Anda di halaman 1dari 16

KANK

ER
K

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kanker yang juga disebut neoplasma ganas atau tumor ganas ialah suatu

massa jaringan yang abnormal, yang pertumbuhannya melebihi dan tidak dikoordinasi
dengan jaringan normal, dan tetap berkembang walaupun rangsangan yang menimbulkan
perubahan tersebut telah hilang.
Di Indonesia

menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker Dharmais,

Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara dan leher rahim(1).
Kanker paru adalah penyebab kematian tersering dari seluruh kanker yang tersering di dunia
(meliputi Ca Paru, Ca Prostat, Adenocarcinoma colon).
Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan jarangnya penderita
ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium awal penyakit. Untuk menegakkan
diagnosis kanker paru diperlukan bermacam pemeriksaan, seperti dengan foto rotgen dada
maupun dengan CT Scan.
Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan
penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita memperoleh
kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya meskipun tidak dapat
menyembuhkannya.
1.2

Anatomi Paru

Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri mediastinum. Masing-masing paru


diliputi oleh suatu lapisan, yaitu pleura. Pleura dibagi dua, pleura viseralis dan pleura

KANK
ER
K

parietalis. Pleura viseralis merupakan pleura yang melekat pada permukaan paru, sedangkan
pleura parietalis merupakan pleura yang melekat pada dinding thoraks(2). Diantara kedua
pleura tersebut terdapat rongga pleura yang secara fisiologis terdapat cairan sebanyak 5 cc
yang berguna untuk mencegah perlengketan antara paru dan dinding thorax.
Paru-paru mempunya apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas sekitar
2,5cm diatas clavicula, dan basis pulmonis atau facies diafragmatika yang konkaf tempat
terdapat diafragma, facies costalis yang konveks yang disebabkan oleh dinding thorax yang
konkaf, facies mediastinalis yang konkaf yang merupakan cetakan pericardium dan struktur
mediastinum lainnya(3). Pada pertengahan facies mediastinalis terdapat hilus pulmonis, yaitu
suatu cekungan tempat bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radix
pulmonis masuk dan keluar dari paru.
Paru-paru dibagi 2 bagian, dextra dan sinistra. Paru dextra memiliki 3 lobus, yaitu
lobus superior, lobus media, dan lobus inferior. Diantara lobus-lobus paru dextra tersebut
terdapat fisura, diantaranya:
1. Fissura horizontal membatasi lobus superior dan lobus media, berjalan horizontal
menyilang permukaan costalis setinggi cartilago costalis IV dan bertemu dgn fissura
obliqua pada linea axillaris media.
2. Fisurra obliqua membatasi lobus media dan lobus inferior, berjalan dari pinggir inferior
ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalis sampai memotong
pinggir posterior sekitar 6,25cm
Pada paru sinistra memiliki 2 lobus, yaitu lobus superior dan lobus inferior. Kedua lobus
tersebut dibatasi oleh fissura oblique.
Pendarahan
Bronki dan jaringan parenkim paru mendapat pasokan darah dari a.bronkialis cabang
dari aorta torakalis desendens. V.bronkialis mengalirkan darah ke v.azygos dan v.hemiazygos.
alveoli mendapat darah deoksigenasi dari cabang-cabang terminal a.pulmonalis dan darah yg
teroksigenasi mengalir kembali melalui cabang-cabang v.pulmonalis. Dua v. Pulmonalis
mengalirkan darah kembali dari tiap paru ke atrium kiri jantung.
Aliran limf paru
Pembuluh limf berasal dari plexus superficialis dan plexus profundus, dan tidak
terdapat pada dinding alveoli(3). Plexus superficialis terdapat dibawah pleura viseralis dan
mengalirkan cairannya melalui permukaan paru ke arah hilus, tempat pembuluh-pembuluh
limf bermuara ke nodi bronchopulmonales. Plexus profundus berjalan sepanjang bronchi dan
arteri, v. Pulmonalis menuju ke hilus, mengalirkan limf ke nodi intrapulmonalis yg terletak
dlm substansi paru. Semua cairan limf paru meninggalkan hilus mengalir ke nodi
tracheobronchialis dan kemudian masuk ke dalam truncus lymphaticus broncomediastinalis.
2

KANK
ER
K

Persarafan
Plexus pulmonalis terletak di pangkal tiap paru. Plexus ini terdiri dari serabut simpatis
(dari trunkus simpatikus) dan serabut parasimpatis (dari n.vagus)(2). Serabut eferen dari
plexus mempersarafi otot-otot bronkus dan serabut aferen diterima dari membran mukosa
bronkioli dan alveoli.

BAB II
KANKER PARU
2.1

DEFINISI
Kanker paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di paru, mencakup

keganasan yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor
di paru). Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker disebut
metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan menghilangnya silia.
2.2

EPIDEMIOLOGI

KANK
ER
K

Kanker paru masih menjadi salah satu keganasan yang paling sering, berkisar 20%
dari seluruh kasus kanker pada laki-laki dengan risiko terkena 1 dari 13 orang dan 12% dari
semua kasus kanker pada perempuan dengan risiko terkena 1 dari 23 orang. Risiko terjadinya
kanker paru sekitar 4 kali lebih besar pada laki-laki dibandingkan perempuan dan risiko
meningkat sesuai dengan usia. Variasi insidensi kanker paru secara geografik yang luas juga
dilaporkan dan hal ini terutama berhubungan dengan kebiasaan merokok yang bervariasi di
seluruh dunia.
2.3

ETIOLOGI
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum

diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain.(5)
a. Merokok
Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia, diantaranya telah diidentifikasi
dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai
merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan
lamanya berhenti merokok.
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko
terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang
yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru
meningkat dua kali.
c. Polusi udara

KANK
ER
K

Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya
kecil bila dibandingkan dengan merokok. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali
lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan. Bukti statistik juga
menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada masyarakat dengan kelas tingkat
sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada mereka dengan kelas yang lebih
tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan bahwa kelompok sosial ekonomi
yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan tempat pekerjaan mereka, tempat
udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi. Suatu karsinogen yang ditemukan
dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
d. Paparan zat karsinogenik
Beberapa zat karsinogenik seperti asbestosis, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru. Risiko kanker paru
baik akibat kontak dengan asbes maupun uranium meningkat jika orang tersebut juga
merokok.
e. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa
mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul
dan berkembangnya kanker paru.
f. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko empat
sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan.

KANK
ER
K

2.4

KLASIFIKASI
Klasifikasi berdasarkan TNM :

KANK
ER
K

Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang ditentukan menurut International Staging
System for Lung Cancer 1997, berdasarkan sistem TNM :
Stadium kanker

TX

N0

M0

Stadium 0

Tis

N0

M0

Stadium IA

T1

N0

M0

Stadium IB

T2

N0

M0

Stadium IIA

T1

N1

M0

Stadium IIB

T2

N1

M0

T3

N0

M0

T1

N2

M0

Stadium IIIA

KANK
ER
K

stage IIIB

stage IV

2.5

T2

N2

M0

T3

N1,N2

M0

Semua T

N3

M0

T4

Semua N

M0

Semua T

Semua N

M1

MANIFESTASI KLINIS
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala berarti dalam

stadium lanjut. Gejala-gejala dapat bersifat:


a. Lokal (tumor tumbuh setempat) :

Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis

Hemoptisis

Mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas

Kadang terdapat kavitas seperti abses paru

Atelektasis.

KANK
ER
K

b. Invasi lokal :

Nyeri dada

Dispnea karena efusi pleura

Invasi ke pericardium terjadi tamponade atau aritmia

Sindrom vena kava superior

Sindrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)

Suara serak karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent

Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis
servikalis.

c. Gejala metastasis :

Pada otak, tulang, hati, adrenal

Limfadenopati servikal dan supraklavikula

d. Sindrom paraneoplastik : terdapat pada 10 % kanker paru, dengan gejala:

Sistemik: penurunan berat badan, anoreksia, demam

Hematologi: leukositosis, anemia, hiperkoagulasi

Hipertrofi osteoartropati

KANK
ER
K

Neurologic: dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer

Neuromiopati

Endokrin: sekresi berlebihan hormone paratiroid

Dermatologic: eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh

Renal: SIADH (syndrome of inappropriate andiuretic hormone).

e. Asimtomatik dengan gejala radiologis :

Sering pada perokok dengan PPOK yang terdeteksi secara radiologis, kelainan
berupa nodul soliter

2.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.

Rontgen Toraks

Pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral, kelainan dapat dilihat bila massa tumor
berukuran >1 cm. Tanda yang mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai
indentasi pleura, tumor satelit, dan lain-lain. Pada foto toraks juga dapat ditemukan invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan
metastasis intrapulmoner.

2. CT scan toraks
CT scan toraks (Computerized Tomographic Scans) dapat mendeteksi tumor yang
berukuran lebih kecil yang belum dapat dilihat dengan foto toraks, dapat menentukan ukuran,

10

KANK
ER
K

bentuk, dan lokasi yang tepat dari tumor oleh karena 3 dimensi. CT scan toraks juga dapat
mendeteksi pembesaran kelenjar getah bening regional. Tanda-tanda proses keganasan
tergambar dengan baik, bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor
intrabronkial, atelektasis, efusi pleura yang tidak massif dan telah terjadi invasi ke
mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala. Demikian juga ketelitiannya mendeteksi
kemungkinan metastasis intrapulmoner. Pemeriksaan CT scan
toraks sebaiknya diminta hingga suprarenal untuk dapat
mendeteksi ada/tidak adanya pembesaran KGB adrenal.

3. MRI (Magnetic Resonance Imaging Scans)


MRI tidak rutin digunakan untuk penjajakan pasien kanker paru. Pada keadaan
khusus, MRI dapat digunakan untuk mendeteksi area yang sulit diinterpretasikan pada CT
scan toraks seperti diafragma atau bagian apeks paru (untuk mengevaluasi keterlibatan
pleksus brakial atau invasi ke vertebra).
4. PET (Positron Emission Tomography)
PET sedang dikembangkan belakangan ini, dilakukan untuk membedakan tumor jinak
dan tumor ganas berdasarkan perbedaan biokimia dalam metabolisme zat- zat seperti glukosa,
oksigen, protein, asam nukleat. Contoh zat yang dipakai: methionine 11C dan F-18
fluorodeoxyglucose (FD6)(1). Beberapa studi diketahui pemeriksaan PET mempunyai nilai
akurasi lebih baik daripada pemeriksaan CT Scan.
5. Sitologi
Pemeriksaan sitologi sputum tidak selalu memberikan hasil positif karena tergantung:
-

Letak tumor terhadap bronkus

Jenis tumor

Teknik mengeluarkan sputum

Jumlah sputum yang diperiksa. Dianjurkan pemeriksaan 3-5 hari berturut-turut

Waktu pemeriksaan sputum (sputum harus segar)

11

KANK
ER
K

Pada kanker paru yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat
memberikan hasil positif sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.(1) Pemeriksaan
sitologi sputum dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin dan skrining untuk diagnosis dini
kanker paru.
6. Histopatologi
Pemeriksaan histopatologi adalah standar emas diagnosis kanker paru, untuk
mendapatkan spesimennya dapat dengan cara biopsi melalui bronkoskopi, torakoskopi,
mediastonoskopi, dan torakotomi.
7. Serologi/Tumor Marker
Sampai saat ini belum ada pemeriksaan penanda tumor (tumor marker) yang spesifik
untuk diagnosis kanker paru. Beberapa tes yang dipakai:
a. CEA (Carcinoma Embryonic Antigen),
b. NSE (Neuron-spesific enolase)
c. Cyfra 21-1 (Cytokeratin fragments 19)
Uji serologis tumor marker tersebut di atas sampai saat ini lebih banyak dipakai untuk
evaluasi hasil pengobatan kanker paru.
2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis kanker paru dapat ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis berupa gejala klinis dan
faktor risiko paparan zat karsinogenik dan genetik, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berupa rontgen thoraks, CT Scan, maupun biopsi yang menjadi gold standard
dalam menegakkan diagnosis kanker paru.
2.8 PENATALAKSANAAN

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa:


1. Kuratif, yaitu untuk memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
2. Paliatif, untuk mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal, untuk mengurangi dampak fisis
maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Suportif, untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi.

12

KANK
ER
K

Pengobatan kanker paru yang dapat dilakukan adalah:


1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk NSCLC stadium I dan II.
Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti kanker
paru dengan sindroma vena kava superior berat. Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin
tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah
adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan.
Toleransi penderita yang akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak
mungkin dapat dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD).
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek
obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus. Pada terapi kuratif,
radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA. Radiasi
sering merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan keluhan
penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat invasi tumor ke dinding
dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.
3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk menangani
pasien SCLC atau dengan metastase luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Kemoterapi dilakukan dengan
menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada keadaan
tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.

2.9 PENCEGAHAN

Penghentian merokok adalah langkah/tindakan yang paling penting yang dapat


mencegah kanker paru. Mengecilkan paparan pada merokok pasif juga adalah suatu tindakan
pencegahan yang efektif. Pekerja yang bekerja pada lingkungan dengan polusi udara tinggi,
sebaiknya menggunakan alat pelindug diri, seperti masker untuk meminimalkan terhirupnya
zat polutan ke dalam paru. Selain itu, makan makanan yang mengandung buah-buahan dan

13

KANK
ER
K

sayuran. Pilih diet sehat dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin
dan nutrisi yang terbaik. Skrining tumot diperlukan juga untuk dilakukan tatalaksana dini
agar tidak berlanjut menjadi kanker.
2.10

PROGNOSIS
Prognosis kanker paru tergantung dari beberapa aspek, antara lain kebiasaan merokok

yang tidak dihentikan, jenis sel kanker, dan pemilihan terapi. Pasien dengan kanker paru ratarata hanya 1-2% hidup sampai 5 tahun, jika tanpa pengobatan penderita hanya hidup 6-12
bulan.

14

KANK
ER
K

BAB III
KESIMPULAN

Kanker paru merupakan semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan


yang berasal dari paru sendiri maupun keganasan dari luar paru (metastasis tumor di paru).
Prevalensi terjadinya kanker paru pada laki-laki lebih banyak daripada perempuan dengan
usia tua. Etiologi kanker paru masih belum pasti tapi dari beberapa studi menyatakan bahwa
etiologi kanker paru antara lain, rokok baik perokok aktif maupun pasif, paparan zat polutan,
dan adanya riwayat genetik. Manifestasi klinis pasien dengan kanker paru, antara lain batuk
berdahak bisa dengan darah atau tidak, sesak nafas, dan nyeri dada.
Diagnosis kanker paru ditegakkan selain berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, juga ditunjang dengan pemeriksaan penunjang berupa rontgen thoraks, CT Scan, MRI,
sitologi sputum, serologi, dan gold standard yaitu biopsi. Tatalaksana kanker paru bertujuan
untuk kuratif, paliatif, home care, dan suportif. Pembedahan, radiasi, dan kemoterapi
merupakan tindakan yang dapat dilakukan. Prognosis pasien dengan kanker paru dilihat dari
kebiasaan merokok dan terpapar polusi yang harus di kurangi, jenis sel kanker, dan stadium
kanker tersebut, makin berat stadium makin buruk prognosisnya.

15

KANK
ER
K

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin Zulkifli. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta: FKUI; 2006.
p.1015-1020.
2. Moffat D, Faiz O. At a Glance Anatomi. Jakarta: Erlangga; 2003. p.12-13.
3. Snell RS. Anatomi Klinik. Edisi VI. Jakarta: EGC; 2006. p.93-96.
4. Kartawiguna, Elna. Faktor-Faktor yang Berperan pada Karsiogenesis. Available at
www.univmed.org. Accessed on January 26, 2014.
5. Minna JD. Harrison Prinsip prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Vol. 3. Edisi 13. Jakarta:
EGC; 2000. p.1375-1384.
6. Mayo Clinic. Lung Cancer. Available at www.mayoclinic.com. Accessed on January 20,
2014.
7. Wilson WT. Medscape: Non-Small Cell Lung Cancer. Available at www.medscape.com.
Accessed on January 20, 2014.
8. Danusantoso Halim. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates; 2000. p.290-299.

16

Anda mungkin juga menyukai