkat lebih atau sama dengan 0,1% yang diidentifikasikan sebagai
karsinogen atau berpotensi sebagai karsinogen.

2.5.3. Aspek Farmakokinetik dan dan Farmakodinamik


Absorpsi antimoni melalui usus bervariasi. Distribusinya tergantung dari lama
pemberian. Sebagian besar antimoni disimpan dalam hati, ginjal, jantung dan paru.
Antimoni diendapakan dalam rambut dan kuku dalam waktu yang cukup lama. Selain
itu juga diendapkan dalam tulang dan gigi. Antimoni dieliminasi melalui tinja, urin,
keringat, ASI, rambut, kulit, dan paru. Pada manusia, sebagian besar antimoni
dikeluarkan melalui urin. Masa paruh untuk ekskresi antimoni dalam urin adalah 3-5
hari.
2.5.4. Manifestasi klinis
A. Terhirup
Berbahaya jika terhirup, dapat menimbulkan gejala: sakit tenggorokan, batuk, dan
sesak napas.
B. Kontak dengan kulit
Berbahaya jika terabsorbsi melalui kulit. Dapat menimbulkan iritasi kulit
C. Kontak dengan mata
Dapat menyebabkan erosi kornea atau kehilangan penglihatan.Dapat meyebabkan
iritasi mata. Dapat gejala kemerahan, nyeri dan luka parah.
D. Tertelan
Dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, dan diare serta Iritasi saluran
pencernaan.
E. Terhirup
34

Mual, muntah, sakit kepala, hemolisis


F. Kontak dengan kulit
Dapat menyebabkan kulit menjadi tipis, menghitam, atau pecah- pecah.
2.5.5. Temuan pada Pemeriksaan Luar
Pada keracuan antimoni kronik tampak dari luar terlihat kelainan yang merata
dipermukaan kulit yang ditandai dengan kekeringan pada kulit, ketombe, permukaan
yang hyperkeratosis. Secara klinis terlihat Rain Drop/ pigmentasi punctata, tapi hal ini
tidak terdapat setelah meningggal kecuali bila keadaan sudah berat. Hal ini lebih
sering terjadi pada lipatan-lipatan kulit, dahi dan leher. Kerontokan rambut mungkin
timbul, dapat terjadi penebalan dan edema dari wajah dan curiga terdapat myxedema.
2.5.6. Temuan pada Pemeriksaan Dalam
Saat otopsi bila tertelan kristal putih maka akan timbul efek pemutihan
mukosa mulut, faring dan esofagus walau perdarahan lokal juga bisa terjadi.
Diperut juga terjadi kerusakan mukosa dan warnanya menjadi cokelat tua atau
hitam yang berasal dari asam hematin, dindingnya erosi. Kristal kalsium oksalat bisa
terlihat pada isi perut atau dinding mukosa.
Kematian pada korban yang telah melewati fase akut disebabkan karena
kelainan fungsi otot (termasuk kelainan myocardium) karena hipokalemi akibat
presipitasi kalsium tubuh. Kematian terjadi sertelah 2-10 hari.
Pada keracunan akut temuan mungkin hanya sedikit. Pada kematian yang
terjadi 1 jam. Mungkin bisa ditemukan iritasi minimal pada GIT bagian atas seperti
tanda kemerahan pada mukosa gaster terutama sepanjang tepi atas dari rugae.
Gambaran red velvet ditemukan pada beberapa lapisan diperut. Pada keracunan akut
mungkin terdapat lapisan mucus dan granule dari agen beracun yang terperangkap
pada lapisan tersebut. Usus halus biasanya normal pada keracunan akut.
Lesi lain yang mungkin ditemukan adalah subendokardial hemorragi pada
dinding ventrikel kiri. Hal ini tentu saja temuan yang umum pada kondisi shock yang
berat ketika hipotensi timbul tiba-tiba. Hal ini terlihat pada luka-luka yang banyak,
yang kehilangan banyak darah, penurunan tekanan darah dan shock neurogenik.
Perdarahan terletak dibagian atas septum interventrikulare dan pada otot
papillary yang berlawanan. Pada kasus keracuan kronik antimoni, gambaran agak
35

berbeda dengan yang akut, meskipun sedikitnya ada kejadian yang mendukung atau
kejadian yang tidak langsung, diagnosis mungkin saja masih sulit untuk ditentukan.
Pada pemeriksaan dalam, lambung normal atau dapat juga menunjukan
gastritis kronis dengan disertai penebalan mukosa dan lapisan suserous dapat terlihat
adanya mucus dan kemerahan akibat inlamasi dari ruggae, kadang-kadang didaptkan
gastritis hemoragik dengan erosi akut atau kronis. Pada usus kecil berdilatasi dan
merah merata, dengan mukosa yang menebal dan gambaran keseluruhannya edema
kongestif yang non-spesifik yang umum ditemukan pada penyakit enteritis. Jarang
terjadi ulcerasi pada mukosa, isi dari usus sendiri dapat berlebihan atau berupa cairan
dengan gambaran seperti air perasan beras. Usus besar juga menunjukan perubahan
yang minimal atau dapat juga normal, isi nya dapat cair dan sama seperti usus kecil.
Pada hepar menunjukkan perlemakan hati/ nekrosis yang berat, kadang dapat
ditemukan pada lobus perifer. Kerusakan hati yang berat ditandai dengan terlihatnya
warna kuning pada tubuh. Ginjal pada keracunan antimoni menjadi rusak akibat
terjadi nekrosis tubular. Myokardium menunjukkan erusakan myofibril, kumpulan sel
interstitial dan degenerasi lemak.
2.5.7. Penatalaksanaan
-

Penatalaksanaan jalan nafas, yaitu membebaskan jalan nafas untuk menjamin


pertukaran udara.

Penatalaksanaan fungsi pernafasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan


cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan
oksigen dan pengeluaran karbon dioksida.

Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.

o Jika ada kejang, beri diazepam dengan dosis: Dewasa: 10-20 mg IV dengan
kecepatan 2,5 mg/30 detik atau 0,5 mL/30 menit, jika perlu dosis ini dapat
diulang setelah 30-60 menit. Mungkin diperlukan infus kontinyu sampai
maksimal 3 mg/kg BB/24 jam. Anak-anak: 200-300 g/kg BB.

BAB III
SIMPULAN

36

3.1

Simpulan
Dari penjabaran yang telah disebutkan sebelumnya, dapat kami simpulkan bahwa

pada intoksikasi logam berat, logam berat dapat menimbulkan gangguan pada faal tubuh
organisme oleh karena daya kerja yang umumnya melalui mekanisme penghambatan suatu
sistem enzim tertentu, seperti halnya pada merkuri (Hg) dan Arsen (As) akan menghambat
gugus sulfhydryl (-SH group) dari suatu sistem enzym. Intoksikasi logam berat memiliki ciri
tertentu dan dengan pemeriksaan forensik serta pemeriksaan penunjang dapat dibedakan dari
keracunan pada zat atau logam berat lainnya.

DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Zul. 2006. Merkuri Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi Kesehatan
Manusia

dan

Lingkungan.

Available

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/708/1/08E00123.pdf

[Accessed

at
at:

March, 8th 2014 ]


Badan POM RI. 2010. Antimony Triklorida Sentra Informasi Keracunan Nasional
(SIKERNAS),

Pusat

Informasi

Obat

dan

Makanan.

Available

at:

http://www.google.com/url?q=http://ik.pom.go.id/v2012/katalog/ANTIMONY
%2520TRIKLORIDA.pdf&sa=U&ei=IdUmU_H5LI2TigfUq4G4Bw&ved=0CCcQFjA
D&sig2=gkMfcOB-Mh97R1iqwCrTrA&usg=AFQjCNGMqu4P6WZp6wvZKnygzCYQBIcTg [Accessed at: March, 10th 2014]
37

Budiyanto, Arif., dkk. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Penerbit Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta
Darmono. (2006).Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI-Press: Jakarta
Department of Sustainability, Environment, Water, Population and Communities of australian
Goverment. 2001. Air toxics and indoor air quality in Australia. Available at:
http://www.environment.gov.au/atmosphere/airquality/publications/sok/lead.html
[Accessed at: March, 10th 2014]
Kusuma, Soekry Erfan., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal.
Edisi 3. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal FK Unair: Surabaya
Subakti,

P.

2011.

Analisis

Logam

Berat.

Available

at:

http://www.respiratory.usu.ac.id/bitstream/4/chapterII/pdf [Accessed at: March, 14th


2014]
Tim Farmakologi FK UI. 2008. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FK UI: Jakarta

38

Anda mungkin juga menyukai