Anda di halaman 1dari 37

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1

Identifikasi Pasien
Nama

: Tn. SB

Usia

: 60 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Desa Mangunjaya RT 05, Talang Kelapa, Kab.


Banyuasin, Sumatera Selatan

1.2

Pendidikan

: SLTA

Pekerjaan

: Buruh

No. Med Rek

: 582270

MRS

: 10 Oktober 2016

Anamnesis
a. Keluhan Utama : Pasien dikonsulkan dari bagian penyakit dalam RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang untuk dilakukan pemeriksaan gigi
dan mulut untuk mengevaluasi dan tatalaksana adakah tanda-tanda fokal
infeksi
b. Keluhan Tambahan : Pasien mengeluh nyeri saat berbicara karena lidah
mengenai gigi yang rapuh.
c. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien dirawat di bagian penyakit dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang dengan diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan obesitas +
Polisitemia vera sekunder + hipertensi terkontrol. Os mengeluh giginya
rapuh sehingga menimbulkan sensasi nyeri pada lidah saat os berbicara,
sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dan mulut untuk melihat ada
tidaknya fokal infeksi. Pasien tidak merasakan keluhan seperti sakit gigiatau
mulut terasa kering.Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan gigi ke
dokter gigi.
1

a. Riwayat Penyakit atau Kelainan Sistemik


Penyakit atau Kelainan Sistemik

Ad

Alergi : debu, dingin


Penyakit Jantung
Penyakit Tekanan Darah Tinggi
Penyakit Diabetes Melitus
Penyakit Kelainan Darah
Penyakit Hepatitis A/B/C/D/E/F/G/H
Kelainan Hati Lainnya
HIV/ AIDS
Penyakit Pernafasan/paru
Kelainan Pencernaan
Penyakit Ginjal
Penyakit / Kelainan Kelenjar ludah
Epilepsi
b.

Disangkal

Riwayat Penyakit Gigi dan Mulut Sebelumnya


- Penderita tidak pernah melakukan tambal gigi
- Riwayat trauma (-)
- Riwayat membersihkan karang gigi (-)
c. Riwayat Kebiasaan Buruk
- Kebiasaan menggosok gigi: tidak teratur dan kadang sama sekali
1.3

tidak gosok gigi.


Riwayat perawatan/kontrol gigi tidak pernah.
Riwayat kebiasaan memakan coklat dan permen disangkal.
Riwayat kebiasaan makan pada sisi kanan.
Kebiasaan merokok (+)

Pemeriksaan Fisik
a. Status Umum Pasien
1.
Rujukan
2. Keadaan Umum Pasien
3. Berat Badan
4. Tinggi Badan
5. BMI
Vital Sign
a) Tekanan Darah

: dari bagian Penyakit Dalam RSMH


: Kompos Mentis
: 88 kg
: 170 cm
: Overweight

: 100/70 mmHg
2

b)
c)
d)
e)

Nadi
RR
T
Pupil mata

: 92x/menit
: 20x/menit
: 36,4C
: miosis, 3 mm/3 mm, refleks cahaya +/+

b. Pemeriksaan Ekstra Oral


- Wajah
- Bibir

: simetris kanan = kiri


: tidak ada kelainan
- KGB : tidak terdapat pembesaran
kelenjar getah bening
- TMJ : tidak ada kelainan

c. Pemeriksaan Intra Oral


- Debris
- Plak
- Kalkulus
- Perdarahan Papilla Interdental
- Gingiva
- Mukosa bukal
- Mukosa palatum
- Mukosa labial
- Palatum
- Lidah
- Dasar Mulut
- Hubungan Rahang
- Kelainan Gigi Geligi

: ada, di semua regio


: ada, di semua regio
: ada, di semua regio
: tidak ada
: tidak ada kelainan
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: dalam batas normal
: tidak ada kelainan
: dalam batas normal
: tidak ada kelainan
: ortognatia
: lihat status lokalis

d. Status Lokalis
Gigi

Lesi

Sondase

CE

Perkusi

Palpasi

12

Radix

Td

Td

Diagnosis/
ICD
Gangren Radix

28

Radix

Td

Td

Gangren Radix

Pro extraksi

46

Radix

Td

Td

Pro extraksi

25

Oklusal

Td

Td

Gangren Radix
Erosi +
Luksasi Grade
II

33

Email

Td

Td

Karies Email

34

Email

Td

Td

Karies Email

35

Email

Td

Td

Karies Email

Terapi
Pro extraksi

Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif

36

Email

Td

Td

Karies Email

44

Email

Td

Td

Karies Email

45

Email

Td

Td

Karies Email

14

Dentin

Td

Td

Karies Dentin

43

Dentin

Td

Td

Karies Dentin

Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif
Pro
Konservatif

Td: Tidak dilakukan

Gambar 1. Tampak Depan

Gambar 2. Tampak Kalkulus Pada Regio Rahang Atas, Radix Pada 12, Missing
Teeth Pada 15, 16, 17

Gambar 3. Tampak Oral Higine Yang Buruk Dari Pasien

Gambar 4. Tampak Pada 25 Erosi Dan Luksasi Grade II, Missing Teeth 26, 27.

Gambar 5. Tampak Missing Teeth Pada 37, 38, 47, 48. Radix 46.
e. Odontogram
D5

IV

III

II

II

III

IV

IV

III

II

II

III

IV

D3

D3

D5

D3

D3

D2

f. Temuan Masalah
a. Calculus pada semua regio
b. Gangren Radix pada 12, 28, 46
c. Erosi + luksasi grade II pada 25
d. Karies Dentin pada 14, 43
5

D2

e. Karies Email pada 33, 34, 35, 36, 44, 45


g. Perencanaan Terapi
a. Calculus pada semua regio disarankan untuk scaling
b. Gangren Radix pada 12, 28, 46Pro Extraksi
c. Erosi + luksasi grade II pada 25 Pro Konservatif
d. Karies Dentin pada 14, 43 dan Karies Email pada 33, 34, 35, 36,
44, 45 Pro Konservatif
e. Dental Health Education

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Anatomi Gigi

2.1.1 Bagian Gigi


Gigi mempunyai beberapa bagian, yaitu:
a. Bagian akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang rahang
dikelilingi atau dilindungi oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat dilihat.
c. Cusp adalah tonjolan runcing atau tumpul yang terdapat pada mahkota.

Gambar 2.1 Bagian Gigi


2.1.2 Bentuk Gigi Permanen
Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap rahang. Di
tiap rahang terdapat:
a. Empat gigi depan (gigi insisivus). Bentuknya seperti sekop dengan tepi yang
lebar untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi insisivus atas lebih besar
daripada gigi yang bawah.
b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini kuat
dan menonjol di sudut mulut. Hanya mempunyai satu akar.
c. Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil. Mahkotanya bulat hampir seperti
bentuk kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi dan satu di

sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu akar, bebrapa


mempunyai dua akar.
d. Enam gigi molar. Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di dalam
mulut
digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar mempunyai mahkota
persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang mempunyai tiga, empat, atau lima
tonjolan. Gigi molar di rahang atas mempunyai tiga akar dan gigi molar di rahang
bawah mempunyai dua akar.

Gambar 2.2 Bentuk Gigi Permanen

Gambar 2.3 Gigi Primer dan Permanen


8

2.1.3 Jaringan Gigi


Gigi terdiri dari beberapa jaringan, yaitu:
1

Enamel
Enamel merupakan bahan yang tidak ada selnya dan juga merupakan

satu-satunyakomponen dalam tubuh manusia yang tidak mempunyai


kekuatan

reparatif

karena

itu

regenerasi

enamel

tidak

mungkin

terjadi.Struktur enamel gigi merupakan susunan kimia kompleks, sebagian


besar terdiri dari 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, dan fluor), air 1%
dan bahan organik 2%, yang terletak dalam suatu pola kristalin. Karena
susunan enamel yang demikian maka ion-ion dalam cairan rongga mulut
dapat masuk ke enamel bagian dalam dan hal ini memungkinkan terjadinya
transport ion-ion melalui permukaan dalam enamel ke permukaan luar
sehingga akan terjadi perubahan enamel.
2

Dentin
Seperti halnya enamel, dentin terdiri dari kalsium dan fospor tetapi

dengan proporsiprotein yang lebih tinggi (terutama collagen). Dentin adalah


suatu jaringan vital yang tubulus dentinnya berisi perpanjangan sitoplasma
odontoblas. Sel-sel odontoblas mengelilingi ruang pulpa dan kelangsungan
hidupnya bergantung kepada penyediaan darah dan drainase limfatik
jaringan pulpa. Oleh karena itu dentin peka terhadap berbagai macam
rangsangan,

misal:

panas

dan

dingin

serta

kerusakan

fisik

termasukkerusakan yang disebabkan oleh bor gigi.


3

Cementum
Cementum adalah penutup luar tipis pada akar yang mirip strukturnya

dengantulang.
4

Pulpa
Pulpa terdapat dalam gigi dan terbentuk dari jaringan ikat yang

berisikan urat-uratsyaraf dan pembuluh-pembuluh darah yang mensuplai


dentin. Urat-urat syaraf ini mengirimkan rangsangan, seperti panas dan
dingin dari gigi ke otak, di mana hal ini dialami sebagai rasa
9

sakit.Rangsangan

yang

membangkitkan

reaksi

pertahanan

adalah

rangsangan dari bakteri (pada karies), rangsangan mekanis (pada trauma,


fraktur gigi, preparasi kavitas, dan keausan gigi), serta bisa juga disebabkan
oleh rangsangan khemis misalnya asam dari makanan, bahan kedokteran
gigi yang toksik, atau dehidrasi dentin yang mungkin terjadi pada saat
preparasi kavitas/pengeboran gigi.

2.2

Karies

2.2.1 Definisi Karies


Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies
gigi adalahsuatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral
email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya
yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul
destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Dengan
perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam
dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh
tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang
disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan
gigi, dan waktu.
2.2.2 Tanda Karies
Tanda-tanda karies gigi merupakan suatu keretakan pada email atau kavitas
pada gigi, dentin di dalam kavitas lebih lunak dari pada dentin di sekelilingnya,
dan merupakan suatu daerah pada email yang mempunyai warna yang berbeda
dengan email sekelilingnya. Karies yang berkembang cepat biasanya berwarna
agak terang, sedangkan karies yang berkembang lambat biasanya berwarna agak
gelap. Akan tetapi pit (lekukan pada email gigi) dan fisura (bentuk lekukan email
gigi pada gigi molar dan pre molar) kadang-kadang berwarna tua, bukan karena
karies gigi, tetapi karena noda akibat beberapa makanan

10

2.2.3 Klasifikasi Karies Gigi


2.2.3.1 Berdasarkan ICDAS
Kriteria lesi karies D1-D6 berdasarkan International Caries Detection and
Assessment

System

(ICDAS)s

International

Caries

Classification

and

Management System (ICCMS), yaitu:

D1: merupakan suatu lesi dini yang terlihat adanya lesi putih (white

spot) pada permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan kering.
D2: merupakan suatu lesi yang terlihat adanya lesi putih (white spot)

pada permukaan gigi pada saat gigi dalam keadaan basah.


D3: lesi minimal pada permukaan email gigi (karies email).
D4: lesi email lebih dalam dengan tampaknya bayangan gelap dentin
atau lesi sudah menyerang bagian dentino enamel junction

(DEJ)/karies dentin terbatas.


D5: lesi telah menyerang dentin/karies dentin luas.
D6: lesi sudah menyerang pulpa/karies pulpa.

Gambar 2.6 Lesi Karies ICDAS

11

Gambar 2.7 Lesi Karies D1-D6


2.2.3.2 Berdasarkan Stadium Karies
1

Karies Superfisialis
Karies yang baru mengenai email, belum mengenai dentin.

Gambar 2.11 Karies Superfisial


Karies Media
Karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin.

Gambar 2.12 Karies Media

Karies Profunda
Karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang
sudah mengenai pulpa.

12

Gambar 2.13 Karies Profunda


2.2.4 Etiologi Karies
Etiologi karies terdiri atas multifaktorial. Ada empat faktor utama yang
memegang peranan dalam proses terjadinya karies, yaitu faktor host, agen atau
mikroorganisme, substrat atau diet, dan waktu sebagai empat lingkaran yang
tumpang tindih.Untuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus
saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang
kariogenik, substrat yang sesuai, dan waktu yang lama.
2.2.4.1 Faktor Host (Tuan Rumah)
Ada beberapa hal yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah
terhadap karies gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel (email), faktor
kimia dan kristalografis, saliva. Kawasan-kawasan yang mudah diserang karies
adalah pit dan fisure pada permukaan oklusal dan premolar. Permukaan gigi yang
kasar juga dapat menyebabkan plak yang mudah melekat dan membantu
perkembangan karies gigi. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan
enamel. Semakin banyak enamelmengandung mineral maka kristal enamel
semakin padat dan enamel akan semakin resisten.
Gigi susu lebih mudah terserang karies dari pada gigi tetap, hal ini
dikarenakan gigi susu lebih banyak mengandung bahan organik dan air dari pada
mineral, dan secara kristalografis mineral dari gigi tetap lebih padat bila
dibandingkan dengan gigi susu. Alasan mengapa susunan kristal dan mineralisasi
gigi susu kurang adalah pembentukan maupun mineralisasi gigi susu terjadi dalam

13

kurun waktu 1 tahun sedangkan pembentukan dan mineralisasi gigi tetap 7-8
tahun.
Saliva mampu meremineralisasikan karies yang masih dini karena banyak
sekali mengandung ion kalsium dan fosfat. Kemampuan saliva dalam melakukan
remineralisasi meningkat jika ada ion fluor. Selain mempengaruhi komposisi
mikroorganisme di dalam plak, saliva juga mempengaruhi pH.
2.2.4.2 Faktor Agen (Mikroorganisme)
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies.
Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada
permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Komposisi mikroorganisme dalam plak
berbeda-beda, pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis
yang paling banyak dijumpai seperti Streptococcus mutans,Streptococcus sanguis,
Streptococcus mitis, Streptococcus salivarus, serta beberapa strain lainnya, selain
itu dijumpai juga Lactobacillus dan beberapa beberapa spesies Actinomyces.
Plak bakteri ini dapat setebal beratus-ratus bakteri sehingga tampak sebagai
lapisan putih. Secara histometris plak terdiri dari 70% sel-sel bakteri dan 30%
materi interseluler yang pada pokoknya berasal dari bakteri.
2.2.4.3 Pengaruh Substrat atau Diet
Faktor subtrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme bakteri dalam
plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi
asam serta bahan lain yang aktif yang menyababkan timbulnya karies. Dibutuhkan
waktu minimum tertentu bagi plak dan karbohidrat yang menempel pada
gigiuntuk membentuk asam dan mampu mengakibatkan demineralisasi email.
Karbohidrat ini menyediakan substrat untuk pembuatan asam bagi bakteri
dan sintesa polisakarida ekstra sel. Orang yang banyak mengkonsumsi karbohidrat
terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan gigi, sebaliknya pada orang
14

dengan diet banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali
tidak memliki karies gigi. Hal ini dikarenakan adanya pembentukan ekstraseluler
matriks (dekstran) yang dihasilkan karbohidrat dari pemecahan sukrosa menjadi
glukosa dan fruktosa.
Glukosa ini dengan bantuan Streptococcus mutans membentuk dekstran
yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi. Oleh karena
itu sukrosa merupakan gula yang paling kariogenik (makanan yang dapat memicu
timbulnya kerusakan/karies gigi atau makanan yang kaya akan gula). Sukrosa
merupakan gula yang paling banyak dikonsumsi, maka sukrosa merupakan
penyebab karies yang utama.
Makanan dan minuman yang mengandung gula akan menurunkan pH plak
dengan cepat sampai pada level yang dapat menyebabkan demineralisasi email.
Plak akan tetap bersifat asam selama beberapa waktu. Untuk kembali ke pH
normal sekitar 7, dibutuhkan waktu 30-60 menit. Oleh karena itu, konsumsi gula
yang sering dan berulang-ulang akan tetap menahan pH plak di bawah normal dan
menyebabkan demineralisasiemail.
2.2.4.4 Faktor Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Adanya kemampuan saliva
untuk mendepositkan kembali mineral selama berlangsungnya proses karies,
menandakan bahwa proses karies tersebut terdiri atas perusakan dan perbaikan
yang silih berganti.
Adanya saliva di dalam lingkungan gigi mengakibatkan karies tidak
menghancurkan gigi dalam hitungan hari atau minggu, melainkan dalam bulan
atau tahun. Lamanya waktu yangdibutuhkan karies untuk berkembang menjadi
suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-48bulan. Dengan demikian
sebenarnya terdapat kesempatan yang baik untuk menghentikan penyakit ini.
2.2.4.5 Kebiasaan Makan
Pada zaman modern ini, banyak kita jumpai jenis-jenis makanan yang
bersifat manis, lunak dan mudah melekat misalnya permen, coklat, bolu, biscuit
15

dan lain-lain. Di mana biasanya makanan ini sangat disukai oleh anak-anak.
Makanan ini karena sifatnya yang lunak maka tidak perlu pengunyahan sehingga
gampang melekat pada gigi dan bila tidak segera dibersihkan maka akan terjadi
proses kimia bersama dengan bakteri dan air ludah yang dapat merusak email gigi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan pada dasarnya adalah:
a. Faktor ekstrinsik (yang berasal dari luar manusia) seperti lingkungan alam,
lingkungan sosial, lingkungan budaya serta lingkungan ekonomi.
b. Faktor intrinsik (yang berasal dari dalam diri manusia), seperti: asosiasi
emosional, keadaan jasmani dan kejiwaan yang sedang sakit serta penilaian yang
lebih terhadap mutu makanan juga merupakan faktor intrinsik.
Penelitian Nizel (1981) pada anak umur 6 tahun di Inggris yang dikutip oleh
Kosasih (2007) menguraikan bahwa makanan yang berbentuk lunak dan lengket
dapat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit karies gigi. Beliau juga
menguraikan tentang adanya hubungan antara zat gizi seperti vitamin dan mineral,
protein hewani dan nabati, serta karbohidrat yang terkandung dalam makanan
sehari-hari dapat mempengaruhi terjadinya penyakit karies gigi. Hal ini yang
perlu mendapat perhatian tidak hanya nutrisi saja, tetapi cara mengonsumsi jenis
makanan dan waktu pemberian, karena semua ini akan mempengaruhi kesehatan
gigi dan mulut.
Sukrosa adalah salah satu jenis karbohidrat yang terkandung dalam
makanan lainnya yang merupakan substrat untuk pertumbuhan bakteri yang pada
akhirnya akan meningkatkan proses terjadinya karies gigi.
Selain faktor langsung (etiologi), juga terdapat faktor-faktor tidak langsung
yang disebutsebagai faktor resiko luar, yang merupakan faktor predisposisis dan
faktor penghambat terjadinya karies yaitu umur, jenis kelamin, sosial ekonomi,
penggunaan fluor, jumlah bakteri, dan perilaku yang berhubungan dengan
kesehatan gigi. Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan mulut khususnya
karies tidak terlepas dari kebiasaan merokok/penggunaan tembakau, konsumsi
alkohol, kebersihan rongga mulut yang tidak baikdan diet makanan.
2.2.5 Proses Terbentuknya Karies
16

Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plaque di permukaan


gigi, sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada
waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH
mulut menjadi kritis (5,5) dan akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut
menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah
dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang).
Lesi email awal di dapat saat level PH pada permukaan gigi lebih rendah sehingga
tidak dapat diimbangi dengan remineralisasi, tetapi tidak cukup rendah untuk
menghambat proses remineralisasi pada daerah permukaan email. Ion asam
berpenetrasi dalam menuju porus lapisan prisma yang dapat menyebabkan
demineralisasi subpermukaan. Permukaan gigi dapat tetap utuh karena adanya
remineralisasi di permukaan yang disebabkan peningkatan level ion fluoride, ion
Ca2+ dan HPO 42+, dan juga saliva.
Bakteri plak akan memenuhi kavitas dan membuat proses remineralisasi
semakin sulit dan kurang efektif sehingga kompleks dentin-pulpa akan menjadi
aktif. Pulpa akan menghasilkan respon segera terhadap invasi asam pada tubuli
paling luar. Akan terdapat mineralisasi pada kanal lateral yang menggabungan
tubuli dentin sehingga menghasilkan lapisan translusen.
Hal ini tidak terlihat secara klinis tetapi dapat diungkapkan secara radiograf
dan dapat dilihat apabila seluruh dentin yang terdemineralisasi diangkat pada saat
preparasi kavitas. Hal ini sebenarnya adalah suatu reaksi pertahanan dari pulpa
yang membuktikan pulpa dan dentin merupakan satu kesatuan organ dan memiliki
kemampuan yang sama dalam proses penyembuhan. Sekali demineralisasi
berlanjut dari email menuju dentin dan bakteri menjadi permanen didalam kavitas,
mereka akan menerobos ke dalam dentin yang lebih dalam dengan sendirinya.
Demineralisasi masih dapat dikontrol dengan diet substrat tetapi bakteri juga akan
memproduksi asam untuk melarutkan hidroksapatit pada dentin yang lebih dalam.
Tekstur dan warna dentin akan berubah seiring perkembangan lesi. Tekstur akan
berubah karena demineralisasi dan warna akan bertambah gelap akibat produk
bakteri atau noda dari makanan dan minuman. Pada lesi kronik, perubahan warna
akan lebih terlihat dan tekstur dasar kavitas akan lebih lunak.
17

Proses karies akan terus berlanjut, mencapai pulpa dan menimbulkan infeksi
pulpa sehingga terjadi kematian pulpa atau nekrosis dan selanjutnya menjadi
abses. Secara radiografis, gambaran abses gigi permanen akan tampak disekitar
periapikal sedangkan pada gigi susu, abses kronik berupa kerusakan interradikular, terutama terlihat di daerah bifurkasi. Secara klinis infeksi telah
menyebar ke jaringan lunak didaerah bukal berupa parulis atau abses ginggival
berupa eksudat, yang akan pecah dan meninggalkan saluran fistel. Infeksi kronis
yang terjadi pada gigi susu pada saat pembentukan aktif dari mahkota gigi
permanen erupsi dengan efek hipoplasia atau hipokalsifikasi email. Hal ini sering
dijumpai pada gigi premolar.
Kesimpulan Tahapan Proses Karies
1. Small Pit
Mikroorganisme mulai menyerang bagian gigi yang rentan, yaitu pit.
2. Bluish White Area
Dentin lebih lunak email sehingga mikroorganisme akan menyerang dentino
enamel junction yang akan menimbulkan warna keputihan pada email.
3. Open Cavity
Jika penyerangan mikroorganisme terus berlanjut, maka akan terlihat
kavitas besar warna coklat muda.
4. Pulpitis
Pulpa mulai diserang sehingga menimbulakan infeksi.
5. Apical abscess
Pulpa sudah mati dan pulpitis mulai merambah ke ligament periodontal.

Gambar 2.14 Tahapan Karies Gigi Sampai Menjadi Periodontitis

18

2.2.6 Pencegahan
2.2.6.1 Pencegahan Primer
Hal ini ditandai dengan:
a. Upaya meningkatkan kesehatan (health promotion)
Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara menyingkirkan
plak yang efektif atau cara menyikat gigi dengan pasta gigi yang mengandung
fluor dan menggunakan benang gigi (dental floss).
b. Memberikan perlindungan khusus (spesific protection)
Upaya perlindungan khusus yaitu untuk melindungi host dari serangan
penyakit dengan membangun penghalang untuk melawan mikroorganisme.
Aplikasi pit dan fisur silen merupakan upaya perlindungan khusus untuk
mencegah karies.
2.2.6.2 Pencegahan Sekunder
Yaitu untuk menghambat atau mencegah penyakit agar tidak berkembang
atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan pada diagnosa dini dan pengobatan yang
tepat. Sebagai contoh melakukan penambalan pada gigi dengan lesi karies yang
kecil dapat mencegah kehilangan struktur gigi yang luas.
a. Diagnosa Dini
Penegakan diagnosis lesi karies secara dini makin menjadi hal yang sangat
penting sejak disadari bahwa karies bukan hanya suatu proses demineralisasi saja
melainkan proses destruksi dan reparasi yang silih berganti. Penegakan diagnosis
karies gigi memerlukan pencahayaan yang baik dan obyek (gigi) yang kering dan
bersih. Jika terdapat banyak kalkulus atau plak, maka semuanya harus dibersihkan
terlebih dahulu sebelum mencoba menegakkan diagnosis dengan tepat. Setelah
gigi sudah kering maka tiap kuadran gigi diisolasi dengan gulungan kapas agar
pembasahan olehsaliva dapat dicegah. Gigi harus betul-betul kering dan
pengeringannya biasanya dengan udara yang disemprotkan perlahan-lahan.
Untuk menentukan tanda awal karies diperlukan penglihatan tajam.
Biasanya pemeriksaan tanda awal karies diperlukan sonde yang tajam sampai
terasa menyangkut. Sebaiknya hal ini jangan dilakukan pada lesi karies yang
19

masih baru mulai karena sonde tajam akan merusak lesi karies yang masih baru
mulai dan sonde akan membawa bakteri ke dalam karies sehingga penyebaran
karies akan semakin cepat.
b. Tindakan
Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak dapat
disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obat-obatan. Gigi tersebut
hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi pengunyahan semula dengan
melakukan pemboran, yang pada akhirnya gigi tersebut akan ditambal.
Dalam proses penambalan, hal yang pertama sekali dilakukan adalah
pembersihan gigi yang karies yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak
dan jaringan gigi yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri
penyebab karies telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan terjadinya infeksi
ulang. Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke dalam gigi atau
di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan yang digunakan adalah perak
amalgam, resin komposit, semen ionomer kaca, emas tuang, porselen.
Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak digunakan untuk
gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya tidak terlihat dari luar. Perak
amalgam relatif tidak mahal dan bertahan sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih
mahal tetapi lebih kuat dan bisa digunakan pada karies yang sangat besar.
Campuran damar dan porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya
mendekati warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih
mahal dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada gigi
belakang yang digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer merupakan tambalan
dengan warna yang sama dengan gigi. Bahan ini diformulasikan untuk
melepaskan fluor, yang memberi keuntungan lebih pada orang-orang yang
cenderung mengalami pembusukan pada garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan
untuk menggantikan daerah yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan

20

Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk penambalan
sudah sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain mencabut gigi yang telah
rusak tersebut. Dalam proses pencabutan maka pasien akan dibius, di mana
biasanya pembiusan dilakukan lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang
mati rasa dan pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien
tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.
2.2.6.3 Pencegahan Tersier
Adalah pelayanan yang ditujukan terhadap akhir dari patogenesis penyakit
yang dilakukanuntuk mencegah kehilangan fungsi, yang meliputi:
a. Pembatasan Cacat (Disability Limitation), merupakan tindakan pengobatan
yang parah, misalnya pulp capping, pengobatan urat syaraf (perawatan saluran
akar), pencabutan gigi dan sebagainya.
b. Rehabilitasi (Rehabilitation), merupakan upaya pemulihan atau pengembalian
fungsi dan bentuk sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan gigi tiruan
(protesa).
2.3

Gangren Radix

2.3.1 Definisi
Gangren radiks adalah tertinggalnya sebagian akar gigi. Jaringan akar gigi
yang tertinggal merupakan jaringan mati yang merupakan tempat subur bagi
perkembangbiakan bakteri.
2.3.2 Etiologi
Gangren radiks dapat disebabkan oleh karies, trauma, atau ekstraksi yang
tidak sempurna.
2.3.3 Patogenesis
Karies dapat terjadi akibat pertumbuhan bakteri di dalam mulut yang
mengubah karbohidrat yang menempel pada gigi menjadi suatu zat bersifat asam
yang mengakibatkan demineralisasi email. Umumnya, proses remineralisasi dapat
21

dilakukan oleh air liur, namun jika terjadi ketidakseimbangan antara


demineralisasi dan remineralisasi, maka akan terbentuk karies (lubang) pada gigi.
Karies kemudian dapat meluas dan menembus lapisan dentin. Pada tahap ini, jika
tidak ada perawatan, dapat mengenai daerah pulpa gigi yang banyak berisi
pembuluh darah, limfe dan syaraf. Pada akhirnya, akan terjadi nekrosis pulpa,
meninggalkan jaringan mati dan gigi akan keropos perlahan hingga tertinggal sisa
akar gigi.
Mahkota gigi dapat patah akibat trauma pada gigi, seperti terbentur benda
keras saat terjatuh, berkelahi, atau sebab lainnya. Seringkali mahkota gigi yang
patah menyisakan akar gigi yang masih tertanam dalam gusi, dengan pulpa gigi
yang telah mati.
Pencabutan tidak sempurna juga sering menyebabkan gangren radiks. Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain struktur gigi yang rapuh, akar gigi
yang bengkok, akar gigi yang menyebar, kalsifikasi gigi, aplikasi forceps yang
kurang tepat dan tekanan yang berlebihan pada waktu tindakan pencabutan.
Sisa akar gigi atau gangren radiks yang hanya dibiarkan saja dapat muncul
keluar gusi setelah beberapa waktu, hilang sendiri karena teresorbsi oleh tubuh,
atau dapat berkembang menjadi abses, kista dan neoplasma. Setiap sisa akar gigi
juga berpotensi untuk mencetuskan infeksi pada akar gigi dan jaringan penyangga
gigi. Infeksi ini menimbulkan rasa sakit dari ringan sampai hebat, terjadi
pernanahan, pembengkak pada gusi atau wajah hingga sukar membuka mulut
(trismus). Pasien terkadang menjadi lemas karena susah makan. Pembengkakan
yang terjadi di bawah rahang dapat menginfeksi kulit, menyebabkan selulitis atau
flegmon, dengan kulit memerah, teraba keras bagaikan kayu, lidah terangkat ke
atas dan rasa sakit yang menghebat. Perluasan infeksi ini sangat berbahaya,
bahkan penanganan yang terlambat dapat merenggut jiwa, seperti pada angina
Ludwig.
Infeksi

pada

akar

gigi

maupun

jaringan

penyangga

gigi

dapat

mengakibatkan migrasinya bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh darah.


Teori ini dikenal dengan fokal infeksi. Keluhan seperti nyeri, bengkak dan
pembentukan pus (nanah) adalah reaksi tubuh terhadap infeksi gigi. Bakteri yang
22

berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga mulut, kulit,
mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung,
persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun
antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi
yang telah terjadi. Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang
sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal.
Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar
gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses
pengunyahan

yang

sempurna.

Gangguan

pengunyahan

menjadi

alasan

masyararakat untuk membuat gigi tiruan. Masalahnya, sampai sekarang banyak


yang masih membuat gigi tiruan di atas sisa akar gigi. Keadaan ini bisa memicu
infeksi lebih berat.
2.3.4 Tatalaksana
Infeksi

pada

akar

gigi

maupun

jaringan

penyangga

gigi

dapat

mengakibatkan migrasinya bakteri ke organ yang lain melalui pembuluh darah.


Teori ini dikenal dengan fokal infeksi. Keluhan seperti nyeri, bengkak dan
pembentukan pus (nanah) adalah reaksi tubuh terhadap infeksi gigi. Bakteri yang
berasal dari infeksi gigi dapat meluas ke jaringan sekitar rongga mulut, kulit,
mata, saraf, atau organ berjauhan seperti otot jantung, ginjal, lambung,
persendian, dan lain sebagainya.
Gigi atau sisa akar seperti ini sebaiknya segera dicabut (ekstraksi), namun
antibiotik umumnya diberikan beberapa hari sebelumnya untuk menekan infeksi
yang telah terjadi. Pencabutan tidak dapat dilakukan dalam keadaan gigi yang
sedang sakit, karena pembiusan lokal (anestesi lokal) seringkali tidak maksimal.
Sisa akar gigi yang tertinggal ukurannya bervariasi mulai dari kurang dari 1/3 akar
gigi sampai sebatas permukaan gusi.
Gigi yang tinggal sisa akar tidak dapat digunakan untuk proses
pengunyahan

yang

sempurna.

Gangguan
23

pengunyahan

menjadi

alasan

masyararakat untuk membuat gigi tiruan. Masalahnya, sampai sekarang banyak


yang masih membuat gigi tiruan di atas sisa akar gigi. Keadaan ini bisa memicu
infeksi lebih berat.
2.5

Manifestasi Oral pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2


Diabetes mellitus adalah kelainan yang termasuk dalam kelompok

heterogenus yang dicirikan dengan peningkatan kadar glukosa.1 Diabetes tipe 1


terjadi akibat adanya defisiensi absolute dari insulin yang paling sering
diakibatkan oleh autoimun, kerusakan dari produksi insulin oleh sel B pankreas,
bisa juga disebabkan oleh faktor lain yaitu diabetes mellitus tipe 2. Otot, sel
lemak dan sel lainnya menjadi kebal terhadap insulin. Ini merupakan mekanisme
kompensasi yang mempengaruhi sel B untuk memproduksi insulin secara
berlebihan. Diabetes mellitus tipe 2 terjadi ketika kompensasi tersebut tidak cukup
untuk mempertahankan kadar glukosa diambang normal.2-3 Tahun 2025, 300ribu
orang di seluruh dunia diperkirakan terjangkit diabetes mellitus dengan prevalensi
6.4%.4-5
Negara dengan penduduk terbanyak terjangkit diabetes mellitus di tahun
2025 diperkirakan adalah India, Cina, Amerika Serikat. 5-10% dari kasus diabetes
mellitus di seluruh dunia6 adalah diabetes mellitus dan 80% atau lebih adalah
diabetes mellitus tipe 2 di kalangan anak muda >20 tahun di seluruh dunia. 7
Perbandingan yang sama antara laki-laki dan perempuan terjangkit diabetes
mellitus tipe 1 di populasi anak muda.8 Dilaporkan secara luas 90% kasus diabetes
mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2. Kelainan ini diangkkap akibat adanya
kelainan metabolic pada kalangan dewasa. Meskipun di kalangan muda, remaja,
dan anak-anak juga sering terjadi.9
PENYAKIT PERIODONTAL
Periodontitis merupakan salah satu penyakit oral yang paling luas dan
dikarakteristikkan dengan hilangnya jaringan ikat dalam periodontium dan
kerusakan tulang penyangga alveolar118-119. Periodontitis yang berat dapat terjadi
akibat hilangnya gigi, ditemukan dalam 5-20% kebanyakan populasi dewasa
24

diseluruh dunia. Data terakhir tahun 2009 dan 2010 dari National Health and
Nutrition Examination Survey memperkirakan lebih dari 47% dewasa amerika
memiliki periodontitis120.
Penelitian epidemiologi menunjukkan hampir 25% dewasa Australia usia
35-54 tahun memiliki periodontitis sedang atau berat, dan 34% dari dewasa usia
30-39 tahun yang tinggal di pomerania memiliki periodontitis 121. Anak-anak dan
dewasa dapat memiliki beragam bentuk dari periodontitis, seperti periodontitis
agresif, periodontitis kronis dan periodontitis sebagai akibat dari penyakit
sistemik122. Meskipun demikian, diperkirakan prevalensi secara global dari
periodontitis ini berbeda tergantung distribusi dari penyakit dan methodologi
untuk menilainya123.
MEKANISME PATOGENIK DARI PENYAKIT PERIODONTAL
Mikroorganisme
Kondisi inflamasi kronis dari perodontitis terjadi akibat biofilm patogenik
atau plak gigi, yang terakumulasi pada permukaan gigi. Lebih dari 500 jenis
spesies bakteri terdeteksi dalam plak periodontal; meskipun demikian, spesies
bakteri penyebabnya masih diperdebatkan123-126. Bakteri gram negatif Komplek
Merah, termasuk Porphyromonas ginggivalis, Tannerella forsythia dan treponema
denticola, telah diperkirakan sebagai agen penyebab utama dari periodontitis127.
Penelitian terbaru telah mengidentifikasi Filifactoralocis dan banyak spesien
Spirochetes yang berkaitan erat dengan periodontitis128. Sebagai karakter terbaik
dari periopatogen, P. Ginggivalis adalah konsitituen minor dari total mikrobiota
tetapi dapat memicu perubahan jumlah dan komposisi mikrobiota komensal mulut
dan dapat mengganggu homeostasis dan menimbulkan hilangnya tulang
periodontal yang inflamasi129. Bakteri gram positif dan bakteri komensal mulut
dapat juga memegang peranan penting dalam terbentuknya periodontitis128,130-131.
Melalui teknik modern menunjukkan profil mikrobial subginggiva pada
pasien periodontitis yang dibedakan berdasarkan usia, kedalaman pocket, jenis
kelamin, dan ras128,132-133. Ditemukan terdapat perbedaan komunitas bakteri yang

25

muncul pada peningkatan riwayat periodontitis yang merubah proses infeksi


kebanyakan bakteri dan secara umum berkaitan dengan penurunan keragaman128.
Pengaruh Diabetes Pada Periodontitis
Diabetes dan periodontitis kronik adalah penyakit kronik yang telah lama
diketahui saling berhubungan secara biologis. Faktanya, diabetes

merupakan

salah satu faktor resiko utama pada penyakit periodontitis.Penelitian crosssectional dan longitudinal mengidentifikasi bahwa resiko terjadinya periodontitis
3-4 kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes dibandingkan dengan orang tanpa
diabetes. 144
Periodontitis ditemukan pada 57,9% pasien T1DM dan 15% kontrol tanpa
diabetes.146 Penelitian lain tentang status periodontal pada anak-anak dan remaja
yang menderita T1DM, menunjukkan prevalensi 20,8% gingivitis dan 5,9%
periodontitis.147 Pasien

dengan T2DM

juga

memiliki

resiko

menderita

periodontitis berat dibandingkan dengan orang tanpa diabetes.148


Sebuah penelitian di Afrika Amerika menemukan bahwa 70,6% pasien
T2DM menderita periodontitis sedang, dan 28,5% menderita periodontitis berat;
hasil ini secara signifikan lebih besar dari pevalensi kontrol tanpa diabetes, yaitu
10,6%.149 Terdapat hubungan secara langsung antara nilai kadar glukosa dan
tingkat keparahan peridontitis146,150 Odd rasio dari T2DM dengan kerusakan
periodontal dibandingkan dengan penderita tanpa diabetes adalah 1,97, 2,10, dan
2,42 masing-masing pada penderita diabetes dengan kontrol kadar gula yang baik,
sedang, dan jelek.151
PENGARUH DIABETES PADA JARINGAN PERIODONTAL
Gingiva/gingivitis
Periodontitis didahului oleh berbagai tingkat inflamasi gingiva, yang
dikenal sebagai gingivitis. Prevalensi gingivitis pada anak-anak dan remaja yang
menderita T1DM adalah sekitar dua kali dibanding yang tidak menderita
diabetes.152 Bukti menunjukkan bahwa indeks gingiva 1,54 pada kelompok anak
diabetes usia 5-9 tahun dan 1,14 pada kelompok kontrol; akan tetapi, pada
koresponding kelompok anak usia 10-14 tahun, indeks gingiva adalah 1,98 pada
26

kelompok diabetes dan 1,17 pada kelompok kontrol.158 Lebih jauh lagi, indeks
perdarahan gingiva secara signifikan berkorelasi dengan usia dan kadar gula
darah.154 Sama halnya dengan tingkat inflamasi gingiva pada orang dewasa
dengan T2DM yang lebih tinggi daripada orang dewasa tanpa diabetes. Hampir
64% pasien T2DM menderita gingivitis; akan tetapi, hanya 50% orang tanpa
diabetes yang menderita gingivitis.152 Derajat kontrol metabolisme pada penderita
diabetes merupakan faktor penting dalam perkembangan dan progres gingivitis;
kontrol yang bagus secara signifikan akan mengurangi prevalensi gingivitis. 155-156
Pada percobaan hewan, diabetes menuju ke terjadinya peningkatan produksi TNF
di epitel dan jaringan ikat.157
Infeksi periodontal menyebabkan peningkatan apoptosis fibroblas pada sel
epitel dan jaringan ikat yang secara signifikan diperparah oleh adanya diabetes
lewat mekanisme caspase-3-dependent.157 Apoptosis dan adanya diabetes yang
memperparah inflamasi mempengaruhi gingiva dengan menyababkan hilangnya
fungsi pelindung epitel danterhambatnya proses penyembuhan. 158-159 Penelitian
pada hewan menunjukkan bahwa kadar TNF- yang tinggi dapat menstimulasi
ekspresi gen pro-apoptotic, yang merangsang terjadinya apoptosis.

96,160

Penelitian

secara in vivo telah menunjukkan bahwa menghambat TNF- dapat mengurangi


apoptosis sel pada jaringan ikat.161

Ligamen periodontal / hilangnya kemampuan untuk melekat


Periodontitis melibatkan hilangnya struktur penyokong gigi berupa
jaringan ikat dan tulang. Hubungan signifikan antara diabetes dan hilangnya
kemampuan perlekatan serta pengontrolan kadar gula secara statistik diteliti.146,162
Odd rasio pasien T1DM dengan hilangnya kemampuan perlekatan adalah 3,84
jika dibandingkan dengan orang tanpa diabetes.163 Sebagai tambahan, lebih dari
25% pasien T1DM dengan kontrol kadar gula yang jelek menunjukkan gejala
hilangnya perlekatan gigi 5 mm, sedangkan 10% pada pasien dengan kontrol
gula yang baik.152 Pasien T2DM secara signifikan juga memperlihatkan gejala
hilangnya kemampuan perlekatan 3 mm. Lebih jauh lagi, prevalensi hilangnya
27

kemampuan perlekatan sedang sampai berat proporsional terhadap lamanya


menderita diabetes150,164
Tulang Alveolar/ Hilangnya Kepadatan Tulang
Diabetes berpotensi menyebabkan periodontitis dengan berbagai tingkat
keparahan serta mempercepat resorpsi tulang. Persentase hilangnya kepadatan
tulang pada pasien T1DM dengan kontrol gula yang jelek adalah 44% jika
dibandingkan dengan kontrol gula yang jelek dan orang tanpa diabetes, yaitu 28%
dan 24%.

165

Penelitian pada hewan juga menunjukkan bahwa tikus yang diberi

STZ untuk menginduksi T1DM dengan periodontitis menderita kehilangan


kepadatan tulang alveolar

tiga kali lebih tinggi daripada tikus normal.

166-167

Derajat kehilangan kepadatan tulang alveolar secara positif berkorelasi dengan


buruknya kontrol metabolisme.168-169
MEKANISME

DIABETES

MEMPERPARAH

KEHILANGAN

KEPADATAN TULANG PERIODONTAL


Proses remodeling tulang dimulai dari resorpsi tulang oleh osteoklas,
diikuti pembentukan tulang baru oleh osteoblas di daerah lakuna resopsi. Dibawah
kondisi fisiologis, aktivitas osteoblas dan osteoklas saling berpasangan, akan
tetapi tidak pada kondisi patologis.118,134 Diabetes mempengaruhi osteoblas dan
osteoklas di periodontium dalam berbagai cara, seperti meningkatkan ekspresi
mediator inflamasi dan rasio RANKL/osteoprotegrin (OPG) serta meningkatkan
kadar AGEs dan ROS (Gambar 1).

28

Gambar 1 Mekanisme potensial diabetes-terkait kerusakan tulang


alveolar pada penyakit periodontitis.
Diabetes meningkatkan rasio RANKL/OPG dan ekspresi AGEs, ROS serta
mediator inflamasi, yang menginduksiosteoklastogenesis dan apoptosis osteoblas.
Hal ini menyebabkan peningkatan resorpsi tulang dan penurunan formasi dan
reparasi tulang sehingga terjadi kerusakan hebat tulang alveolar pada penyakit
periodontal yang disebabkan patogen bakteri. AGE, advanced glycation end
product; IL, interleukin; OPG, osteoprotegerin; PDL, periodontal ligament;
RANKL, receptor activator on nuclear factor kappa-B ligand; ROS, reactive
oxygen species; TNF, tumor necrosis factor.
Pengaruh diabetes tehadap osteoklas pada periodontitis
Diabetes berperan dalam peningkatan formasi osteoklas di area inflamasi.
Tikus dengan T2DM jika dibandingkan dengan kelompok kontrol menunjukkan 2
sampai 4 kali peningkatan jumlah osteoklas setelah infeksi bakteri secara oral
lewat patogen periodontal yang menginduksi periodontitis.111,157,170 Tikus dengan
T1DM dan periodontitis juga memperlihatkan peningkatan jumlah osteoklas 2
sampai 4 kali lebih banyak dibandingkan tikus periodontitis tanpa diabetes.171
Derajat inflamasi yang tinggi dan respon inflamasi yang berkepanjangan
serta adanya periodontitis dilaporkan terdapat pada tikus dengan T1DM dan
29

T2DM sebagai respon masuknya patogen periodontal. 172-173 Diabetes mengganggu


proses resolusi inflamasi periodontal. Pentingnya resolusi dalam inflamasi
ditunjukkan

dengan

pemberian

resolvin

pada

hewan

yang

menderita

periodontitis174 atau dengan terapi diabetes menggunakan TNF inhibitor.160,170


Diabetes akibat TNF mencegah downregulasi gen-gen yang berhubungan
dengan

pertahanan

host,

apoptosis,

aktivitas

dan

signal

sel,

serta

koagulasi/homeostasis/komplement.175 Pasien dengan periodontitis dan diabetes


secara signifikan mempunyai mediator inflamasi yang tinggi sepert IL-1, TNF-
dan prostaglandin E2 sehingga menyebabkan aktivitas dan pembentukan osteoklas
secara terus-menerus.176 Peningkatan IL-17 dan IL-23 pada pasien periodontitis
dengan T1DM serta ekspresi yang berlebihan dari IL-1 dan IL-6 pada dengan
T2DM telah dilaporkan; dan hal ini menyebabkan osteoklastogenesis dan respon
inflamasi yang memanjang.177-178 Pasien dengan T2DM dan penyakit periodontal
memperlihatkan peningkatan jumlah TNF- dan IL-6, yang juga berhubungan
dengan peningkatan dislipidemia dan lipid peroksida. 179 Hasil ini menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang penting antara T2DM, dislipidemia dan tingkat
keparahan respon inflamasi lokal terhadap infeksi bakteri.179
Interaksi RANKL dengan reseptor (RANK) pada lapisan permukaan
osteoklas adalah salah satu stimulator kuat untuk aktivitas dan pembentukan
osteoklas, dan OPG menghambat formasi osteoklas dengan cara berikatan dengan
RANK dan mencegah akitvitas RANKL.169-170,180 Beberapa penelitian yang
memfokuskan pada faktor yang mempengaruhi osteklastogenesis melaporkan
terjadi ekspresi RANKL dan TNF yang berlebihan pada penderita diabetes yang
berkaitan dengan jaringan periodontal.180 Penelitian terhadap hewan menyatakan
bahwa rasio RANK-RANKL/OPG dan jumlah sitokin inflamasi yang lain, seperti
TNF adalah mediator penting dalam teradinya peningkatan osteoklastogenesis
pada penderita diabetes dengan penyakit periodontal.170-171,181 Jumlah rasio TNF
dan RANKL/OPG pada manusia penderita periodontitis tidak terbukti dipengaruhi
oleh kontrol kadar gula yang jelek pada penderita diabetes179,182
Diabetes meningkatkan formasi AGEs di periodontium dan ekspresi
RAGE.183 Gingiva AGEs meningkat baik pada T1DM dan T2DM yang berkaitan
30

dengan perodontitis; akan tetapi terdapat bukti bahwa subjek dengan T1DM
secara signifikan mempelihatkan persentase sel AGE-positif yang tinggi di epitel
dan

fibroblas

dibandingkan

dengan

T2DM.184

Sel

seperti

osteoklas

mengekspresikan RAGE, yang merupakan faktor positif dalam meregulasi


formasi osteoklas.117 Akumulasi AGE dan interaksi AGEs dengan RAGE
mempengaruhi osteoklastogenesis lewat peningkatan ekspresi aktivator reseptor
RANKL dan downregulasi OPG.185 Telah dibuktikan bahwa interaksi AGE-Rage
pada monosit mengaktivasi transkripsi faktor NF-kB, yang merubah fenotip
monosit/makrofag dan sebagai hasilnya terjadi peningkatan produksi sitokin proinflamasi.186
ROS dikenal sebagai salau satu penyebab diabetes terkait periodontitis.
Invasi bakteri merangsang pelepasan sitokin inflamasi, kemudian meningkatkan
jumlah dan aktivitas neutrofil dan pada akhirnya melepaskan ROS pada
periodontitis.187 Saat resorbsi tulang terjadi, osteoklas yang mengandung NADPHoksidase aktif meproduksi superoksid daripada neutrofil pada subjek normal. 26
Ketidakseimbangan antara produksi ROS dan pertahanan antioksidan akan
menyebabkan peningkatan stres oksidatif.189 Sebagai tambahan, formasi AGEs
juga meningkatkan stres oksidatif di jaringan periodontium. Telah dibuktikan
bahwa ROS tertentu (seperti superoksid dan hidrogen periksida) mengaktivasi
osteoklas dan merangsang pembentukan osteoklas.190 Proses yang sama terjadi
pada lipid peroksida yang berhubungan dengan peningkatan penyakit periodontalT2DM dan respon inflamasi yang hebat di jaringan periodontal manusia.179,191
Pengaruh Diabetes terhadap Osteblas pada Periodontitis
Bukti-bukti menyatakan bahwa baik diabetes dan infeksi bakteri pada
periodontitis menyebabkan peningkatan apoptosis sel-sel osteoblas, dengan
demikian mengurangi osseus coupling.

161,192

Baik respon imun bawaan maupun

adaptif yang diinduksi oleh infeksi bakteri penyebabkan kerusakan sel


osteoblas.96,193 Diabetes juga meningkatkan rusaknya sel-sel ligamen periodontal
yang diinduksi oleh infeksi periodontal dengan cara peningkatan apoptosis sel-sel
ini.111,194 Kerusakan ini secara signifikan disebabkan karena ligamen periodontal
mengandung banyak sel yang mampu berdiferensiasi menjadi osteoblas.
31

Penelitian pada hewan diabetes mengindikasikan bahwa diabetes menyebabkan 2


kali lebih tinggi terjadinya induksi gen-gen yang meregulasi apoptosis osteoblas
dan fibroblas, sedangkan menjadi 5 kali lebih tinggi jika ditambah dengan adanya
infeksi bakteri.97,195
Apoptosis osteoblas adalah komponen kegagalan pembentukan tulang baru
pada hewan diabetes setelah diinduksi dengan penyakit periodontal, yang secara
signifikan ditunjukkan dengan peningkatan formasi tulang ketika hewan diabetes
ditatalaksana dengan bloker-apoptosis spesifik.161
Diabetes mengarah ke upregulasi dari faktor pro-apoptosis osteoblas,
termasuk TNF-, AGEs dan pembentukan ROS, dimana setiap komponen ini
memiliki kontribusi untuk terjadinya apoptosis.163 Hewan dengan T1DM dan
T2DM menunjukkan kadar TNF- yang tinggi sebagai respon infeksi bakteri
dibandingkan dengan kelompok kontrol normo-glikemik.

170,184

Peningkatan TNF-

secara langsung berhubungan dengan perubahan selular pada penderita diabetes


terkait peridontitis.

196

TNF- merusak fungsi osteoblas dengan cara menghambat

diferensiasi osteoblas ketika terjadi inflamasi. Lebih jauh lagi, TNF- dapat
menginduksi apaptosis dengan cara berikatan dengan TNF reseptor-1 yang
merangsang awal mula terjadinya apoptosis.158
Telah dibuktikan bahwa kerusakan tulang alveolar akibat induksi infeksi
bakteri pada penderita diabetes diikuti dengan peningkatan ekspresi RAGE dan
inflamasi AGEs di jaringan gingiva.197 AGEs diduga turut mengganggu
diferensiasi osteoblas dan menginduksi apoptosis osteoblas pada penderita
diabetes lewat jalur aktivasi-mitogen protein kinase dan apoptosis sitosolik. 89
Peningkatan kadar AGEs juga ditemukan di periodontium penderita diabetes, dan
interaksi AGE-RAGE menyebabkan peningkatan ekspresi sitokin pro-inflamasi
serta menginduksi apoptosis osteoblas.186,198-199 CML-kolagen, suatu AGE yang
ditemukan pada tulang dan serum, menstimulasi apoptotis sel tulang in vivo dan
kultur dari beberapa sel osteoblas, yang dimediasi oleh RAGE.200
Produksi ROS adalah mekanisme lain yang menyebabkan apoptosis pada
penderita diabetes. Inflamasi yang berkepanjangan dan hiperglikemia mengarah
ke akumulasi ROS selular, yang dihubungkan dengan komplikasi diabetes. 199,201
32

Lebih lanjut lagi, peningkatan stres oksidatif pada jaringan periodontal akan
menginduksi apoptosis osteoblas.202 Telah dibuktikan bahwa ROS menyebabkan
aktivasi kaspase-3,203 yang memediasi apoptosis osteoblas.

33

BAB III
ANALISIS MASALAH
Tn. Suwarno Bin Basir, 60 tahun, laki-laki, dirawat di bagian penyakit
dalam RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dengan diagnosis Diabetes
Mellitus Tipe 2 dan Obesitas + Polisitemia Vera Sekunder + Hipertensi
Terkontrol.Os mengeluh giginya rapuh sehingga menimbulkan sensasi nyeri pada
lidah saat os berbicara, sehingga dilakukan pemeriksaan terhadap gigi dan mulut
untuk melihatada tidaknya fokal infeksi.Pasien tidak merasakan keluhan seperti
sakit gigiatau mulut terasa kering.Pasien selama ini tidak pernah memeriksaan
gigi ke dokter gigi.
Riwayat tambal gigi (-) menandakan pasien tidak pernah melakukan
perawatan gigi. Riwayat trauma (-) menandakan bukan etiologi dari gangren
radix. Diabetes mellitus tipe 2 adalah kelainan metabolic dengan ciri hiperglikemi
dan perubahan metabolisme lemak, yang disebabkan oleh ketidakmampuan sel B
untuk memproduksi insulin yang adekuat dalam mengatasi bermacam-macam
resistensi insulin akibat kelebihan nutrisi atau obesitas. Pada pasien ini termasuk
dalam kondisi kelebihan berat badan tingkat berat, berdasarkan indeks masa tubuh
Depkes RI.
Dari riwayat kebiasaan, adanya kebiasaan oral hygne pasien yang buruk
berupa menggosok gigi tidak teratur dan kadang sama sekali tidak pernah, pasien
juga tidak pernah melakukan perawatan/kontrol, dan juga adanya kebiasaaan
mengunyah makanan pada satu sisi yaitu sisi sebelah kanan. Kebiasaan-kebiasaan
ini merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya karies.
Saat dikonsulkan ke bagian Gigi dan Mulut, keadaan umum pasien tampak
kompos mentis, nadi 84 x/m, pernafasan 20 x/m, suhu 36.40 C dan tekanan darah
110/70 mmHg. Menurut index IMT berdasarkan Depkes RI menyatakan keadaan
gizi pasien adalah kelebihan berat badan tingkat berat.
Pada pemeriksaan ekstra oral tidak ditemukan kelainan. Pada pemeriksaan
intra oral bagian mukosa bukal labial dan palatum dalam batas normal namun,
ditemukan debris dan plak di semua regio dan hubungan rahang ortognatia. Debris
disebabkan oleh sisa makanan yang menempel dan indikasi kurangnya
34

perlindungan kesehatan gigi dan mulut (oral hygiene) pasien. Hal ini menjadi
faktor resiko terjadinya infeksi karena apabila oral hygiene yang buruk jumlah
bakteri yang berkolonisasi di gigi meningkat 2-10 kali lipat dan memungkinkan
lebih banyak bakteri melewati jaringan dan masuk ke pembuluh darah,
menimbulkan peningkatan prevalensi dan besarnya bakteremia.
Pada status lokalis, ditemukan adanya karies dentin pada 14 dan 43, karies
email pada 33, 34, 35, 36, 44, 45. Karies dentin menandakan bahwa kedalaman
karies telah mengenai dentin (D4). Rasa ngilu tidak ada karena belum mengenai
tubuli dentin yang terbuka. Karies email hanya terbatas pada bagian enamel gigi
pasien. Adanya gangren radiks gigi 12, 28 dan 46 yang berati terdapat sisa akar
pada gigi 12, 28 dan 46 yang merupakan tempat subur bagi perkembangbiakan
bakteri. Kemungkinan terjadinya gangren radix pada pasien ini adalah akibat dari
karies yang tidak ditatalaksana lanjut.
Pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan 2memiliki banyak
komplikasi jangka panjang. Penelitian epidemiologi mengindikasikan keparahan
komplikasi

diabetes

hiperglikemik.Sebagai

mellitus
tambahan

berbanding
dari

komplikasi

lurus
diatas,

dengan
diabetes

tingkat
dapat

mempengaruhi metabolisme tulang.Penelitian manusia mengenai diabetes melitus


secara umum menunjukkan adanya peningkatan osteoklastogenesis. Manusia
dengan T2DM memiliki kadar asam resisten tartar fosfatase sirkulasi yang
meningkat sehingga mengindikasikan peningkatan aktivitas osteoklas.
Penelitian cross-sectional dan longitudinal mengidentifikasi bahwa resiko
terjadinya periodontitis 3-4 kali lebih tinggi pada orang dengan diabetes
dibandingkan dengan orang tanpa diabetes.Periodontitis melibatkan hilangnya
struktur penyokong gigi berupa jaringan ikat dan tulang.Diabetes meningkatkan
rasio RANKL/OPG dan ekspresi AGEs, ROS serta mediator inflamasi, yang
menginduksiosteoklastogenesis dan apoptosis osteoblas. Hal ini menyebabkan
peningkatan resorpsi tulang dan penurunan formasi dan reparasi tulang sehingga
terjadi kerusakan hebat tulang alveolar pada penyakit periodontal yang disebabkan
patogen bakteri.

35

Rencana terapi yang diberikan pada pasien ini adalah scaling untuk
membersihkan calculus pada semua regio, pro ekstraksi gangren radiks kemudian
dilakukan pro konservatif untuk membersihkan karies dan erosi dan luksasi grade
II pada gigi 25. Selain dilakukan beberapa rencana tindakan juga dilakukan
perawatan dengan menjaga oral hygiene pasien. Mengedukasikan kepada pasien
mengenai oral hygiene untuk mengatasi adanya komplikasi yang lebih lanjut.
Edukasi juga dilakukan pada pasien dalam pemilihan makanan seperti
menghindari makanan yang keras, terlalu panas dan yang mengandung banyak
gula seperti yang dikonsumsi dalam intensitas sering dan jumlah yang banyak, hal
tersebut diharapkan dapat mengontrol gula darah didalam tubuh pasien tetap
dalam batasan terkontrol. Pasien juga diajarkan cara menyikat gigi yang benar dan
teratur serta pentingnya memberitahu kepada pasien mengenai kunjungan ke
dokter gigi setiap 6 bulan.

36

DAFTAR PUSTAKA
1

Kaul K, Tarr JM, Ahmad SI et al. Introduction to diabetes mellitus. Adv

Exp Med Biol 2012; 771: 111.


Padgett LE, Broniowska KA, Hansen PA et al. The role of reactive
oxygen species and proinflammatory cytokines in type 1 diabetes

pathogenesis. Ann N Y Acad Sci 2013;1281: 1635.


Vanbelle TL, Coppieters KT, von Herrath MG. Type 1 diabetes: etiology,

immunology, and therapeutic strategies. Physiol Rev 2011; 91(1): 79118.


Nolan CJ, Damm P, Prentki M. Type 2 diabetes across generations: from
pathophysiology to prevention and management. Lancet 2011; 378(9786):

169181.
Giacco F, Brownlee M. Oxidative stress and diabetic complications. Circ

Res 2010; 107(9): 10581070.


Brownlee M. Biochemistry and molecular cell biology of diabetic

complications. Nature 2001; 414(6865): 813820.


Ding Y, Kantarci A, Hasturk H et al. Activation of RAGE induces
elevated O2- generation by mononuclear phagocytes in diabetes. J Leukoc

Biol 2007; 81(2): 520527.


Lix, Kolltveit, Tronstad L, Olsen I. Systemic diseases caused by oral

infection. Clinical Microbiology Reviews 2000 Oct; 547-58.


Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2nd
ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415.

37

Anda mungkin juga menyukai