Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KEGIATAN PPDH

BAGIAN REPRODUKSI DAN KEBIDANAN

BREEDING SOUNDNESS EXAMINATION (BSE): KOLEKSI


DAN EVALUASI SEMEN PADA SAPI DAN DOMBA

Disusun oleh:
Kelompok 2B
Iga Mahardi, SKH
Muhammad Adis M P S, SKH
Rachmiati Amaryllis, SKH
Yuyun Fathonah, SKH

B94154316
B94154323
B94154332
B94154350

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penawaran dan permintaan daging sapi di Indonesia berada pada kondisi
produksi yang harus ditopang oleh impor daging maupun sapi agar terjadi
keseimbangan dengan permintaan yang meningkat cukup pesat. Perkembangan
populasi sapi potong pada periode lima tahun terakhir (2011-2015) meningkat
hampir dua kali dari pertumbuhan populasi tahun sebelumnya yaitu rata-rata
sebesar 3,53%. Walaupun populasi sapi semakin meningkat, namun
perkembangan produksi daging sapi lima tahun terakhir cenderung menurun, hal
ini ada kaitannya dengan kenaikan harga daging sapi yang semakin tinggi
(Pusdatin 2105). Selain itu, hal ini juga sebagai akibat dari pemotongan yang
meningkat dan angka kelahiran yang masih rendah.
Angka kelahiran yang relatif rendah berkaitan dengan masih rendahnya
tingkat produktifitas dan mutu genetik ternak di Indonesia. Keadaan ini dapat
terjadi akibat sifat sebagian besar peternakan di Indonesia masih berupa
peternakan konvensional dengan mutu bibit, penggunaan teknologi, dan
keterampilan peternak relatif masih rendah. Salah satu cara yang dilakukan untuk
meningkatkan produktifitas ternak adalah melalui penerapan bioteknologi
reproduksi yaitu Inseminasi Buatan (IB). Inseminasi buatan (IB) merupakan
penyampaian atau deposisi semen ke dalam saluran reproduksi betina dengan
bantuan alat-alat buatan manusia (Afri et al. 2013).
Pengelolahan semen merupakan suatu upaya untuk mengoptimalkan daya
guna reproduksi ternak jantan. Kualitas dan kuantitas semen yang baik dibutuhkan
untuk mendapatkan hasil IB yang baik pula. Menurut Sugoro (2009) Inseminasi
buatan merupakan aspek reproduksi dan pemuliaan dari tahap seleksi dan
pemeliharaan pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau
pengawetan, dan pengangkutan semen, inseminasi, pencatatan dan penentuan
hasil inseminasi pada hewan betina.
Breeding Soundness Examination (BSE) merupakan metode yang
digunakan untuk menilai kemampuan pejantan dalam hal reproduksi sehingga
mampu memberikan angka kebuntingan yang tinggi. BSE terdiri dari 3 tahap
dasar, yaitu evaluasi fisik, diameter skrotum, serta evaluasi semen. Hasil
pemeriksaan fisik ini akan sangat menentukan kemampuan pejantan dalam
melakukan perkawinan. Selain itu, evaluasi semen berguna untuk mengetahui
kualitas semen.
Tujuan
Tujuan dari pengamatan ini adalah mengetahui fertilitas sapi dan domba
jantan melalui metode Breeding Soundness Examination (BSE) serta pengolahan
semen sapi cair dan beku.

METODE
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain tali pengukur, vagina buatan, tabung
berskala (penampung semen), termos air panas, lap / handuk kecil, termometer,
timbangan, kertas saring, tabung erlenmeyer, pipet tetes, gelas ukur, batang
pengaduk, heating table, kamar hitung counting chamber, refrigerator, pinset,
tabung reaksi, kertas indikator derajat keasaman (pH), mikroskop, gelas objek,
kaca penutup, tissue, mikropipet, alumunium foil, KY Jelly, straw dan container
nitrogen cair.
Bahan-bahan yang digunakan diantaranya Tris (hidroxymetil
aminomethane), natrium sitrat, fruktosa, asam sitrat, aquadest, alkohol 70%,
kuning telur, NaCl fisiologis, pewarna eosin nigrosin 0.2%, gliserol, dan antibiotik
Penicilin.
Prosedur Kerja
Pemeriksaan Fisik Hewan
Pemeriksaan meliputi suhu tubuh, denyut jantung, respirasi, umur, dan
pemeriksaan kondisi tubuh lainnya.
Pemeriksaan Alat Reproduksi
Pemeriksaan meliputi kesimetrisan skrotum dan pengukuran lingkar
skrotum.
Penampungan Semen
1. Persiapan Vagina Buatan
Inner liner dipasang dalam selongsong karet tebal kemudian diikat kuat
dengan karet pengikat pada kedua ujungnya. Corong karet dipasang pada
bagian ujung vagina buatan yang paling dekat dengan klep air panas. Tabung
penampung dipasang pada pangkal corong karet, lalu diikat kuat. Air panas
disiapkan, lalu dicampur air dingin sampai suhu mencapai 40-41oC. Air hangat
tersebut dimasukkan ke dalam vagina buatan melalui klep air panas sampai
penuh, tutup klepnya, kemudian udara dipompakan ke dalam vagina buatan
melalui klep udara. Vagina buatan diberi pelicin (KY jelly), kemudian dengan
menggunakan termometer diukur suhu pada bagian dalam vagina buatan. Suhu
vagina buatan harus berada pada kisaran 41-44C. Tabung penampung harus
dilindungi dengan lap/kain penutup agar tidak terkena cahaya matahari secara
langsung.
2. Penampungan Semen
Sapi dan domba betina disiapkan, kemudian sapi dan domba jantan
yang telah dibersihkan bagian preputiumnya didekatkan. Vagina buatan
dipegang dengan posisi 45oC. Pada saat pejantan menaiki betina, cegah penis
untuk masuk ke dalam alat kelamin betina dengan memegang preputiumnya
dan biarkan pejantan turun. Pada saat mounting berikutnya, pegang bagian
preputiumnya dan penis diarahkan ke dalam vagina buatan. Apabila ada

gerakan ejakulasi, vagina buatan dilepaskan bersamaan dengan turunnya


pejantan. Semen yang diperoleh dibawa ke laboratorium.
3. Pembuatan Bahan Pengencer
a. Persiapan Kuning Telur
Telur dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70%, kemudian
dipecahkan menggunakan pinset. Bagian kuning dan putih telur dipisahkan
dengan kertas saring. Setelah itu kuning yang masih terbungkus membran
vitelin dipecahkan kemudian membran vitelin dibuang. Pastikan kuning
telur yang dimasukkan tanpa membran vitelin.
b. Pembuatan Bahan Pengencer Tris - Kuning Telur Untuk Semen Cair
dan Semen Beku
Pengencer tris kuning telur terdiri atas lima bahan, yaitu tris, asam
sitrat, fruktosa, kuning telur dan aquades. Tris (hidroxymethyl aminomethan)
ditimbang sebanyak 1.514 gram, asam sitrat sebanyak 0.085 gram, fruktosa
sebanyak 0.55 gram, kuning telur 12.5 ml, dan aquades. Semua bahan yang
telah ditimbang dilarutkan dalam aquades sampai 50 ml, lalu dihomogenkan
dalam tabung erlenmeyer. Larutan yang terbentuk di bagi dua masingmasing 25 ml ke dalam tabung berskala. Untuk semen cair, bahan pengencer
berisi buffer dan kuning telur (4:1). Untuk semen beku bahan pengencer
berisi buffer, kuning telur (4:1) dan ditambahkan gliserol 5%.
c. Pembuatan Bahan Natrium Sitrat-Kuning Telur Untuk Semen Cair dan
Semen Beku
Pengencer Natrium sitrat kuning telur terdiri atas empat bahan,
yaitu Na sitrat, kuning telur, fruktosa dan aquades. Na sitrat ditimbang
sebanyak 1.16 gram, fruktosa sebanyak 0.55 gram, kuning telur sebanyak
12.5 ml, dan aquades. Na sitrat, fruktosa dan kuning telur dilarutkan dalam
aquades sampai 50 ml, lalu dihomogenkan dalam tabung erlenmeyer.
Larutan yang terbentuk di bagi dua masing-masing 25 ml ke dalam tabung
berskala. Untuk semen cair, bahan pengencer berisi buffer dan kuning telur
(4:1). Untuk semen beku bahan pengencer berisi buffer, kuning telur (4:1)
dan ditambahkan gliserol 5%.
Evaluasi Semen Segar Sapi dan Domba
1. Pemeriksaan Secara Makroskopis
Evaluasi secara makroskopis dilakukan dengan melihat volume semen
yang telah ditampung di dalam tabung plastik berskala. Hasil semen yang telah
dikoleksi di dalam tabung tulip diambil menggunakan pipet dan dipindahkan
ke dalam tabung berskala dan dilihat volumenya. Selain itu pemeriksaan
makroskopis dilanjutkan dengan melihat warna semen, megukur keasaman
semen dengan menggunakan kertas indikator pH, mencium bau semen, serta
mengamati konsistensi semen dengan cara memiringkan dan menegakkan
tabung.
2. Pemeriksaan Secara Mikroskopis
a. Gerakan Massa
Gerakan Massa sperma dilihat dengan cara meneteskan satu tetes
semen dengan menggunakan pipet pasteur di atas objek gelas, lalu diperiksa
di bawah mikroskop dengan pembesaran 10x10. Hasil pengamatan gerakan
massa diinterpretasikan sebagai berikut:

+++
: gelombang tebal, cepat berpindah, aktif, dan motilitas sangat baik;
++
: gelombang sedang dan motilitas spermatozoa cukup aktif;
+
: gelombang jarang, motiltas sperma buruk, pergerakan lemah; dan
: tidak ada gelombang.
b. Motilitas
Motilitas (gerakan spermatozoa secara individual) dilihat dengan
cara mencampurkan NaCl fisiologis dan semen dengan perbandingan 1 : 4
untuk sapi dan 1 : 8 atau 1 : 10 untuk domba lalu dihomogenkan. Object
glass yang digunakan harus dihangatkan terlebih dahulu.Setelah itu,
campuran tersebut diambil satu tetes untuk kemudian diletakkan pada object
glass yang lain dn ditutup menggunakan cover glass. Pergerakan sperma
dilihat dibawah mikroskop dengan perbesaran 40x10.Motilitas sperma
diukur secara kualitatif dengan mengamati pergerakan sperma hidup yang
progresif kemudian dibandingkan dengan sperma yang tidak progresif
(sirkuler, diam, reverse dan vibrator).Penilaian yang diberikan dalam bentuk
presentase.
c. Konsentrasi spermatozoa (Jarak Antar Kepala)
Semen segar diteteskan di atas object glass lalu ditutup
menggunakan cover glass dan diamati jarak antar kepala sperma di bawah
mikroskop dengan perbesaran 40x10. Hasil pengamatan jarak antar kepala
sperma diinterpretasikan sebagai berikut:
Densum
: 1.000 juta sperma/ml , jarak antar kepala < 1 kepala
Semi Densum : 500-1.000 juta sperma/ml, jarak antar kepala 1-1.5 kepala
Rarum
: 200-500 juta sperma/ml, jarak antar kepala >1.5 kepala-1
ekor.
Oligospermia : < 200 juta sperma/ml
Aspermia
: tidak ada semen
d. Konsentrasi spermatozoa (Counting Chamber/ Neubauer)
Formal salin dan semen dihisap menggunakan mikropipet yang
berbeda, kemudian di masukkan ke dalam tabung effendorf dengan
perbandingan formal salin dan semen 1:200 (5l semen : 995l pengencer)
untuk sapi dan 1:500 (2l semen : 998 l pengencer) untuk domba. Formal
salin dan semen yang ada di dalam tabung effendorf dihomogenkan dengan
cara dikocok membentuk angka delapan. Setelah itu campuran tersebut
diteteskan pada kamar hitung Neubauer lalu ditutup menggunakan cover
glass dan diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 40x10. Sperma
dihitung dalam lima kotak yang berwarna merah (gambar 2) dan hasilnya
dijumlahkan. Kepala sperma di dalam kotak dihitung satu, kepala sperma
yang terletak di batas garis dihitung 0.5, dan ekor di dalam kotak tidak
dihitung.

Gambar 1 Sketsa Kamar Hitung Neubauer chamber dihitung jumlah


spermatozoa yang masuk ke dalam daerah kotak berwarna biru.
Hasil untuk konsentrasi spermatozoa pada semen sapi dan domba
dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
Konsentrasi spermatozoa = N x 5 x FP x 104 sperma/ ml
Keterangan rumus konsentrasi spermatozoa:
N
: jumlah rata-rata spermatozoa dalam counting chamber
FP
: faktor pengenceran (sapi 200 ; domba 500)
5
: faktor koreksi dimana hanya menghitung 5 kotak dari 25 kotak
hitung yang ada
104
: faktor koreksi yang dibutuhkan karena kedalaman cover slip
0.0001 mL per chamber
e. Spermatozoa Hidup-Mati dan Normal-Abnormal
Penentuan hidup dan mati sperma dapat ditentukan dengan membuat
preparat ulas. Cara pembuatan preparat ulasnya sama, yaitu eosin 2% atau
eosin nigrosin 2% diteteskan sebanyak 2-3 tetes di atas object glass dan
dicampurkan dengan setetes semen menggunakan gelas pengaduk. Object
glass baru disinggungkan ujungnya pada campuran tersebut lalu dibuat
preparat ulas pada object glass yang lain. Fiksasi dilakukan dengan
menggunakan heating table dan diamati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 40x10. Spermatozoa yang hidup ditandai dengan kepala yang
tidak berwarna atau transparan, sedangkan spermatozoa yang mati ditandai
dengan kepala yang berwarna merah. Total sperma yang dihitung minimal
100-200 sperma, tapi lebih baik sampai 500 sperma.

Gambar 2 Proses pewarnaan spermatozoa


Perhitungan hidup-mati dan normal-abnormal spermatozoa dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Presentasi spermatozoa hidup
=
Jumlah spermatozoa hidup
x 100%
Jumlah spermatozoa hidup + mati
Presentasi spermatozoa normal
=
Jumlah spermatozoa normal
x 100%
Jumlah spermatozoa normal + abnormal
Pengenceran Semen
Pengenceran semen dapat dilakukan dengan menambahkan beberapa
bahan yang tidak merusak morfologi sperma. Pengencer berfungsi sebagai sumber
energi, meningkatkan volume semen, anti coldshock, melindungi dari perubahan
pH, mengatur tekanan osmotik dan elektrolit, antibakteri, serta melindungi
spermatozoa selama pembekuan. Bahan pengencer yang digunakan juga harus
ekonomis, tidak toksik, tidak membatasi daya fertilisasi sperma, praktis tetapi
memiliki daya preservasi yang tinggi. Terdapat beberapa jenis pengencer yang
diketahui yaitu susu sapi mentah, susu skim, sitrat-kuning telur, sitrat fruktosakuning telur, air kelapa-kuning telur, dan tris kuning telur. Jenis pengencer yang
digunakan untuk praktikum ini hanya 2 yaitu sitrat-kuning telur dan tris-kuning
telur. Semen diencerkan pada larutan pengencer dengan perhitungan volume
semen dan pengencer sebagai berikut:
Volume total dihitung dengan rumus:
Volume total = Vol semen x konsentrasi spermatozoa x %motilitas x vol IB
Konsentrasi IB

Jumlah larutan pengencer dihitung dengan rumus:


Volume pengencer = Volume total volume semen
Pengenceran dituangkan ke dalam tabung semen, kemudian digoyangkan
secara perlahan, lalu dimasukkan ke dalam lemari es.
Perhitungan:
Semen Sapi (21 Juli 2016)
Estimasi konsentrasi
: 500 x 106 sperma/ml
Motilitas
: 70%
Semen cair Sapi
Dosis IB
: 10 x 106 sperma/ml
Volume IB
: 0.5 ml
Volume semen
: 0.86 ml
Volume total = Volume semen x Estimasi konsentrasi x Motilitas x Volume IB
Dosis IB
= 0.86 ml x 500 x 106 sperma/ml x 0.7 x 0.5 ml
10 x 106 sperma/ml
= 15.05 ml
Volume pengencer = Volume total Volume semen
= 15.05 ml 0.86 ml
= 14.19 ml
Semen beku Sapi
Dosis IB
: 25 x 106 sperma/ml
Volume IB
: 0.25 ml
Volume semen
: 2 ml
Volume total = Volume semen x Estimasi konsentrasi x Motilitas x Volume IB
Dosis IB
= 2 ml x 500 x 106 sperma/ml x 0.7 x 0.25 ml
25 x 106 sperma/ml
= 7 ml
Volume pengencer = Volume total Volume semen
= 7 ml 2 ml
= 5 ml
Persiapan antibiotik:
Berdasarkan perhitungan tersebut, dimasukkan sejumlah pengencer ke
dalam tabung. Kemudian pengencer ditambahkan antibiotik penicilin dengan
dosis 500 - 1000 IU. Perhitungan dosis antibiotik sebagai berikut:
Penicillin dalam kemasan 3106 IU diencerkan dengan 15 ml aquades,
sehingga diperoleh stok penicillin =
Penicillin yang ditambahkan (mL) =

Pengolahan Semen Cair (Preservasi)

= 2 x 105

Semen setelah ditampung, dilakukan evaluasi, dan ditambahkan pengencer


dan antibiotik. Setelah itu, semen yang sudah ditambahkan pengencer dilakukan
pengemasan yang nantinya untuk dilakukan penyimpanan. Penyimpanan semen
cair dilakukan dengan sistem pool. Sistem pool ini dilakukan dengan cara
memasukkan tabung ke dalam bejana berisi air dan disimpan di dalam lemari es
bersuhu 3-5oC. Setelah itu dilakukan evaluasi dengan rentang waktu setiap 24 jam
sampai motilitas spermatozoa menurun sampai spermatozoa mati.
Pengolahan Semen Beku
Semen yang sudah ditampung, kemudian dilakukan evaluasi, dan
ditambahkan bahan pengencer untuk semen beku yang sudah ditambahkan
antibiotik. Selanjutnya semen yang telah ditambahkan bahan pengencer dikemas
di dalam straw dengan volume 0.25 ml. Semen yang dikemas dalam straw.
Prosedur pengemasan diawali dengan pengisisan semen cair ke dalam straw
menggunakan spoit yang ujungnya dihubungkan dengan mikrotip. Salah satu
ujung straw ditutup. Setelah semen dikemas dalam straw, dilakukan ekuilibrasi
pada suhu 3-5oC selama 4 jam kemudian diuapkan diatas N 2 cair (-130oC) selama
10 menit. Setelah itu dimasukkan ke dalam N 2 cair (-196oC). Selanjutnya
dilakukan thawing menggunakan air dengan suhu yang berbeda-beda (Tabel 1).
Setelah thawing motilitas sperma diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran
4010.
Tabel 1 Suhu thawing
Suhu (oC)
Waktu
25 (air kran)
1 menit
37
30 detik

TINJAUAN PUSTAKA
Breeding Soundness Examination (BSE) adalah pemeriksaan kemampuan
dari bull untuk memproduksi sperma yang fertil. Breeding Soundness
Examination (BSE) dilakukan oleh dokter hewan dan pemeriksaan harus
dilakukan sedikitnya 30-60 hari sebelum musim perkawinan, bull baru atau rutin 1
kali dalam setahun. Pemeriksaan Breeding Soundness Examination (BSE)
meliputi diameter dari testis berhubungan langsung dengan kapasitas produksi
semen, saluran reproduksi sekunder sapi pejantan yang meliputi uretra, prostate,
vesikula semilunalis, ampula dan vas deferent dan evaluasi bentuk scrotum adalah
bagian terpenting dalam pemeriksaan eksternal. Abnormalitas pada sapi tersebut
dapat mempengaruhi kualitas dan produksi semen (Gustari 2011).
Semen adalah zat cair (cairan) yang terdiri atas spermatozoa dan plasma
seminalis yang berasal dari penjantan yang dapat digunakan untuk proses
pembuahan. Pada saat penampungan semen pada sapi volume 5-8 ml sekali
ejakulat, semen berwarna krem, dengan konsistensi sedang. Nilai derajat
keasaman (pH) semen normal untuk sapi kisaran 6,4 - 7,8 (Hafez dan Hafez
2000). Penelitian yang telah dilakukan oleh Kaiin et al. (2005) menunjukkan
kualitas semen sapi perah Hongaria volume rata-rata sebesar 7 ml dengan warna
krem dan konsistensi kental sampai dengan agak kental, pH semen 7 serta bau

khas semen sapi. Sedangkan menurut Garner dan Hafez (2000), volume normal
berkisar 58 ml dan konsentrasi semen dengan metode penampungan
menggunakan vagina buatan adalah berkisar 8002000 x 106/ml. Usaha untuk
mempertahankan kualitas semen dan memperbanyak hasil sebuah ejakulasi dari
jantan unggul adalah dengan melakukan pengenceran semen menggunakan
beberapa bahan pengencer. Pengenceran semen adalah salah satu upaya untuk
memperbesar volume semen serta menurunkan kandungan sperma dalam volume
tertentu sehingga akan lebih banyak dosis inseminasi dapat dibuat. Sehingga akan
lebih banyak jumlah ternak betina yang dapat dikawini oleh seekor pejantan
karena setiap ejakulatnya mampu menginseminasi banyak betina. Untuk
menghasilkan semen yang berkualitas dibutuhkan bahan pengencer semen yang
mampu mempertahankan kualitas spermatozoa selama proses pendinginan,
pembekuan maupun pada saat thawing (Aboagla dan Terada 2004).
Pengencer semen harus mengandung sumber nutrisi, buffer, bahan anti
cold shock, anti biotik dan krioprotektan yang dapat melindungi spermatozoa pada
saat pendinginan, pembekuan dan thawing (Arifiantini et al. 2005). Menurut
Solihati dan Kune (2009) syarat setiap bahan pengencer adalah harus dapat
menyediakan nutrisi bagi kebutuhan spermatozoa selama penyimpanan, harus
memungkinkan sperma dapat bergerak secara progresif, tidak bersiafat racun bagi
sperma, menjadi penyanggah bagi sperma, dapat melindungi sperma dari kejutan
dingin (cold shock) baik untuk semen beku maupun semen yang tidak dibekukan
(semen cair). Setiap bahan pengencer yang baik harus dapat
memperlihatkan kemampuannya dalam memperkecil tingkat
penurunan nilai motilitas (gerak progresif) sperma sehingga pada
akhirnya memperpanjang lama waktu penyimpananya pasca
pengenceran.
Penggunaan pengencer tris aminomethan kuning telur lebih mampu
mempertahankan kualitas spermatozoa dibandingkan dengan tris aminomethan
tanpa kuning telur (Sarastina et al. 2012). Buffer berfungsi sebagai pengatur
tekanan osmotik dan juga berfungsi menetralisir asam laktat yang dihasilkan dari
sisa metabolisme spermatozoa. Buffer yang umum digunakan adalah tris
(hydroxymethyl) aminomethan yang mempunyai kemampuan sebagai penyangga
yang baik dengan toksisitas yang rendah dalam konsentrasi yang tinggi. Bahan
anti cold shock yang dapat melindungi spermatozoa pada saat perubahan suhu dari
suhu ruang (28oC) pada saat pengolahan ke suhu ekuilibrasi (5oC).
Hasil penelitian Solihati dan Kune (2009) menunjukkan bahwa
bahan pengencer sitrat-kuning telur menunjukan daya tahan
hidup sperma pada motilitas yang masih layak IB (40 %) yang
lebih lama, yakni lima hari. Khasiat utama kuning telur adalah kandungan
lesitin (phosphatidil cholin) yang dapat bersifat membran couting untuk tetap
mempertahankan konfigurasi normal phospholipid bilayer yang merupakan
susunan utama membran sel spermatozoa. Krioprotektan perlu ditambahkan
dalam pengolahan semen beku untuk meminimalisasi kerusakan akibat
pembekuan, seperti pembentukan kristal es intra dan ektra seluler (Arifiantini et
al. 2005). Mutu semen beku sapi ditetapkan dalam standar SNI harus memiliki
persentase sel spermatozoa yang gerak maju (motil progresif) 40% dan gerak
individu minimal tiga. Semen beku harus disimpan dan terendam penuh dalam
nitrogen cair suhu mines 196C pada kontainer kriogenik. Penyimpanan semen

beku dalam kontainer tersebut dapat menggunakan goblet dan canister sesuai
jenis/tipe kontainer (Deptan 2006).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Penilaian Breeding Soundness Examination (BSE) pada ternak jantan
Penilaian Breeding Soundness Examination (BSE) pada ternak jantan
sangat penting dilakukan untuk menentukan pejantan unggul. Penjantan unggul
memiiki kualitas dan kuantitas semen yang baik serta dapat menghasilkan
keturunan yang unggul. Penilaian BSE dilakukan dengan pemeriksaan fisik,
diameter skrotum, koleksi dan evaluasi semen. Tabel 2 menunjukkan data hasil
penilaian BSE hari pertama pada hewan jantan.
Tabel 2 Hasil pemeriksaan fisik dan alat kelamin jantan sapi tanggal 20 dan 21
Juli 2016
Parameter
20 Juli 2016 21 Juli 2016
Suhu
38 C
38.1 C
Frekuensi Jantung

128 x/menit
Frekuensi Nafas

16 x/menit
Mukosa
Rose
Rose
CRT
<2 detik
<2 detik
Nafsu makan
Baik
Baik
Kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Jumlah testis
Konsistensi
Kesimetrisan
Panjang
Diameter
Keliling

2
Kenyal
Simetris
15 cm
12 cm
31 cm

2
Kenyal
Simetris
15 cm
12 cm
31 cm

Penilaian BSE dilakukan pada sapi Frisian Holstein.sapi yang digunakan


pada tanggal 20 dan 21 Juli 2016 merupakan sapi yang sama. Tabel 2 hasil
penilaian BSE yang diperoleh menunjukkan suhu tubuh nilai yang normal yaitu
380C, frekuensi jantung 128x/menit, frekuensi nafas 16x/menit, mukosa rose, CRT
<2 detik dan nafsu makan yang baik. Hasil pemeriksaan fisik normal pada sapi
yaitu suhu tubuh 38.0-39,5oC,denyut jantung 60-110 kali per menit, dan frekuensi
nafas 15-40 kali permenit (Mauladi 2009). Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan
sapi dalam keadaan sehat dan tidak terdapat kelainan.
Pemeriksaan testis dilakukan meliputi jumlah testis, konsistensi,
kesimetrisan, dan ukuran. Anatomi testis tidak ditemukan kelainan pada testis
ketika dipalpasi, lingkar skrotum pada sapi jantan 31 cm. Noran dan Mukherjee
(1997) menyatakan bahwa lingkar skrotum mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan volume testis dan dapat memberikan estimasi yang akurat bahwa
pejantan memiliki kemampuan untuk memproduksi spermatozoa. Sehingga dapat

dikatakan diameter skrotum yang besar diharapkan volume testisnya besar pula
sehingga dapat menghasilkan spermatozoa dengan kualitas dan kuantitas yang
baik.
Tabel 3 Hasil pemeriksaan fisik dan alat kelamin jantan domba tanggal 20 dan 21
Juli 2016
20 Juli 2016
21 Juli 2016
Domba 1
Domba 2
Domba 1
Domba 2
Domba 3
Suhu
38.1 C
38.9 C
38 C
38.6 C
39.2 C
Frekuensi Jantung 100 x/menit 88 x/menit 132 x/menit 112 x/menit 168 x/menit
Frekuensi Nafas
28 x/menit 28 x/menit 52 x/menit 32 x/menit

Mukosa
Rose
Rose
Rose
Rose
Rose
CRT
<2 detik
<2 detik
<2 detik
<2 detik
<2 detik
Nafsu makan
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Kelainan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Parameter

Jumlah testis
Konsistensi
Kesimetrisan
Panjang
Diameter
Keliling

2
Kenyal
Simetris
14 cm
10 cm
27 cm

2
Kenyal
Simetris
13 cm
9 cm
24 cm

2
Kenyal
Simetris
14 cm
10 cm
27 cm

2
Kenyal
Simetris
13 cm
9 cm
24 cm

2
Kenyal
Simetris

Penilaian BSE pada domba dilakukan pada beberapa domba yang berbeda,
baik pada tanggal 20 dan 21 juli 2016. Hasil pemeriksaan fisik menunjukkan suhu
rata-rata 38.50C, frekuensi jantung 120x/menit, frekuensi nafas 35x/menit, mukosa
rose, nafsu makan baik dan tidak terdapat kelainan fisik. Hasil tersebut
menunjukkan domba dalam keadaan normal. Menurut Smith (1988) bahwa suhu
tubuh normal domba berkisar antara 38.5-39 oC. Frandson (1992) yang
menyatakan bahwa frekuensi nafas normal domba adalah 26-32 kali/menit.
Pemeriksaan testis domba juga dilakukan meliputi pemeriksaan jumlah,
konsistensi, dan ukuran. Hasil pemeriksaan menunjukkan testis domba tidak
memiliki kelainan. Lingkar skrotum rata-rata testis domba adalah 25.5 cm.
Koleksi dan Evaluasi Semen
Penilaian kualitas semen dapat dievaluasi secara makroskopis dan
mikroskopis. Evaluasi makroskopis meliputi volume, pH, warna dan konsistensi
semen, sedangkan evaluasi mikroskopis meliputi gerakan massa, gerakan
individu, motilitas, viabilitas, konsentrasi dan morfologi spermatozoa.
Penampungan dilakukan pada ejakulat yang kedua dikarenakan pada ejakulasi
yang pertama cairan bertujuan untuk membersihkan saluran pengeluaran sperma
sapi.
Tabel 4 Karakteristik semen segar sapi 20 dan 21 Juli 2016
Parameter

20 Juli 2016
Ulangan
Rataan
1
2

21 Juli 2016
Ulangan
Rataan
1
2

Makroskopik
Volume
Warna
Konsistensi
pH
Bau

8.5 ml
Putih susu
Encer
6.4
Bau khas
semen

Mikroskopik
Gerakan massa
+++
Gerakan
4
individu
Motilitas
75%
progresif
Viabilitas
84%
Konsentrasi spermatozoa
Semi
Estimasi
Densum
Counting
520 x
Chamber
106/ml
Abnormalitas
7.5%
Morfologi

8.5 ml
Putih susu
Encer
6.4
Bau khas
semen

9 ml
Putih susu
Encer
6.8
Bau khas
semen

+++

+++

+++

+++

+++

75%

75%

75%

75%

75%

89.0%

86.5%

92.62%

94.71%

93.67%

Semi
densum
650 x
106/ml

Semi
densum
585 x
106/ml

Rarum

Rarum

Rarum

300 x
106/ml

264 x
106/ml

282 x
106/ml

9%

8.25%

0.82%

6.87%

3.85%

9 ml
Putih susu
Encer
6.8
Bau khas
semen

Pada Tabel 4 karakteristik semen segar sapi menunjukkan volume


ejakulasi sapi yang didapatkan adalah 9 ml. Volume yang didapatkan lebih banyak
dibandingkan yang di sebutkan oleh Feradis (2010) yaitu volume semen sapi
berkisar antara 5-8 mL. Semen sapi berwarna putih susu menuju bening dan
konsistensi encer. Feradis (2010) menyatakan bahwa semen sapi normal berwarna
seperti susu atau krem dan keruh. Evaluasi pH menunjukkan pH semen sapi
adalah 6.8 dan berada di kisaran normal. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan
penilitian Affandhy et al. (2004) dengan pH 6,9 0,2 pada sapi Peranakan Ongole
peternakan rakyat. Hasil penelitian Soeroso dan Duma (2006) menunjukkan sapi
yang memiliki ukuran lingkar skrotum sebesar 26 cm mempunyai skor warna dan
konsistensi 2 dengan katagori berawan, konsentrasi 2,31 x 109, sedangkan pada
ukuran lingkar skrotum 46 cm menunjukkan skor warna dan konsistensi 4 dengan
katagori berawan dan agak kekuning-kuningan. Semakin bening warna semen
maka semakin sedikit pula konsentrasi sperma didalamnya.
Gerakan massa pada semen sapi menunjukkan gambaran gelombang yang
besar dan gerakan yang cepat (+++) seperti awan yang berputar (Partodihardjo
1992). Gerakan individu bernilai 4 dan motilitas progresifnya 75%. Menurut
Affandhy et al. (2004), rataan motilitas spermatozoa pada sapi potong sebesar
84,2 4,8%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semen segar tersebut layak
diproses menjadi semen cair dan beku karena nilai motilitasnya diatas 60%
(Sarastina et al. 2012).
Viabilitas atau persentase spermatozoa hidup yang diamati adalah 92.62%.
Konsentrasi semen sapi yaitu sebesar 300 juta spermatozoa/mL. Menurut
Sorensen (1979) konsentrasi spermatozoa pada sapi berkisar antara 800 - 1200
juta/ml. Hasil tersebut tergolong rendah akan tetapi sesuai dengan hasil ejakulat
yang encer. Tingkat abnormalitas spermatozoa sebesar 0.85%. Berdasarkan hasil

evaluasi, baik secara makroskopis maupun mikroskopis, semen sapi jantan dapat
dikategorikan baik dan dapat digunakan untuk IB dan dapat di proses lebih lanjut.
Tabel 5 Karakteristik semen segar domba 20 Juli 2016
Parameter
Makroskopik
Volume
Warna
Konsistensi
pH
Bau
Mikroskopik
Gerakan massa
Gerakan individu
Motilitas progresif
Viabilitas
Konsentrasi spermatozoa
Estimasi
Counting Chamber
Abnormalitas Morfologi

Ulangan 1

Ulangan 2

Rataan

0.75 ml
Putih keruh
Kental
6.7
Bau khas semen

0.75 ml
Putih keruh
Kental
6.7
Bau khas semen

+++
4
85%
88%

+++
4
80%
93.3%

+++
4
83%
91%

Densum
2665 x 106/ml
14.5%

Densum
2165 x 106/ml
6%

Densum
2415 x 106/ml
10.25%

Hasil evaluasi semen segar domba yang dikoleksi pada tanggal 20 juli
2016 adalah volume semen 0.75 ml, berwarna putih keruh, dengan konsistensi
kental serta pH 6.7. Kisaran volume semen per ejakulat pada domba adalah 0.21.2 ml (Hafez dan Hafez 2000). Nilai pH domba berda pada kisaran normal yang
disebutkan oleh Toelihere (1993) yaitu pH normal semen domba berkisar antara
5.9-7.3. Pemeriksaan mikroskopik semen domba adalah gerakan massa (+++),
gerakan individu 4, motilitas progresis 83%, viabilitas 91%, konsentrasi 2415 juta,
dan abnormalitas 10.25%.
Gerakan massa (+++) menunjukkan gelombang massa tebal dan gerakan
untuk berpindah tempat cepat. Motilitas semen segar domba berada pada nilai
yang tinggi seperti yang disebutkan oleh Garner dan Hafez (2000) yang
menyimpulkan semen segar domba mempunyai rata-rata motilitas sekitar 60-80%.
Konsentrasi spermatozoa pada semen yang diperiksa menunjukkan hasil yang
cukup tinggi. Toelihere (1993) menyebutkan bahwa konsentrasi semen domba
adalah 2000-3000x106. Sperma yang akan digunakan untuk IB harus memiliki
tingkat abnormalitas yang kecil. Hasil evaluasi menunjukkan tingkat abnormalitas
spermatozoa di atas 10%, akan tetapi menurut Toelihere (1993) semen domba
yang baik memiliki spermatozoa abnormal tidak lebih dari 14%.
Pengolahan Semen Cair Sapi
Pengenceran semen bertujuan untuk memperbanyak volume semen dan
tidak menurunkan kualitas semen tersebut. Menurut Toelihere (1993) menyatakan
bahwa penggunaan bahan pengencer semen harus dapat mempertahankan
viabilitas spermatozoa sebelum digunakan pada waktunya. Syarat bahan
pengencer adalah harus dapat menyediakan nutrisi bagi kebutuhan spermatozoa
selama penyimpanan, harus memungkinkan spermatozoa dapat bergerak secara

progresif, tidak bersifat racun bagi spermatozoa, menjadi penyangga bagi


spermatozoa, dapat melindungi spermatozoa dari kejutan dingin (cold shock) baik
untuk semen beku maupun semen yang tidak dibekukan (semen cair).
Tabel 6 Rataan viabilitas dan motilitas semen cair sapi dengan pengencer Tris KT
Parameter
Viabilitas (%)
Motilitas (%)

Semen
Segar
93.67
75

0
87.76
60

1
78.52
47.5

Semen + Tris KT
Hari ke
2
3
4
5
71.41 50.53 50.20 39.77
32.5
32.5
10
6

6
19.99
5

7
20.72
0

Tabel 7 Rataan viabilitas dan motilitas semen cair sapi dengan pengencer Na
Sitrat - KT
Parameter

Semen
Segar

Semen + Na Sitrat KT
Hari ke
2
3
4
5

Viabilitas (%)

93.67

77.03

75.42

70.11

77.15

55.19

77.32

60.40

46.89

Motilitas (%)

75

60

52.5

51.5

49

49

60

59

30

Setelah pembuatan semen cair dengan pengencer tris dan natrium sitrat,
dilakukan pengamatan dan evaluasi viabilitas dan motilitas semen selama 7 hari.
Pada tabel 6 dapat dilihat terjadi penurunan secara berkala pada viabilitas dan
motilitas spermatozoa pada semen yang diencerkan dengan pengencer Tris hingga
motilitas mencapai 0% pada hari ketujuh pengamatan. Toelihere (1993)
mengatakan bahwa semen yang digunakan untuk inseminasi buatan (IB) harus
memiliki motilitas minimal 40%. Sementara itu pada hari kedua pengamatan,
motilitas spermatozoa adalah sebesar 32.5%. Berdasarkan pernyataan dari
Toelihere, dapat disimpulkan bahwa semen mulai hari kedua sudah tidak layak
digunakan untuk IB.
Pada tabel 7 dapat dilihat bahwa viabilitas dan motilitas spermatozoa pada
semen dengan pengencer Na-Sitrat cenderung lebih stabil. Motilitas cenderung
stabil dan baru menurun cukup drastis pada hari ketujuh pengamatan, dimana
motilitas sebesar 30%. Berdasarkan pernyataan dari Toelihere, maka semen pada
hari ketujuh ini sudah tidak layak digunakan untuk IB.
Viabilitas dan motilitas spermatozoa, tidak hanya dipengaruhi oleh jenis
pengencernya, makin hari semakin turun. Penurunan ini dapat terjadi karena suhu
penyimpanan yang dingin, semakin berkurangnya ketersediaan nutrisi pada bahan
pengencer, umur spermatozoa yang semakin tua, dan perubahan pH semen (Rizal
et al. 2009). Menurut Widjaya (2011), pH semen dapat berubah karena aktivitas
spermatozoa yang membentuk asam laktat dalam pengencer. Perubahan pH ini
dapat menimbulkan efek toksik pada spermatozoa yang menyebabkan
menurunnya viabilitas spermatozoa.

Gambar 3 Grafik viabilitas semen cair dengan bahan pengencer Tris KT dan Na
Sitrat KT

Gambar 4 Grafik motilitas semen cair dengan bahan pengencer Tris KT dan Na
Sitrat KT
Berdasarkan gambar 3 dan 4 daat dilihat lansung terjadinya penurunan
motilitas dan viabilitas semen dari hari ke hari. Kurva yang mengalami naik turun
dpat disebabkan oleh beberapa hal sepertipenilaian yang subjektif dari pemeriksa
yang berbeda untuk memberikan nilai serta dapat disebabkan oleh kurang
homogennya sperma dan pengencer sehingga terjadi penumpukan antara sperma
yang hidup atau yang mati ketika disimpan dalam lemari pendingin.
Hasil yang didapatkan berlawanan dari beberapa penelitian yang telah
dilakukan yang mengatakan bahwa pengencer tris kuning telur lebih baik
dibandingkan Na sitrat luning telur dalam mempertahankan hidup spermatozoa.
Kelebihan tris terletak pada kandungan garam dan asam aminonya yang berperan
mempertahankan osmolaritasTris-kuning telur mengandung komposisi bahan
yang berperan dalam mempertahankan daya tahan spermatozoa, terutama
lipoprotein, lesitin, dan fruktosa. Sedangkan unsur elektrolit seperti Na, Ca, K
berperan sebagai agen krioprotektan di dalam pengencer (Rhoyan et al. 2014).
Daya tahan hidup spermatozoa dalam semen yang diencerkan diantaranya
dipengaruhi oleh jenis pengencer. Rendahnya daya tahan hidup disebabkan
aktivitas metabolisme spermatozoa yang membentuk asam laktat dalam media
pengencer. Asam laktat yang berlebih dalam pengencer merubah pH yang dapat

menimbulkan efek racun dan kematian yang tinggi bagi spermatozoa (Widjaya
2011). .
Pengolahan Semen Beku Sapi
Semen dapat disimpan dalam waktu yang lama dengan cara mengolah
menjadi semen beku. Proses pembekuan semen dapat diperoleh dengan suhu
rendah hingga mencapai -1960C. Suhu yang rendah dapat memberikan dampak
negatif pada spermatozoa. Sehingga perlu dilakukan beberpa tahapan pada proses
pembekuannya.
Semen yang telah diencerkan dikemas dalam straw 0.25 ml pada suhu 5 0C
selama 3 jam di dalam lemari pendingin. Selanjutnya dilakukan pembekuan di
atas uap nitrogen cair selama 10 menit. Kemudian straw disimpan di dalam
kontainer yang berisi N2 cair (suhu -1960C). Thawing semen beku dilakukan
dengan menggunakan air kran pada suhu 250C selama kurang lebih 30 detik.
Menurut BSN tahun 2014 standar semen beku post thawing suhu antara 37 C
38 C selama 15 detik sampai dengan 30 detik harus menunjukkan motilitas
spermatozoa minimal 40 %.
Tabel 8 Rataan Viabilitas dan Motilitas Semen beku sapi dengan pengencer Tris KT
Parameter
Viabilitas (%)
Motilitas (%)

Semen Segar
93.67
75

Semen Cair
94.75
70

Semen + Tris KT + G
Setelah Thawing
Setelah Ekuilibrasi
25C
37C
90.06
82.5
77.5
69
60
65

Tabel 9 Rataan Viabilitas dan Motilitas Semen beku sapi dengan pengencer Na Sitrat KT
Semen + Na Sitrat KT + G
Parameter
Semen Segar
Setelah Thawing
Semen Cair Setelah Ekuilibrasi
25C
37C
Viabilitas (%)
93.67
94.82
79.75
78.37
76.25
Motilitas (%)
75
62.5
62
50
53.5

Kerusakan spermatozoa akan terjadi akibat adanya pengaruh kejutan


dingin (cold shock) yang dapat merusak membran plasma sel yang berakibat
kematian pada spermatozoa. Pada tabel 8 dan 9 dapat dilihat perubahan viabilitas
dan motilitas spermatozoa mulai dari semen segar, setelah ditambah pengencer,
setelah equilibrasi, dan setelah thawing. Pada semen beku dengan pengencer tris
kuning telur terlihat bahwa motilitas awal setelah pengenceran adalah 70 %,
setelah equilibrasi 69%, setelah thawing 250C 60% dan thawing 370C 65%.
Penurunan motilitas terjadi hingga 5%.
Semen beku dengan pengencer Na sitrat kuning telur terlihat bahwa
motilitas setelah pengenceran adalah 62.5%, setelah equilibrasi 62%, setelah
thawing thawing 250C 50% dan thawing 370C 53.5%. penurunan motilitas terjadi
hampir 10%. Akan tetapi masih mengasilkan motilitas yang baik. Perbedaan
motilitas setelah thawing dengaan air suhu 250C dan 370C tidak memperlihatkan
hasil yang terlalu signifikan.

Pada saat pembekuan, semen mengalami penurunan kualitas sekitar 1040% hingga 50% (Sorenson 1979). Untuk meminimalkan kerusakan sel dapat
dilakukan dengan menambahkan zat tertentu kedalam pengencer semen. Zat
tersebut dikenal dengan nama krioprotektan. Salah satu jenis krioprotektan yang
sering digunakan pada mamalia adalah gliserol. Gliserol dapat masuk ke dalam sel
spermatozoa untuk mengikat sebagian air bebas, sehingga kristal-kristal es yang
terbentuk di dalam medium pengencer pada waktu pembekuan dapat dicegah
(Azizah dan Arifiantini 2009).
Penambahan dosis gliserol pada beberapa pengencer berbeda-beda.
Menurut Evan dan Maxwell (1987) untuk melakukan pembekuan semen kambing
standar penggunaan gliserol yang dianjurkan adalah 6% - 8%, jika kurang dari itu,
maka giserol tidak akan memberikan efek yang berarti, sedangkan jika lebih
tinggi akan menimbulkan efek toksik pada spermatozoa. Ditambahkan oleh
Toelihere (1993), kadar optimum gliserol untuk pengencer sitrat-kuning telur
berkisar antara 7.0 sampai 7.6% volume dan dalam pengencer susu sekitar 10%.

SIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan BSE, sapi dan domba jantan memiliki fertilitas
yang baik. Semen cair sapi pada pengencer Na sitrat kuning telur memiliki
motilitas dan viabilitas yang lebih baik dibandingkan semen pada pengencer Tris
kuning telur. Semen beku yang di thawing pada air suhu 25 0C dan 370C tidak
memiliki perbedaan yang signifikan.

DAFTAR PUSTAKA
Aboagla EME, Terada T. 2004. Effects of egg yolk during the freezing step of
cryopreservation on the viability of goat spermatozoa. Theriogenology
62:1160-1172.
Affandhy LP, Situmorang P, Rasyid A, Pamungkas D. 2004. Uji fertilitas semen
cair pada induk sapi Peranakan Ongole pada kondisi peternakan rakyat.
Pros. Seminar Nasional Peternakan Dan Veteriner. Bogor, Jilid III.
Puslitbang Peternakan. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian.
Hal. 26-35.
Afri W, Saleh DM, Sugiyatno. 2013. Pengaruh umur pejantan dan frekuensi
penampungan terhadap volume dan motilitas semen segar sapi Simmental
di Balai Inseminasi Buatan Lembang. Jurnal Ilmiah Peternakan. 1(3):
947-953.
Arifiantini RI, Yusuf TL, Indah O. 2005. Kajian Banding Dua Teknik
Pengemasan Menggunakan Tiga Macam Pengencer Untuk Pembekuan
Semen Sapi Friesian Holstein (FH). Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Bogor(ID): IPB.
Azizah dan I. Arifiantini. 2009. Kualitas Semen Beku Kuda pada Pengencer Susu
Skim dengan Konsentrasi Gliserol yang Berbeda. J Vet Sci 10(2):63-70.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2014. Standar Nasional Indonesia Semen


Beku Bagian 3 : Kambing dan Domba. Jakarta(ID): BSN.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Semen
Sapi dan Kerbau. Jakarta(ID): Departemen Pertanian Direktorat Jenderal
Peternakan.
Evans G, Maxwell WMC. 1987. Salmons Artificial Insemination of Sheep and
Goat. Butterworths, London.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi IV. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press
Feradis. 2010. Bioteknologi Reproduksi Pada Ternak. Bandung (ID): Alfabeta.
Garner DL, Hafez ESE. 2000. Spermatozoa and Seminal Plasma. In:
Reproduction in Farm Animal 7th Edition. Lippincott Williams and
Wilkins. USA: Baltimore. 96-109.
Gustari. 2011. Breeding Soundness Examination. Yogyakarta(ID): Kuliah
Pengantar FKH UGM
Hafez B, Hafez ESE. 2000. Reproductive Cycles dalam Reproduction in Farm
Animals. 7thEd. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Kaiin EM, Ginting SS, Djuarsawidjaja M, Said S, Tappa B. 2005. Kualitas
Sperma Hasil Pemisahan yang Dibekukan Menggunakan Rak Dinamis dan
Statis. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005.
Bogor(ID): Universitas Djuanda.
Mauladi AH.2009. Suhu Tubuh, Frekuensi Jantung dan Nafas Induk Sapi Friesian
Holstein Bunting yang Divaksin dengan Vaksin Avian Influenza H5N1.
[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Noran AM, Mukherjee TK. 1997. Physical traits versus the buks
reproductive abilities. AJAS. 10 (2):245 250.
[Pusdatin] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2015. Outlook Komoditas
Daging Sapi 2015 [Internet]. [diunduh 2016 Agus 1]. Tersedia pada:
http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/epublikasi/outlook/2015/Peternakan
/Outlook%20Daging%20Sapi
%202015/files/assets/common/downloads/Outlook%20Daging%20Sapi
%202015.pdf
Rhoyan YH, Tita DL, Rangga SK. 2014. Semen Cair Dingin Domba Garut pada
Tiga Jenis Larutan Pengencer. Jurnal Ilmu Ternak. Vol 1 No 12: 64- 68
Rizal M, Solihati N, Idi R, Rasad SD, Fitriati M. 2009. Daya hidup spermatozoa
epididimis sapi Bali yang dipreservasikan pada suhu 35 C dalam
pengencer tris dengan konsentrasi laktosa yang berbeda. JIPV. 14(2): 142
149.
Sarastina, Susilawati T, Ciptadi G. 2012. Analisa Beberapa Parameter Motilitas
Spermatozoa Pada Berbagai Bangsa Sapi Menggunakan Computer
Assisted Semen Analysis (Casa). J. Ternak Tropika Vol. 6. No.2: 1-12.
Soeroso, Duma Y. 2006. Hubungan Antara ingkar Skrotum dengan Karakteristik
Cairan dan Spermatozo dalamCauda Epididimis pada Sapi Bali.
J.Indon.Trop.Anim.Agric.31[4].
Solihati N & Kune P. 2009. Pengaruh Jenis Pengencer Terhadap Motilitas dan
Daya Tahan Hidup Spermatozoa Semen Cair Sapi Simmental. Laporan
Penelitian.

Sorensen AM. 1979. Animal Reproduction principles and practice. McGraw-Hill.


USA
Sugoro L. 2009. Pemanfaatan inseminasi buatan untuk meningkatkan
produktivitas sapi. Bandung (ID): ITB Pr.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung (ID): Penerbit
Angkasa.
Widjaya N. 2011. Efek Penambahan Vitamin E dalam Pengencer Glukosa
terhadap Daya Tahap Hidup Spermatozoa Domba pada Suhu 5 C. Sains
Peternakan. 9 (1):25-31.

Lampiran 1 Viabilitas dan Morfologi Semen Segar Sapi 20 Juli 2016


Sperma
Sperma mati
Lapang
Sperma hidup
hidup
Sperma mati
abnormal
Total
pandang
normal (HN)
abnormal
normal (MN)
(MA)
(HA)
Ulangan 1
1
66
6
21
3
96
2
82
5
7
0
94
3
8
1
1
0
10
Jumlah
156
12
29
3
200
Ulangan 2
1
90
5
11
2
108
2
67
9
6
0
82
3
6
1
2
1
10
Jumlah
163
15
19
3
200
Perhitungan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
Sperma hidup (%)
84
89
86.5
Sperma normal (%)
92.5
91
91.75
Sperma abnormal (%)
7.5
9
8.25
Sperma hidup normal (%)
78
81.5
79.75
Lampiran 2 Viabilitas dan Morfologi Semen Segar Domba 20 Juli 2016
Sperma hidup
Sperma mati
Lapang
Sperma hidup
Sperma mati
abnormal
abnormal
Total
pandang
normal (HN)
normal (MN)
(HA)
(MA)
Ulangan 1
1
148
28
23
1
200
Jumlah
148
28
23
1
200
Ulangan 2
1
175
12
13
0
200
Jumlah
175
12
13
0
200
Perhitungan
Ulangan 1
Ulangan 2
Rataan
Sperma hidup (%)
88
93.5
90.75
Sperma normal (%)
85.5
94
89.75
Sperma abnormal (%)
14.5
10.25
6
Sperma hidup normal (%)
74
80.75
87.5
Lampiran 3 Viabilitas dan Morfologi Semen Segar Sapi 21 Juli 2016
Sperma
Sperma mati
Lapang
Sperma hidup
hidup
Sperma mati
abnormal
pandang
normal (HN)
abnormal
normal (MN)
(MA)
(HA)
Ulangan 1
1
23
1
1
0
2
16
0
1
0
3
6
0
0
0

Total

25
17
6

4
6
5
8
6
9
7
10
8
18
9
8
10
8
Jumlah
112
Ulangan 2
1
12
2
6
3
7
4
13
5
23
6
33
7
25
8
26
9
9
10
12
Jumlah
166
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma normal (%)
Sperma abnormal (%)
Sperma hidup normal (%)

0
0
0
0
0
0
0
1

3
0
0
0
3
0
1
9

0
1
0
0
3
2
2
3
1
1
13
Ulangan 1
92.62
99.18
0.82
91.8

0
0
0
1
0
5
0
4
0
0
10
Ulangan 2
94.71
93.1
6.88
87.8

0
0
0
0
0
0
0
0

9
8
9
10
21
8
9
122

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Rataan
93.67
96.15
3.85
89.8

12
7
7
14
26
40
27
33
10
13
189

Lampiran 4 Viabilitas dan Morfologi Semen Cair Sapi 21 Juli 2016 (Hari ke 0) Setelah
Pengenceran
Tris KT
Ulangan 1
Ulangan 2
Lapang
pandang
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah
Perhitungan

Sperma
hidup
(H)

Sperma
mati (M)

9
5
2
2
9
3
6
7
7
10
60

0
0
0
0
3
0
2
0
1
0
6

Total

Lapang
pandang

9
1
5
2
2
3
2
4
12
5
3
6
8
7
7
8
8
9
10
10
66
Jumlah
Ulangan 1

Sperma
hidup
(H)
1
1
1
1
1
2
1
1
1
1
11
Ulangan 2

Sperma
mati (M)
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
2

Total

1
2
2
1
1
2
1
1
1
1
13
Rataan

Sperma hidup (%)


Sperma mati (%)
Motilitas (%)

90.91
9.09
60

84.62
15.38
60

87.76
12.24
60

Na Sitrat KT
Ulangan 1
Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

Ulangan 2

Sperma
mati (M)

1
2
2
5
3
4
4
6
5
3
6
6
7
6
8
6
9
6
10
7
Jumlah
51
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)

0
0
0
1
1
3
1
0
0
0
6

Total

Lapang
pandang

2
1
5
2
4
3
7
4
4
5
9
6
7
7
6
8
6
9
7
10
57
Jumlah
Ulangan 1
89.47
10.53
70

Sperma
hidup
(H)

Sperma
mati (M)

5
4
1
4
5
1
0
3
3
5
31
Ulangan 2
64.58
35.42
70

0
0
0
1
3
6
4
0
2
1
17

Total

5
4
1
5
8
7
4
3
5
6
48
Rataan
77.03
22.97
70

Tris KT +Gliserol
Ulangan 1
Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

1
17
2
24
3
13
4
10
5
21
6
27
7
28
8
18
9
26
10
5
Jumlah
189
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)

Ulangan 2

Sperma
mati (M)
0
2
0
3
1
2
1
0
1
1
11

Total

Lapang
pandang

17
1
26
2
13
3
13
4
22
5
29
6
29
7
18
8
27
9
6
10
200
Jumlah
Ulangan 1
94.5
5.5

Sperma
hidup
(H)
45
31
38
28
29
19

190
Ulangan 2
95
5

Sperma
mati (M)
2
1
1
3
1
2

10

Total

47
32
39
31
30
21

200
Rataan
94.75
5.25

Motilitas (%)

70

70

70

Na Sitrat KT +Gliserol
Ulangan 1
Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

1
12
2
14
3
12
4
14
5
8
6
13
7
14
8
19
9
15
10
13
Jumlah
134
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)

Ulangan 2

Sperma
mati (M)
0
1
0
0
0
1
2
1
0
0
5

Total

Lapang
pandang

12
1
15
2
12
3
14
4
8
5
14
6
16
7
20
8
15
9
13
10
139
Jumlah
Ulangan 1
96.40
3.6
65

Sperma
hidup
(H)
32
35
28
42
39
31

207
Ulangan 2
93.24
6.76
60

Sperma
mati (M)
2
2
0
7
0
4

15

Total

34
37
28
49
39
35

222
Rataan
94.82
5.18
62.5

Lampiran 5 Viabilitas dan Morfologi Semen Calon Beku Sapi Setelah Ekuilibrasi
Tris KT +Gliserol
Ulangan 1
Ulangan 2
Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

1
32
2
33
3
20
4
23
5
15
6
5
7
11
8
17
9
8
10
4
Jumlah
168
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)

Sperma
mati (M)
7
6
4
1
0
1
3
2
5
3
32

Total

Lapang
pandang

39
1
39
2
24
3
24
4
15
5
6
6
14
7
19
8
13
9
7
10
200
Jumlah
Ulangan 1
84
16
68

Sperma
hidup
(H)
24
10
15
16
20
15
9
16
11
13
149
Ulangan 2
96.13
3.87
70

Sperma
mati (M)
0
0
0
2
2
0
0
0
1
1
6

Total

24
10
15
18
22
15
9
16
12
14
155
Rataan
90.06
9.94
69

Na Sitrat KT +Gliserol
Ulangan 1
Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

1
2
2
5
3
4
4
6
5
3
6
6
7
6
8
6
9
6
10
7
Jumlah
51
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)

Ulangan 2

Sperma
mati (M)
0
0
0
1
1
3
1
0
0
0
6

Total

Lapang
pandang

2
1
5
2
4
3
7
4
4
5
9
6
7
7
6
8
6
9
7
10
57
Jumlah
Ulangan 1
80.5
19.5
62

Sperma
hidup
(H)

Sperma
mati (M)

5
4
1
4
5
1
0
3
3
5
31
Ulangan 2
79
21
62

0
0
0
1
3
6
4
0
2
1
17

Total

5
4
1
5
8
7
4
3
5
6
48
Rataan
79.75
20.25
62

Lampiran 6 Viabilitas dan Morfologi Semen Beku Sapi Setelah Thawing


Tris KT +Gliserol 25C
Ulangan 1
Ulangan 2
Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

1
17
2
21
3
15
4
22
5
33
6
24
7
29
8
6
9

10

Jumlah
167
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)

Sperma
mati (M)
7
8
7
1
1
5
4
0

33

Total

Lapang
pandang

24
1
29
2
22
3
23
4
34
5
29
6
33
7
6
8

10
200
Jumlah
Ulangan 1
83.5
16.5
60

Sperma
hidup
(H)
22
16
9
16
25
19
10
11
21
14
163
Ulangan 2
81.5
18.5
60

Sperma
mati (M)
0
1
5
4
4
1
6
5
3
8
37

Total

22
17
14
20
29
20
16
16
24
22
200
Rataan
82.5
17.5
60

Tris KT +Gliserol 37C


Ulangan 1
Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

Ulangan 2

Sperma
mati (M)

1
11
2
27
3
27
4
20
5
26
6
21
7
16
8
7
Jumlah
155
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)

3
6
10
5
6
6
6
3
45

Total

Lapang
pandang

14
1
33
2
37
3
25
4
32
5
27
6
22
7
10
8
200
Jumlah
Ulangan 1
77.5
22.5
60

Sperma
hidup
(H)

Sperma
mati (M)

49
52
42
12

155
Ulangan 2
77.5
22.5
70

6
21
16
2

45

Total

55
73
58
14

200
Rataan
77.5
22.5
65

Na Sitrat KT +Gliserol 25C


Ulangan 1
Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

Ulangan 2

Sperma
mati (M)

1
11
2
13
3
10
4
10
5
5
6
7
7
10
8
14
9
10
10
5
Jumlah
95
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)

2
1
7
2
2
3
4
6
4
4
35

Total

Lapang
pandang

13
1
14
2
17
3
12
4
7
5
10
6
14
7
20
8
14
9
9
10
130
Jumlah
Ulangan 1
73.08
26.92
50

Sperma
hidup
(H)

Sperma
mati (M)

21
16
17
16
6
13
17
13
4
5
128
Ulangan 2
83.66
16.34
50

Na Sitrat KT +Gliserol 37C


Ulangan 1

Ulangan 2

2
0
5
5
2
7
2
1
1
0
25

Total

23
16
22
21
8
20
19
14
5
5
153
Rataan
78.37
21.63
50

Lapang
pandang

Sperma
hidup
(H)

1
7
2
38
3
21
4
41
5
29
6
11
Jumlah
147
Perhitungan
Sperma hidup (%)
Sperma mati (%)
Motilitas (%)

Sperma
mati (M)
4
17
5
11
14
2
53

Total

Lapang
pandang

11
1
55
2
26
3
52
4
43
5
13
6
200
Jumlah
Ulangan 1
73.5
26.5
52

Sperma
hidup
(H)
9
13
43
35
36
22
158
Ulangan 2
79
21
55

Sperma
mati (M)
3
3
11
10
10
5
42

Total

12
16
54
45
46
27
200
Rataan
76.25
23.75
53.5

Lampiran 7 Viabilitas dan Morfologi Semen Cair Sapi Hari ke 1 7 Tris - KT

Lampiran 8 Viabilitas dan Morfologi Semen Cair Sapi Hari ke 1 7 Na Sitrat - KT

Anda mungkin juga menyukai