Anda di halaman 1dari 5

Nama : I Made Wiracana

NIM

: 1308505066

1. PREGNANCY
Obat dapat memiliki efek yang berbahaya pada embrio atau janin selama masa
kehamilan. Hal ini penting untuk diketahui ketika peresepan untuk wanita
yang mengandung atau pria yang mempunyai istri yang hamil. Selama
trimester pertama kehamilan, obat dapat membentuk malformasi kongenital
(teratogenesis), dan periode dengan risiko terbesar dari minggu ketiga sampai
minggu kesebelas kehamilan. Selama trimester kedua dan ketiga obat dapat
menyebabkan pekembangan pertumbuhan atau fungsional dari janin atau
dapat menyebabkan efek toksik pada jaringan janin.
Tidak semua efek muncul pada saat kelahiran, beberapa dapat muncul
dikemudian setelah kelahiran. Daftar tabel pada BNF berikut mencakup obat :
1. Dapat berefek berbahaya pada masa trimester kehamilan.
2. Tidak diketahui bahaya obat terhadap kehamilan.
Obat-obatan seharusnya diresepkan pada kehamilan jika keuntungan yang
diperoleh ibu lebih besar dari risiko yang didapat pada janin. Dan semua obat
harus dihindari jika mungkin selama trimester pertama. Obat yang digunakan
secara luas pada kehamilan seharusnya diresepkan daripada obat baru dan
dosis efektif terkecil seharusnya digunakan.
Obat dengan efek berbahaya bagi janin yaitu captopril, acitretin, alitretinoin,
ethosuximide, dan radioaktif iodin.
Obat yang tidak diketahui efeknya terhadap kehamilan yaitu : acyclovir,
cefadroxil, dydrogesterone, natrium dokusat, dan metildopa (BNF, 2009).
Penggolongan obat untuk kehamilan menurut FDA yaitu :
Kategori A : Studi terkontrol menunjukkan tidak ada risiko pada manusia. Studi
terkontrol tidak menunjukkan peningkatan risiko abnormalitas janin

(Buhimschi and Weiner, 2009). Contoh obat kategori A yaitu asam


askorbat, colecalciferol, natrium levotiroksin, liotironin, piridoksin.
Kategori B : Tidak ada bukti risiko pada manusia. Studi pada hewan tidak
menunjukkan bukti bahaya pada janin. Bagaimanapun tidak ada studi
terkontrol yang cukup pada wanita hamil. Atau studi hewan
menunjukkan efek merugikan dan studi terkontrol pada wanita hamil
tidak menunjukkan risiko pada janin (Buhimschi and Weiner, 2009).
Contoh obat kategori B yaitu buspiron, clopidogrel, clozapine,
metformin, ketamine.
Kategori C : Risiko tidak bisa digambarkan pada manusia. Studi pada hewan
menunjukkan efek merugikan dan tidak studi terkontrol yang cukup
pada wanita hamil. Atau belum dilakukannya studi pada hewan dan
tidak ada studi terkontrol yang cukup pada wanita hamil (Buhimschi and
Weiner, 2009). Contoh obat kategori C yaitu belladonna, ciprofloxazin,
dexametason, digoxin, nifedipine, phenylephrine.
Kategori D :Bukti yang jelas dengan risiko pada manusia. Studi terkontrol yang
cukup atau observasi pada wanita hamil menunjukkan risiko pada janin.
Bagaimanapun pemberian obat tipe D dapat diberika jika keuntungan
terapi lebih besar dari risiko yang potensial (Buhimschi and Weiner,
2009). Contoh obat tipe D yaitu amiodarone, captopril, vinblastine,
topiramate, streptomycin.
Kategori X : Obat kontraindikasi pada wanita hamil. Studi terkontrol yang cukup
atau

observasi

pada

hewan

atau

wanita

hamil

menunjukkan

abnormalitas janin. Penggunaan obat ini kontraindikasi pada wanita


yang hamil atau akan hamil (Buhimschi and Weiner, 2009). Contoh obat
kategori X yaitu coumarin, estradiol, lovastatin, methotrexate, ribavirin.
2. BREAST-FEEDING

Menyusui merupakan tahap yang menguntungkan ; nilai nutrisi dan


imunologik ASI untuk bayi lebih besar daripada susu formula. Meskipun ada
kekhawatiran obat yang dikonsumsi ibu dapat berefek pada bayi, hanya ada
sedikit informasi tentang hal ini. Tidak adanya bukti terhadap efek, potensi
bahaya untuk bayi dapat disimpulkan dari :
1. Jumlah atau metabolit aktif dari obat dapat sampai ke bayi (bergantung
dari karakteristik famakokinetika obat pada ibu).
2. Efisiensi absorbsi, distribusi dan eliminasi obat oleh bayi (farmakokinetik
bayi).
3. sifat efek obat pada bayi (Sifat farmakodinamik obat pada bayi).
Jumlah obat yang ditransfer dalam ASI jarang cukup untuk menghasilkan efek
pada bayi. Hal ini berlaku terutama untuk obat yang penyerapannya buruk dan
perlu diberikan secara parenteral. Namun,ada kemungkinan teoritis bahwa
jumlah kecil obat hadir dalam ASI dapat menginduksi reaksi hipersensitivitas.
Efek klinis dapat terjadi pada bayi jika kuantitas farmakologi yang signifikan
dari obat terdapat dalam susu. Untuk beberapa obat (mis fluvastatin), rasio
antara konsentrasi dalam susu dan dalam plasma ibu mungkin cukup tinggi
untuk mengekspos bayi untuk memberi dampak buruk. Beberapa bayi, seperti
bayi yang lahir prematur atau yang memiliki penyakit kuning, berada pada
risiko toksisitas yang lebih tinggi.
Tabel pada BNF mengidentifikasi obat berdasarkan :
1. Obat yang harus digunakan dengan hati-hati atau kontraindikasi pada tahap
menyusui.
2. Obat yang dapat diberikan kepada ibu selama menyusui karena terdapat
pada ASI dalam jumlah yang terlalu kecil untuk menjadi berbahaya bagi
bayi.
3. Obat yang mungkin terdapat pada ASI dengan jumlah signifikan tetapi tidak
diketahui bahayanya.

Banyak obat memberi bukti yang cukup tersedia untuk memberikan


bimbingan dan disarankan untuk hanya menggunakan obat esensial untuk ibu
selama menyusui. Karena tidak memadainya informasi tentang obat yang
digunakan pada saat menyusui.
Obat yang harus digunakan dengan hati-hati atau kontraindikasi pada tahap
menyusui yaitu amantadine, aspirin, colestipol, radioaktif iodin, povidone.
Obat yang dapat diberikan kepada ibu selama menyusui karena terdapat pada
ASI dalam jumlah yang terlalu kecil untuk menjadi berbahaya bagi bayi yaitu
dimenhidrinat, atropine, digoxin, clindamycin, clomethiazole.
Obat yang mungkin terdapat pada ASI dengan jumlah signifikan tetapi tidak
diketahui bahayanya yaitu asam alendronik, allopurinol, amphotericin,
ondansentron, ropivacaine (BNF, 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Buhimschi, Catalin S., Carl P. Weiner. 2009. Medications in Pregnancy and Lactation.
Lippincot William and Wilkins. Vol 113 p 169.
BNF. 2009. British National Formulary ed 57. London : Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai