Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Peneumonia merupakan penyakit yang menjadi masalah di berbagai
negara berkembang termasuk Indonesia. Indisen pneumonia pada anak <5
tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100 anak/tahun, sedangkan di negara
berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia menyebabkan lebih dari
5 juta kematian pertahun pada anak balita di negara yang berkembang (IDAI,
2009)
Imunisasi adalah suatu upaya untuk menimbulkan/meningkatkan
kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila suatu
saat terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami
sakit ringan (MENKES RI, 2013)
Pneumonia pada anak paling banyak ditemukan pada anak dengan
status imunisasi yang belum lengkap. Anak yang belum mendapatkan
imunisasi lebih rentan terkena pneumonia. Imunisasi yang berhubungan
dengan kejadian penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis dalam DPT,
campak, Haemophilus influenza, dan pneumokokus (Monita, 2015). Pada
penelitian terdahulu (Anonim, 2009) mengemukakan bahwa dengan
imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat
dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat
dicegah (Sukmawati, 2010)
Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit apapun,
mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih dari 2 juta
anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang.
(Buletin Jendela Epidemiologi, 2010). Pneumonia membunuh kira-kira
935.000 anak di bawah usia lima tahun pada tahun 2013, terhitung untuk 15%
dari seluruh kematian anak di bawah usia lima tahun (WHO, 2014)
Kejadian pneumonia di Indonesia pada tahun 2014 tercatat sebanyak
657.490 kasus. Sulawesi Tengah menduduki peringkat ke-14 dari seluruh

provinsi di Indonesia yaitu 7.923 anak. Namun, kematian balita akibat


pneumonia paling banyak terdapat di Sulawesi Tengah yaitu sebanyak 293
anak (Kemenkes, 2015). Kabupaten dengan balita penderita pneumonia
terbanyak adalah di Donggala (3.219), Palu (2.600) dan Banggai (2.525).
Sedangkan yang terendah adalah Banggai Kepulauan (47) dan Tojo Unauna
(328) (Dinkes Sulteng, 2008).
Angka kejadian Pneumonia pada balita di Kota Palu pada tahun 2014
mencapai 4.050 kasus, sedangkan pemberian imunisasi DPT pada balita di
kota Palu tahun 2014 mencapai 3.596 balita dan pemberian imunisasi campak
pada balita di kota Palu tahun 2014 mencapai 7804 balita. Wilayah kerja
puskesmas Sangurara merupakan salah satu wilayah dengan penderita
Pneumonia terbanyak pada tahun 2014 yaitu mencapai 468 kasus. Pemberian
imunisasi DPT pada balita di Puskesmas Sangurara pada tahun 2014
mencapai 594 balita dan pemberian imunisasi campak sebesar 1052
balita(Dinkes Kota Palu, 2015)
Banyak faktor yang mempengaruhi kejadian pneumonia salah satunya
ialah imunisasi, yang kemudian dapat meningkatkan angka kejadian
pneumonia. Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian
mengenai hubungan pemberian imunisasi DPT dan campak terhadap kejadian
pneumonia pada usia 10 bulan-5 tahun di puskesmas Sangurara kota Palu
tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan pemberian imunisasi DPT dan campak
terhadap kejadian pneumonia pada usia 10 bulan-5 tahun di puskesmas
Sangurara kota Palu tahun 2015?

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan pemberian imunisasi DPT dan campak
terhadap kejadian pneumonia pada usia 10 bulan-5 tahun di puskesmas
Sangurara kota Palu tahun 2015.

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tingkat kejadian pneumonia pada usia 10 bulan-5
tahun di puskesmas Sangurara kota Palu tahun 2015.
D. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
seperti :
1. Aspek Pendidikan (keilmuan)
Penelitian ini diharapkan

dapat

menjadi

sarana

guna

mengaplikasikan berbagai konsep teori yang telah dipelajari. Hal ini


berguna untuk mengembangkan pemahaman, penalaran dan ilmu
pengetahuan terkait dalam menilai hubungan antara imunusasi terhadap
kejadian Pneumonia.
2. Aspek Pengembangan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai langkah awal
untuk melakukan penelitian selanjutnya dan sebagai pembanding bagi
peneliti berikutnya dengan judul atau kasus yang sama.
3. Aspek Pelayanan Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
bahan masukkan dan evaluasi dalam menetapkan serta menentukan
kebijakan kesehatan, terutama upaya pencegahan dan penurunan angka
kejadian Pneumonia.

E. Keaslian Penelitian
Keaslian dari penelitian yang penulis lakukan ini dapat diketahui dari
beberapa penelitian yang serupa dengan yang penulis lakukan yaitu :
1. Ida Hariyanti (2010) meneliti tentang Hubungan imunisasi campak
dengan kejadian pneumonia pada balita di rumah sakit Pondok Kopi
Jakarta tahun 2010. Penelitian ini menggunakan desain case control
study. Kasus adalah balita usia 12-59 bulan yang menderita pneumonia.
kontrol adalah balita usia 12-59 bulan yang tidak menderita pneumonia.
Dalam penelitian ini sampel sebanyak 220 (kasus 110 dan control 110).
Data dianalisis dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariate dengan
uji regresi logistic ganda. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan

antara imunisasi campak dengan pneumonia pada balita. Anak yang tidak
diimunisasi campak berisiko 2,06 kali untuk menderita pneumonia
dibandingkan anak yang mendapatkan imunisasi saat bayi. Setelah
dikontrol pendidikan dan ASI exclusive. Pada pengukuran dampak
dihasilkan bahwa anak yang diimunisasi campak dapat mencegah
pneumonia sebesar 51,456%. Selanjutnya upaya untuk melindungi anak
dari penyakit pneumonia adalah dengan memberikan imunisasi campak
saat usia 9 bulan dan anak diberikan ASI exclusive.
2. Siska Tambunan (2013) meneliti tentang Faktor-faktor risiko kajadian
pneumonia pada balita di wilayah kerja puskesmas Kedungmundu kota
Semarang tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
desain case control study. Hasil penelitian menunjukkan bahwa riwayat
status gizi balita (p value = 0,008; OR = 10, 846), riwayat pemberian ASI
(p value = 0,002; OR = 3,769), riwayat pemberian Vitamin A (p value =
0,002; OR = 8,543) dan riwayat status imunisasi (p value = 0,009; OR =
3,839) berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita, sedangkan
umur balita (p value = 0,414), jenis kelamin balita (p value = 0,533) dan
riwayat berat badan lahir balita (p value = 0,061) tidak berhubungan
dengan kejadian pneumonia pada balita.
3. Susi Hartati (2011) meneliti tentang Analisis faktor resiko yang
berhubungan dengan kajadian pneumonia pada balita di RSUD Pasar Rebo
Jakarta. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross
sectional. Hasil penelitian didapatkan bahwa balita yang mendapat
imunisasi campak lebih banyak yaitu 82 balita (59,4%) sedangkan balita
yang tidak mendapatkan imunisasi campak sebanyak 56 balita (40,6%).
Balita yamg tidak mendapatkan imunisasi campak mempunyai peluang
mengalami pneumonia sebanyak 32,1 kali dibanding dengan balita yang
mendapat imunisasi campak dah hasil uji statistik menunjukkan ada
hubungan antara riwayat pemberian imunisasi campak pada balita dengan
kejadian pneumonia (p value=0,002 ; -0,05) dan balita yang mendapat
imunisasi DPT lengkap sebanyak 102 (73,9%) lebih banyak yang tidak
mendapat imunisasi DPT lengkap yaitu sebanyak 36 (26,1%). Balita yang
4

tidak mendapat imunisasi DPT mempunyai peluang mengalami pneumonia


sebanyak 2,34 kali dibanding dengan balita yang mendapatkan imunisasi
DPT dah hasil uji statistik menyatakan ada hubungan yang bermakna
antara riwayat pemberian imunisasi DPT pada balita dengan kejadian
pneumonia (p value=0,049 ; =0,05).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka
1. Pneumonia
a. Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan infeksi akut parenkim paru yang meliputi
alveolus dan jaringan interstitial (IDAI, 2009). Pneumonia adalah
peradangan yang mengenai parenkim paru, yang disebabkan oleh
mikroorganisme,

aspirasi

dari

cairan

lambung,

benda

asing,

hidrokarbon, bahan-bahan lipoid dan reaksi hipersensitivitas (Monita,


2015)

b. Epidemiologi Pneumonia
Pneumonia membunuh kira-kira 935.000 anak di bawah usia
lima tahun pada tahun 2013, terhitung untuk 15% dari seluruh kematian
anak di bawah usia lima tahun (WHO, 2014). 70 % kasus pneumonia
terjadi di sub - Sahara Afrika dan Asia Tenggara (WHO,2008). Menurut
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, di Indonesia terjadi
kecenderungan yang meningkat untuk periode prevalence pneumonia
semua umur dari 2,1 persen pada tahun 2007 menjadi 2,7 persen pada
tahun 2013. Lima provinsi yang mempunyai insiden dan prevalensi
pneumonia tertinggi untuk semua umur adalah Nusa Tenggara Timur,
Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Selatan
(Riskesdas, 2010)
c. Etiologi Pneumonia
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan sangat
penting pada perbedaan dan kekhasan pneumonia pada anak, terutama
pada spektrum etiologi, gambaran klinis, dan strategi pengobatan.
Spektrum mikroorganisme penyebab pada neonatus dan bayi kecil
berbeda dengan anak yang lebih besar. Etiologi pneumonian pada
neonatus dan bayi kecil meliputi Streptococcus group B dan bakteri
Gram negatif seperti E. colli, Pseudomonas sp, atau Klebsiella sp. Pada
bayi yang lebih besar dan anak balita, pneomonia sering disebabkan
oleh infeksi Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe
B, dan Staphylococcus aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar
dan remaja, selai bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
Mycoplasma pneumoniae (Rahajoe, 2013)
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan
karena infeksi virus, disamping bakteri, atau campuran bakteri dan
virus. Pada penelitian ditemukan etiologi virus sebanyak 32%,
campuran bakteri dan virus 30%, dan bakteri saja 22%. Virus terbanyak
ditemukan adalah Respiratory Syncytial Virus (RSV), Rhinovirus, dan
virus Parainfluenza. Bakteri terbanyak ditemukan ialah Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae tipe B, dan Mycoplasma
6

pneumonia. Kelompok anak berusia 2 tahun ke atas memiliki penyebab


infeksi bakteri yang lebih banyak daripada anak berusia di bawah 2
tahun (Rahajoe, 2013)

d. Klasifikasi Pneumonia
Tabel 2.1. Klasifikasi Klinis Pneumonia pada balita menurut
kelompok umur.
Kelompo
k Umur

Kriteria Pneumonia

2 bulan-<5 Batuk Bukan


tahun
Pneumonia

Pneumonia

Gejala Klinis
1.Tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah ke
dalam
2.Tidak ada napas cepat :
- Kurang dari 50 x/menit
pada anak umur 2 - <12
bulan
- Kurang dari 40 x/menit
pada anak umur 12 bln
-<5thn
1.Tidak ada tarikan dinding
dada bagian bawah ke
dalam (TDDK).
2.Adanya napas cepat:
- 50 x/menit atau lebih
pada anak umur 2 - <12
bulan
- 40 x/menit atau lebih
pada umur 12 bulan - <5

tahun

Pneumonia Berat
<2 bulan

Tarikan dinding dada bagian


bawah ke dalam (TDDK)

Batuk Bukan
Pneumonia

Tidak ada TDDK kuat dan


tidak ada napas cepat,
frekuensi napas : kurang dari
60 x/menit
Pneumonia Berat
Tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam yang kuat
dan adanya napas cepat 60
x/menit atau lebih
Sumber : Direkorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan,

Departemen

Kesehatan

RI

(Ditjen

P2PL.Depkes RI, 2012)

e. Patogenesis Pneumonia
Pada umumnya mikroorganisme penyebab pneumonia terhisap
ke paru bagian perifer melalui saluran respiratori. Mula-mula terjadi
edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah proliferasi dan
penyebaran kuman ke jaringan sekitar. Bagian paru yang terkena
mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,
cairan edema, dan ditemukan kuman di alveoli. Stadium ini disebut
stadium hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin
bertambah, terdapat fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan gterjadi
fagositosis yang cepat. Stadium ini disebut hepatisasi kelabu.
Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di alveoli, sel akan
mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris menghilang.
8

Stadium ini disebut stadium resolusi sistem bronkopulmoner yang tidak


terkena tetap dalam keadaan normal (Rahajoe, 2013)
f. Menejemen Diagnosis Pneumonia
1) Manifestasi Klinis Pneumonia
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung
pada berat-ringannya infeksi, tetapi secara umumadalah sebagai
berikut :
1) Gejala infeksi umum, yaitu demam, sakit kepala, gelisah,
malaise, penurunan nafsu makan, keluhan gastrointestinal
seperti mual, muntah atau diare (Rahajoe, 2013)
2) Gejala gangguan respiratori, yaitu batuk, sesak napas, retraksi
dada, takipnea, napas cuping hidung, merintih, dan sianosis
(Rahajoe, 2013)
2) Pemeriksaan Fisik Pneumonia
Pada pemeriksaan fisis dapat diperolah tanda klinis seperti
pekak perkusi, suara napas melemah, dan ronki. Akan tetapi pada
neonatus dan bayi kecil, gejala dan tanda penumonia lebih baragam
dan tidak selalu jelas terlihat. Pada perkusi dan auskultasi paru
umumnya tidak ditemuka kelainan (Rahajoe, 2013)
3) Pemeriksaan Penunjang Pneumonia
I.
Darah perifer lengkap
Pada pnaumonia virus dan juga pada pneumonia
mikoplasma umumnya ditemukan leukosit dalam batas normal
atau sedikit meningkat. Akan tetapi, pada pneumonia bakteri
didapatkan
40.000/mm3.

leukositosis

yang

Leukopenia

berkisar

(<5.000/mm3)

antara

15.000-

menunjukkan

prognosis yang buruk. Kadang-kadang terdapat anemia ringan


dengan laju endap darah (LED) yang meningkat (Rahajoe,
II.

2013)
Uji serologis
Uji serologis untuk mendeteksi antigen dan antibodi
pada infeksi bakteri tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas

III.

yang rendah (Rahajoe, 2013)


Pemeriksaan mikrobiologis

Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat


berasal dari usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan
bronkus, darah, dan aspirasi paru. Diagnosis dikatakan definitif
bila ditemukan dari darah, cairan pleura, atau aspirasi. Kecuali
pada masa neonatus, kajadian bakterimia sangat rendah
sehingga kultur darah jarang yang positif. Pada pneumonia
anak dilaporkan hanya 10-30% ditemukan bakteri pada kultur
IV.

darah (Rahajoe, 2013)


C-Reactive Protein (CRP)
Secara klinis CPR digunakan sebagai alat diagnostik
untuk membedakan antara faktor infeksi dan noninfeksi,
infeksi virus, dan bakteri (Rahajoe, 2013)

V.

Pemeriksaan rontgen toraks


Gambaran foto rontgen toraks pneumonia pada anak
meliputi infiltrat ringan pada satu paru hingga konsolidari luas

pada kedua paru (Rahajoe, 2013)


4) Diagnosis Pneumonia
Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis
dan/atau serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan
tetapi, penemuan bakteri penyebab tidak selalu mudah karena
memerlukan laboratorium penunjang yang memadai. Oleh karena
itu, pneumonia pada anak umumnya didiagnosis berdasarkan
gambaran klinis yang menunjukkan keterlibatan sistem respiratori,
serta gambaran radiologis. Prediktor paling kuat adanya pneumonia
adalah

demam, sianosis, dan lebih dari satu gejala respiratori

sebagai berikut: takipnea, batuk, napas cuping hidung, retraksi,


ronki, dan suara napas melemah (Rahajoe, 2013)
5) Penatalaksanaan Pneumonia
Sebagian besar pneumonia pada anak tidak perlu dirawat
inap. Indikasi perawatan terutama berdasarkan berat-ringannya
penyakit,misalnya

toksis,

distres

pernapasan,

tidak

mau

makan/minum. Neonatus dan bayi kecil dengan kemungkinan


klinis pneumonia harus dirawat inap (Rahajoe, 2013)

10

Dasar tatalaksana pneomonia rawat inap adalah pengobatan


kausal antibiotik yang sesuai, serta tindakan suportif. Pengobatan
suportif meliputi pemberian cairan intravena, dan terapi oksigen.
Untuk nyeri dan demam dapat diberikan analgetik/antipiretik
(Rahajoe, 2013)
g. Faktor Risiko Pneumonia
Terdapat beberapa faktor risiko yang menyebabkan tingginya
angka mortalitas pnaumonia pada anak balita di negara berkembang.
Faktor risiko tersebut adalah :
1) Berat badan lahir rendah (BBLR)
2) Tidak mendapat imunisasi
3) Tidak mendapat ASI yang adekuat
4) Malnutrisi
5) Tingginya pajanan terhadap polusi udara (polusi industri atau asap
rokok)
(Rahajoe, 2013)
h. Pencegahan Pneumonia
Upaya
pencegahan

merupakan

komponen

strategis

pemberantasan pneumonia pada anak terdiri dari pencegahan melalui


imunisasi dan non-imunisasi. Imunisasi terhadap patogen yang
bertanggung jawab terhadap pneumonia merupakan strategi pencegahan
spesifik. Pencegahan non-imunisasi merupakan pencegahan nonspesifik misalnya mengatasi berbagai faktor resiko, seperti polusi udara
dalam ruang, merokok, kebiasaan perilaku tidak sehat/bersih, perbaikan
gizi dan lain-lain (Kemenkes RI,2010)
i. Prognosis Pneumonia
Penerapan pedoman tatalaksana baku pneumonia termasuk
pemberian antibiotik oral sesegera mungkin dapat menurunkan 13-55%
mortalitas pneumonia (20% mortalitas bayi dan 24% mortalitas anakbalita) (Kemenkes RI, 2010).
2. Imunisasi
a. Definisi Imunisasi

11

Imunisasi adalah suatu upaya pemberian kekebalan terhadap bayi


dan anak dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh sehingga tubuh
membuat zat anti untuk mencegah penyakit tertentu. Zat anti yang
dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan (seperti vaksin BCG, DPT,
dan campak) dan melalui mulut berupa vaksin polio (Hidayat, 2008)
Berikut ini penjelasan mengenai beberapa vaksin yang sering
diberikan pada anak :
1) Imunisasi BCG
a) Tujuan Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (basillus

calmette

guerin)

merupakan

imunisasi dasar untuk mencegah terjadinya penyakit TBC yang


berat. TBC yang berat seperti TBC pada selaput otak, TBC milier
pada seluruh lapangan paru, atau TBC tulang (Hidayat, 2008)
b) Cara, Dosis dan Waktu Pemberian Imunisasi BCG
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada bayi
yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya
dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup
diberikan satu kali saja (IDAI, 2014). Dosis yang diberikan
sebanyak 0,05 cc (Depkes, 2000)
c) Efek Samping Pemberian Imunisasi BCG
Efek samping dari pemberian imunisasi BCG adalah terjadi
ulkus pada daerah bekas suntikan, limfadenitis regionalis, dan
reaksi panas (Hidayat, 2008)
2) Imunisasi DPT
a) Tujuan Imunisasi DPT
Imunisasi DPT (diphteria, pertussis, tetanus) adalah imunisasi
yang mencegah terjadinya penyakit difteri, pertusi, dan tetanus
(Hidayat, 2008)
b) Cara, Dosis dan Waktu Pemberian Imunisasi DPT
Imunisasi dasar DPT diberikan 3 kali, yaitu sejak bayi berumur
2 bulan dengan selang waktu penyuntikan minimal selama 4
minggu. Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1 - 2 tahun
atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-3.
Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas
1 SD. Pada saat kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan
12

vaksin DT (tanpa P) (IDAI, 2014). Dosis vaksin DPT diberikan


sebanyak 0,5 cc (Depkes, 2000)
c) Efek Samping Pemberian Imunisasi DPT
Pemberian DPT dapat berefek samping ringan atau berat. Efek
samping ringan seperti adanya pembengkakan, nyeri pada tempat
suntiakan, dan demam. Sedangkan efek samping beratnya yaitu
menangis hebat, kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran
menurun, terjadi kejang dan syok (Hidayat, 2008)
3) Imunisasi Campak
a) Tujuan Imunisasi Campak
Imunisasi campak adalah imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit campak pada anak-anak karena
termaruk penyakit menular (Hidayat, 2008)
b) Cara, Dosis, dan Waktu Pemberian Imunisasi Campak
Bayi baru lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif dari
ibunya ketika dalam kandungan dan kekebalan ini bertahan hingga
usia bayi mencapai 6 bulan. Imunisasi campak diberikan kepada
anak usia 9 bulan (IDAI, 2014). Dosis diberikan sebanyak 0,5 cc
(Depkes, 2000)
c) Efek Samping Pemberian Imunisasi Campak
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Namun
adakalanya terjadi demam ringan atau sedikit bercak merah pada
pipi di bawah telinga, atau pembengkakan pada tempat suntikan
(IDAI, 2014)
4) Imunisasi Hepatitis B
a) Tujuan Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B merupakan imunisasi yang diberikan
untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis (Hidayat, 2008)
b) Cara, Dosis, dan Waktu Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Imunisasi hepatitis B diberikan melalui intramuskular
(Hidayat, 2008). Imunisasi dasar hepatitis B diberikan 3 kali
dengan tenggang waktu 1 bulan antara suntikan pertama dengan
kedua, dan tenggang waktu 5 bulan antara sssuntikan kedua dan
ketiga. Imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah pemberian
imunisasi dasar (IDAI, 2014). Dosis diberikan 0,5 cc (Depkes,
2000)
13

c) Efek Samping Pemberian Imunisasi Hepatitis B


Reaksi lokal yang umumnya sering muncul yaitu rasa sakit,
kemerahan, dan pembengkakan di sekitar daerah suntikan. Selain
itu, terdapat pila reaksi yang besifat ringan dan biasanya berkurang
dalam 2 hari setelah vaksinasi (Perhimpunan Penelitian Hati
Indonesia, 2006)
5) Imunisasi Polio
a) Tujuan Imunisasi Polio
Imunisasi polio merupakan imunisasi yang diberikan untuk
mencegah

terjadinya

penyakit

poliomyelitis

yang

dapat

menyebabkan kelumpuhan pada anak (Hidayat, 2008)


b) Cara, Dosis, dan Waktu Pemberian Imunisasi Polio
Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur
beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu.
Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG,
vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulangan diberikan
bersamaan dengan imunisasi ulang DPT (IDAI, 2014)
c) Efek Samping Pemberian Imunisasi Polio
Paralisis karena vaksin jarang terjadi dalam 2 bulan imunisasi
(Hidayat, 2008)
b. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi antara lain:
1) Untuk Anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit,
dan kemungkinan cacat atau kematian.
2) Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan
bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua
yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang
nyaman.
3) Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.
(DepKes, 2000)
c. Hubungan

Imunisasi

DPT

dan

Campak

terhadap

Kejadian

Pneumonia

14

Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung


pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib
(Haemophilus influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin
diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program
vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia (Kemenkes RI,
2010)
Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan
mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi
campak. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila
menderita ISPA dapat diharapkan perkembangan penyakitnya tidak akan
menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah
dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan
imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita
dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian
pneumonia dapat dicegah (Agussalim, 2012)
Pemberian imunisasi lengkap sebelum anak mencapai usia 1 tahun,
anak akan terlindung dari beberapa penyebab yang paling utama dari
infeksi pernafasan termasuk batuk rejan, difteri, tuberkulosa dan campak.
Penderita difteri, pertusis apabila tidak mendapat pertolongan yang
memadai akan berakibat fatal. Dengan pemberian imunisasi berarti
mencegah kematian pneumonia yang diakibatkan oleh komplikasi
penyakit campak dan Pertusis (Agussalim, 2012)
Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
campak. Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan
sendirinya, namun dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi
seperti pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama
pada anak kurang gizi dan anak dengan gangguan sistem imun.
Menurunkan kejadian penyakit campak pada balita dengan memberikan

15

vaksinasi dapat menurunkan kematian akibat pneumonia (Kemenkes RI,


2010)
Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus
hari. Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi
bacteria Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini dalam
sediaan DTP, bersama difteri dan tetanus. Pada negara yang cakupan
imunisasinya rendah, angka kematian masih tinggi dan mencapai 295.000
390.000 anak pertahun (Kemenkes RI, 2010)

B. Kerangka Teori
Imunisasi

Campak

DPT

Polio

BCG

Hepatitis B

Pneumonia
Faktor Resiko
1. Berat badan lahir rendah (BBLR)
2. Tidak mendapat ASI yang adekuat
3. Malnutrisi

16

4. Tingginya pajanan terhadap


Polusi udara
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian
Keterangan

Variabel yang diteliti


Variabel yang tidak diteliti
C. Kerangka Konsep

Variabel bebas

Variabel terikat

Imunisasi DPT dan


Campak

Pneumonia
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
D. Hipotesis

a. Hipotesa Nol (Ho)


Tidak ada hubungan antara imunisasi dengan kejadian pneumonia
pada usia 3 bulan-5 tahun.
b. Hipotesa Alternatif (Ha)
Ada hubungan antara imunisasi dengan kejadian pneumonia pada
usia 3 bulan-5 tahun.
E. Landasan Teori
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan
mikroorganisme (Permana, 2013). Pneumonia, infeksi akut pada jaringan
paru oleh mikroorganisme, merupakan infeksi saluran napas bagian bawah.
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang terjadi secara
primer atau sekunder setelah infeksi virus. Anak-anak yang masih kecil
sangat rentan terutama terhadap pneumonia virus, biasanya dari infeksi
dengan respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza, adenovirus, atau
rinovirus (Corwin, 2009)
Imunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya
penyakit tertentu. Salah satu upaya pencegahan penyakit menular adalah
melalui upaya pengebalan (imunisasi). Tujuan utama imunisasi untuk

17

menurunkan angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit yang


dapat dicegah dengan imunisasi laboratorium (Wijaya, 2014)

BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian
menggunakan

A. Jenis dan Desain Penelitian


ini merupakan penelitian deskriptif
pendekatan

Cross

sectional

yang

analitik

dengan

dilakukan

dengan

menganalisis data sekunder dari rekam medis. (Noatoatmodjo, 2010).


1

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas

Sangurara kota Palu.


Waktu Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah 3 bulan dari bulan
Desember 2015- Januari 2016.
C. Populasi dan Sampel

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien balita yang
berkunjung ke puskesmas Sangurara kota Palu tahun 2015.
Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, yang
didasarkan atas pertimbangan tertentu

yang dibuat oleh peneliti

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi (Noatoatmodjo, 2010).

18

Kriteria Inklusi :
a) Anak usia 10 bulan-5 tahun
b) Pernah berkunjung ke puskesmas Sangurara
c) Terdiagnosis pneumonia

Kriteria Eksklusi :
a) Pasien dengan data rekam medis tidak lengkap
b) Anak dengan riwayat berat badan lahir rendah (BBLR)
D. Sampel Minimal
Dalam menentukan besar sampel digunakan rumus Slovin yaitu sebagai

berikut :
d

1+ N
N
n=

0.1

1+4.855
4.855
n=

n=

4.855
49,55

n= 98
Jumlah sampel minimal yang diambil sebanyak responden. Dimana:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasi
d = Tingkat kesalahan/ketepatan yang digunakan 0.10 (10%)
E. Identifikasi variabel
A. Variabel bebas
B. Variabel terikat

: Imunisasi DPT dan campak


: Pneumonia

F. Definisi operasional variabel dan Pengukurannya

19

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang akan


diamati (diukur) sesuai dengan yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2003).

Tabel 3.1 : Definisi Operasional Variabel Penelitian


Definisi

No

Variabel

Pemberian Pasien

balita Rekam medis

imusisasi

telah

DPT

Cara ukur

Operasional
yang

dan memperoleh

campak

imunisasi

DPT

dan campak
2

Penyakit

Pasien

usia

Hasil ukur

Skala

1. Memperoleh Nominal
imunisasi
DPT dan
campak
2. Tidak
memperoleh
munisasi DPT
dan campak

3 Rekam medis 1. Pneumonia


2. Tidak
Pneumonia bulan-5
tahun
Pneumonia
yang didiagnosis

Nominal

dokter
menderitaPneum
onia

(napas

cepat,

sulit

bernapas,
demam,

dan

batuk)

yang

datang

ke

puskesmas
Sangurara

kota

Palu

20

G. Alur Penelitian
Anak usia 10 bulan-5 tahun yang pernah berkunjung atau berobat ke
puskesmas Sangurara kota Palu tahun 2015

Pengambilan sampel dengan menggunakan teknik purposive


sampling

Pengumpulan data

Imunisasi
DPT dan
campak
tidak
lengkap,
sakit
pneumonia

Imunisasi
DPT dan
campak
tidak
lengkap,
tidak sakit
pneumonia

Imunisasi
DPT dan
campak
lengkap,
sakit
pneumonia

Imunisasi
DPT dan
campak
lengkap,
tidak sakit
pneumonia

Gambar 3.1 Alur penelitian


H. Pengolahan Data
Kegiatan dalam proses pengolahan data meliputi :
1) Pemeriksaan Data (Editing)
Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, kejelasan makna
jawaban, konsistensi maupun kesalahan datanya.

21

2) Penandaan (Coding)
Masing masing data akan diberikan kode sesuai dengan yang telah
ditetapkan sebelumnya agar memudahkan pengolahannya.
3) Pemindahan data ke computer (entry)
Data yang telah disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam program
dan akan diolah menggunakan computer.
4) Tabulating
Menyusun seluruh data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel. Dimana
data yang memiliki kriteria yang sama dikelompokkan dengan teliti dan
teratur sebelum dimasukkan ke dalam tabel.
I. Analisis Data
Data diolah dengan alat bantu perangkat komputer softwareStatistical
Package for the Social Science (SPSS) for windows. Untuk analisis data
digunakan analisis data univariat dan analisis data bivariat.
1 Analisis Univariat
Analisa ini digunakan untuk memberikan gambaran umum terhadap
data hasil penelitian dalam bentuk tabel frekuensi dan pesentase dari tiap
2

variabel sebagai bahan informasi.


Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel yaitu varibel bebas dan variabel terikat dengan menggunakan
derajat kemaknaan 95%.
Karena analisis yang dilakukan adalah analisis hubungan antara
variabel kategori dengan variabel kategori maka uji statistik yang

digunakan

adalah

fh

uji

Kai

Kuadrat

(Chi

Square),

yaitu

fh

Keterangan :

2
Kai Kuadrat

22

fO
Frekuensi hasil observasi dari sampel penelitian

fh
Frekuensi yang diharapkan pada populasi penelitian
J. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan :
1. Permohonan izin penelitian dan pengambilan data dengan surat pengantar
dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Tadulako
kepada instansi tempat penelitian dilaksanakan. Setelah mendapat
persetujuan tersebut, barulah dilakukannya penelitian dimulai dengan
pengambilan data - data yang diperlukan.
2. Pengambilan sampel dilakukan dengan meminta persetujuan kepala
puskesmas Sangurara kota Palu.

23

DAFTAR PUSTAKA

Agussalim. 2012. Hubungan Pengetahuan, Status Imunisasi dan Keberadaan


Perokok Dalam Rumah dengan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut
pada Balita Di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Jurnal
Ilmiah STIKES UBudiyah. Vol.1, No.2. pp 7-8. Diakses pada 23 April
2016.

Dari

(http://www.ejournal.uui.ac.id/jurnal/AGUSSALIM-dou-1-

agussalim.pdf)
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta
DepKes. 2000. Modul Latihan Petugas Imunisasi, Edisi ke-7. Jakarta
Dinkes Sulteng. 2008. Profil Kesehatan Provinsi Sulteng. Dinas Kesehatan
Daerah UPT Surveilans. Data dan Informasi Provinsi Sulawesi Tengah
Dinkes Kota Palu. 2015. Profil Kesehatan Kota Palu. Dinas Kesehatan Kota Palu.
Palu
Ditjen P2PL.Depkes RI. 2012.Modul Tatalaksana Standar Pneumonia. Diakses
pada

19

Mei

2015.

Dari

(http://pppl.depkes.go.id/_asset/_download/FINAL%20DESIGN
%20MODUL%20TATALAKSANA%20STANDAR%20PNEUMONIA
%20(STEMPEL%20BARU)%20rev.pdf)
Hidayat, A, Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Salemba
Medika. Surabaya
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2014. Jadwal Imunisasi Anak Umur 0 18
Tahun dan Informasi Vaksin untuk Orang Tua. Satgas Imunisasi IDAI.

24

Diakses

pada

20

Mei

2015.

Dari

(http://idai.or.id/public-

articles/klinik/imunisasi). Ikatan Dokter Anak Indonesi. jakarta


Kemenkes RI. 2010. Pneumonia Balita. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Data dan Informasi Tahun
2014 (Profil Kesehatan Indonesia). Diakses pada 23 Oktober 2015. Dari
(http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatanindonesia/data-dan-informasi-2014.pdf)
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Imunisasi.

Diakses

pada

14

Mei

2015.

Dari

(http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/92_PMK%20No.%2042%20ttg
%20Penyelenggaraan%20Imunisasi.pdf)
Monita, Osharinanda, dkk. 2015. Profil Pasien Pneumonia Komunitas di Bagian
Anak RSUP DR. M. Djamil Padang Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan
Andalas. Vol. 04, No. 01. pp 220. Diakses pada 20 Agustus 2015. Dari
(http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=299944&val=7288&title=Profil%20Pasien%20Pneumonia
%20Komunitas%20di%20Bagian%20Anak%20RSUP%20DR.%20M.
%20Djamil%20Padang%20Sumatera%20Barat)
Notoadmojo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. PT. Rineka Cipta. Jakarta
Nursalam. 2003.

Konsep dan Penerapan Metodologi Peneletian Ilmu

Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta


Perhimpunan Penelitian Hati Indonesia. 2006. Konsensus PPHI tentang Panduan
Tatalaksana Infeksi Hepatitis B Kronis. Diakses pada 26 Oktober 2015.
Dari (http://pphi-online.org/alpha/wp-content/upload/2012/10/Hepatitis-Bfull.pdf)
Permana, Adhy, dkk. 2013. The Disease Diagnosis dan Terapi. Pustaka Cendekia
Press. Yogyakarta

25

Rahajoe, Nastiti N, dkk. 2013. Buku Ajar Respirologi Anak, Edisi Pertama. Badan
Penerbit IDAI. Jakarta
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasa. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Jakarta
Sukmawati, dkk. 2010. Hubungan Status Gizi, Berat Badan Lahir (BBL),
Imunisasi dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada
Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tunikamaseang Kabupaten Maros.
Media Gizi Pangan. Vol. 10, Edisi 2. pp 20. Diakses pada 20 Agustus
2015. Dari (https://jurnalmediagizipangan.files.com/2012/04/3-hubunganstatus-gizi-berat-badan-lahir-bbl-imunisasi-dengan-kejadian-infeksisaluran-pernapasan-akut-ispa-pada-balita-di-wilayah-kerja-puskesmastunikamaseang-kabupaten-maros.pdf)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran. Diakses pada 1 April 2015. Dari (http://www.dinkeskotasemarang.go.id/dokumen/uu_praktik_kedokteran.pdf)
WHO. 2008. Epidemiology and etiology of childhood pneumonia. Diakses pada
28

April

2015.

Dari

(http://www.who.int/bulletin/volumes/86/5/07-

048769-ab/en/)
WHO.

2014.

Pneumonia.

Diakses

pada

28

April

2015,

Dari

(http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/)

26

Anda mungkin juga menyukai