Anda di halaman 1dari 18

TUGAS K3 DAN LINGKUNGAN

HUBUNGAN K3 DALAM HIRADC DARI


PELEDAKAN TAMBANG

Disusun oleh :

SYLVESTER SARAGIH
BINSAR REZEKI SINAGA
MEY TRISONI SILALAHI
UDIN MUHRUDIN
RIZKI AKBAR SAID
EDY S MANURUNG
APRIADI SIMANUNGKALIT

DBD 111 0105


DBD 111 0119
DBD 111 0123
DBD 111 0067
DBD 111 0066
DBD 111 0137
DBD 111 0012

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN
2013
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan
tenaga kerja dengan cara penerapan teknologi pengendalian segala aspek yang
berpotensi membahayakan para pekerja. Pengendalian juga ditujukan kepada
sumber yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat dari jenis pekerjaan
tersebut, pencegahan kecelakaan dan penserasian peralatan kerja/ mesin/
instrument, dan karakteristik manusia yang menjalankan pekerjaan tersebut
maupun orang-orang yang berada di sekelilingnya. Dengan menerapkan teknologi
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan
mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi.
Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk
menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Dari segi
ekonomi pemakaian alat yang berkapasitas besar adalah lebih menguntungkan,
akan tetapi bahaya yang mungkin ditimbulkan juga akan besar. Dengan demikian
penentuan ukuran reaktor harus didasarkan pada keuntungan dari segi ekonomi
dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Salah satu langkah pengamanan yang
dilakukan dalam rancang bangun adalah penggunaan safety factor atau over
design factor pada perhitungan perancangan masing-masing alat dengan kisaran
10 20 %. Alat pengendali harus lebih canggih dan lebih dapat diandalkan. Alat
pengamanan yang terkait dengan alat produksi dan alat perlindungan bagi pekerja
harus ditingkatkan. Biaya untuk membangun keselamatan dan kesehatan kerja,
biaya untuk membeli alat-alat pengamanan memang cukup besar. Akan tetapi
keselamatan dan kesehatan kerja juga akan lebih terjamin. Kemampuan dan
ketrampilan pekerja harus ditingkatkan melalui pendidikan dan pelatihan
sehingga dapat mengikuti laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Alat penanggulangan musibah harus ditingkatkan agar malapetaka yang
diakibatkan oleh penerpan teknologi maju tidak sampai meluas dan merusak.

Pengawasan terhadap alat maupun terhadap pekerja harus dilakukan secara teratur
dan berkesinambungan. Kesehatan dan keselamatan kerja mempunyai fungsi dan
manfaat bagi orang yang mau memanfaatkannya.
Kegiatan peledakan yang bertujuan untuk memisahkan batuan dari induknya
dalam industri pertambangan sangat rentan dengan bahaya. Hal itu bisa terjadi
pada high explosive maupun low explosive. Bahaya itu biasa terjadi dari sifat
bahan peledaknya sendiri, cara membawanya, cara penyimpanan di dalam gudang
(baik gudang bahan peledak di permukaan maupun gudang bahan peledak pada
tambang bawah tanah), serta penggunaannya maupun pengawasannya pada pasca
peledakan. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bertujuan untuk
memberikan perlindungan terhadap kecelakaan tambang maupun penyakit akibat
kerja dengan sasaran untuk menekan seminimal mungkin bahkan sampai zero
accident sangat diperlukan. Menurut penelitian Heinrich maupun Lunch
menyebutkan bahwa kecelakaan tambang pada dasarnya disebabkan oleh unsafe
act dan unsafe condition. Untuk itu peranan K3 pada kegiatan peledakan di dalam
industri pertambangan adalah sangat penting. Oleh sebab itu, dalam proses K3
harus memiliki manajemen resiko, dimana dalam kegiatan manajemen tersebut
harus, memperhatikan identifikasi sumber bahaya (Hazard Identification),
pengkajian resiko (Risk Assessment), dan menetapkan pengendalian (Determine
Control) (HIRADC). Dengan adanya HIRADC, maka setiap orang mengetahui
bahaya apa yang mungkin terjadi pada pekerjaan yang dia lakukan. Dia akan tahu
seberapa besar tingkat risikonya dan tahu juga kontrol apa yang harus dilakukan
untuk memperkecil risiko tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Peledakan Tambang


Peledakan tambang adalah merupakan kegiatan pemecahan
suatu material (batuan) dengan menggunakan bahan peledak
atau proses terjadinya ledakan. Suatu operasi peledakan batuan
akan mencapai hasil optimal apabila perlengkapan dan peralatan
yang dipakai sesuai dengan metode peledakan yang di terapkan.
Dalam membicarakan perlengkapan dan peralatan peledakan
perlu hendak nya terlebih dahulu dibedakan pengertian antara
kedua hal tersebut. peralatan peledakan (Blasting equipment)
adalah alat-alat yang dapat digunakan berulang kali, misalnya
blasting

machine,

crimper

dan

sebagainya.

Sedangkan

perlengkapan peledakan hanya dipergunakan dalam satu kali


proses peledakan atau tidak bisa digunakan berulang kali. Untuk
setiap metode peledakan, perlengkapan dan peralatan yang
diperlukan berbeda-beda. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kerancuan

dalam

pengertian,

maka

dibuat

sistematika

berdasarkan tiap-tiap metode peledakan dalam arti bahwa


perlengkapan dan peralatan akan dikelompokan berdasarkan
metodenya. Pekerjaan peledakan adalah pekerjaan yang penuh
bahaya.

Oleh

karena

itu,

harus

dilakukan

dengan

penuh

perhitungan dan hati hati agar tidak terjadi kegagalan atau


bahkan

kecelakaan.

Untuk

itu

operator

yang

melakukan

pekerjaan peledakan harus mengerti benar tentang cara kerja,


sifat dan fungsi dari peralatan yang digunakan. Karena persiapan
peledakan

yang

kurang

baik

akan

menghasilkan

bisa

menyebabkan hasil yang tidak sempurna serta mengandung


resiko bahaya terhadap keselamatan pekerja maupun peralatan.
Dalam hal ini pemilihan metode peledakan, pemilihan serta

penggunaan peralatan dan perlengkapan juga berpengaruh


terhadap hasil yang dicapai.
Tujuan pekerjaan peledakan dalam dunia pertambangan itu sendiri yaitu
memecah atau membongkar batuan padat atau material berharga atau endapan
bijih yang bersifat kompak atau masive dari batuan induknya menjadi material
yang cocok untuk dikerjakan dalam proses produksi berikutnya. Dalam suatu
operasi peledakan pada pertambangan didahului oleh pemboran yang bertujuan
untuk membuat lubang tembak. Lubang tembak sendiri akan diisi oleh bahan
peledak yang terlebih dahulu di isi oleh material atau pasir yang disebut Subdrilling bertujuan agar hasil peledakan tidak terjadi toes atau tonjolan-tonojolan
pada lantai tambang yang mengakibatkan alat berat sulit bergerak saat pemuatan
dan pengangkutan hasil peledakan. setelah disi oleh rangkaian bahan peledak
seperti TNT atau ANFO yang dilengkapi dengan nonel, maka selanjutnya diisi
material penutup yangdisebut stemming berfungsi menahan tekanan keatas agar
energi yang dihasilkan oleh bahan peledak tersebar kesegala arah dan
menghancurkan batuan disampingnya.
2.3 K3 Dalam Peledakan
Beberapa perusahaan pertambangan yang melakukan peledakan untuk
menghasilkan fragmentasi batuan overburden, dan menggunakan Nonel sebagai
inisiasi systemnya tentu tidak asing dengan istilah misfire. Hal ini berhubungan
dengan system Nonel yang tidak mempunyai kontrol terhadap misfire kecuali
dengan melakukan penyambungan secara benar dan final check dengan teliti.
Dengan kata lain, proses kontrol dilakukan secara fisik oleh seorang juru ledak.
Berbeda bila menggunakan system elektrik ataupun system dengan teknologi
muktahir yakni elektronik, misfire dengan mudah dapat dicegah bahkan sebelum
blasting mechine ditekan. Kedua system ini memiliki alat untuk mendeteksi
apakah sambungan antara surface delay dengan surface delay atau dengan inhole
delay telah tersambung dengan benar. Jadi, pada kedua metode ini, misfire yang
disebabkan oleh human error tidak tersambung- bisa dicegah sedini mungkin.

Adapun bila misfire terjadi pada system ini, boleh jadi dikarenakan oleh hal lain,
seperti kegagalan detonator, atau terjadinya kerusakan (putus) setelah
pengecekan atau analisa akhir dilakukan. Mengapa misfire harus dicegah?
Misfire yang terjadi mengakibatkan dua hal penting. Pertama berhubungan
dengan keselamatan kerja, misfire sangat berbahaya bila terjadi dan tidak
diketahui, apalagi bila misfire tidak ditemukan.Bahayanya adalah apabila Nonel,
detonator, atau booster terkena oleh alat gali, atau dozer yang mungkin tengah
bekerja di lokasi hasil suatu peledakan. Tentu saja fatality dan kerusakan berat
pada alat adalah potensi paling tinggi bila lubang misfire meledak dengan
sendirinya akibat gesekan, hantaman dari bucket atau blade alat berat tersebut.
Kedua adalah proses loss -kehilangan waktu produktif-, karena dengan
terjadinya misfire maka alat-alat produksi harus tetap berhenti bekerja menunggu
proses hingga juru ledak dapat mengontrol lubang-lubang misfire tersebut.
Keputusan untuk penembakan kedua pada lubang-lubang misfire, tentu semakin
menambah hilangnya waktu produksi.Dan bila dihitung, maka dalam semingu,
satu bulan, atau setahun, maka kehilangan waktu tidaklah sedikit jumlahnya.
Beberapa

tambang-tambang

di

Indoensia

ataupun

Australia,

masih

menggunakan metode yang biasa disebut final check. Metode ini adalah proses
pengecekan sambungan antara inhole delay dan surface delay sebelum
penembakan (firing) dilakukan. Final check dilakukan oleh satu orang atau lebih,
dilakukan dengan berjalan dari baris pertama hingga baris terakhir, mengamati
sambungan secara satu persatu. Cara ini cukup effektif bila pelakunya
mengerjakannya dengan tenang, teliti, dan benar. Karena kelalaian dalam
mengamati sambungan akan berakibat misfire. Juga cara ini cukup efektif bila
dilakukan pada jumlah sambungan atau jumlah lubang yang tidak terlalu banyak
(100 - 300 lubang). Bagaimana bila lubang ledak berjumlah lebih dari 600
lubang atau lebih? Data misfire yang disebabkan oleh kegagalan sambungan
(unconnected human error) di tambang batubara terbesar di Kaltim menunjukan:
pada tahun 2005 telah terjadi 8 kali misfire dari sekitar 400.000 sambungan
(1:50.000) dan akhir Agustus 2006 terjadi 9 kali misfire dari 350.000 sambungan

(1:38.888). Data misfire ini relatif bagus bahkan bila dibandingkan dengan
tambang-tambang di luar negeri yang menggunakan Nonel system yang sama.
Namun demikian hasil continous improvement menunjukan bahwa misfire akibat
kegagalan sambungan masih bisa diperkecil atau bahkan ditiadakan. Metode
baru pun telah dibuat dan diterapkan sejak September 2006 di tambang
tersebut.Metode ini tidak berbeda dengan metode sebelumnya, hanya prinsipnya
saja yang berubah.
Pertama, pengecekan sambungan dilakukan oleh orang yang melakukan
penyambungan itu sendiri.Tidak dibebankan kepada orang yang melakukan final
check seperti pada metode sebelumnya.Konsekuensinya, orang yang melakukan
penyambungan

haruslah

seorang

juru

ledak

yang

kompeten

dan

bertanggungjawab penuh terhadap sambungan yang dibuatnya. Sambungan


harus 100% benar sebelum ia melanjutkan untuk menyambung pada lubang
berikutnya.
Kedua, memberi tanda pada sambungan sebagai identifikasi bahwa
sambungan telah dilakukan dengan benar dan agar mudah dikenali siapa yang
melakukannya.Tanda ini meggunakan pita warna.Bila ada tiga orang yang
melakukan penyambungan, maka digunakan pita dengan warna berbeda untuk
masing-masing orang. Ini sangat membantu pada proses investigasi bila misfire
terjadi. Akan mudah diketahui siapa yang melakukan penyambungan di lubang
tersebut. Jelas ini berbeda dengan metoda sebelumnya dimana tidak mudah
untuk mengetahui siapa yang melakukan sambungan sebelumnya bila misfire
terjadi.
Ketiga, final check dengan hanya melihat pita warna pada sambungan dan
meletakkan pita warna yg berbeda pada lubang yang telah dilewatinya sebagai
tanda

bahwa

orang

kedua

telah

melihat

lubang

tersebut

telah

disambung.Keuntungannya adalah juru ledak dapat melakukan final check


dengan cepat dan mudah. Bila juru ledak melihat lubang tanpa pita warna, berarti
sambungan belum ada dan dia bisa melakukan sambungan pada lubang tersebut.
Oleh karena itu, berapapun jumlah lubang yang akan diledakan, juru ledak akan

dengan mudah melakukan final check tanpa terjadi dua kali atau lebih
pengecekan pada satu lubang ledak.
Data terakhir dengan melaksanakan medote baru ini menunjukan hanya terjadi
sekali misfire dari 187.000 sambungan. Misfire yang terjadipun dapat dengan
mudah dideteksi siapa pelaku penyambungan dan dengan demikian mudah pula
untuk melakukan langkah-langkah perbaikan, baik terhadap pelaku ataupun
system itu sendiri.

2.3 Tabel Kemungkinan Tingkat Resiko Keparahan


1

Tidak

Berbahaya

Sangat

Sangat

berbahaya

Berbahaya

berbahaya
1

Sekali
4

Sangat kecil

Trivial risk

Trivial risk

Tolerable risk

Medium risk

Mungkin

Trivial risk

Medium risk

Medium risk

Substansial

risk
12

Sangat

Tolerable risk

Medium risk

Substansial

Intolerable
Risk
16

mungkin
4

Risk
12

Sangat

Medium risk

Substansial

Intolerable

Intolerable

risk

risk

Risk

Besar
kemungkinann
ya

Berdasarkan keterangan Tabel 2.1 Kemungkinan tingkat resiko


keparahan

diatas,

menjelaskan

bahwa

dalam

penggolongan

resiko

kemungkinan keparahan itu digolongkan mulai dari, sangat kecil, mungkin,


sangat mungkin, dan sangat besar kemungkinannya. Artinya dalam setiap
kemungkian keparahan tingkat resiko itu kontrol risiko harus dipilih untuk
mengurangi tingkat risiko sampai pada tingkat yang dapat diterima. Hal ini
dapat dilakukan dengan mengurangi keparahan dan / atau kemungkinan.
Ketika tingkat resiko "tinggi", efektif dan praktis kontrol risiko harus

diterapkan untuk menurunkan tingkat risiko tinggi untuk setidaknya "Risiko


Menengah".

2.4 Hiradc Peledakan Tambang

Berdasarkan data tabel resiko hiradc peledakan diatas menjelaskan bahwa


aktifitas yang dilakukan dalam peledakan tambang meliputi :
1. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan bahan peledak.
Peralatan dan perlengkapan bahan peledak yang biasa dipergunakan yaitu :
a. Blasting Machine
b.

Multimeter

c.

Crimper

d.

Leading wire

e.

Korek api / penyulut


2. Melakukan pengamanan area kerja.
Melakukan pengamanan area kerja peledakan biasanya dilakukan
dibawah pengawasan Kepala Teknik Tambang atau petugas yang berwenang,
tujuannya adalah untuk memastikan apakah area tersebut benar-benar aman
dan apakah para pekerja tersebut sudah menggunakan alat safety untuk
peledakan nantinya.
3. Mempersiapkan primer (priming).
Pembuatan primer dilakukan langsung di lokasi yang akan diledakkan
oleh juru ledak. Adapun tahap kegiatannya adalah : mula-mula power gel
dilubangi dengan kayu atau pensil, tapi kadang-kadang dengan menggunakan
jari (kebiasaan di lapangan agar lebih praktis). Kemudian detonator
dimasukkan dengan cara dittekan kuat kedalam power gel yang telah
dilubangi tadi, agar tidak mudah lepas kabel detonator dililitkan pada power
gel.

4. Pengisian lubang ledak (loading).


Di lapangan tahap ini dilakukan dengan menggunakan material yang
ada di lokasi (tanah atau material hancuran hasil pemboran). Pambuatan
stemming dilakukan setelah pemadatan isian bahan peledak.

5. Melakukan penyambungan rangkaian pada kabel peralatan peledak


(circuit).
Penyambungan rangkaian yang dilakukan adalah secara seri. Di
lapangan sambungan leg wire (kabel detonator) pada tiap detonator hanya
berukuran sama dangan kedalaman lubang ledak, maka diperlukan kabel
pembantu (connecting wire) untuk menghubungkan tiap-tiap leg wire sebelum
disambung dengan kabel utama (leg wire). Setelah itu dilakukan pengetesan
tahanan terhadap rangkaian dengan menggunakan om meter, lalu rangkaian
tersebut disambungkan ke exploder (blasting machine)
6. Melakukan pemilihan dan penyiapan tempat blasting mechine.
Melakukan pemilihan dan penyiapan tempat blasting mechine adalah
sangat penting bahwa exploder hendaknya selalu dipelihara dan ditest secara
teratur terhadap kapasitas penyalaan. Efektifitas exploder type-generator
biasanya ditest dengan menggunakan Rheostat yang dihubungkan dengan
detonator.
7. Pemeriksaan pasca peledakan dan pengamanan lokasi peledakan.
Pemeriksaan setelah peledakan dilakukan setelah 15 menit atau setelah
asap dari hasil peledakan hilang. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan oleh juru
ledak dengan tujuan untuk mengetahui apakah dijumpai peledakan yang gagal
(misfire), jika semua telah meledak dengan baik dan kawasan peledakan aman
dari runtuhan batuan, maka akan diberi aba-aba lagi bahwa peledakan telah
berakhir dan operasi penambangan dapat dilanjutkan kembali.
Dalam setiap aktifitas peledakan tambang di atas, resiko kecelakanan pasti
selalu ada. Dalam hiradc peledakan, analisis resiko kecelakaan dalam
peledakan diperhitungkan dalam setiap kegiatannya, berikut ini bahaya
konsekuensi yang diterima dalam melakukan aktifitas peledakan tambang
dalam lingkungan kerja tambang, yaitu :
1. Dalam menyiapkan peralatan dan perlengkapan bahan peledak bahaya
yang ditimbulkan dalam menyiapkan peralatan bahan peledak adalah,
kurangnya alat dan perlengkapan bahan peledak, konsekuensi yang

diterima akibat kurangnya alat dan perlengkapan bahan peledak adalah


aktifitas peledakan tidak dapat dilanjutkan.
2. Pengamanan area kerja atau gudang penyimpanan bahan peledak. Dalam
pengamanan area kerja atau gudang penyimpanan bahan peledak sering
kemungkinan terjadi kecelakaan terjadi, seperti kebakaran bahan peledak
akibat terbakarnya bahan peledak seperti sumbu peledak yang tersulut
oleh rokok yang dibuang sembarangan oleh para pekerja tambang.
3. Mempersiapkan primer harus sangat berhati-hati, karena dalam
mempersiapkan primer tidak boleh berlebihan, jika berlebihan akibat yang
ditimbulkan adalah daya ledak dari bahan peledak tersebut akan sangat
besar yang mana dapat menimbulkan korban jiwa dari para pekerja akibat
ledakan yang sangat besar tersebut.
4. Pengisian lubang ledak (loading), dalam pengisiannya tidak boleh juga
berlebihan akibat yang ditimbulkan sama seperti tahap primer, yaitu
terjadinya ledakan besar yang tidak dapat diduga. Akibat yang
ditimbulkan adalah terjadinya kerusakn pada lubang ledak, dan
mengakibatkan juga korban jiwa.
5. Penyambungan rangkaian kabel peledak (cicuit) tidak boleh asal
menyambung saja, dibutuhkan ketenangan dan ketelitian dalam proses
penyambungan kabel tersebut, jika salah dalam penyambungan kabel
tersebut maka akan terjadi arus pendek yang dapat menimbulkan
kebakaran akibat percikan api pada arus pendek tersebut.
6. Pemilihan dan penyiapan tempat blasting mechine, dalam melakukan
pemilihan dan penyiapan tempat blasting mechine sangat penting bahwa
exploder hendaknya selalu dipelihara dan ditest secara teratur terhadap
kapasitas penyalaan. Efektifitas exploder type-generator biasanya ditest
dengan menggunakan Rheostat yang dihubungkan dengan detonator, jika
tidak terpelihara akan menimbulkan ledakan yang dapat merusak area
tambang.
7. Pemeriksaan pasca peledakan dan pengamanan lokasi peledakan, harus
selalu diawasi secara ketat, karena jika dalam proses pemeriksaan pasca

peledakan itu longgar material pengotor atau debu dari hasil ledakan
tersebut akan merusak pernapasan dari para pekerja tambang tersebut.
Dalam setiap aktivitas kegiatan peledakan tambang telah diatur oleh
aspek legal dan kontrol yang sudah ada sesuai dengan KEPUTUSAN
MENTERI

PERTAMBANGAN

DAN

ENERGI

NO.

555.K/26/M.PE/1995 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN


KERJA PERTAMBANGAN UMUM. Berikut ini aktivitas peledakan yang
telah diatur dalam KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN
ENERGI NO. 555.K/26/M.PE/1995 TENTANG KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA PERTAMBANGAN UMUM, yaitu:
1. Peralatan dan perlengkapan bahan peledak diatur dalam Kepmen
555 K/26/M.PE/1995 Pasal 74. Kontrol yang sudah ada ialah
bahan peledak disimpan, diperiksa, dan dipelihara alat dan bahan
peledak secara aman.
2. Pengamanan area kerja/ gudang diatur dalam Kepmen 555
K/26/M.PE/1995 Pasal 63 dan 71, yaitu dalam kontrol yang sudah
ada pemeriksaan alat dan bahan peledak di tempat area kerja atau
gudang tempat penyimpanan bahan peledak harus dilakukan 1
minggu sekali oleh Kepala Teknik Tambang atau pengawas yang
berwenang.
3. Mempersiapkan

primer,

diatur

dalam

Kepmen

555

K/26/M.PE/1995 Pasal 67 yang mana dalam tahap kontrol yang


sudah ada yaitu alat dan bahan peledak harus selalu dalam
kemasan aslinya dan tidak boleh lebih dari 5000kg kapasitasnya.
4. Pengisian lubang ledak (loading), diatur dalam Kepmen 555
K/26/M.PE/1995 Pasal 73 dengan kontrol yang sudah ada yaitu
harus selalu mengecek kembali lubang ledak dan memastikan
selalu apa lubang ledak sudah siap diisi atau belum bias, agar
dalam proses peledakan nantinya tidak gagal ledak.
5. Penyambungan rangkaian kabel (cicuit), diatur dalam Kepmen 555
K/26/M.PE/1995 Pasal 73. Dalam proses kontrol yang sudah ada

yang sudah ada yaitu harus selalu melakukan pengecekkan ulang


kembali rangkaian kabel pada bahan peledak agar tidak terjadi arus
pendek, dan memastikan keamanan pada para pekerja khususnya
para juru ledak.
6. Pemilihan dan penyimpanan blasting mechine, diatur dalam
Kepmen 555 K/26/M.PE/1995 Pasal 73, dengan kontrol yang
sudah ada yaitu membaca buku aturan peledakan sebelum
melakukan peledakan nantinya.
7. Pemeriksaan pasca peledakan dan pengamanan lokasi peledakan,
diatur dalam

Kepmen 555 K/26/M.PE/1995 Pasal 73 dengan

kontrol yang sudah ada yaitu, pemakaian lat safety glasses dan
safety respiratory.

Dalam mengatasi tindakan resiko bahaya peledakan tambang tersebut, hal


pertama yang harus dilakukan adalah mengetahui peraturan-peraturan yang tertulis di
KEPUTUSAN

MENTERI

PERTAMBANGAN

DAN

ENERGI

No.

555.K/26/M.PE/1995 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


PERTAMBANGAN UMUM, serta dalam melaksanakan kegiatan peledakan tambang
tersebut para pekerja harus dilengkapi alat-alat safety agar resiko kecelakaan yang
diakibat oleh peledakan tersebut dapat menekan seminimal mungkin bahkan sampai
zero accident sangat diperlukan.

BAB III
KESIMPULAN

1.1 Kesimpulan
Peledakan tambang adalah merupakan kegiatan pemecahan
suatu material (batuan) dengan menggunakan bahan peledak
atau proses terjadinya ledakan. Tujuan pekerjaan peledakan dalam dunia
pertambangan itu sendiri yaitu memecah atau membongkar batuan padat atau
material berharga atau endapan bijih yang bersifat kompak atau masive dari batuan
induknya menjadi material yang cocok untuk dikerjakan dalam proses produksi
berikutnya. Dalam hiradc peledakan, aktivitas hiradc meliputi :
1. Menyiapkan peralatan dan perlengkapan bahan peledak.
2. Melakukan pengamanan area kerja.
3. Mempersiapkan primer (priming).
4. Pengisian lubang ledak (loading).

5. Melakukan penyambungan rangkaian pada kabel peralatan peledak (circuit).


6. Melakukan pemilihan dan penyiapan tempat blasting mechine.
7. Pemeriksaan pasca peledakan dan pengamanan lokasi peledakan.
Dalam setiap aktifitas peledakan tambang di atas, resiko kecelakanan pasti selalu
ada. Dalam hiradc peledakan, analisis resiko kecelakaan dalam peledakan
diperhitungkan dalam setiap kegiatannya, berikut ini bahaya konsekuensi yang
diterima dalam melakukan aktifitas peledakan tambang dalam lingkungan kerja
tambang, yaitu :
1. Dalam menyiapkan peralatan dan perlengkapan bahan peledak bahaya yang
ditimbulkan dalam menyiapkan peralatan bahan peledak adalah, kurangnya alat
dan perlengkapan bahan peledak, konsekuensi yang diterima akibat kurangnya
alat dan perlengkapan bahan peledak adalah aktifitas peledakan tidak dapat
dilanjutkan.
2. Pengamanan area kerja atau gudang penyimpanan bahan peledak. Dalam
pengamanan area kerja atau gudang penyimpanan bahan peledak sering
kemungkinan terjadi kecelakaan terjadi, seperti kebakaran bahan peledak akibat
terbakarnya bahan peledak seperti sumbu peledak yang tersulut oleh rokok yang
dibuang sembarangan oleh para pekerja tambang.
3. Mempersiapkan primer harus sangat berhati-hati, karena dalam mempersiapkan
primer tidak boleh berlebihan, jika berlebihan akibat yang ditimbulkan adalah
daya ledak dari bahan peledak tersebut akan sangat besar yang mana dapat
menimbulkan korban jiwa dari para pekerja akibat ledakan yang sangat besar
tersebut.
4. Pengisian lubang ledak (loading), dalam pengisiannya tidak boleh juga berlebihan
akibat yang ditimbulkan sama seperti tahap primer, yaitu terjadinya ledakan besar
yang tidak dapat diduga. Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya kerusakn
pada lubang ledak, dan mengakibatkan juga korban jiwa.
5. Penyambungan rangkaian kabel peledak (cicuit) tidak boleh asal menyambung
saja, dibutuhkan ketenangan dan ketelitian dalam proses penyambungan kabel
tersebut, jika salah dalam penyambungan kabel tersebut maka akan terjadi arus

pendek yang dapat menimbulkan kebakaran akibat percikan api pada arus pendek
tersebut.
6. Pemilihan dan penyiapan tempat blasting mechine, dalam melakukan pemilihan
dan penyiapan tempat blasting mechine sangat penting bahwa exploder
hendaknya selalu dipelihara dan ditest secara teratur terhadap kapasitas
penyalaan.

Efektifitas

exploder

type-generator

biasanya

ditest

dengan

menggunakan Rheostat yang dihubungkan dengan detonator, jika tidak terpelihara


akan menimbulkan ledakan yang dapat merusak area tambang.
7. Pemeriksaan pasca peledakan dan pengamanan lokasi peledakan, harus selalu
diawasi secara ketat, karena jika dalam proses pemeriksaan pasca peledakan itu
longgar material pengotor atau debu dari hasil ledakan tersebut akan merusak
pernapasan dari para pekerja tambang tersebut.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa kegiataan peledakan tambang
dalam mengatasi hirarki pengendalian resiko dapat menggunakan metode APD (Alat
Pelindung Diri) yang merupakan pilihan terakhir untuk mengendalikan bahaya, sebab
APD bukan untuk mencegah kecelakaan namun hanya sekedar mengurangi efek atau
keparahan kecelakaan dan bila ditangani secara baik sesuai dengan standart operation
procedure (SOP) akan berjalan dengan lancar. Demikian pula procedure K3 juga
diterapkan dalam kegiatan ini akan memberikan dampak kerja yang aman dan
nyaman. Demikian pula bila pekerja selalu menerapkan K3 dalam setiap tahapan
kegiatan peledakan tambang, diharapkan pekerja dapat bekerja dengan optimal
dengan perasaan yang tenang, aman dan nyaman sehingga target produksi perusahaan
dapat terpenuhi bahkan terlewati, maka akan berdampak pada kesejahteraan pekerja
beserta keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai