Baru Hijiriyah
Nov 28
Posted by Fadhl Ihsan
Pertanyan: Apa hukum memperingati tahun baru Islam 1 Muharram?
(Huda, 08125304xxx)
Jawaban:
Pengkhususan hari-hari tertentu, atau bulan-bulan tertentu, atau tahun-tahun tertentu sebagai
hari besar/hari raya (Id) maka kembalinya adalah kepada ketentuan syariat, bukan kepada
adat.
Oleh karena itu ketika Nabi datang ke Madinah, dalam keadaan penduduk Madinah memiliki
dua hari besar yang mereka bergembira ria padanya, maka beliau bertanya : Apakah dua hari
ini? maka mereka menjawab : (Hari besar) yang kami biasa bergembira padanya pada masa
jahiliyyah. Maka Rasulullh bersabda : Sesungguhnya Allah telah menggantikan dua hari
tersebut dengan hari raya yang lebih baik, yaitu Idul Adh-ha dan Idul Fitri.
Kalau seandainya hari-hari besar dalam Islam itu mengikuti adat kebiasaan, maka manusia
akan seenaknya menjadikan setiap kejadian penting sebagai hari raya/hari besar, dan hari raya
syari tidak akan ada gunanya.
Kemudian apabila mereka menjadikan penghujung tahun atau awal tahun (hijriyyah) sebagai
hari raya maka dikhawatirkan mereka mengikuti kebiasaan Nashara dan menyerupai mereka.
Karena mereka menjadikan penghujung tahun miladi/masehi sebagai hari raya.
Maka menjadikan bulan Muharram sebagai hari besar/hari raya terdapat bahaya lain.
(Perbuatan tersebut mengikuti dan menyerupai adat kebiasaan orang-orang kafir Nashara, di
mana mereka biasa memperingati Tahun Baru Masehi dan menjadikannya sebagai Hari Besar
agama mereka).
[dinukil dari Majm Fatw wa Ras`il Ibni 'Utsaimn pertanyaan no. 8131]
Dalam menghadapi tahun baru hijriyah atau bulan Muharram, sebagian
kaum muslimin salah dalam menyikapinya. Bila tahun baru Masehi
disambut begitu megah dan meriah, maka mengapa kita selaku umat
Islam tidak menyambut tahun baru Islam semeriah tahun baru masehi
dengan perayaan atau pun amalan?
Satu hal yang mesti diingat bahwa sudah semestinya kita mencukupkan
diri dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Jika mereka tidak
melakukan amalan tertentu dalam menyambut tahun baru Hijriyah, maka
sudah seharusnya kita pun mengikuti mereka dalam hal ini. Bukankah
para ulama Ahlus Sunnah seringkali menguatarakan sebuah kalimat,
Seandainya amalan tersebut baik, tentu mereka (para sahabat) sudah
mendahului kita melakukannya. (Tafsir Al Quran Al Azhim, Ibnu Katsir,
tafsir surat Al Ahqof: 11, 7/278-279, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun
1420 H.)
Inilah perkataan para ulama pada setiap amalan atau perbuatan yang
tidak pernah dilakukan oleh para sahabat. Mereka menggolongkan
perbuatan semacam ini sebagai bidah. Karena para sahabat tidaklah
melihat suatu kebaikan kecuali mereka akan segera melakukannya.
Sejauh yang kami tahu, tidak ada amalan tertentu yang dikhususkan
untuk menyambut tahun baru Hijriyah. Dan kadang amalan yang
dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin dalam menyambut tahun baru
Hijriyah adalah amalan yang tidak ada tuntunannya karena sama sekali
tidak berdasarkan dalil atau jika ada dalil, dalilnya pun lemah.
Beberapa Amalan Keliru dalam Menyambut Tahun Hijriyah
Beberapa amalan atau perbuatan yang keliru atau tidak pernah
dicontohkan atau tidak ada haidstnya yang kuat dari Rasulullah SAW,
yaitu:
Pertama: Doa awal dan akhir tahun
Amalan seperti ini sebenarnya tidak ada tuntunannya sama sekali.
Amalan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
para sahabat, tabiin dan ulama-ulama besar lainnya. Amalan ini juga
tidak kita temui pada kitab-kitab hadits atau musnad. Bahkan amalan doa
ini hanyalah karangan para ahli ibadah yang tidak mengerti hadits.
Yang lebih parah lagi, fadhilah atau keutamaan doa ini sebenarnya tidak berasal
dari wahyu sama sekali, bahkan yang membuat-buat hadits tersebut telah
berdusta atas nama Allah dan Rasul-Nya.
Kedua: Puasa awal dan akhir tahun
Sebagian orang ada yang mengkhsuskan puasa di akhir bulan Dzulhijah dan
awal tahun Hijriyah. Inilah puasa yang dikenal dengan puasa awal dan akhir
tahun. Dalil yang digunakan adalah berikut ini.
Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir dari bulan Dzuhijjah dan puasa
sehari pada awal dari bulan Muharrom, maka ia sungguh-sungguh telah menutup
tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan
puasa. Dan Allah taala menjadikan kaffarot/tertutup dosanya selama 50 tahun.
Penilaian ulama pakar hadits mengenai riwayat di atas:
1. Adz Dzahabi dalam Tartib Al Mawdhuat (181) mengatakan bahwa Al
Juwaibari dan gurunya Wahb bin Wahb- yang meriwayatkan hadits ini
termasuk pemalsu hadits.
2. Asy Syaukani dalam Al Fawa-id Al Majmuah (96) mengatan bahwa ada
dua perowi yang pendusta yang meriwayatkan hadits ini.
3. Ibnul Jauzi dalam Mawdhuat (2/566) mengatakan bahwa Al Juwaibari dan
Wahb yang meriwayatkan hadits ini adalah seorang pendusta dan
pemalsu hadits.
Kesimpulannya hadits yang menceritakan keutamaan puasa awal dan akhir
tahun adalah hadits yang lemah yang tidak bisa dijadikan dalil dalam amalan.
Sehingga tidak perlu mengkhususkan puasa pada awal dan akhir tahun karena
haditsnya jelas-jelas lemah.
Ketiga: Memeriahkan Tahun Baru Hijriyah dengan Pesta
Merayakan tahun baru hijriyah dengan pesta kembang api, mengkhususkan
dzikir jamai, mengkhususkan shalat tasbih, mengkhususkan pengajian tertentu
dalam rangka memperingati tahun baru hijriyah, menyalakan lilin, atau membuat
pesta makan, jelas adalah sesuatu yang tidak ada tuntunannya. Karena
penyambutan tahun hijriyah semacam ini tidak pernah dicontohkan oleh Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, para sahabat
lainnya, para tabiin dan para ulama sesudahnya. Yang memeriahkan tahun baru
hijriyah sebenarnya hanya ingin menandingi tahun baru masehi yang dirayakan
oleh Nashrani. Padahal perbuatan semacam ini jelas-jelas telah menyerupai
mereka (orang kafir). Secara gamblang Nabi shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari
mereka( HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho (1/269)
mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shohih sebagaimana dalam Irwaul Gholil no. 1269)
Menyambut tahun baru Hijriyah bukanlah dengan memperingatinya dan
memeriahkannya. Namun yang harus kita ingat adalah dengan bertambahnya
waktu, maka semakin dekat pula kematian. Sungguh hidup di dunia hanyalah
sesaat dan semakin bertambahnya waktu kematian pun semakin dekat.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Aku tidaklah mencintai dunia dan tidak pula mengharap-harap darinya. Adapun
aku tinggal di dunia tidak lain seperti pengendara yang berteduh di bawah
pohon dan beristirahat, lalu meninggalkannya.( HR. Tirmidzi no. 2551.
Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dhoif Sunan At Tirmidzi
)
Popular
Kategori
Blog Archives
Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram. (HR.
Muslim)
Keterangan:
a. Imam An Nawawi mengatakan, Hadis ini menunjukkan bahwa Muharram adalah bulan
yang paling mulia untuk melaksanakan puasa sunnah. (Syarah Shahih Muslim, 8:55)
b. As-Suyuthi mengatakan, Dinamakan syahrullah sementara bulan yang lain tidak
mendapat gelar ini karena nama bulan ini Al-Muharram nama nama islami. Berbeda
dengan bulan-bulan lainnya. Nama-nama bulan lainnya sudah ada di zaman jahiliyah.
Sementara dulu, orang jahiliyah menyebut bulan Muharram ini dengan nama Shafar Awwal.
Kemudian ketika Islam datanng, Allah ganti nama bulan ini dengan Al-Muharram, sehingga
nama bulan ini Allah sandarkan kepada dirinya (Syahrullah). (Syarh Suyuthi Ala shahih
Muslim, 3:252)
c. Bulan ini juga sering dinamakan: Syahrullah Al Asham [arab: ( ] Bulan Allah
yang Sunyi). Dinamakan demikian, karena sangat terhormatnya bulan ini (Lathaif al-Maarif,
Hal. 34). karena itu, tidak boleh ada sedikitpun friksi dan konflik di bulan ini.
4. Ada satu hari yang sangat dimuliakan oleh para umat beragama. Hari itu adalah hari
Asyura. Orang Yahudi memuliakan hari ini, karena hari Asyura adalah hari kemenangan
Musa bersama Bani Israil dari penjajahan Firaun dan bala tentaranya. Dari Ibnu Abbas
radhiallahuanhuma, beliau menceritakan,
. .
Ketika Nabi shallallahu alaihi wa sallam tiba di Madinah, beliau melihat orang-orang
Yahudi berpuasa di hari Asyura. Beliau bertanya, Hari apa ini? Mereka menjawab, Hari
yang baik, hari di mana Allah menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, sehingga Musa-pun
berpuasa pada hari ini sebagai bentuk syukur kepada Allah. Akhirnya Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda, Kami (kaum muslimin) lebih layak menghormati Musa dari
pada kalian. kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam berpuasa dan memerintahkan para
sahabat untuk puasa. (HR. Al Bukhari)
5. Para ulama menyatakan bahwa bulan Muharram adalah adalah bulan yang paling mulia
setelah Ramadhan
Hasan Al-Bashri mengatakan,
Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun
dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan,
yang lebih mulia di sisi Allah dari pada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan
Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini. (Lathaiful
Maarif, Hal. 34)
Allahu alam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com