Anda di halaman 1dari 4

LATAR BELAKANG

Kuda termasuk golongan hewan dalam filum Chordata yaitu hewan yang bertulang
belakang, kelas Mamalia yaitu hewan yang menyusui anaknya, ordo Perissodactyla yaitu
hewan berteracak tidak memamahbiak, famili Equidae, dan spesies Equus caballus (Blakely
dan Bade 1994). Kuda memegang peranan penting dalam pengangkutan orang dan barang
selama ribuan tahun. Seiring dengan berjalannya waktu, hewan satu ini pun mulai diminati
sebagai hewan peliharaan (Fathmanto 2008) dan dalam beberapa bidang olahraga,
diantaranya pacuan kuda, ketangkasan berkuda, dan polo.
Menurut Cunha 1991 memelihara atau merawat kuda dibutuhkan ketekunan dan
ketelatenan. Pemeliharaan yang benar akan membuat kuda tumbuh optimal. Namun sering
ditemukan pemeliharaan ternak kuda belum sesuai dengan yang diharapkan. Pemberian
pakan yang seadanya, perawatan yang kurang tepat, menejemen kandang yang kurang baik
dapat menurunkan kesehatan paada kuda.
Infeksi parasit menimbulkan gangguan kesehatan hewan utama di sebagian besar
negara maju dan negara berkembang di seluruh dunia. Beberapa infeksi parasit bahkan
menyebabkan kematian ketika tindakan pengendalian diabaikan (Hayat et al 1987). Menurut
Hinney et al 2011 parasit cacing merupakan bahaya besar yang dapat menurunkan performa
kuda. Strongylosis merupakan salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh cacing
strongylus sp. Parasit cacing terutama tipe strongil, biasanya menginfeksi usus besar kuda
dan dapat menyebabkan penyakit mulai dari yang ringan sampai kematian mendadak. Kuda
terinfeksi karena memakan rumput yang tercemar telur, larva infektif, atau penetrasi melalui
kulit oleh larva infektif. Dampak dari infeksi cacing nematoda sangat besar yaitu
produktivitas kerja yang menurun karena dapat menyebabkan kelemahan, kehilangan berat
badan, kolik, nafsu makan hilang, diare bahkan kematian ( setiawan et al 2014). Oleh karena
itu, perlu dilakukan identifikasi parasit pada kuda untuk mengetahui agen penyebab penyakit
sehingga dapat dilakukan pengobatan dan pencegahan

TUJUAN

Mengetahui jenis endparasit penyebab penyakit hewan, penentuan derajat infeksi


penyakit, pencegahan dan pengendalian penyakit akibat endoparasit.

METODE
Koleksi Sampel
1. Koleksi Sampel Feses
Sampel feses kuda di ambil pada tanggal 7 februari 2017 di Unit Rehabilitasi dan
Reproduksi (URR) FKH IPB dan peternakan kuda di daerah cikampak. Sampel yang diambil
merupakan sampel yang segar atau paling lambat 1-3 jam setelah defekasi. Sampel tersebut
kemudian diperiksa melalui pemeriksaan feses secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan
kualitatif dilakukan dengan metode natif dan pengapungan (floating) sederhana serta
kuantitatif yaitu McMaster untuk memberikan perkiraan jumlah telur.
Metode Pemeriksaan Sampel Feses
a. Metode Natif
Sebanyak 2 gram feses diambil dan dicampurkan dengan aquadest pada mortar
kemudian dihomogenkan. Campuran tersebut kemudian disaring dengan saringan teh dan
diletakan dalam gelas yang baru. Teteskan sebanyak 1 tetes campuran pada dua titik di
gelas objek kemudian ditambahkan pewarna eosin dan juga lugol pada masing-masing
drop sampel. Gelas objek ditutup menggunakan gelas penutup dan diamati di bawah
mikroskop dengan pembesaran 10x untuk melihat kemungkinan adanya protozoa saluran
pencernaan.
b. Metode Pengapungan (floating)
Feses ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukan ke dalam mortar lalu digerus.
Tambahkan sebanyak 58 mL larutan pengapung dan aduk hingga homogen. Campuran
disaring menggunakan saringan teh dan dipindahkan ke dalam gelas dan dilakukan
penyaringan berulang sebanyak 4-5 kali dengan cara memindahkan larutan yang berada
dalam gelas 1 ke gelas lain. Setelah dilakukan penyaringan kemudian campuran
dipindahkan ke dalam tabung reaksi hingga cembung dan biarkan beberapa saat hingga
telur cestoda maupun nematoda terangkat. Bagian atas tabung kemudian di tutup dengan
gelas penutup lalu diletakan pada gelas objek. Amati di bawah mikroskop dengan
perbesaran 10x untuk melihat kemungkinan adanya telur cacing cestoda dan nematoda.
c. Metode McMaster
Metode ini merupakan metode lanjutan dari uji pengapungan. Feses ditimbang
sebanyak 2 gram kemudian dimasukan ke dalam mortar lalu digerus. Tambahkan sebanyak
58 mL larutan pengapung dan aduk hingga homogen. Campuran disaring menggunakan
saringan teh dan dipindahkan ke dalam gelas dan dilakukan penyaringan berulang
sebanyak 4-5 kali dengan cara memindahkan larutan yang berada dalam gelas 1 ke gelas
lain. Setelah itu cairan dimasukan dalam kedua kamar hitung McMaster, kemudian diamati
di bawah mikroskopis dengan perbesaran 10x. Hasil telur yang didapat dalam kamar
hitung McMaster kemudian dihitung dengan menggunakan rumus TTGT.
Cara perhitungan telur pada kamar hitung McMaster :
jumlah telur yang ditemukan volume total larutan
TTGT = x
berat feses volume kamar hitung

d. Metode Sedimentasi
Metode ini digunakan untuk mengidentifikasi telur cacing yang berukuran besar yang
tidak dapat mengapung dalam larutan pengapung. Feses ditimbang sebanyak 2 gram dan
dimasukkan ke dalam mortar, kemudian digerus dalam 58 mL aquades sampai homogen
dan disaring menggunakan saringan teh sebanyak 3 kali. Campuran tersebut dituang ke
dalam gelas, tunggu sekitar 10 menit sampai ada endapan, kemudian buang cairan jernih
pada bagian atas sampai yang tersisa hanya endapannya saja. Kemudian saring endapan
yang didapat dengan saringan bertingkat, berturutturut 400 m, 100 m, dan 45 m.
Kemudian semprotkan aquades ke saringan agar telurtelur yang menempel pada jaring
saringan bertingkat dapat turun. Endapan yang tersisa dalam saringan bertingkat dituang
kembali ke gelas dan diambil 2.5 mL lalu diletakkan di dalam kolam sedimen untuk
diamati di bawah mikroskop. Pengamatan dilakukan pada perbesaran 10x.
2. Koleksi Sampel Darah
Pengambilan sampel darah diambil dari darah anjing, sapi, kerbau, ayam, dan domba.
Pada anjing darah diambil melalui vena saphena, kerbau diambil melalui vena auricularis,
ayam diambil melalui vena brachialis kemudian domba diambil melalui vena jugularis.
Masing-masing sampel diambil menggungakan disposible syringe 3 mL, kemudian setelah
darah didapat dimasukan ke dalam tabung EDTA. Siapkan 2 gelas objek, kemudian setetes
darah diletakan pada tepi gelas objek pertama, dengan perlahan ujung gelas objek ke dua
ditempelkan di atas darah tersebut, diamkan sehingga darah menyebar rata pada sudut gelas
objek kedua. Setelah itu gelas objek ke 2 didorong membentuk sudut 45 oC sehingga
terbentuk ulas darah tipis. Sediaan ulas darah kemudian dikeringkan selama 1 menit dan
difiksasi menggunakan metanol selama 3-5 menit.
Pemeriksaan Sampel Darah
a. Pewarnaan Sampel Ulas Darah
Preparat ulas darah diwarnai menggunakan larutan Giemsa 10% dengan cara
merendamnya selama 30 menit, kemudian dikeringkan.

b. Pemeriksaaan Sampel Ulas Darah


Pemeriksaan ulas darah dilakukan secara acak pada lima lapang pandang dengan
perbesaran 100x. Jumlah parasit intraseluler darah dihitung untuk tiap 500 butir sel darah
merah.

HASIL PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA FESES KUDA

Sampe Sedimentas
l Natif MacMaster Floating i Eosin Lugol

Kuda Strongiloid Cyclopostiu Cyclopoatiu


- Strongiloid -
URR 1 (100) m edentatum m edentatum

Kuda Strongiloid Cyclopostiu Cyclopoatiu


- Strongiloid -
URR 2 (100) m edentatum m edentatum

Kuda Cyclopostiu Cyclopoatiu


- - - -
H. Dwi m edentatum m edentatum

KASUS PILIHAN

Anamnesa
Kuda 1 dipelihara di Unit Rehabilitasi dan Reproduksi (URR). Di tempat tersebut
juga terdapat ternak sapi, domba, ayam. Kuda 1 masuk URR pada tanggal 16 januari 2017.
Kuda tersebut terlihat kurus, mengalami penurunan berat badan (kaheksia). Kuda dipelihara
di dalam kandang, setiap pagi dan sore kuda tersebut di gunakan untuk latihan berkuda.
Kondisi kandang kuda terlihat baik.
Signalment
Nama : putri Minahasa
Jenis hewan : kuda
Breed : kuda G
Jenis kelamin : betina
Warna kulit : coklat
Frek nafas : 24x menit
Frek jantung : 32x menit

Status present
Habitus : baik
Sikap berdiri : berdiri pada empat kaki
Tingkah laku : jinak
Gizi : baik
Pertumbuhan badan : baik

Blakely J, Bade DH. 1994. Ilmu Peternakan (terjemahan). Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press.
Fathmanto M. 2008. Status Kesehatan dan Manajemen Pemeliharaan Kuda Delman di Kota
Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Cunha T. J. 1991. Feeding and Nutrition Horse. Edisi Ke-2. San Diego California (US):
Academic Press Inc.
Hayat B, Qasim Khan M, Hayat C S, and Iqbal Z. 1987. Studies on the incidence of gastro-
intestinal nematodas of horses in Faisalabad city. Pak. Vet. J.(1): 145-147.
Hinney B N C,. Wirtherle M, Kyule N, Miethe K, Zessin dan Clausen P. 2011. Prevalence of
helminths in horses in the state of Brandenburg. Germany, Parasitology Research.
(108): 1083-1091.
Setiawan D K, Dwinata I M, Oka I B M. 2014. Identifikasi Jenis Cacing Nematoda Pada
Saluran Gastrointestinal Kuda Penarik Cidomo di Kecamatan Selong, Lombok Timur.
Indonesia Medicus Veterinus . 3(5) : 351-358

Anda mungkin juga menyukai