Disusun oleh:
Kelompok 2B
Iga Mahardi, SKH
Muhammad Adis M P S, SKH
Rachmiati Amaryllis, SKH
Yuyun Fathonah, SKH
B94154316
B94154323
B94154332
B94154350
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penawaran dan permintaan daging sapi di Indonesia berada pada kondisi
produksi yang harus ditopang oleh impor daging maupun sapi agar terjadi
keseimbangan dengan permintaan yang meningkat cukup pesat. Perkembangan
populasi sapi potong pada periode lima tahun terakhir (2011-2015) meningkat
hampir dua kali dari pertumbuhan populasi tahun sebelumnya yaitu rata-rata
sebesar 3,53%. Walaupun populasi sapi semakin meningkat, namun
perkembangan produksi daging sapi lima tahun terakhir cenderung menurun, hal
ini ada kaitannya dengan kenaikan harga daging sapi yang semakin tinggi
(Pusdatin 2105). Selain itu, hal ini juga sebagai akibat dari pemotongan yang
meningkat dan angka kelahiran yang masih rendah.
Angka kelahiran yang relatif rendah berkaitan dengan masih rendahnya
tingkat produktifitas dan mutu genetik ternak di Indonesia. Keadaan ini dapat
terjadi akibat sifat sebagian besar peternakan di Indonesia masih berupa
peternakan konvensional dengan mutu bibit, penggunaan teknologi, dan
keterampilan peternak relatif masih rendah. Salah satu cara yang dilakukan untuk
meningkatkan produktifitas ternak adalah melalui penerapan bioteknologi
reproduksi yaitu Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi buatan (IB) merupakan
penyampaian atau deposisi semen ke dalam saluran reproduksi betina dengan
bantuan alat-alat buatan manusia (Afri et al. 2013).
Pengelolahan semen merupakan suatu upaya untuk mengoptimalkan daya
guna reproduksi ternak jantan. Kualitas dan kuantitas semen yang baik dibutuhkan
untuk mendapatkan hasil IB yang baik pula. Menurut Sugoro (2009) Inseminasi
buatan merupakan aspek reproduksi dan pemuliaan dari tahap seleksi dan
pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau
pengawetan, dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan
hasil inseminasi pada hewan betina.
Breeding Soundness Examination (BSE) merupakan metode yang
digunakan untuk menilai kemampuan pejantan dalam hal reproduksi sehingga
mampu memberikan angka kebuntingan yang tinggi. BSE terdiri dari 3 tahap
dasar, yaitu evaluasi fisik, diameter skrotum, serta evaluasi semen. Hasil
pemeriksaan fisik ini akan sangat menentukan kemampuan pejantan dalam
melakukan perkawinan. Selain itu, evaluasi semen berguna untuk mengetahui
kualitas semen.
Tujuan
Tujuan dari pengamatan ini adalah mengetahui fertilitas sapi dan domba
jantan melalui metode Breeding Soundness Examination (BSE) serta pengolahan
semen sapi cair dan beku.
METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain tali pengukur, vagina buatan, tabung
berskala (penampung semen), termos air panas, lap / handuk kecil, termometer,
timbangan, kertas saring, tabung erlenmeyer, pipet tetes, gelas ukur, batang
pengaduk, heating table, kamar hitung counting chamber, refrigerator, pinset,
tabung reaksi, kertas indikator derajat keasaman (pH), mikroskop, gelas objek,
kaca penutup, tissue, mikropipet, alumunium foil, KY Jelly, straw dan container
nitrogen cair.
Bahan-bahan yang digunakan diantaranya Tris (hidroxymetil
aminomethane), natrium sitrat, fruktosa, asam sitrat, aquadest, alkohol 70%,
kuning telur, NaCl fisiologis, pewarna eosin nigrosin 0.2%, gliserol, dan antibiotik
Penicilin.
Prosedur Kerja
Pemeriksaan Fisik Hewan
Pemeriksaan meliputi suhu tubuh, denyut jantung, respirasi, umur, dan
pemeriksaan kondisi tubuh lainnya.
Pemeriksaan Alat Reproduksi
Pemeriksaan meliputi kesimetrisan skrotum dan pengukuran lingkar
skrotum.
Penampungan Semen
1. Persiapan Vagina Buatan
Inner liner dipasang dalam selongsong karet tebal kemudian diikat kuat
dengan karet pengikat pada kedua ujungnya. Corong karet dipasang pada
bagian ujung vagina buatan yang paling dekat dengan klep air panas. Tabung
penampung dipasang pada pangkal corong karet, lalu diikat kuat. Air panas
disiapkan, lalu dicampur air dingin sampai suhu mencapai 40-41oC. Air hangat
tersebut dimasukkan ke dalam vagina buatan melalui klep air panas sampai
penuh, tutup klepnya, kemudian udara dipompakan ke dalam vagina buatan
melalui klep udara. Vagina buatan diberi pelicin (KY jelly), kemudian dengan
menggunakan termometer diukur suhu pada bagian dalam vagina buatan. Suhu
vagina buatan harus berada pada kisaran 41-44C. Tabung penampung harus
dilindungi dengan lap/kain penutup agar tidak terkena cahaya matahari secara
langsung.
2. Penampungan Semen
Sapi dan domba betina disiapkan, kemudian sapi dan domba jantan
yang telah dibersihkan bagian preputiumnya didekatkan. Vagina buatan
dipegang dengan posisi 45oC. Pada saat pejantan menaiki betina, cegah penis
untuk masuk ke dalam alat kelamin betina dengan memegang preputiumnya
dan biarkan pejantan turun. Pada saat mounting berikutnya, pegang bagian
preputiumnya dan penis diarahkan ke dalam vagina buatan. Apabila ada
+++
: gelombang tebal, cepat berpindah, aktif, dan motilitas sangat baik;
++
: gelombang sedang dan motilitas spermatozoa cukup aktif;
+
: gelombang jarang, motiltas sperma buruk, pergerakan lemah; dan
: tidak ada gelombang.
b. Motilitas
Motilitas (gerakan spermatozoa secara individual) dilihat dengan
cara mencampurkan NaCl fisiologis dan semen dengan perbandingan 1 : 4
untuk sapi dan 1 : 8 atau 1 : 10 untuk domba lalu dihomogenkan. Object
glass yang digunakan harus dihangatkan terlebih dahulu.Setelah itu,
campuran tersebut diambil satu tetes untuk kemudian diletakkan pada object
glass yang lain dn ditutup menggunakan cover glass. Pergerakan sperma
dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10.Motilitas sperma
diukur secara kualitatif dengan mengamati pergerakan sperma hidup yang
progresif kemudian dibandingkan dengan sperma yang tidak progresif
(sirkuler, diam, reverse dan vibrator).Penilaian yang diberikan dalam bentuk
presentase.
c. Konsentrasi spermatozoa (Jarak Antar Kepala)
Semen segar diteteskan di atas object glass lalu ditutup
menggunakan cover glass dan diamati jarak antar kepala sperma di bawah
mikroskop dengan perbesaran 40x10. Hasil pengamatan jarak antar kepala
sperma diinterpretasikan sebagai berikut:
Densum
: 1.000 juta sperma/ml , jarak antar kepala < 1 kepala
Semi Densum : 500-1.000 juta sperma/ml, jarak antar kepala 1-1.5 kepala
Rarum
: 200-500 juta sperma/ml, jarak antar kepala >1.5 kepala-1
ekor.
Oligospermia : < 200 juta sperma/ml
Aspermia
: tidak ada semen
d. Konsentrasi spermatozoa (Counting Chamber/ Neubauer)
Formal salin dan semen dihisap menggunakan mikropipet yang
berbeda, kemudian di masukkan ke dalam tabung effendorf dengan
perbandingan formal salin dan semen 1:200 (5l semen : 995l pengencer)
untuk sapi dan 1:500 (2l semen : 998 l pengencer) untuk domba. Formal
salin dan semen yang ada di dalam tabung effendorf dihomogenkan dengan
cara dikocok membentuk angka delapan. Setelah itu campuran tersebut
diteteskan pada kamar hitung Neubauer lalu ditutup menggunakan cover
glass dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10. Sperma
dihitung dalam lima kotak yang berwarna merah (gambar 2) dan hasilnya
dijumlahkan. Kepala sperma di dalam kotak dihitung satu, kepala sperma
yang terletak di batas garis dihitung 0.5, dan ekor di dalam kotak tidak
dihitung.
= 2 x 105
TINJAUAN PUSTAKA
Breeding Soundness Examination (BSE) adalah pemeriksaan kemampuan
dari bull untuk memproduksi sperma yang fertil. Breeding Soundness
Examination (BSE) dilakukan oleh dokter hewan dan pemeriksaan harus
dilakukan sedikitnya 30-60 hari sebelum musim perkawinan, bull baru atau rutin 1
kali dalam setahun. Pemeriksaan Breeding Soundness Examination (BSE)
meliputi diameter dari testis berhubungan langsung dengan kapasitas produksi
semen, saluran reproduksi sekunder sapi pejantan yang meliputi uretra, prostate,
vesikula semilunalis, ampula dan vas deferent dan evaluasi bentuk scrotum adalah
bagian terpenting dalam pemeriksaan eksternal. Abnormalitas pada sapi tersebut
dapat mempengaruhi kualitas dan produksi semen (Gustari 2011).
Semen adalah zat cair (cairan) yang terdiri atas spermatozoa dan plasma
seminalis yang berasal dari penjantan yang dapat digunakan untuk proses
pembuahan. Pada saat penampungan semen pada sapi volume 5-8 ml sekali
ejakulat, semen berwarna krem, dengan konsistensi sedang. Nilai derajat
keasaman (pH) semen normal untuk sapi kisaran 6,4 - 7,8 (Hafez dan Hafez
2000). Penelitian yang telah dilakukan oleh Kaiin et al. (2005) menunjukkan
kualitas semen sapi perah Hongaria volume rata-rata sebesar 7 ml dengan warna
krem dan konsistensi kental sampai dengan agak kental, pH semen 7 serta bau
khas semen sapi. Sedangkan menurut Garner dan Hafez (2000), volume normal
berkisar 58 ml dan konsentrasi semen dengan metode penampungan
menggunakan vagina buatan adalah berkisar 8002000 x 106/ml. Usaha untuk
mempertahankan kualitas semen dan memperbanyak hasil sebuah ejakulasi dari
jantan unggul adalah dengan melakukan pengenceran semen menggunakan
beberapa bahan pengencer. Pengenceran semen adalah salah satu upaya untuk
memperbesar volume semen serta menurunkan kandungan sperma dalam volume
tertentu sehingga akan lebih banyak dosis inseminasi dapat dibuat. Sehingga akan
lebih banyak jumlah ternak betina yang dapat dikawini oleh seekor pejantan
karena setiap ejakulatnya mampu menginseminasi banyak betina. Untuk
menghasilkan semen yang berkualitas dibutuhkan bahan pengencer semen yang
mampu mempertahankan kualitas spermatozoa selama proses pendinginan,
pembekuan maupun pada saat thawing (Aboagla dan Terada 2004).
Pengencer semen harus mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti
cold shock, anti biotik dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa pada
saat pendinginan, pembekuan dan thawing (Arifiantini et al. 2005). Menurut
Solihati dan Kune (2009) syarat setiap bahan pengencer adalah harus dapat
menyediakan nutrisi bagi kebutuhan spermatozoa selama penyimpanan, harus
memungkinkan sperma dapat bergerak secara progresif, tidak bersiafat racun bagi
sperma, menjadi penyanggah bagi sperma, dapat melindungi sperma dari kejutan
dingin (cold shock) baik untuk semen beku maupun semen yang tidak dibekukan
(semen cair). Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat
memperlihatkan kemampuannya dalam memperkecil tingkat
penurunan nilai motilitas (gerak progresif) sperma sehingga pada
akhirnya memperpanjang lama waktu penyimpananya pasca
pengenceran.
Penggunaan pengencer tris aminomethan kuning telur lebih mampu
mempertahankan kualitas spermatozoa dibandingkan dengan tris aminomethan
tanpa kuning telur (Sarastina et al. 2012). Buffer berfungsi sebagai pengatur
tekanan osmotik dan juga berfungsi menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari
sisa metabolisme spermatozoa. Buffer yang umum digunakan adalah tris
(hydroxymethyl) aminomethan yang mempunyai kemampuan sebagai penyangga
yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi. Bahan
anti cold shock yang dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu dari
suhu ruang (28oC) pada saat pengolahan ke suhu ekuilibrasi (5oC).
Hasil penelitian Solihati dan Kune (2009) menunjukkan bahwa
bahan pengencer sitrat-kuning telur menunjukan daya tahan
hidup sperma pada motilitas yang masih layak IB (40 %) yang
lebih lama, yakni lima hari. Khasiat utama kuning telur adalah kandungan
lesitin (phosphatidil cholin) yang dapat bersifat membran couting untuk tetap
mempertahankan konfigurasi normal phospholipid bilayer yang merupakan
susunan utama membran sel spermatozoa. Krioprotektan perlu ditambahkan
dalam pengolahan semen beku untuk meminimalisasi kerusakan akibat
pembekuan, seperti pembentukan kristal es intra dan ektra seluler (Arifiantini et
al. 2005). Mutu semen beku sapi ditetapkan dalam standar SNI harus memiliki
persentase sel spermatozoa yang gerak maju (motil progresif) 40% dan gerak
individu minimal tiga. Semen beku harus disimpan dan terendam penuh dalam
nitrogen cair suhu mines 196C pada kontainer kriogenik. Penyimpanan semen
beku dalam kontainer tersebut dapat menggunakan goblet dan canister sesuai
jenis/tipe kontainer (Deptan 2006).
128 x/menit
Frekuensi Nafas
16 x/menit
Mukosa
Rose
Rose
CRT
<2 detik
<2 detik
Nafsu makan
Baik
Baik
Kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Jumlah testis
Konsistensi
Kesimetrisan
Panjang
Diameter
Keliling
2
Kenyal
Simetris
15 cm
12 cm
31 cm
2
Kenyal
Simetris
15 cm
12 cm
31 cm
dikatakan diameter skrotum yang besar diharapkan volume testisnya besar pula
sehingga dapat menghasilkan spermatozoa dengan kualitas dan kuantitas yang
baik.
Tabel 3 Hasil pemeriksaan fisik dan alat kelamin jantan domba tanggal 20 dan 21
Juli 2016
20 Juli 2016
21 Juli 2016
Domba 1
Domba 2
Domba 1
Domba 2
Domba 3
Suhu
38.1 C
38.9 C
38 C
38.6 C
39.2 C
Frekuensi Jantung 100 x/menit 88 x/menit 132 x/menit 112 x/menit 168 x/menit
Frekuensi Nafas
28 x/menit 28 x/menit 52 x/menit 32 x/menit
Mukosa
Rose
Rose
Rose
Rose
Rose
CRT
<2 detik
<2 detik
<2 detik
<2 detik
<2 detik
Nafsu makan
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Parameter
Jumlah testis
Konsistensi
Kesimetrisan
Panjang
Diameter
Keliling
2
Kenyal
Simetris
14 cm
10 cm
27 cm
2
Kenyal
Simetris
13 cm
9 cm
24 cm
2
Kenyal
Simetris
14 cm
10 cm
27 cm
2
Kenyal
Simetris
13 cm
9 cm
24 cm
2
Kenyal
Simetris
Penilaian BSE pada domba dilakukan pada beberapa domba yang berbeda,
baik pada tanggal 20 dan 21 juli 2016. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu
rata-rata 38.50C, frekuensi jantung 120x/menit, frekuensi nafas 35x/menit, mukosa
rose, nafsu makan baik dan tidak terdapat kelainan fisik. Hasil tersebut
menunjukkan domba dalam keadaan normal. Menurut Smith (1988) bahwa suhu
tubuh normal domba berkisar antara 38.5-39 oC. Frandson (1992) yang
menyatakan bahwa frekuensi nafas normal domba adalah 26-32 kali/menit.
Pemeriksaan testis domba juga dilakukan meliputi pemeriksaan jumlah,
konsistensi, dan ukuran. Hasil pemeriksaan menunjukkan testis domba tidak
memiliki kelainan. Lingkar skrotum rata-rata testis domba adalah 25.5 cm.
Koleksi dan Evaluasi Semen
Penilaian kualitas semen dapat dievaluasi secara makroskopis dan
mikroskopis. Evaluasi makroskopis meliputi volume, pH, warna dan konsistensi
semen, sedangkan evaluasi mikroskopis meliputi gerakan massa, gerakan
individu, motilitas, viabilitas, konsentrasi dan morfologi spermatozoa.
Penampungan dilakukan pada ejakulat yang kedua dikarenakan pada ejakulasi
yang pertama cairan bertujuan untuk membersihkan saluran pengeluaran sperma
sapi.
Tabel 4 Karakteristik semen segar sapi 20 dan 21 Juli 2016
Parameter
20 Juli 2016
Ulangan
Rataan
1
2
21 Juli 2016
Ulangan
Rataan
1
2
Makroskopik
Volume
Warna
Konsistensi
pH
Bau
8.5 ml
Putih susu
Encer
6.4
Bau khas
semen
Mikroskopik
Gerakan massa
+++
Gerakan
4
individu
Motilitas
75%
progresif
Viabilitas
84%
Konsentrasi spermatozoa
Semi
Estimasi
Densum
Counting
520 x
Chamber
106/ml
Abnormalitas
7.5%
Morfologi
8.5 ml
Putih susu
Encer
6.4
Bau khas
semen
9 ml
Putih susu
Encer
6.8
Bau khas
semen
+++
+++
+++
+++
+++
75%
75%
75%
75%
75%
89.0%
86.5%
92.62%
94.71%
93.67%
Semi
densum
650 x
106/ml
Semi
densum
585 x
106/ml
Rarum
Rarum
Rarum
300 x
106/ml
264 x
106/ml
282 x
106/ml
9%
8.25%
0.82%
6.87%
3.85%
9 ml
Putih susu
Encer
6.8
Bau khas
semen
evaluasi, baik secara makroskopis maupun mikroskopis, semen sapi jantan dapat
dikategorikan baik dan dapat digunakan untuk IB dan dapat di proses lebih lanjut.
Tabel 5 Karakteristik semen segar domba 20 Juli 2016
Parameter
Makroskopik
Volume
Warna
Konsistensi
pH
Bau
Mikroskopik
Gerakan massa
Gerakan individu
Motilitas progresif
Viabilitas
Konsentrasi spermatozoa
Estimasi
Counting Chamber
Abnormalitas Morfologi
Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
0.75 ml
Putih keruh
Kental
6.7
Bau khas semen
0.75 ml
Putih keruh
Kental
6.7
Bau khas semen
+++
4
85%
88%
+++
4
80%
93.3%
+++
4
83%
91%
Densum
2665 x 106/ml
14.5%
Densum
2165 x 106/ml
6%
Densum
2415 x 106/ml
10.25%
Hasil evaluasi semen segar domba yang dikoleksi pada tanggal 20 juli
2016 adalah volume semen 0.75 ml, berwarna putih keruh, dengan konsistensi
kental serta pH 6.7. Kisaran volume semen per ejakulat pada domba adalah 0.21.2 ml (Hafez dan Hafez 2000). Nilai pH domba berda pada kisaran normal yang
disebutkan oleh Toelihere (1993) yaitu pH normal semen domba berkisar antara
5.9-7.3. Pemeriksaan mikroskopik semen domba adalah gerakan massa (+++),
gerakan individu 4, motilitas progresis 83%, viabilitas 91%, konsentrasi 2415 juta,
dan abnormalitas 10.25%.
Gerakan massa (+++) menunjukkan gelombang massa tebal dan gerakan
untuk berpindah tempat cepat. Motilitas semen segar domba berada pada nilai
yang tinggi seperti yang disebutkan oleh Garner dan Hafez (2000) yang
menyimpulkan semen segar domba mempunyai rata-rata motilitas sekitar 60-80%.
Konsentrasi spermatozoa pada semen yang diperiksa menunjukkan hasil yang
cukup tinggi. Toelihere (1993) menyebutkan bahwa konsentrasi semen domba
adalah 2000-3000x106. Sperma yang akan digunakan untuk IB harus memiliki
tingkat abnormalitas yang kecil. Hasil evaluasi menunjukkan tingkat abnormalitas
spermatozoa di atas 10%, akan tetapi menurut Toelihere (1993) semen domba
yang baik memiliki spermatozoa abnormal tidak lebih dari 14%.
Pengolahan Semen Cair Sapi
Pengenceran semen bertujuan untuk memperbanyak volume semen dan
tidak menurunkan kualitas semen tersebut. Menurut Toelihere (1993) menyatakan
bahwa penggunaan bahan pengencer semen harus dapat mempertahankan
viabilitas spermatozoa sebelum digunakan pada waktunya. Syarat bahan
pengencer adalah harus dapat menyediakan nutrisi bagi kebutuhan spermatozoa
selama penyimpanan, harus memungkinkan spermatozoa dapat bergerak secara
Semen
Segar
93.67
75
0
87.76
60
1
78.52
47.5
Semen + Tris KT
Hari ke
2
3
4
5
71.41 50.53 50.20 39.77
32.5
32.5
10
6
6
19.99
5
7
20.72
0
Tabel 7 Rataan viabilitas dan motilitas semen cair sapi dengan pengencer Na
Sitrat - KT
Parameter
Semen
Segar
Semen + Na Sitrat KT
Hari ke
2
3
4
5
Viabilitas (%)
93.67
77.03
75.42
70.11
77.15
55.19
77.32
60.40
46.89
Motilitas (%)
75
60
52.5
51.5
49
49
60
59
30
Setelah pembuatan semen cair dengan pengencer tris dan natrium sitrat,
dilakukan pengamatan dan evaluasi viabilitas dan motilitas semen selama 7 hari.
Pada tabel 6 dapat dilihat terjadi penurunan secara berkala pada viabilitas dan
motilitas spermatozoa pada semen yang diencerkan dengan pengencer Tris hingga
motilitas mencapai 0% pada hari ketujuh pengamatan. Toelihere (1993)
mengatakan bahwa semen yang digunakan untuk inseminasi buatan (IB) harus
memiliki motilitas minimal 40%. Sementara itu pada hari kedua pengamatan,
motilitas spermatozoa adalah sebesar 32.5%. Berdasarkan pernyataan dari
Toelihere, dapat disimpulkan bahwa semen mulai hari kedua sudah tidak layak
digunakan untuk IB.
Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa viabilitas dan motilitas spermatozoa pada
semen dengan pengencer Na-Sitrat cenderung lebih stabil. Motilitas cenderung
stabil dan baru menurun cukup drastis pada hari ketujuh pengamatan, dimana
motilitas sebesar 30%. Berdasarkan pernyataan dari Toelihere, maka semen pada
hari ketujuh ini sudah tidak layak digunakan untuk IB.
Viabilitas dan motilitas spermatozoa, tidak hanya dipengaruhi oleh jenis
pengencernya, makin hari semakin turun. Penurunan ini dapat terjadi karena suhu
penyimpanan yang dingin, semakin berkurangnya ketersediaan nutrisi pada bahan
pengencer, umur spermatozoa yang semakin tua, dan perubahan pH semen (Rizal
et al. 2009). Menurut Widjaya (2011), pH semen dapat berubah karena aktivitas
spermatozoa yang membentuk asam laktat dalam pengencer. Perubahan pH ini
dapat menimbulkan efek toksik pada spermatozoa yang menyebabkan
menurunnya viabilitas spermatozoa.
Gambar 3 Grafik viabilitas semen cair dengan bahan pengencer Tris KT dan Na
Sitrat KT
Gambar 4 Grafik motilitas semen cair dengan bahan pengencer Tris KT dan Na
Sitrat KT
Berdasarkan gambar 3 dan 4 daat dilihat lansung terjadinya penurunan
motilitas dan viabilitas semen dari hari ke hari. Kurva yang mengalami naik turun
dpat disebabkan oleh beberapa hal sepertipenilaian yang subjektif dari pemeriksa
yang berbeda untuk memberikan nilai serta dapat disebabkan oleh kurang
homogennya sperma dan pengencer sehingga terjadi penumpukan antara sperma
yang hidup atau yang mati ketika disimpan dalam lemari pendingin.
Hasil yang didapatkan berlawanan dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan yang mengatakan bahwa pengencer tris kuning telur lebih baik
dibandingkan Na sitrat luning telur dalam mempertahankan hidup spermatozoa.
Kelebihan tris terletak pada kandungan garam dan asam aminonya yang berperan
mempertahankan osmolaritasTris-kuning telur mengandung komposisi bahan
yang berperan dalam mempertahankan daya tahan spermatozoa, terutama
lipoprotein, lesitin, dan fruktosa. Sedangkan unsur elektrolit seperti Na, Ca, K
berperan sebagai agen krioprotektan di dalam pengencer (Rhoyan et al. 2014).
Daya tahan hidup spermatozoa dalam semen yang diencerkan diantaranya
dipengaruhi oleh jenis pengencer. Rendahnya daya tahan hidup disebabkan
aktivitas metabolisme spermatozoa yang membentuk asam laktat dalam media
pengencer. Asam laktat yang berlebih dalam pengencer merubah pH yang dapat
menimbulkan efek racun dan kematian yang tinggi bagi spermatozoa (Widjaya
2011). .
Pengolahan Semen Beku Sapi
Semen dapat disimpan dalam waktu yang lama dengan cara mengolah
menjadi semen beku. Proses pembekuan semen dapat diperoleh dengan suhu
rendah hingga mencapai -1960C. Suhu yang rendah dapat memberikan dampak
negatif pada spermatozoa. Sehingga perlu dilakukan beberpa tahapan pada proses
pembekuannya.
Semen yang telah diencerkan dikemas dalam straw 0.25 ml pada suhu 5 0C
selama 3 jam di dalam lemari pendingin. Selanjutnya dilakukan pembekuan di
atas uap nitrogen cair selama 10 menit. Kemudian straw disimpan di dalam
kontainer yang berisi N2 cair (suhu -1960C). Thawing semen beku dilakukan
dengan menggunakan air kran pada suhu 250C selama kurang lebih 30 detik.
Menurut BSN tahun 2014 standar semen beku post thawing suhu antara 37 C
38 C selama 15 detik sampai dengan 30 detik harus menunjukkan motilitas
spermatozoa minimal 40 %.
Tabel 8 Rataan Viabilitas dan Motilitas Semen beku sapi dengan pengencer Tris KT
Parameter
Viabilitas (%)
Motilitas (%)
Semen Segar
93.67
75
Semen Cair
94.75
70
Semen + Tris KT + G
Setelah Thawing
Setelah Ekuilibrasi
25C
37C
90.06
82.5
77.5
69
60
65
Tabel 9 Rataan Viabilitas dan Motilitas Semen beku sapi dengan pengencer Na Sitrat KT
Semen + Na Sitrat KT + G
Parameter
Semen Segar
Setelah Thawing
Semen Cair Setelah Ekuilibrasi
25C
37C
Viabilitas (%)
93.67
94.82
79.75
78.37
76.25
Motilitas (%)
75
62.5
62
50
53.5
Pada saat pembekuan, semen mengalami penurunan kualitas sekitar 1040% hingga 50% (Sorenson 1979). Untuk meminimalkan kerusakan sel dapat
dilakukan dengan menambahkan zat tertentu kedalam pengencer semen. Zat
tersebut dikenal dengan nama krioprotektan. Salah satu jenis krioprotektan yang
sering digunakan pada mamalia adalah gliserol. Gliserol dapat masuk ke dalam sel
spermatozoa untuk mengikat sebagian air bebas, sehingga kristal-kristal es yang
terbentuk di dalam medium pengencer pada waktu pembekuan dapat dicegah
(Azizah dan Arifiantini 2009).
Penambahan dosis gliserol pada beberapa pengencer berbeda-beda.
Menurut Evan dan Maxwell (1987) untuk melakukan pembekuan semen kambing
standar penggunaan gliserol yang dianjurkan adalah 6% - 8%, jika kurang dari itu,
maka giserol tidak akan memberikan efek yang berarti, sedangkan jika lebih
tinggi akan menimbulkan efek toksik pada spermatozoa. Ditambahkan oleh
Toelihere (1993), kadar optimum gliserol untuk pengencer sitrat-kuning telur
berkisar antara 7.0 sampai 7.6% volume dan dalam pengencer susu sekitar 10%.
SIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan BSE, sapi dan domba jantan memiliki fertilitas
yang baik. Semen cair sapi pada pengencer Na sitrat kuning telur memiliki
motilitas dan viabilitas yang lebih baik dibandingkan semen pada pengencer Tris
kuning telur. Semen beku yang di thawing pada air suhu 25 0C dan 370C tidak
memiliki perbedaan yang signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aboagla EME, Terada T. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step of
cryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology
62:1160-1172.
Affandhy LP, Situmorang P, Rasyid A, Pamungkas D. 2004. Uji fertilitas semen
cair pada induk sapi Peranakan Ongole pada kondisi peternakan rakyat.
Pros. Seminar Nasional Peternakan Dan Veteriner. Bogor, Jilid III.
Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Hal. 26-35.
Afri W, Saleh DM, Sugiyatno. 2013. Pengaruh umur pejantan dan frekuensi
penampungan terhadap volume dan motilitas semen segar sapi Simmental
di Balai Inseminasi Buatan Lembang. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(3):
947-953.
Arifiantini RI, Yusuf TL, Indah O. 2005. Kajian Banding Dua Teknik
Pengemasan Menggunakan Tiga Macam Pengencer Untuk Pembekuan
Semen Sapi Friesian Holstein (FH). Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor(ID): IPB.
Azizah dan I. Arifiantini. 2009. Kualitas Semen Beku Kuda pada Pengencer Susu
Skim dengan Konsentrasi Gliserol yang Berbeda. J Vet Sci 10(2):63-70.
Total
25
17
6
4
6
5
8
6
9
7
10
8
18
9
8
10
8
Jumlah
112
Ulangan 2
1
12
2
6
3
7
4
13
5
23
6
33
7
25
8
26
9
9
10
12
Jumlah
166
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma normal (%)
Sperma abnormal (%)
Sperma hidup normal (%)
0
0
0
0
0
0
0
1
3
0
0
0
3
0
1
9
0
1
0
0
3
2
2
3
1
1
13
Ulangan 1
92.62
99.18
0.82
91.8
0
0
0
1
0
5
0
4
0
0
10
Ulangan 2
94.71
93.1
6.88
87.8
0
0
0
0
0
0
0
0
9
8
9
10
21
8
9
122
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Rataan
93.67
96.15
3.85
89.8
12
7
7
14
26
40
27
33
10
13
189
Lampiran 4 Viabilitas dan Morfologi Semen Cair Sapi 21 Juli 2016 (Hari ke 0) Setelah
Pengenceran
Tris KT
Ulangan 1
Ulangan 2
Lapang
pandang
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
Perhitungan
Sperma
hidup
(H)
Sperma
mati (M)
9
5
2
2
9
3
6
7
7
10
60
0
0
0
0
3
0
2
0
1
0
6
Total
Lapang
pandang
9
1
5
2
2
3
2
4
12
5
3
6
8
7
7
8
8
9
10
10
66
Jumlah
Ulangan 1
Sperma
hidup
(H)
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
11
Ulangan 2
Sperma
mati (M)
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
2
Total
1
2
2
1
1
2
1
1
1
1
13
Rataan
90.91
9.09
60
84.62
15.38
60
87.76
12.24
60
Na Sitrat KT
Ulangan 1
Lapang
pandang
Sperma
hidup
(H)
Ulangan 2
Sperma
mati (M)
1
2
2
5
3
4
4
6
5
3
6
6
7
6
8
6
9
6
10
7
Jumlah
51
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)
0
0
0
1
1
3
1
0
0
0
6
Total
Lapang
pandang
2
1
5
2
4
3
7
4
4
5
9
6
7
7
6
8
6
9
7
10
57
Jumlah
Ulangan 1
89.47
10.53
70
Sperma
hidup
(H)
Sperma
mati (M)
5
4
1
4
5
1
0
3
3
5
31
Ulangan 2
64.58
35.42
70
0
0
0
1
3
6
4
0
2
1
17
Total
5
4
1
5
8
7
4
3
5
6
48
Rataan
77.03
22.97
70
Tris KT +Gliserol
Ulangan 1
Lapang
pandang
Sperma
hidup
(H)
1
17
2
24
3
13
4
10
5
21
6
27
7
28
8
18
9
26
10
5
Jumlah
189
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Ulangan 2
Sperma
mati (M)
0
2
0
3
1
2
1
0
1
1
11
Total
Lapang
pandang
17
1
26
2
13
3
13
4
22
5
29
6
29
7
18
8
27
9
6
10
200
Jumlah
Ulangan 1
94.5
5.5
Sperma
hidup
(H)
45
31
38
28
29
19
190
Ulangan 2
95
5
Sperma
mati (M)
2
1
1
3
1
2
10
Total
47
32
39
31
30
21
200
Rataan
94.75
5.25
Motilitas (%)
70
70
70
Na Sitrat KT +Gliserol
Ulangan 1
Lapang
pandang
Sperma
hidup
(H)
1
12
2
14
3
12
4
14
5
8
6
13
7
14
8
19
9
15
10
13
Jumlah
134
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)
Ulangan 2
Sperma
mati (M)
0
1
0
0
0
1
2
1
0
0
5
Total
Lapang
pandang
12
1
15
2
12
3
14
4
8
5
14
6
16
7
20
8
15
9
13
10
139
Jumlah
Ulangan 1
96.40
3.6
65
Sperma
hidup
(H)
32
35
28
42
39
31
207
Ulangan 2
93.24
6.76
60
Sperma
mati (M)
2
2
0
7
0
4
15
Total
34
37
28
49
39
35
222
Rataan
94.82
5.18
62.5
Lampiran 5 Viabilitas dan Morfologi Semen Calon Beku Sapi Setelah Ekuilibrasi
Tris KT +Gliserol
Ulangan 1
Ulangan 2
Lapang
pandang
Sperma
hidup
(H)
1
32
2
33
3
20
4
23
5
15
6
5
7
11
8
17
9
8
10
4
Jumlah
168
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)
Sperma
mati (M)
7
6
4
1
0
1
3
2
5
3
32
Total
Lapang
pandang
39
1
39
2
24
3
24
4
15
5
6
6
14
7
19
8
13
9
7
10
200
Jumlah
Ulangan 1
84
16
68
Sperma
hidup
(H)
24
10
15
16
20
15
9
16
11
13
149
Ulangan 2
96.13
3.87
70
Sperma
mati (M)
0
0
0
2
2
0
0
0
1
1
6
Total
24
10
15
18
22
15
9
16
12
14
155
Rataan
90.06
9.94
69
Na Sitrat KT +Gliserol
Ulangan 1
Lapang
pandang
Sperma
hidup
(H)
1
2
2
5
3
4
4
6
5
3
6
6
7
6
8
6
9
6
10
7
Jumlah
51
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)
Ulangan 2
Sperma
mati (M)
0
0
0
1
1
3
1
0
0
0
6
Total
Lapang
pandang
2
1
5
2
4
3
7
4
4
5
9
6
7
7
6
8
6
9
7
10
57
Jumlah
Ulangan 1
80.5
19.5
62
Sperma
hidup
(H)
Sperma
mati (M)
5
4
1
4
5
1
0
3
3
5
31
Ulangan 2
79
21
62
0
0
0
1
3
6
4
0
2
1
17
Total
5
4
1
5
8
7
4
3
5
6
48
Rataan
79.75
20.25
62
Sperma
hidup
(H)
1
17
2
21
3
15
4
22
5
33
6
24
7
29
8
6
9
10
Jumlah
167
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)
Sperma
mati (M)
7
8
7
1
1
5
4
0
33
Total
Lapang
pandang
24
1
29
2
22
3
23
4
34
5
29
6
33
7
6
8
10
200
Jumlah
Ulangan 1
83.5
16.5
60
Sperma
hidup
(H)
22
16
9
16
25
19
10
11
21
14
163
Ulangan 2
81.5
18.5
60
Sperma
mati (M)
0
1
5
4
4
1
6
5
3
8
37
Total
22
17
14
20
29
20
16
16
24
22
200
Rataan
82.5
17.5
60
Sperma
hidup
(H)
Ulangan 2
Sperma
mati (M)
1
11
2
27
3
27
4
20
5
26
6
21
7
16
8
7
Jumlah
155
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)
3
6
10
5
6
6
6
3
45
Total
Lapang
pandang
14
1
33
2
37
3
25
4
32
5
27
6
22
7
10
8
200
Jumlah
Ulangan 1
77.5
22.5
60
Sperma
hidup
(H)
Sperma
mati (M)
49
52
42
12
155
Ulangan 2
77.5
22.5
70
6
21
16
2
45
Total
55
73
58
14
200
Rataan
77.5
22.5
65
Sperma
hidup
(H)
Ulangan 2
Sperma
mati (M)
1
11
2
13
3
10
4
10
5
5
6
7
7
10
8
14
9
10
10
5
Jumlah
95
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)
2
1
7
2
2
3
4
6
4
4
35
Total
Lapang
pandang
13
1
14
2
17
3
12
4
7
5
10
6
14
7
20
8
14
9
9
10
130
Jumlah
Ulangan 1
73.08
26.92
50
Sperma
hidup
(H)
Sperma
mati (M)
21
16
17
16
6
13
17
13
4
5
128
Ulangan 2
83.66
16.34
50
Ulangan 2
2
0
5
5
2
7
2
1
1
0
25
Total
23
16
22
21
8
20
19
14
5
5
153
Rataan
78.37
21.63
50
Lapang
pandang
Sperma
hidup
(H)
1
7
2
38
3
21
4
41
5
29
6
11
Jumlah
147
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)
Sperma
mati (M)
4
17
5
11
14
2
53
Total
Lapang
pandang
11
1
55
2
26
3
52
4
43
5
13
6
200
Jumlah
Ulangan 1
73.5
26.5
52
Sperma
hidup
(H)
9
13
43
35
36
22
158
Ulangan 2
79
21
55
Sperma
mati (M)
3
3
11
10
10
5
42
Total
12
16
54
45
46
27
200
Rataan
76.25
23.75
53.5