Anda di halaman 1dari 59

1

AIN FITRAH AN
LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas
1.1.

Makroskopis

1.2 Mikroskopis
LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin
1.2.

Fisiologi Insulin

1.2 Biokimia Insulin


LI 3. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Epidemiologi
3.4 Faktor Resiko
3.5 Patogenesis dan Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
3.8 Tatalaksana dan Gizi
3.9 Komplikasi
3.10 Prognosis
3.11 Pencegahan
LI 4. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetic
LI 5. Memahami dan Menjelaskan Makanan Halalan Thoyyiban sesuai Ajaran Islam

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Pankreas


1.1.

Makroskopis

Memiliki struktur lunak dan berlobus, berada pada abdomen di region epigastrium.
Terdiri atas 4 bagian :
a

Caput
: cakram, pada bagian cekung duodenum, meluas kekiri dan di
belakang a.v. mesenterica superior dan terdapat processus uncinatus

Collum

: terletak didepan pangkal v. porta dan a. mesenterica superior

Corpus

: berjalan ke atas dan kekiri menyilang garis tengah

Cauda

: menuju Lig. Lienorenalis menuju ke hilus limpa

Batas Batas
a

Anterior : dari kanan ke kiri colon trasnversum, mesocolon trasnversum, bursa


omentalis, gaster

Posterior : dari kanan ke kiri, ductus choledocus, v. porta, v. lienalis, v. cava


inferior, aorta, pangkal a. mesenterica superior, m. psoas sinistra, glandula
suprarenalis sinistra, renal sinistra & hilus lienalis

Perdarahan
Arteri Lienalis dan Arteri pancreaticoduodenalis superior dan inferior. Vena Lienalis,
V. Pancreaticoduodenalis superior dan inferior yang bermuara ke vena porta hepatica.
Persarafan
Dipersarafi oleh N.X (Vagus) sifatnya simpatis dan parasimpatis
Saluran Kelenjar Pankreas

Ductus pancreaticus mayor (Wirsungi)

Ductus pancreaticus minor/accesorius (Santorini)

1.2 Mikroskopis

Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada
lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian
badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan
bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel
yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1
2

Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.


Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi
menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas
tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas. Pulau
langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau
langerhans yang terkecil adalah 50, sedangkan yang terbesar 300, terbanyak adalah
yang besarnya 100-225. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan
antara 1-2 juta.
Sel endokrin dapat ditemukan dalam pulau-pulau langerhans, yaitu kumpulan
kecil sel yang tersebar di seluruh organ.
Ada 4 jenis sel penghasil hormon yang teridentifikasi dalam pulau-pulau tersebut,
Sloane (2003) :
a Sel , jumlah sekitar 20-40%, memproduksi glukagon yang menjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai antiinsulin like activity.
b Sel mensekresi insulin yang menurunkan kadar gula darah.
c Sel mensekresi somatostatin, hormon penghalang hormon pertumbuhan yang
menghambat sekresi glukagon dan insulin.

Sel mensekresi polipeptida pankreas, sejenis hormon pencernaan untuk


fungsi yang tidak jelas.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi dan Biokimia Insulin

Struktur Kimia Insulin


Secara kimia, insulin adalah protein kecil sederhana yang terdiri dari 51asam amino,
30 di antaranya merupakan satu rantai polipeptida, dan 21 lainnya yang membentuk
rantai kedua. Kedua rantai dihubungkan olehikatan disulfida.Kode genetik untuk
insulin ditemukan dalam DNA di bagian atas lengan pendek dari kromosom kesebelas
yang berisi 153 basa nitrogen (63 dalam rantai A dan 90 dalam rantai B). DNA yang
membentuk kromosom, terdiridari dua heliks terjalin yang dibentuk dari rantai
nukleotida, masing-masingterdiri dari gula deoksiribosa, fosfat dan nitrogen. Ada
empat basa nitrogen 9 yang berbeda yaitu adenin, timin, sitosin dan guanin. Sintesis
protein tertentu seperti insulin ditentukan oleh urutan dasar tersebut yang diulang.

Sintesis Insulin

Insulin disintesis sebagai suatu preprohormon dan merupakan prototipe untuk


peptida yang diproses dari molekul prekusor yang lebih besar. Rangkaian pra atau
rangkaian pemandu yang bersifat hidrofobik dengan 23 asam amino mengarahkan
molekul tersebut ke dalam sisterna retikulum endoplasma dan kemudian dikeluarkan.
Proses ini menghasilkan molekul proinsulin dengan berat molekul 9000 yang
menyediakan bentuk yang diperlukan bagi pembentukan jembatan disulfida yang
sempurna. Molekul proinsulin menjalani serangkaian pemecahan peptida yang
tapakspesifik sehingga terbentuk insulin yang matur dan peptida C yang ekuimolar.

Proinsulin disintesis oleh ribosom pada retikulum endoplasma yang kasar, dan
pengeluaran enzimatik peptida pemandu (pre) memotong ikatan disulfide serta
pelipatan terjadi di dalam sisterna organel ini. Molekul proinsulin diangkut ke
apparatus Golgi, di sini proteolisis serta pengemasan ke dalam granul sekretorik
dimulai. Granul terus mematangka n diri ketika melintasi sitoplasma menuju
membran plasma. Proinsulin dan insulin keduanya bergabung dengan seng untuk
membentuk heksamer, tetapi karena sekitar 95% dari proinsulin tersebut diubah
menjadi insulin, kristal hormon terakhir inilah yang memberikan keistimewaan
morfologik kepada granul tersebut. Peptida C dengan jumlah ekuimolar terdapat di
dalam granul ini, kendati molekul ini tidak membentuk struktur kristal. Dengan
perangsangan yang tepat, granul yang matur akan menyatu dengan membran plasma
dan melepaskan isinya ke dalam cairan ekstrasel lewat proses eksositosis.

Sekresi Insulin

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh
sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta,
insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh
untuk keperluan regulasi glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang
baik diatur bersama dengan hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa
kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun
dalam gelembung-gelembung
(secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim
peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya
sudah siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Mekanism diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara
normal, karena fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi
glukosa yang ada dalam darah. Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan
komponen utama yang memberi rangsangan terhadap sel beta dalam memproduksi
insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino dan obat-obatan, dapat pula
memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta. Mengenai bagaimana
mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya rangsangan
tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami
secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya
rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati
membrane sel. Untuk dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa
lain. Glucose transporter (GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di
dalam berbagai sel yang berperan dalam proses metabolisme glukosa. Fungsinya
sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari luar kedalam sel jaringan tubuh.
Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta misalnya, diperlukan
dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke dalam sel.
Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul

ATP. Molekul ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses
mengaktifkan penutupan K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat
terhambatnya pengeluaran ion K dari dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap
depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian oleh tahap pembukaan Ca channel.
Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca sehingga menyebabkan
peningkatan kadar ion Ca intrasel. Suasana ini dibutuhkan bagi proses sekresi insulin
melalui mekanisme yang cukup rumit dan belum seutuhnya dapat dijelaskan.
( Gambar 1 )
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya
disebabkan oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga
dapat oleh pengaruh beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa
obat-obatan tersebut, misalnya obat anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor
tersendiri, tidak pada reseptor yang sama dengan glukosa, yang disebut
sulphonylurea receptor (SUR) pada membran sel beta.

Mekanisme Kerja Insulin


Reseptor insulin dijumpai di berbagai jenis sel dalam tubuh, termasuk sel yang
tidak meningkatkan ambilan glukosanya meskipun dengan adanya insulin. Reseptor
tersebut, yang memiliki berat molekul sekitar 340.000, adalah suatu tetramer yang
terdiri dari dua subunit glikoprotein. Kesemuanya disintesis pada suatu mRNA dan
kemudian mengalami pemisahan secara proteolisis kemudian berikatan satu sama
lain dengan ikatan disulfida. Gen untuk reseptor insulin memiliki 22 ekson dan
terletak di kromosom 19. Subunit mengikat insulin dan terletak ekstrasel,
sementara subunit melintasi membran. Ujung intrasel subunit memiliki aktivitas

tirosin kinase. Subunit dan mengalami glikosilasi, dengan residu gula meluas ke
dalam cairan interstisium.
Pengikatan insulin mencetuskan aktivitas tirosin kinase subunit , menyebabkan
otofosforilasi subunit pada residu tirosin. Otofosforilasi, yang penting bagi efek
biologik insulin, memicu fosforilasi sebagian protein sitoplasma dan defosforilasi
pada protein lainnya, umumnya pada residu serin dan treonin. Telah ditemukan empat
protein substrat reseptor insulin (IRS) di sel : IRS-1, IRS-2, IRS-3, dan IRS-4.
Masing-masing mungkin merupakan sebagian kecil faktor dalam kaitannya dengan
kerja insulin. Sebagai, contoh, tikus yang gen reseptor insulinnya dirusak
memperlihatkan retardasi pertumbuhan yang parah in-utero, mengalami kelainan SSP
dan kulit, dan mati saat lahir akibat kegagalan pernafasan. Namun tikus yang
mengalami perusakan IRS-1 hanya mengalami retardasi pertumbuhan tingkat sedang
in-utero, dapat bertahan hidup dan resisten insulin tetapi selain itu tetap normal.
Dengan demikian, jalur intrasel yang tidak melibatkan IRS-1 tampak ikut serta dalam
kerja insulin.
Sewaktu berikatan dengan reseptornya, insulin menggumpal dalam bercakbercak
dan dimasukkan ke dalam sel melalui proses endositosis yang diperantarai reseptor.
Akhirnya kompleks insulin-reseptor masuk ke dalam lisosom, tempat reseptor
diperkirakan terurai atau didaur ulang. Waktu paruh reseptor insulin adalah sekitar 7
jam. Jumlah atau afinitas reseptor insulin, atau keduanya, dipengaruhi oleh insulin
dan hormon lain, olahraga, makanan, dan faktor lain. Pajanan ke insulin dalam
jumlah yang meningkat akan menurunkan konsentrasi (down-regulation) reseptor,
dan pajanan ke insulin dalam jumlah menurun akan meningkatkan afinitas reseptor.
Jumlah reseptor per sel meningkat pada kelaparan dan menurun pada obesitas dan
akromegali. Afinitas reseptor meningkat pada insufisiensi adrenal dan menurun oleh
kelebihan glukokortikoid.
Transporter Glukosa
Glukosa masuk ke dalam semua sel melalui difusi terfasilitasi atau di usus dan
ginjal, melalui transport aktif sekunder dengan Na+. Di otot, jaringan lemak, dan
sebagain jaringan lain, insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel dengan
meningkatkan jumlah transporter glukosa ke dalam sel.
Transporter glukosa yang berperan dalam difusi terfasilitasi glukosa melintasi
membran sel adalah sekelompok protein yang berkaitan erat dan 12 kali melintasi
membran sel serta memiliki terminal amino dan karboksil di dalam sel. Proteinprotein ini berbeda, dan tidak memiliki homologi, dengan transporter glukosa
dependen natrium, SGLT, dan SGLT 2, yang berperan dalam transpor aktif sekunder
glukosa keluar usus dan tubulus ginjal walaupun SGLT juga memiliki 12 ranah
transmembran. Asam amino transporter fasilitatif, yang terutama terdapat dalam
segmen heliks transmembran 3,5,7, dan 11 tampaknya mengelilingi saluran tempat
masuk glukosa. Diperkirakan kemudian terjadi konformasi lalu perubahan, dan
glukosa kemudian dilepaskan ke dalam sel.
Telah diketahui tujuh transporter glukosa yang berbeda-beda, yang diberi nama
sesuai urutan penemuan GLUT 1-7. Molekul-molekul ini mengandung 492-524 residu
asam amino, dan afinitasnya terhadap glukosa di jaringan otot dan adiposa yang
dirangsang oleh insulin. Dalam vesikel di sitoplasma sel-sel peka insulin, terdapat
cadangan molekul GLUT 4. Bila reseptor insulin di sel-sel ini diaktifkan, vesikel
tersebut bergerak cepat ke membran sel dan berfusi dengannya, menyelipkan

transporter ke dalam membran sel. Saat kerja insulin terhenti, bercak membran yang
mengandung transporter mengalami endositosis, dan vesikel siap untuk pajanan
insulin berikutnya. Pengaktifan reseptor insulin menyebabkan pergerakan vesikel ke
membran sel dengan mengaktifkan fosfo-inositol 3 kinase. Sebagian besar dari
transporter GLUT lain yang tidak peka insulin tampaknya tetap berada di membran
sel.
Pada jaringan yang jumlah transporter glukosa di membran selnya ditingkatkan
oleh insulin, kecepatan fosforilasi glukosa, setelah masuk ke dalam sel, diatur oleh
hormon lain. Hormon pertumbuhan dan kortisol menghambat fosforilasi di jaringan
tertentu. Proses ini dalam keadaan normal berlangsung sedemikian cepat sehingga
bukanlah merupakan reaksi penentu kecepatan di sel B.
Insulin juga meningkatakan pemasukan glukosa ke dalam sel hati, tetapi bukan
melalui peningkatan jumlah transporter glukosa GLUT-4 di membran sel, melainkan
dengan memicu glukokinase. Hal ini meningkatkan fosforilasi glukosa bebas intrasel
tetap rendah, mempermudah masuknya glukosa ke dalam sel.
Jaringan peka insulin juga mengandung populasi vesikel GLUT 4 yang bergerak ke
dalam membran sel sebagai respons dari berolahraga dan populasi vesikel ini tidak
bergantung pada kerja insulin. Hal ini merupakan penyebab mengapa berolahraga
dapat menurunkan kadar gula darah. Suatu kinase yang diaktifkan oleh 5AMP
mungkin berperan dalam insersi vesikel ini ke membran sel.
Hubungan dengan K+
Insulin menyebabkan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi penurunan
konsentrasi K+ ekstrasel. Pemberian infus insulin dan glukosa secaara bermakna
menurunkan kadar K+ plasma pada orang normal dan sangat efektif untuk mengatasi
hiperkalemia secara temporer pada pasien gagal ginjal. Hipokalemia sering terjadi
pada pasien asidosis diabetikum yang mendapat insulin. Penyebab migrasi intrasel K+
masih belum diketahui. Namun, insulin meningkatkan aktivitas Na+K+ATPase di
membran sel, sehingga lebih banyak K+dipompa ke dalam sel.
Efek lain
Efeknya pada glikogen sintase meingkatkan penyimpanan glikogen, dan efeknya
pada enzim glikolitik mendorong metabolisme glukosa menjadi dua fragmen karbon,
dengan akibat peningkatan lipogenesis. Perangsangan sintesis protein akibat
masuknya asam amino ke dalam sel dan hambatan pemecahan protein juga
mendorong pertumbuhan.
Efek anabolik insulin dibantu oleh efek hemat protein karena pasokan glukosa
intrasel yang adekuat. Kegagalan pertumbuhan adalah salah satu gejala diabetes pada
anak, dan insulin merangsang pertumbuhan tikus imatur yang mengalami
hipofisektomi sampai ke tingkat yang mendekati hormon pertumbuhan.
factor factor yang menstimulasi dan menghambat sekresi insulin.
Peningkatan kadar glukosa darah, seperti yang terjadi setelah penyerapan makanan,
secara langsung merangsang sintesis dan pengeluaran insulin oleh sel . Sebaliknya
penurunan kadar glukosa darah di bawah normal, seperti yang terjadi saat puasa,
secara langsung menghambat sekresi insulin. Selain konsentrasi glukosa plasma.,
berbagai masukan berikut juga berperan dalam mengatur skeresi insulin:

Peningkatan kadar asam amino plasma, seperti yang terjadi setelah memakan
makanan tinggi protein, secara langsung merangsang sel untuk meningkatkan
sekresi insulin. Melalui mekanisme umpan balik negatif, peningkatan insulin

10

tersebut meningkatkan masuknya asam asam amino tersebut ke dalam sel,


sehingga kadar asam amino dalam darah menurun sementara sintesis proein
meningkat.

Hormon pencernaan utama yang disekresikan oleh saluran pencernaan sebagai


respons terhadap adanya makanan, terutama gastric inhibotiry peptide (GIP),
merangsang sekresi insulin penkreas selain memiliki efek regulatorik langsung
pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin meningkat secara
feedforward atau antisipatorik bahkan sebelum terjadi penyerapan zat gizi yang
meningkatkan kadar glukosa dan asam amino dalam darah.

Sistem saraf otonom secara langsung juga mempengaruhi sekresi insulin. Pulau
pulau langerhans dipersarafi oleh banyak serat saraf parasimpatis dan simpatis.
Peningkatan aktivits parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan
dalam saluran pencernaan merangsang pengeluaran insulin. Sebaliknya, stimulasi
simpatis dan peningkatan pengeluaran epinefrin akan menghambat sekresi insulin.
Penurunan insulin meningkatkan kadar glukosa darah, suatu respons yang sesuai
untuk keadaan keadaan pada saat terjadi aktivitas sistem simpatis yaitu, stres
dan olahraga.

Faktor yang Mempengaruhi sekresi insulin


Stimulator
Glukosa
Manosa
Asam amino (leusin, arginin, lain-lain)
Hormon saluran cerna (GIP, GLP-1, gastrin,
sekretin, CCK, dll)
Asam beta-keto
Asetilkolin
Glukagon
CAMP
Stimulator adrenergik-beta
Teofilin
Sulfonilurea

Inhibitor
Somatostatin
2-deoksiglukosa
Manoheptulosa
Stimulator adrenergik-alpha (norepinefrin,
epinefrin)
Penghambat adrenergik-beta (propanolol)
Galanin
Diazoksid
Diuretik tiazid
Deplesi K+
Fenitoin
Aloksan
Inhibitor mikrotubulus
Insulin
faal insulin terutama efeknya terhadap metabolisme karbohidrat,lemak
dan protein

Efek Metabolisme dari Insulin


Gangguan, baik dari produksi maupun aksi insulin, menyebabkan gangguan pada
metabolisme glukosa, dengan berbagai dampak yang ditimbulkannya. Pada dasarnya
ini bermula dari hambatan dalam utilisasi glukosa yang kemudian diikuti oleh
peningkatan kadar glukosa darah. Secara klinis, gangguan tersebut dikenal sebagai
gejala diabetes melitus. Pada diabetes melitus tipe 2 (DMT2), yakni jenis diabetes
yang paling sering ditemukan, gangguan metabolisme glukosa disebabkan oleh dua
faktor utama yakni tidak adekuatnya sekresi insulin (defisiensi insulin) dan kurang
sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (resistensi insulin), disertai oleh faktor
lingkungan ( environment ). Sedangkan pada diabetes tipe 1 (DMT1), gangguan
tersebut murni disebabkan defisiensi insulin secara absolut.

11

Gangguan metabolisme glukosa yang terjadi, diawali oleh kelainan pada


dinamika sekresi insulin berupa gangguan pada fase 1 sekresi insulin yang tidak
sesuai kebutuhan (inadekuat). Defisiensi insulin ini secara langsung menimbulkan
dampak buruk terhadap homeostasis glukosa darah. Yang pertama terjadi adalah
hiperglikemia akut pascaprandial (HAP) yakni peningkatan kadar glukosa darah
segera (10-30 menit) setelah beban glukosa (makan atau minum).
Kelainan berupa disfungsi sel beta dan resistensi insulin merupakan faktor
etiologi yang bersifat bawaan (genetik). Secara klinis, perjalanan penyakit ini bersifat
progressif dan cenderung melibatkan pula gangguan metabolisme lemak ataupun
protein. Peningkatan kadar glukosa darah oleh karena utilisasi yang tidak
berlangsung sempurna pada gilirannya secara klinis sering memunculkan
abnormalitas dari kadar lipid darah. Untuk mendapatkan kadar glukosa yang normal
dalam darah diperlukan obat-obatan yang dapat merangsang sel beta untuk
peningkatan sekresi insulin ( insulin secretagogue ) atau bila diperlukan secara
substitusi insulin, disamping obat-obatan yang berkhasiat menurunkan resistensi
insulin ( insulin sensitizer ).
Tidak adekuatnya fase 1, yang kemudian diikuti peningkatan kinerja fase 2
sekresi insulin, pada tahap awal belum akan menimbulkan gangguan terhadap kadar
glukosa darah. Secara klinis, barulah pada tahap dekompensasi, dapat terdeteksi
keadaan yang dinamakan Toleransi Glukosa Terganggu yang disebut juga sebagai
prediabetic state. Pada tahap ini mekanisme kompensasi sudah mulai tidak adekuat
lagi, tubuh mengalami defisiensi yang mungkin secara relatif, terjadi peningkatan
kadar glukosa darah postprandial. Pada toleransi glukosa terganggu (TGT)
didapatkan kadar glukosa darah postprandial, atau setelah diberi beban larutan 75 g
glukosa dengan Test Toleransi Glukosa Oral ( TTGO ), berkisar diantara 140-200
mg/dl. Juga dinamakan sebagai prediabetes, bila kadar glukosa darah puasa antara
100 126 mg/dl, yang disebut juga sebagai Glukosa Darah Puasa Terganggu ( GDPT
). Keadaan hiperglikemia yang terjadi, baik secara kronis pada tahap diabetes, atau
hiperglikemia akut postprandial yang terjadi ber-ulangkali setiap hari sejak tahap
TGT, memberi dampak buruk terhadap jaringan yang secara jangka panjang
menimbulkan komplikasi kronis dari diabetes.Tingginya kadar glukosa darah
(glucotoxicity) yang diikuti pula oleh dislipidemia (lipotoxicity) bertanggung jawab
terhadap kerusakan jaringan baik secara langsung melalui stres oksidatif, dan proses
glikosilasi yang meluas.
Resistensi insulin mulai menonjol peranannya semenjak perubahan atau konversi
fase TGT menjadi DMT2. Dikatakan bahwa pada saat tersebut faktor resistensi
insulin mulai dominan sebagai penyebab hiperglikemia maupun berbagai kerusakan
jaringan. Ini terlihat dari kenyataan bahwa pada tahap awal DMT2, meskipun dengan
kadar insulin serum yang cukup tinggi, namun hiperglikemia masih dapat terjadi.
Kerusakan jaringan yang terjadi, terutama mikrovaskular, meningkat secara tajam
pada tahap diabetes, sedangkan gangguan makrovaskular telah muncul semenjak
prediabetes. Semakin tingginya tingkat resistensi insulin dapat terlihat pula dari
peningkatan kadar glukosa darah puasa maupun postprandial. Sejalan dengan itu,
pada hepar semakin tinggi tingkat resistensi insulin, semakin rendah kemampuan
inhibisinya terhadap proses glikogenolisis dan glukoneogenesis, menyebabkan
semakin tinggi pula tingkat produksi glukosa dari hepar.

12

(Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: EGC)
Efek-efek insulin dalam tubuh
Insulin menurunkan kadar glukosa, asam amino, dan asam lemak darah serta
meningkatkan anabolisme molekul nutrien kecil ini.
Efek pada karbohidrat
1. Insulin memiliki empat efek yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dan
meningkatkan penyimpanan karbohidrat sebagai berikut.
2. Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalam sebagian besar sel. Beberapa
jaringan yang tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa, yaitu otak, otot
yang aktif, dan hati.
3. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, baik di otot
maupun di hati.
4. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. Dengan
menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati.
Efek pada lemak
Insulin mempunyai banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan
medorong pembentukan simpanan trigliserida sebagai berikut :
1. Insulin meningkatkan transportasi glukosa ke dalam sel jaringan adiposa. Glukosa
berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan
mentah untuk membentuk trigliserida
2. Insulin mengaktifkan enzim enzim yang mengkatalisai pembentukan asam lemak
dari turunan glukosa
3. Insulin meningkatkan masuknya asam asam lemak dari darah ke dalam sel
jaringan adiposa
4. Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak), sehingga terjadi penurunan
pengeluaran asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam darah.
Efek pada protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein
sebagai berikut :
1. Insulin mendorong transportasi aktif asam asam amino dari darah ke dalam otot
dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan
menghasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein di dalam sel.
2. Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein
dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel.
3. Insulin menghambat penguraian protein. Akibat efek ini adalah efek anabolik
protein. Karena itu insulin esensial bagi pertumbuhan normal.
LI 3. Memahami dan Menjelaskan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
3.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.

13

3.2 Etiologi
Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe
ini sering di temukan,tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan, ada
diabetes tipe 2 ini faktor genetik jauh lebih berperan penting dibandingkan
diabetes tipe 1.
Diabetes Mellitus tipe 2 terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang
juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin
gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut
resietensi insulin. Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat
juga timbul gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik
yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans
secara autoimun sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian
defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak
absolut. Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja
insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan
sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi
penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada
sebagian besar dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi
pula suatu defisiensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respon sel
terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatya hiperglikemia, dan
kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik
yang mengurangi hiperglikemia tersebut (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005)
3.3 Epidemiologi
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putih berkisar antara 3%-6% dari
jumlah penduduk dewasanya. Di Singapura, frekuensi diabetes meningkat cepat
dalam 10 tahun terakhir. Di Amerika Serikat, penderita diabetes meningkat dari
6.536.163 jiwa di tahun 1990 menjadi 20.676.427 jiwa di tahun 2010. Di
Indonesia, kekerapan diabetes berkisar antara 1,4%-1,6%, kecuali di beberapa
tempat yaitu di Pekajangan 2,3% dan di Manado 6%.
3.4 Faktor Resiko
1 Usia diatas 45 tahun
Pada orang-orang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun, hal ini
diakibatkan aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin menjadi
berkurang dan sensifisitas sel-sel jaringan menurun sehinga tidak menerima
insulin.
2 Obesitas atau kegemukan
Pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun sehingga dapat
memicu DM. selain itu, asam-asam lemak pada obesitas dapat menumpuk
abnormal di otot dan mengganggu kerja insulin di otot, asam lemak berlebih
juga dapat memicu apoptosis sel beta pankreas.
3 Pola makan
Pola makan yang serba instan saat ini memang sangat digemari oleh sebagian
masyarakat perkotaan. Pola makan yang tidak sesuai kebutuhan tubuh dapat

14

menjadi penyebab DM, misalnya makanan gorengan yang mengandung nilai


gizi yang minim.
4 Riwayat Diabetes Melitus pada keluarga
15-20% penderita NIDDM (Non Insulin Dependen Diabetes Melitus) atau DM
tipe 2 mempunya riwayat keluarga DM, sedangkan IDDM (Insulin Dependen
Diabetes Melitus) tipe 1 sebanyak 57% keluarga DM.
5 Kurang berolahraga atau beraktivitas
Dapat menurunkan sensitifitas sel terhadap insulin sehingga mengakibatkan
penumpukan lemak dalam tubuh yang dapat menyebabkan DM.
6 Infeksi
Virus : Rubella, mumps, human coxsackievirus B4. Melalui infeksi sitolitik
dalam sel beta pankreas virus ini menyebabkan kerusakan dan destruksi sel.
Dapa tjuga menyarang melalui reaksi autoimunitas sehingga hilangnya
autoimun dalam sel beta pankreas. DM akibat bakteri masih belum bias di
deteksi.
3.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah
satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut :
1
2
3

Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan


naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl.
Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang
menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan
endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

15

Pasien pasien
tidak
plasma puasa
makan.
melebihi
ginjal

yang
dapat
yang
Pada

mengalami defisiensi insulin


mempertahankan kadar glukosa
normal atau toleransi sesudah
hiperglikemia yng parah yang
ambang
normal

(konsentrasi
glukosa darah sebesar 160 180 mg/100
ml), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik
yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan
pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat
glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat
yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat
telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein
tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran
basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya
gangren.
a. Resistensi insulin
Penurunan kemampuan insulin untuk beraksi pada jaringan target perifer
(terutama otot dan hati) merupakan ciri yang menonjol pada DM tipe II dan
merupakan kombinasi dari kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi insulin
mengganggu penggunaan glukosa oleh jaringan yang sensitif insulin dan
meningkatkan keluaran glukosa hepatik, keduanya menyebabkan hiperglikemia.
Pada prinsipnya resistensi insulin dapat terjadi di tingkat reseptor insulin atau di
salah satu jalur sinyal pascareseptor. Pada DM tipe II jarang terjadi defek
kualitatif dan kuantitatif pada reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi insulin
diperkirakan terutama berperan dalam pembentukan sinyal pascareseptor
(ClareSalzler, et al., 2007). Polimorfisme pada IRS-1 mungkin berhubungan
dengan intoleransi glukosa, meningkatkan kemungkinan bahwa polimorfisme
dalam berbagai molekul postreceptor dapat menyebabkan resistensi insulin.
Patogenesis resistensi insulin saat ini berfokus pada defek sinyal PI-3-kinase,
yang menurunkan translokasi GLUT 4 pada membran plasma, diantara kelainan
lainnya. Asam lemak bebas juga memberikan kontribusi pada patogenesis DM
tipe II. Asam lemak bebas menurunkan ambilan glukosa pada adiposit dan otot

16

serta meningkatkan keluaran glukosa hepatik yang terkait dengan resistensi


insulin

b. Gangguan Sekresi Insulin


Defek pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang berarti
jika dibandingkan dengan yang terjadi pada DM tipe I. Pada awal perjalanan
penyakit DM tipe II, sekresi insulin tampaknya normal dan kadar insulin plasma
tidak berkurang. Namun pola sekresi insulin yang berdenyut dan osilatif lenyap,
dan fase pertama sekresi insulin (yang cepat) yang dipicu oleh glukosa menurun.
Secara kolektif hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan adanya gangguan
sekresi insulin yang tipe II, dan bukan defisiensi sintesa insulin. Namun pada
perjalanan penyakit berikutnya, terjadi defisiensi absolut yang ringan sampai
sedang, yang lebih ringan dibanding DM tipe I . Penyebab defisiensi insulin pada
DM tipe II masih belum sepenuhnya jelas. Berdasarkan data mengenai hewan
percobaan dengan DM tipe II, diperkirakan mula-mula resistensi insulin
menyebabkan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan produksi
insulinnya. Pada mereka yang memiliki kerentanan genetik terhadap DM tipe II,
kompensasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya terjadi kehilangan 20
- 50% sel beta, tetapi jumlah ini belum dapat menyebabkan kegagalan dalam
sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun, tampaknya terjadi
gangguan dalam pengenalan glukosa oleh sel beta. Dasar molekuler gangguan
sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini masih belum dipahami.
Peningkatan asam lemak bebas (NEFA = non-esterified fatty acids) juga
mempengaruhi sel beta. Secara akut, NEFA menginduksi sekresi insulin setelah
makan, sedangkan pajanan kronik terhadap NEFA menyebabkan penurunan
sekresi insulin yang melibatkan lipotoksisitas yang menginduksi apoptosis sel
islet dan/ atau menginduksi uncoupling protein-2 (UCP-2) yang menurunkan
membran potensial, sintesa ATP dan sekresi insulin. Mekanisme lain kegagalan
sel beta pada DM tipe II dilaporkan berkaitan dengan pengendapan amiloid di
islet. Pada 90% pasien DM tipe II ditemukan endapan amiloid pada autopsi.
Amilin, komponen utama amiloid yang mengendap ini, secara normal dihasilkan
oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama dengan insulin sebagai respons
terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia yang disebabkan resistensi insulin
pada fase awal DM tipe II menyebabkan peningkatan produksi amilin, yang
kemudian mengendap sebagai amiloid di islet. Amiloid yang mengelilingi sel beta
mungkin menyebabkan sel beta agak refrakter dalam menerima sinyal glukosa.
Yang lebih penting, amiloid bersifat toksik bagi sel beta sehingga mungkin
berperan menyebabkan kerusakan sel beta yang ditemukan pada kasus DM tipe II
tahap lanjut.

17

18

Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel
pancreasyang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa
di hepar padakeadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2
masih terus berkembang,masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini
membawa dampak pada pengobatanDM tipe 2 yang mengalami perkembangan
yang sangat pesat, sehingga para ahli masih bersikap hati-hati dalam membuat
panduan pengobatan.
Diabetes gestasional

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang


menunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa
dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya
dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat
mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin.
Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin. Akibat lambatnya
reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama danini menuntut
kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga
mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam
kehamilan.Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah
dengan insulin eksogen iatidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi
masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin
sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia atau diabetes
kehamilan.
Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen, progesteron, kortisol,
prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamilmeningkat
dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan
insulinmenjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human Plasenta Laktogen
(HPL) yang dihasilkanoleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada
hormon tubuh yang bersifat diabetogenik. Pembentukan HPL meningkat sesuai

19

dengan umur kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhireseptor insulin pada sel


sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkandalam
pengendalian diabetes.
Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangatkompleks.
Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan
menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal
selama kehamilan yakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan
mensintesis dan mensekresi peptida danhormon steroid yang menurunkan
sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip olehWilliams)
melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena
rusaknyareseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip
oleh Moore) melaporkan terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida
(GIP) pada tes glukosa oral dengan tes glukosa oral pada kehamilan normal dan
DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon GIP ini yang mungkin
berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.
Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa
kehamilanmerupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap
insulin meningkat. Padasebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap
insulin dapat diatasi dengan meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel
beta.Pada sebagian kecil wanita hamil,kesanggupan sekresi insulin tidak
mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikianterjadilah
intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.
3.6 Manifestasi Klinis
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini :

Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat


badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
Menurut Newsroom (2009) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes
Melitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu :
a. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
b. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
c. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl.
Keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah :
Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat Badan enurun, Lemah, Kesemutan, Gatal,
Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan (Waspadji, 1996).

Penjelasan sebagai berikut:

Poliuria (Peningkatan pengeluaran urin)

20

Polidipsia (Peningkatan rasa haus)


Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi
ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang
hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH
(antidiuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.

Rasa lelah dan kelemahan otot


Akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama , katabolisme protein di
otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan gkukosa
sebagai sumber energi.

Polifagia (Peningkatan rasa lapar)

Peningkatan angka infeksi


Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan
konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan
aliran darah pada penderita diabetes kronik.

Kelainan kulit
Kelaianan kulit berupa gatal gatal, biasanya terjadi didaerah ginjal. Lipatan
kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.

Kelaianan ginekologis
Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida.

Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.


Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan
akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya
banyak sel persarafan terutama perfifer mengalami kerusakan.

Kelemahan tubuh
Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang
dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secar
optimal.

Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh


Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan
unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak
diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan
untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang
sulit sembuh yg juga dapat disebabkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang
cepat pada penderita diabetes melitus.

Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi

21

Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat


kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.

Mata kabur
Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh
hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

3.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding


Hal-hal yang perlu dilakukan pada pengelolaan pasien DM.
Pada pertemuan pertama:
-

Anamnesis keluhan dan gejala hiperglikemia maupun keluhan dan gejala


komplikasi.
Pemeriksaan jasmani lengkap: TB, BB, TD, rabaan nadi kaki
Tanda neuropati dicari
Pemeriksaan keadaan kaki, kulit, kuku
Pemeriksaan visus

Manifestasi klinis
Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus),
polifagi(sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan
mudah capai.
Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan,
seringmerasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan
gairah sex menurun.
Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke),
pembuluhdarah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung
(penyakit jantung koroner), pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta
pembuluh darah kaki (luka yang sukar sembuh/gangren).
Pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan, tergantung fasilitas yang tersedia:
-

Hb, hitung leukosit, LED, hitung jenis leukosit


Glukosa darah puasa dan sesudah makan
Urinalisis rutin
Albumin serum
Kreatinin
SGPT
Kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida
Albumin urin kuantitatif 24 jam atau mikroalbuminuria
HbA1c (opsional pada pertemuan pertama)
EKG
Foto paru
Funduskopi

22

Penyuluhan sepintas mengenai:


-

Apakah penyakit DM itu


Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM
Perencanaan makan
Kegiatan jasmani
Obat berkhasiat hipoglkemik dan hipoglikemia
Perawatan kaki

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak dapat
ditegakkan hanya atas dasar adanya glukosuria saja. Dalam menentukan diagnosis
DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang
dipakai. Unutk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan
diabnosis DM, pemeriksaan glukosa darah seyogyanya dilakukan di laboratorium
klinik yang terpercaya (yang melakukan program pemantapan kendali mutu secara
teratur). Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai bahan darah kapiler.
Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan
cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan, teruama
untuk memantau kadar glukosa darah. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara
reagen kering peru dibandingkan dengan cara konvensional.
Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya
(mass screening) tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana
tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Bagi mereka yang mendapat
kesempatan untuk pemeriksaan penyaring bersama penyakit lain (general check-up)
adanya pemeriksaan penyaring untuk DM dalam rangkaian pemeriksaan tersebut
sangat dianjurkan. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, TGT
(Toleransi Glukosa Terganggu), dan GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu),
sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Peran aktif para
pengelola kesehatan sangat diperlukan agar deteksi DM dapat ditegakkan sedini
mungkin dan pencegahan sekunder dapat segera diterapkan.
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan salah satu faktor
risiko untuk DM, yaitu :
-

Kelompok usia dewasa tua (>45 tahun)


Kegemukan (BB(kg)>120% BB idaman, atau IMT>27 (kg/m2)
Tekanan darah tinggi (TD > 140/90 mmHg)
Riwayat keluarga DM
Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram
Riwayat DM pada kehamilan
Dislipidemia (HDL<35 mg/dl dan/atau trigliserida>250 mg/dl)
Pernah TGT atau GDPT

23

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah


sewaktu, kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes tolerasi
glukosa oral (TTGO) standar (Lihat Skema langkah-langkah diagnostik DM).
Untuk kelompok risiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringnya negatif,
pemeriksaan penyaring ulangan dilakukan tiap tahun; sedangkan bagi mereka yang
berusia >45 tahun tanpa faktor risiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3
tahun.
Pasien dengan Toleransi Glukosa terganggu dan Glukosa Darah Puasa Terganggu
merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah 5-10 tahun kemudian 1/3
kelompok TGT akan berkembang menjadi DM, 1/3 tetap TGT dan 1/3 lainnya
kembali normal.

Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu* dan puasa* sebagai patokan penyaring dan
diagnosis DM (mg/dl)
B. Langkah-langkah untuk menegakkan diagnosis diabetes mellitus
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah
kesemutan, gatal, mata kabur dan impotensia pada pasien pria, serta pruritus vulvae
pada pasien wanita. Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu >200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa >126 mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk
kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu
kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkn diagnosis klinis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik
kadar glukosa darah puasa >126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu >200 mg/dl pada
hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) yang abnormal.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1985) :
-

3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa


kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
puasa semalam, selama 10-12 jam
kadar glukosa darah puasa diperiksa
diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),
dilarutkan dalam 1air 250 ml, dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
diperiksa kadar glukosa darah 1 (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa; selama pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.

24

Untuk kemudahan, PERKENI hanya menganjurkan pemeriksaan kadar glukkosa


darah pada jam ke-2 saja. Alasan untuk kemudahan ini disarankan juga oleh America
Diabetes Association (ADA), yang bahkan juga memakai hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah puasa >126 mg/dl untuk kriteria diagnosis.
Kriteria diagnostik diabetes mellitus*
1. Kadar glukosa darah sewaktu (plasma vena) >200 mg/dl atau
2. Kadar glukosa darah puasa (plasma vena) >126 mg/dl atau
3. Kadar glukosa plasma >200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada
TTGO**
* Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik akut, seperti
ketoasidosis, berat badan yang menurun cepat.
** Cara diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik. Untuk penelitian
epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa
darah puasa. Untuk DM Gestasional juga dianjurkan kriteria diagnostik yang sama
(Lihat : Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Mellitus Gestasional).
1. Secara berkala Menurut kebutuhan: pemeriksaan kadar glukosa darah puasa
dan 2 jam sesudah makan.
Tiap tiga (3) bulan : HbA1c
Tiap tahun:
-

pemeriksaan jasmani lengkap


albumin urin, sedimen urin
kreatinin
SGPT
kolesterol total, kolesterol HDL, trigliserida
EKG
Funduskopi

Idealnya semua psien DM mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama pada
semua tingkat pengelola kesehatan, baik primer, sekunder, maupun tersier. Namun
mengingat keterbatasan yang ada pada berbagai tingkat pengelola kesehatan macam
dan jumlah pemeriksaan penunjang yang diperiksa disesuaikan dengan fasilitas yang
ada. Demikian pula tingkat pelayanan yang diperiksa disesuaikan dengan kapasitas
dan fasilitas yang ada. Penyuluhan dan pencegahan primer dapat dikerjakan pada
semua tingkat pengelola kesehatan.

Anamnesis :
Keluhan khas diabetes melitus : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat
badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

25

Keluhan tidak khas diabetes melitus : lemah, kesemutan, gatal, penglihatan kabur,
disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita

Faktor risiko DM tipe 2 :

Usia >45 tahun


Berat badan lebih : > 110% berat badan idaman atau indeks massa tubuh (IMT)
wanita >25 kg/m atau <18 kg/m sedangkan pria >27 kg/m atau <20 kg/m
Hipertensi ( TD > 160/95 mmHg)
Riwayat Dm dalam garis keturunan
Riwayat abortus berulang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000
gram
Pemerikasaan fisik :

Tinggi badan dan berat badan (tidak sesuai dengan IMT), tekanan darah
(hipertensi), lingkar pinggang (cewek >80, cowok >90)
Tanda neuropati
Mata ( visus, lensa mata dan retina )
Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku.
Apabila ditemukan gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal 1 kali
saja cukup untuk menegakan diagnosis
Apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan 2 kali pemeriksaan
glukosa darah abnormal

*TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral


Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 g (orang dewasa), atau 1,75 g/Kg BB (anak-anak),
dilarutkan dalam 250 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit
Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam
setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa
Selama proses pemeriksaan, subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak
merokok.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalam kelompok TGT (Toleransi GlukosaTerganggu) atau GDPT
(Glukosa Darah Puasa Terganggu) dari hasil yang diperoleh

26

- TGT
mg/dl

: glukosa darah plasma 2 jam setelah pembebanan antara 140 199

- GDPT : glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dl.

Pemeriksaan Penunjang
Darah
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kadar glukosa darah : puasa, sewaktu, 2 jam post prandial.


Tes toleransi glukosa oral (TTGO)
Kurva Harian glukosa
Kadar keton darah
Kadar Hb A1c
Kadar fruktosamin
Kadar insulin
Kadar C-peptide
Pemeriksaan lain: tes fungsi ginjal, analaisa gas darah, kadar lipid,
imunoserologis
Urin :

1
2
3
4

Reduksi/glukosa urin
Protein, mikroalbumin
Benda Keton
Sedimen Urin

DARAH

Glukosa darah puasa (GDP): puasa 10-14 jam sebelum pengambilan darah.
Glukosa darah sewaktu (GDS): pengambilan darah tanpa melihat kapan terakhir
makan.
Glukosa darah 2 jam post prandial : pengambilan darah 2 jam setelah makan atau
setelah konsumsi 75 gr glukosa. Selama menunggu 2, pasien duduk istirahat,
tidak makan/minum lagi dan tidak merokok.
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Untuk diagnostik pada pasien dengan kadar glukosa yang meragukan (belum
pasti DM). Tidak dilakukan pada pasien dengan gejala klinik khas DM.

27

Tiga hari sebelum tes pasien diet cukup karbohidrat (>150 gr/hari) dan melakukan
aktifitas fisik seperti yang biasa dilakukan. Puasa paling sedikit 8 jam malam hari
sebelum pemeriksaan.

Kurva Harian Glukosa


Glukosa darah diperiksa 3-4 kali sehari sebelum makan pagi, siang dan makan
malam. Tujuan untuk menilai metabolisme tubuh dalam waktu sehari dan
memantau hasil pengobatan.

Pemeriksaan kadar HbA1c dan fruktosamin


Merupakan hasil glikosilasi non enzimatik protein. Digunakan untuk memantau
hasil pengobatan. Pada hipergilkemia yang berlangsung lama protein-protein
hasil glikosilasi non enzimztik meningkat, antara lain HbAc1 yang
menggambarkan kadar gula darah 1-3 bulan sebelum pemeriksaan dan
fruktosamin yang menggambarkan kadar gula darah 1-3 minggu sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan HbA1c perlu dilakukan pada awal penanganan
penderita dan setiap 3 bulan untuk memantau hasil pengobatan.

Pemeriksaan Benda Keton Darah


Dua benda keton utama adalah asetoasetat dan 3-beta hidroksi butirat (3HB).
Dalam keadaaan normal, 3 HB merupakan 75-85 % dari benda keton dalam
sirkulasi. Produksi benda keton meningkat pada keadaan puasa, aktifitas fisik
yang berkepanjangan dan diet tinggi lemak. Keadaan patologis yang
menimbulkan ketoasidosis adalah DM, defisiensi kortisol, defisiensi Growth
Hormon, intoksikasi alkohol dan salisilat dan pada bayi dengan inborn errors of
metabolism.
Penting untuk memantau komplikasi ketoasidosis terutama pada pasien DM tipe1,
DM pada kehamilan, pasien DM yang sakit/ stress dan pasien DM yang tidak
terkontrol. Untuk diagnosis dan monitoring terapi ketoasidosis, pengukuran kadar
3HB mempunyai korelasi yang lebih baik dengan kadar gula darah.
Saat ini pemeriksaan 3HB dalam darah sudah dapat dilakukan dengan cara carik
uji memakai alat glukometer, bersamaan dengan pemeriksaan kadar glukosa
darah. Dalam keadaan normal kadar keton darah <0.6 mmol/3, >1 mmol/L
disebut hiperketonemia dan > 3mmol/L merupakan indikasi adanya ketoasidosis.

Pemeriksaan analisa gas darah (Astrup)


Memantau komplikasi akibat DM.

Pemeriksaan profil lipid.


Untuk pemantauan pengendalian diabetes melitus dan pencegahan sekunder.
Diperiksa kolesterol total, trigliserida, kolesterol-HDL, kolesterol-LDL.,
Kolesterol VLDL.

Kadar insulin dan proinsulin (C- peptide)


Untuk menilai fungsi pancreas, diperiksa secar imunologis. Kelemahan
pemeriksaan insulin adalah dipengaruhi oleh antibody insulin darah, sedangkan
C-peptide tidak.

28

BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan serum/ plasma vena, kapiler
(whole blood = darah utuh). Kandungan glukosa darah kapiler lebih tinggi 710% dari glukosa dalam vena (keadaan puasa 2-3 mg/dL, sehabis makan 20-30
mg/dL).

METODE PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan kadar glukosa darah saat ini banyak dipakai metode
enzimatik metode glocose oxidase atau Hexokinase karena hasil pemeriksaan
mempunyai spesifitas tinggi. Untuk diagnostik DM, dianjurkan pemeriksaan
glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan plasma vena.
Urin

Pemeriksaan Urin rutin


Untuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada saluran kemih, misalnya
infeksi atau insufisiensi ginjal.

Glukosa urin dan keton urin


Pemeriksaan glukosa urin secara tidak langsung menggambarkan kadar glukosa
darah > 180 mg/dL (batas ambang ginjal untuk glukosa), maka pemeriksaan
glukosa urin akan positif. Namun urin yang dikeluarkan tidak selalu berkorelasi
dengan glukosa darah, sehingga pemeriksaan glukosa urin tidak dianjurkan untuk
memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan glukosa urin dapat dipakai untuk
pemantauan hasil pengobatan. Pemeriksaan keton urin dilakukan bila didapatkan
tanda-tanda ketoasidosis. Namun pemeriksaan keton urin mempunyai kelemahan
karen menggambarkan kadar glukosa darah beberapa jam sebelum tes dan saat ini
baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat, bukan 3 HB.

Mikroalbuminuria
Penting untuk deteksi dini komplikasi ginjal. Terdeteksinya albumin dalam
jumlah kecil (< 30 mg/dL) dalam urin menunjukan adanya komplikasi ginjal.

BAHAN PEMERIKSAAN
Untuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan sedimen urin dipakai
urin porsi tengah, segar. Spesimen untuk tes mikroalbuminuria dipakai urin 24
jam.
Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring
dapat dilihat pada tabel 3.
Buk
an
DM

Bel
um
past

Pa
sti
D

29

i
DM

Kada
r
gluko
sa

Plas
ma
vena

<
100

100
199

>2
00

Dara
h
sewa
ktu

Dar
ah
kapi
ler

<
90

90199

>2
00

Kada
r
gluko
sa

Plas
ma
vena

<
100

100
125

>1
26

Dara
h
puasa

Dar
ah
kapi
ler

<
90

9099

>1
00

Catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko
lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
(BUKU
KONSENSUS)

30

Diagnosis Banding :
a. Cystic fibrosis
b. Diabetes mellitus type l
c. Diabetic ketoacidosis
d. Drug-induced glucose intolerance
e. Gestational diabetes
f. Glucose intolerance
g. Pancreatitis

3.8 Tatalaksana dan Gizi


Dalam mengelola diabetes mellitus langkah pertama yang harus dilakukan
adalah pengelolaan non farmakologis (perencanaan makanan dan kegiatan
jasmani). Lalu jika sasaran pengendalian diabetes belum tercapai dianjurkan
dengan pengelolaan farmakologis.
CATATAN GIZI!!!
perhitungan kebutuhan kalori total sesuai jenis kelamin, usia, berat badan,
tinggi badan, aktivitas fisik dan factor stress, dengan metode Broca dan
Harris Benedict

31

1. Metode Harrist Benedict


KKB Pria : 66 + (13,7 x BB) + (5x TB) - (6,8 x U)
Wanita : 655 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB ) (4,7 x U )
Kalori Total = KKB x Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik pada rumus Harris Benedict Equation ini digolongkan menjadi 4
yaitu :
Bed rest

: 1,2

Sedang

: 1,4-1,5

Ringan

: 1,3

Berat

: 1,75

Stress metabolic

: +10-30%

Hamil trimester 1dan2 :+300 kal


Hamil trimester 3dan4 : +500kal
2. Metoda Broca
Status gizi = BB/BBI X 100%
BBI = (TBcm-100)-10%)
AMB LK/PR

Rumus Brocca tersebut yaitu sebagai berikut :


Angka Metabolisme Basal (AMB)
Laki-laki
Perempuan

: 30 kal/kg bb/hari
: 25 kal/kg bb/hari

Faktor aktivitas ada rumus brocca ini juga digolongkan menjadi 4 yaitu
Sangat ringan

: 10% x AMB

Sedang

: 30% x AMB

Ringan

: 20% x AMB

Berat

: 40% x AMB

4.2. Menjelaaskan presentasekomposisi makronutrien karbohidrat, protein,


lemak dan menterjemahkannya dalam bentuk gram

Karbohidrat

= 60% x jumlah kalori total

32

= 60% x 1900
= 1140 kalori : 4 = 285 gram

Kebutuhan makanan dalam gram

Protein
= 15% x jumlah kalori total
= 15% x 1900
= 285 kalori : 4 = 71,25 gram

Lemak
= 25% x jumlah kalori total
= 25% x 1900
= 475 kalori : 9 = 52,78 gram

Karbohidrat = 1 gram-4
kalori
Protein
= 1 gram4 kalori
Lemak
= 1 gram-

4.3. Menjelaskan jumlah gram karbohidrat, protein,lemak dalam bentuk


bahan makanan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan Penukar
(DKBM)

Karbohidrat : 240 gram


Bahan makanan sumer hidrat arang : (satu satuan penukar mengandung 175
kalori, 4 gr protein dan 40 gr karbohidrat)

Protein : 60 gram
Bahan makanan sumber protein hewani (satu satuan penukar mengandung 95
kalori, 10 gr
protein, dan 6 gr lemak)

33

Lemak : 45 gram
Rendah lemak (satu satuan penukar mengandung 7 gr protein, 2 gr lemak 50
kalori)

34

Terapi Non Farmakologis

Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup danperilaku telah
terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan
partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi
pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai keberhasilan
perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri,
tanda dan gejala hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada
pasien. Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukansecara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.

Perencanaan makanan
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien ddiabetes, Terapi gizi medis ini pada pronsipnya
adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis
diabetesi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:
Menurunkan berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik,
Menurunkan kadar glukosa darah, Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem koagulsi darah.
Tujuan terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan:

a
b
c
d
e
f
g
h
i
j

Kadar glukosa darah mendekati normal


Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
Kadar A1c <7%.
Tekanan darah <130/80 mmHg.
Profil Lipid
Kolesterol LDL<100 mg/dl
Kolesterol HDL >40 mg/dl.
Trigliserida < 150 mg/dl.
Beran badan senormal mungkin.
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal
karbohidrat, protein, dan lemak.

35

o Karbohidrat 60 70%
o Protein 10 15%
o Lemak 20 25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut
dan kegiatan jasmani untuk mencapai dan mempertahankan berat badan.
Pengaturan makanan dalam pasien DM tidak berbeda dengan orang normal,
kecuali jumlah kalori dan waktu makanan yang terjadwal.
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan
siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Usahakan
untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan
penderita.
Jenis Bahan Makanan
KARBOHIDRAT
Sebagai sumber energi, KH yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar
55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika
dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal
(MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram karbohidrat terdapat
kandungan energi sebesar 4kilokalori.
o
o
o
o
o
o
o
o
o

Rekomendasi karbohidrat :
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung KH, lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis KH itu sendiri.
Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber KH.
Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70%
dari total kebutuhan kalori perhari.
Julah serat 25-50 gram per hari.
Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai
lebih dari total kebutuhan kalori perhari.
Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

36

PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total
kalori perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan
asupan protein sampai 40 gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi
asam amino esensial. Protein mengandung energi sebesar 2 kilokalori/gram.
o
o
o
o
o

Rekomendasi pemberian protein:


Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg
BB/hari.
Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85
gram/KgBB/hari dan tidak kurang dari 40gram.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan dibanding protein hewani.
LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan
makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak
seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan rantai karbonnya , lemak dibedakan
menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan
kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki
profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai
tunggal (monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak
yang dapat memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada
diet diabetisi, dapat menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol
VLDL, dan meningkatkan kadar kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid= PUFA) dapat melindungi
jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi trombosit. PUFA
mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di
dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat
menurunkan kadar VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar
kolestrol LDL.

o
o
o
o
o

Rekomendasi Pemberian Lemak:


Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10%
dari total kebutuhan kalori per hari.
Jika kadar kolestrol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL 100 mg/dl,
maka maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
Batasi asam lemak bentuk trans.
Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.

37

o Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
perhari.
Penghitungan Jumlah Kalori
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress
akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasu s gizi dapat dipakai indeks massa
tubuh (IMT) atau rumus Brocca.

o
o
o
o
o
o

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT


IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi
dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
Berat badan kurang <18,5
Berat badan normal 18,5-22,9
Berat badan lebih 23,0
Dengan resiko 23-24.9
Obes I 25-29,9
Obes II 30
Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

o
o
o
o

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%


Berat badan kurang BB <90% BBI
Berat badan normal BB 90-110% BBI
Berat badan lebih BB 110-120% BBI
Gemuk
BB>120% BBI
Untuk kepentingan praktis dalam praktek digunakan rumus Brocca.

Penentuan kebutuhan kalori perhari:


1. Kebutuhan basal:
o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
o Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
o
o
o
o
o
o
o

2. Koreksi atau penyesuaian:


Umur diatas 40 tahun
Aktivitas ringan
Aktifitas sedang
Aktifitas berat
Berat badan gemuk
Berat badan lebih
Berat badan kurus

: -5%
: +10%
: +20%
: +30%
: -20%
: -10%
: +10%

3. Stress metabolik
: +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

38

1.
2.

3.
4.
5.
6.

PERAN OLAHRAGA BAGI PENDERITA DIABETES MELLITUS


Mardi Santoso (2008: XII-XIII) menyatakan bahwa olahraga secara umum
bermanfaat bagi penderita DM, manfaat tersebut adalah sebagai berikut:
Mengontrol gula darah, terutama pada DM tipe II dengan meningkatkan
sensitivitas insulin serta meningkatkan GLUT4 (Glucose transporters), sedangkan
bagi DM tipe I masih merupakan problematik.
Terhindar dari komplikasi DM seperti cardiovascular diseases including coronary
heart disease (CHD), stroke, peripheral vascular disease, dan congestive heart
failure. Serta memperbaiki gejala-gejala muskuloskeletal otot, tulang sendi, yaitu
gejala-gejala neuropati perifer dan osteoartrosis.
Menurunkan berat badan atau memperbaiki profil lipid
Memberikan keuntungan psikologis.
Mencegah terjadinya DM yang dini, terutama bagi orang-orang dengan riwayat
keluarga DM tipe II dan diabetes kehamilan atau predicable test.
Mengurangi kebutuhan pemakaian obat oral dan insulin

JENIS LATIHAN
1. Aerobik
membuat jantung dan tulang kuat
menurunkan risiko penyakit jantung dan stroke dengan menjaga kadar gula,
kolesterol dan tekanan darah.
latihan aerobik selama 30 menit minimal 5 kali seminggu, 5- 10 menit sehari lalu
tingkatkan secara bertahap setiap minggu.
Untuk mencegah atau menghambat dan memperbaiki neuropati perifer pada
umumnya dan pada orang tua yang sudah menderita osteoartrosis dan neuropati,
maka latihan kaki harus lebih intensif. Tujuan latihan kaki adalah untuk
memperbaiki sirkulasi darah tungkai bawah pergelangan kaki, telapak kaki dan
jari-jari.
Contoh : berjalan, jogging, senam atau mengikuti kelas aerobik, berenang,
bersepeda atau mendayung dsb.
2. Kekuatan (weight lifting)
meningkatkan kekuatan tulang dan otot sambil membakar lemak, serta menjaga
kepadatan tulang.
latihan beban 2-3 kali seminggu sebagai tambahan latihan aerobik.
Contoh : it up, push up, mengangkat barbel dsb.
3. Fleksibilitas (stretching)
mencegah kram otot, kekakuan dan cedera otot.
mengurangi stress
latihan peregangan 5 10 menit sebelum berolah raga (pemanasan) dan lakukan
lagi setelah berolah raga (pendinginan).
Contoh : yoga, tai chi dsb.
HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN
Penderita dengan masalah kaki disarankan menghindari lari

39

Memakai pakaian olahraga, kaos kaki yang nyaman dan biasanya dari katun
cukup baik
Gunakan sepatu yang baik/nyaman
sebaiknya pasien diperiksa gula darah sebelum, selama, dan sesudah latihan,
terutama pasien DM tipe I dan DM tipe II yang mendapat insulin. hindari
olahraga saat kadar gula darah dibawah 100mg atau >250 mg
Tidak menyuntikkan insulin pada otot yang akan digunakan
Hindari dehidrasi (Minum harus cukup pada saat dan sesudah olahraga)
Jika perlu, masukkan karbohidrat bisa ditambah.
Bawalah coklat yang dapat segera digunakan, seandainya terjadi hipoglikemi
untuk menanggulanginya

PORSI LATIHAN
a. Intensitas latihan
Target nadi/ Area latihan
Intensitas olahraga dihitung dengan 60-70% denyut nadi maksimum (DNM) per
menit. DNM di hitung dari 220 dikurangi umur.
Contoh bila seorang berumur 50 tahun, internsitas olahraga:
60% x (220 - 50) = 102 kali/menit
70% x (220 - 50 ) = 119 kali/menit
Berarti target denyut nadi nya selama berolahraga adalah antara 102 sampai 119
kali/menit.
Kadar gula darah
Sesudah latihan jasmani kadar gula darah 140 180 mg% pada usia lanjut
dianggap cukup baik, sedang usia muda sampai 140 mg%.
Tekanan darah sebelum dan sesudah latihan
Sebelum latihan tekanan tidak melebihi 140 mmHg dan setelah latihan maksimal
tidak lebih dari 180 mmHg
b. Lama latihan
Untuk mencapai efek metabolik, maka latihan inti berkisar antara 30-40 menit
dengan pemanasan dan pendinginan masing-masing 5 - 10 menit. Bila kurang,
maka efek metabolik sangat rendah, sebaliknya bila berlebihan menimbulkan efek
buruk terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskuler serta sistem respirasi.
c. Frekuensi
paling baik adalah 5 kali seminggu. Tiga kali seminngu sudah cukup baik, dengan
catatan lama latihan harus diperpanjang 5 sampai 10 menit lagi. Jangan sampai 7
kali seminggu, karena tidak ada hari untuk istirahat, lagipula kurang baik untuk
metabolisme tubuh.
Farmakologis
1

Obat Antidiabetik Oral

A
1
o
o

Pemicu Sekresi Insulin


Golongan Sulfonilurea
Generasi 1 : Tolbutamid, Tolazamid, Asetoheksimid
Generasi 2 : Glipizis, Gliklazid dan Glimepirid

40

o Mekanisme kerja : Merangsang sekresi insuolin dari granul el beta Langerhans


melalui interaksi dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel beta yang
menimbulkan depolarisasi senhingga membuka kanal Ca. Ion Ca yang masuk
akan merangsang granula sel beta mensekresi insulin.
o Efek Samping : Jangka panjang menimbulkan hipoglikemia, mual muntah,
gangguan saraf pusat, diare
o Farmakokinetik : Absorpsi saluran cerna efektif, makanan dan hiperglikemia
mengurangi absorpsi
Di metabolisme di hepar
o Kontra Indikasi : Pasien gangguan hepar
o Indikasi : berhasil untuk pasien dengan DM timbul di atas 40 tahun.
o Interaksi : meningkatkan risiko hipoglikemia jika digunakan bersamaan insulin,
alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar, kloramfenikol, anabolic steroid.
2 Metiglinid
o Repalinid dan nateglinid
o Mekanisme sama dengan Sulfonilurea, menutup kanal ATP-independent di sel
beta pankreas.
o Farmakokinetik : absorpi cepar dan kadar puncak 1 jam. Metabolisme di hati.
o Efek samping : Hipoglikemia.
B
1
o
o
o
o
o
o
2
o
o
C
1
o
o

o
o
o

Peningkat sensitivitas Insulin


Biguanid
Fenformin, buformin, metformin
Mekanisme kerja : menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan
sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin karena adanya aktivase
kinase di sel.
Farmakokinetik : dalam darah tidak terikat protein plasma, waktu paruh 2 jam.
Efek samping : mual, muntah, diare, peningkatan asam laktat dalam darah.
Indikasi :Diabetes dewasa, bukan pengganti insulin endogen.
Kontra Indikasi : kehamilan, pasien penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan
uremua dan PJK serta penyakit paru dengan hipoksia kronik.
Tiazolidinedion
Mekanisme kerja : Menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa sehingga meningkatkan ambilan glukosa perifer.
Kontra Indikasi : Tiazolidindion dikontraindikasikan pada gagal jantung karena
meningkatkan retensi cairan.
Penghambat Alfa Glukosidase
Acarbose
Farmokinetik : bekerja lokal pada saluran pencernaan, di metabolisme oleh
aktifitas enzim pencernaan.
Mekanisme kerja : memperlambat pemecahandan penyerapan karbohidrat
kompleks dengan menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada
dingding enterosit proksimal usus halus sehingga terjadi penurunan glukosa post
prandial.
Indikasi : digunakan sebagai monoteapi karena tidak menyebabkan hipoglikemia
Efek Samping : daire, faltulance
Kontra indikasi : irritable bowl syndrome, obstruksi salurancerna, sirosis,
gangguan fungsi ginjal.

41

D Golongan Incretin
Dua hormon incretin yang dikeluarkan saluran cerna adalah
a GIP : oleh sel K duodenum
b GLP-1 : oleh sel L mukosa usus dan sel alfa pankreas berfungsi menekan sel alfa
pankreas dalam mensekresikan glukagon.
Kedua hormon ini meningkatkan sekresi insulin.
E Penghambat Dipeptidyl Peptidase IV (Penghambat DPP-IV)
Diharapkan dapat memperpanjang masa kerja GLP-1
a. GLP-1 Mimetik dan Analog: Berbentuk injeksi subkutan.
Alogaritme Penatalaksaaan DM tanpa dekompensasi

42

2
a

c
d
e

Terapi Insulin
Sediaan :Termasuk obat utama DM 1 dan beberapa tipe 2. Suntikan insulin
dulakukan dengan IV, IM, SK (jangka panjang). Pada SK insulin akan berdifusi
ke sirkulasi perifer yang seharusnya langsung masuk ke sirkulasi portal, karena
efek langsung hormone ini pada hepar menjadi kurang.
Indikasi dan tujuan : Insulin SK diberikan pada DM 1, DM 2 yang tidak dapat
diatasi dengan diet/ antidiabetik oral, dll. Tujuan pemberian insulin adalah selain
untuk menormalkan kadar insulin juga untuk memperbaiki semua aspek
metabolism.
Dosis : Kebutuhan insulin pada DM antara 5-150 U sehari tergantung dari
keadaan pasien.
Dosis awal DM muda 0,7-1,5 U/kgBB
Untuk DM dewasa kurus 8-10 U insulin kerja sedang diberikan 20-30mnt sblm
makan pagi, dan 4-5 U sebelum makan malam.
DM dewasa gemuk 20 U pagi hari dan 10 U sebelum makan malam.
ES : Hipoglikemi, alergi dan resisten, lipoatrofi dan lipohipertrofi, edem,
kembung,dll.
Interaksi : antagonis (adrenalin, glukokortikoid, kortikotropin, progestin, GH,
Tiroid, estrogen, glucagon,dll)
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat

43

Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal


Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:

Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)


Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
Efek samping terapi insulin

Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia.


Penatalaksanaan hipoglikemia dapat dilihat dalam bab komplikasi akut DM.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin.
Dasar pemikiran terapi insulin:

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan
hiperglikemia setelah makan.
Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap
defisiensi yang terjadi.
Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal
(puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin.
Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah
insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).
Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan
menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.
Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum
mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (mealrelated). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah
prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short
acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan
dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali
basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal
bolus).
Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa
darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek
(golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus
(acarbose).

44

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Cara Penyuntikan Insulin

Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan


arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau
drip.
Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek
dan kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak
terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis
yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin
tersebut.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulin harus dilakukan
dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.
Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan
jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.
Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah
unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan
memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100
unit/mL).

Non Farmakologis
A Edukasi
DM umumnya terjadi saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan
mapan. Timkes mendampingi pasien untuk menuju perubahan perilaku sehat.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.
B Terapi gizi medis
C Latihan jasmani
- Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa darah,
mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta dapat meningkatkan kadar
kolesterol HDL.
- Latihan jasmani yang dianjurkan: Dikerjakan sedikitnya selama 150
menit/minggu dengan latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung
maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobic berat (mencapai
denyutjantung>70% maksimal). Latihan jasmani dibagi menjadi 3-4 x
aktivitas/minggu.
3.9 Komplikasi
1Makroangiopati
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang
diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal claudicatio intermittent, meskipun
sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang
pertama muncul.

45

Pembuluh darah otak


2Mikroangiopati:
Retinopati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspi-rin tidak mencegah timbulnya retinopati
Nefropati diabetic
Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan me-ngurangi risiko nefropati
Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan mengurangi risiko
terjadinya nefropati
3Neuropati
Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neu-ropati perifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari.
Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perludilakukan skrining untuk
mendeteksi adanya polineuropatidistal dengan pemeriksaan neurologi sederhana,
dengan monolamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.
Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatankaki yang memadai akan
menurunkan risiko amputasi.
Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine,antidepresan trisiklik, atau
gabapentin.
Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati perifer harus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan
penyulit iniseringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
3.10

Prognosis

Kematian berisiko dua sampai tiga kali lebih tinggi di antara orang dengan
diabetes tipe 2 dibandingkan pada populasi umum. Sebanyak 75% orang dengan
diabetes melitus tipe 2 akan mati karena penyakit jantung dan 15% dari stroke.
Angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler hingga lima kali lebih tinggi pada
orang dengan diabetes dibandingkan orang tanpa diabetes. Untuk setiap kenaikan
1% pada level HbA1c, resiko kematian dari penyebab diabetes meningkat terkait
dengan 21%.
3.11 Pencegahan
Menurut WHO, ada tiga jenis atau tiga tahap, yaitu
a Pencegahan primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemi pada
individu di populasi umum.
b Pencegahan sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin dengan penyaringan populasi risiko
tinggi sehingga pasien yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat terjaring untuk
mencegah komplikasi selagi masih reversible
c Pencegahan tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi,
meliputi
- Mencegah timbulnya komplikasi

46

Mencegah progresi dari komplikasi agar tidak menjadi kegagalan organ


Mencegah kecacatan tubuh

LI 4. Memahami dan Menjelaskan Retinopati Diabetic


1

Definisi
Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati yang mengenai arteriola
prekapiler retina, kapiler dan venula, akan tetapi pembuluh darah yang besarpun
dapat terkena. Keadaan ini merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus
yang menyebabkan kerusakan pada mata dimana secara perlahan terjadi
kerusakan pembuluh darah retina atau lapisan saraf mata sehingga mengalami
kebocoran.

47

Manifestasi Klinis
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :

Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :

Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena


dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata membesar
dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat
difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok , dalam,
berkelompok, dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada
daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan
3

Diagnosis dan Diagnosis Banding


Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui
pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat
dilakukan dokumentasi kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui
oleh American Academy of Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography.
Keunggulan pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi
dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana dipelayanan
kesehatan primer.
Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer
pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis.
Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM
nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan
dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.

48

Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan
visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan
stereoscopic fundus photography dengan pemberian midriatikum sebelum
pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan optical coherence

tomography

(OCT)

dan ocular

ultrasonography bila perlu.


Gb. OCT pada Mata normal

Gb. OCT pada Retinopati diabetik

OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang


sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya
terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila
visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.
Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati Diabetik
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina,
makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak,
kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus
menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman
setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien
duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan
(fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur
oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien
diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan
kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina
yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan
pada jarak 2-3cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk
menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus
optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup
berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke
delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat,
perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa
dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati
diabetikum.
4

Tatalaksana

49

Tatalaksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit.


Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun
sekali. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema
makula yang nyata harus menjalani pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan.
Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang dengan edema makula
signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah perburukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi
setiap 2-4 bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan
untuk menjalani panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan
berisiko tinggi untuk berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita
harus dievaluasi setiap 3-4 bulan pascatindakan. Panretinal laser photocoagulation harus segera dilakukan pada penderita retinopati DM proliferatif. Apabila
terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula signifikan, maka
kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi pilihan.
Manifestasi Klinis Retinopati Diabetik
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa :

Kesulitan membaca
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
Gejala Objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa :

Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena


dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak
dekat mikroaneurisma dipolus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya ireguler dan berkelok-kelok.
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus
yaitu iregular, kekuning-kuningan Pada permulaan eksudat pungtata membesar
dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat
difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok , dalam,
berkelompok, dan ireguler. Mulamula terletak dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerahpreretinal, ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada
daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina, perdarahan subhialoid
( preretinal ) maupun perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan

50

(Diabetic
Retinopathy,
http://www.kellogg.umich.edu/patientcare/conditions/diabetic.retinopathy.html.)

Pemeriksaan Retinopati Diabetik


Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina,
makula dan pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan
dilakukan, pasien diminta untuk melepaskan kaca mata atau lensa kontak,
kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum. Pemeriksa harus
menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman
setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien
duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan
(fiksasi) pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur
oftalmoskop pada 0 dioptri dan ukuran aperture yang sesuai. Mata kanan pasien
diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan
kanan.

Hasil OCT Normal (A) dan Edema Makula pada Retinopati DM (B)

Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks


retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan
dilakukan pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial
untuk menilai tampilan tepi dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio.
Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc berwarna merah muda dengan cup
berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu diminta melihat ke
delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat,
perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa
dapat menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati
diabetikum.

Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan


Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

51

Diagnosis dan Diagnosis Banding Retinopati Diabetik


Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan
melalui pemeriksaan funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography
dapat dilakukan dokumentasi kelainan retina.
Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan
ter tersebut adalah mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter
umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan kesehatan primer.
Selanjutnya, retinopati DM dikelompokkan sesuai dengan standar Early
Treatment Diabetic Retinopathy Study (ETDRS). Di pelayanan primer
pemeriksaan fundus photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis.
Apabila pada pemeriksaan ditemukan edema makula, retinopati DM
nonproliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif maka harus dilanjutkan
dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari
pemeriksaan visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop,
funduskopi dan
stereoscopic fundus photography
dengan pemberian
midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat dilanjutkan dengan
optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang
sulit terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya
terhadap terapi. Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila
visualisasinya terhalang oleh perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.

52

3.3.Menjelaskan penatalaksanaan dan prognosis


Terapi retinopati diabetik adalah fotokoagulasi. Terapi ini menurunkan insidensi
perdarahan dan pembentukan parut dan selalu merupakan indikasi jika terjadi
pembentukan pembuluh darah baru. Juga berguna dalam therapi mikroaneurisma,
perdarahan dan edem makuler bahkan jika tahap proliferatif belum mulai.
Fotokoagulasi panretina sering digunakan untuk mengurangi kebutuhan oksigen
retina dengan harapan stimulasi untuk neovaskularisasi akan berkurang. Dengan
tehnik ini beberapa ribu lesi terjadi selama 2 minggu.
Komplikasi fotokoagulasi masih dapat diterima. Sebagian kehilangan penglihatan
perifer tidak dapat dihindari dengan pembakaran luas. Tehnik pembedahan
lainnya, vitrektomi, pars plana, digunakan untuk terapi perdarahan vitreus dan
pelepasan retina yang tidak teratasi. Komplikasi pasca operasi lebih sering
dibandingkan pada fotokoagulasi dan termasuk robekan retina, pelepasan retina,
katarak, perdarahan vitreus berulang, glaukoma, infeksi, dan kehilangan mata.
Ada harapan bahawa inhibisi angiogenesis oleh obat seperti beta-siklodekstrin
tetradekasulfat yang menyerupai heparin analog dalam percobaan dapat
mencegah retinopati proliferatif.
Terapi utama untuk retinopati diabetik yang mengancam penglihatan adalah laser.
Angiogram fluoresein dapat dilakukan pada beberapa pasien untuk menilai
derajat iskemia retina dan mendapatkan area kebocoran baik dari mikroaneurisma
maupun dari pembuluh darah baru. Makulopati diabetik diterapi dengan
mengarahkan laser pada titik-titik kebocoran.
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi
retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan

53

iskemik yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau
tanpa terapi laser, daripada mata dengan
3.4. Menjelaskan pencegahn retinopati diabetic
Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama
untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk
memperlambat perburukan retinopati. Metode pencegahan dan pengobatan
retinopati diabetic saat ini meliputi :
a. Kontrol glukosa darah,
seperti
yang telah
disebutkan sebelumnya,
pengontrolan kadar glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko
perkembangan retinopati diabetik dan juga progresifitasnya.
b. Kontrol tekanan darah
c. Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)
d. Laser koagulasi
Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah
penanganan
retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina tel
ah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui
percobaan klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-proliferatife
Diabetic Retinopathy) dan PDR ( Proliferative Diabetic Retinopathy ) dan juga
untuk beberapa tipe makulopati. Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi
telah dicadangkan bahwa foto koagulasi lokasi sistemik mencegah pembebasan
sesuatu
yang
belum
diidentifikasi,
factor
vasoformatif pada penyakit proliferative.
Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal.
Fotokoagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis di
sebut fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut foto
koagulas panp-retinal.

LI 5. Memahami dan Menjelaskan Makanan Halalan Thoyyiban sesuai Ajaran


Islam
Makan sehat
Makanan sehat di dalam Islam sangatlah penting untuk disimak, hal ini
beliputi bukan hanya pada persoalan hukum halal atau haram makanan, tetapi
kualitas (bobot kandungan gizi) dan efek kesehatan makanan terhadap tubuh.
Allah berfirman dalam Al Quran surat Al Araf ayat 31.
Hai anak Adam, kenakan pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid,
makan dan minumlah dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya allah tidak
menyukai orang-orang yang belebih-lebihan.
Hal senada dapat ditemukan di surat Al Baqarah 168:
Hai sekalian manusia makan-makanlah yang halal lagi baik dariapa yang
terdapatdi bumi dan jangan kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena
syaitan musuh yang nyata bagimu.
Sesungguhnya pangkal penyakit kebanyakan bersumber dari makanan. Maka
tak heran bila Rasulullah memberi perhatian besar dalam masalah ini, karena
makanan yang sehat akan membuat tubuh sehat.

54

Dalam Al-Qur'an prinsip makanan sehat adalah tidak berlebih-lebihan.


Rasulullah bersabda: Anak Adam tidak memenuhkan suatu tempat yang lebih
jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka beberapa suap yang dapat
memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka (ia dapat
mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman,
dan sepertiganya lagi untuk pernafasan (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).
Lalu prinsip lain yang disebutkan pada dalil lainnya adalah halal dan
tayyiban, yang dimaksud dengan halal yakni diketahui atau jelas riwayat
makanannya (misalnya bersumber dari mana dan diproses dengan cara seperti
apa) selain itu memenuhi standar halal makanan yang banyak disebutkan dalam
Al-Qur'an maupun Hadits. Sementara istilah tayyiban disini yakni kualitas
kandungan gizi/nutrisi dalam makanan.
Rasulullah melarang untuk makan lagi sesudah kenyang. Kami adalah kaum
yang tidak makan sebelum merasa lapar dan bila kami makan tidak pernah
kekenyangan(HR Bukhari Musim).
Suatu hari, di masa setelah wafatnya Rasulullah, para sahabat mengunjungi
Aisyah ra. Lalu, sambil menunggu Aisyah ra, para sahabat, yang sudah menjadi
orang-orang kaya, saling bercerita tentang menu makanan mereka yang
meningkat dan bermacam-macam. Aisyah ra, yang mendengar hal itu tiba-tiba
menangis. Apa yang membuatmu menangis, wahai Bunda? tanya para sahabat.
Aisyah ra lalu menjawab, Dahulu Rasulullah tidak pernah mengenyangkan
perutnya dengan dua jenis makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti, beliau
tidak akan makan kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau tidak
akan makan roti. Dan penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenisjenis makanan dalam perut telah melahirkan bermacam-macam penyakit. Maka
sebaiknya jangan gampang tergoda untuk makan lagi, kalau sudah yakin bahwa
Anda sudah kenyang.
Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa meminum
madu yang dicampur air untuk membersihan air liur dan pencernaan. Rasul
bersabda, Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan
Alquran (HR. Ibnu Majah dan Hakim).Yang selanjutnya, Rasulullah tidak
makan dua jenis makanan panas atau dua jenis makanan yang dingin secara
bersamaan. Beliau juga tidak makan ikan dan daging dalam satu waktu dan juga
tidak langsung tidur setelah makan malam, karena tidak baik bagi jantung. Beliau
juga meminimalisir dalam mengonsumsi daging, sebab terlalu banyak daging
akan berakibat buruk pada persendian dan ginjal. Pesan Umar ra, Jangan kau
jadikan perutmu sebagai kuburan bagi hewan-hewan ternak!
Kiat Makan Sehat ala Rasulullah
Sekarang masuk pada tata cara mengonsumsinya. Ini tidak kalah
pentingnya dengan pemilihan menu. Sebab setinggi apa pun gizinya, kalau pola
konsumsinya tidak teratur, akan buruk juga akibatnya. Yang paling penting adalah
menghindari isrof (berlebihan). Rasulullah bersabda, Cukuplah bagi manusia
untuk mengonsumsi beberapa suap makanan saja untuk menegakkan tulang
sulbinya (rusuknya). Makanlah dengan sikap duduk yang baik yaitu tegap dan
tidak menyandar, karena hal itu lebih baik bagi lambung, sehingga makanan akan
turun dengan sempurna. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya aku tidak makan
dengan bersandar.Prinsip ketiga berpuasa. Sebulan dalam setahun, umat Islam
diwajibkan bukan saja dengan mencapai ketaqwaan tetapi juga ksehatannya dapat
terjaga.

55

Berpuasalah kamu supaya sehat tubuhmu (HR Bukhari)


Puasa akan membawa kita pada kesehatan yang sangat luar biasa. Secara
fisiologis, puasa sangat erat kaitannya dengan kesehatan tubuh manusia. Saluran
pencernaan manusia tempat menampung dan mencerna makanan, merupakan
organ dalam yang terbesar dan terberat di dalam tubuh manusia. Sistem
pencernaan tersebut tidak berhenti bekerja selama 24 jam dalam sehari. Banyak
hasil penelitian modern yang memaparkan bahwa puasa sangat menyehatkan.
Diantaranya, memberikan istirahat fisiologis menyeluruh bagi sistem pencernaan
dan sistem syaraf pusat, menormalisasi metabolisme tubuh, menurunkan kadar
gula darah, mengikis lipid jahat (kolesterol), detoksifikasi (membuang racun
dari tubuh), dan lain sebagainya.
Insulin dalam islam
Dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup manusia, maka
kebutuhan hidup manusia terhadap insulin semakin bertambah. Karena secara
alami, dengan bertambahnya usia, maka fungsi pankreas akan semakin menurun.
Dengan menurunnya fungsi pankreas, maka menurun pula fungsi insulin yang
dapat dihasilkan tubuh manusia. Dengan menurunnya insulin dalam tubuh
manusia, maka kemampuan tubuh manusia untuk memecah gula dalam darah
akan semakin turun. Pada saat itulah manusia terkena penyakit yang disebut
kencing manis (diabetes melitus), dan memerlukan suntikan insulin.
Pernah dicoba membuat insulin dari ekstraksi pankreas sapi. Namun
hasilnya kurang menggembirakan, meskipun gennya cocok dengan sapi. Dari
seekor sapi, hanya dihasilkan insulin 1/2 cc saja, yang berarti tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan seorang sekali suntik. Percobaan pembuatan insulin dari
pankreas kera, menunjukkan gennya tidak cocok dengan manusia.
Akhirnya dicoba membuat insulin dengan ekstraksi pankreas babi, dan
ternyata hasilnya selain gennya cocok dengan manusia, jumlah cc-nya pun
mencukupi.
Mula-mula insulin dibuat dari gen pankreas babi yang diklon dalam
bakteri. Dalam waktu 24 jam, dari satu gen menghasilkan milyaran gen. Kini
insulin dibuat dari gen pankreas babi yang diklon dalam ragi. Karena organisme
ragi lebih kompleks dari bakteri, maka hasilnya lebih baik. Dari satu gen pankreas
babi yang diklon dalam ragi pada tabung fermentor kapasitas 1.000 liter
dihasilkan 1 liter insulin. Insulin dari bahan dan proses seperti itulah yang kini
beredar di seluruh dunia.
Hal ini boleh-boleh saja selama tidak ditemukan obat yang lain. Yahya bin
Syaraf an-nawawi menerangkan dalam Al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab




Adapun berobat dengan bahan-bahan najis selain khamr itu boleh. Hal ini
berlaku pada seluruh jenis najis selain yang memabukkan. Ini adalah pendapat alMadzhab, al-Manshush dan Jumhur ulama memastikannya (sebagi keputusan
hukum tunggal).Sebagai pertimbangan dapat pula diqiyaskan apa yang termaktub
dalam Al-Iqna fi Hill Alfazh Abi Syuja karangan Muhammad Khatib as-Syirbini
yang membolehkan seseorag menggunakan tulang najis sebagai pengganti atau
penyambung tulang yang telah rusak.

56







Dan bila seseorang menyambung tulangnya karena dibutuhkan, dengan
tulang najis yang selainnya tidak layak untuk dijadikan penyambung, maka ia
dianggap udzur dalam hal itu. Oleh karenanya, shalatnya sah besertaan tulang
tersebut (berada di tubuhnya).
Atau juga apa yang disampaikan oleh Muhammad Khatib as-Syirbini
dalam Mughni al-Muhtaj ila Marifah Alfazh al-Minhaj mengenai kesucian
barang najis yang telah berubah bentuknya



Dan semua najis yang telah berubah bentuk menjadi hewan itu suci, seperti
darah telor yang telah berubah menjadi anak ayam, menurut qaul yang
menganggapnya najis, meski ulat dari anjing. Sebab, sifat hidup itu mempunyai
dampak nyata dalam menghilangkan najis. Oleh karenanya, maka najis itu hilang
karena hilangnya sifat hidup. Selain itu, karena ulat itu lahir dalam diri anjing,
bukan berasal darinya.
Diriwayatkan oleh Numan bin Basyir: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda
-Numan menunjukkan kedua jarinya ke kedua telingannya-: Sesungguhnya sesuatu
yang halal itu sudah jelas, dan sesuatu yang haram itu sudah jelas, di antara
keduanya terdapat sesuatu yang samar tidak diketahui oleh kebanyakan orang.
Siapa yang mencegah dirinya dari yang samar maka ia telah menjaga agama dan
kehormatannya. Dan siapa yang terjerumus dalam hal yang samar itu berarti ia
telah jatuh dalam haram. Seperti seorang penggembala yang menggembala hewan
ternaknya di sekitar daerah terlarang, dikhawatirkan lambat laun akan masuk ke
dalamnya. Ketauhilah, setiap raja memiliki area larangan, dan area larangan Allah
adalah apa-apa yang telah diharamkannya. Ketahuilah, bahwa di dalam tubuh
terdapat segumpal daging, bila ia baik maka akan baik seluruh tubuh. Namun bila ia
rusak maka akan rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah ia adalah hati. (HR. Bukhari
dan Muslim)
Islam datang, sedang manusia masih dalam keadaan demikian dalam memandang
masalah makanan berupa binatang. Islam berada di antara suatu faham kebebasan
soal makanan dan extrimis dalam soal larangan. Oleh karena itu Islam kemudian
mengumandangkan kepada segenap umat manusia dengan mengatakan:
"Hai manusia! Makanlah dari apa-apa yang ada di bumi ini yang halal dan baik,
dan jangan kamu mengikuti jejak syaitan karena sesungguhnya syaitan itu musuh
yang terang-terangan bagi kamu." (al-Baqarah: 168)
Di sini Islam memanggil manusia supaya suka makan hidangan besar yang baik,
yang telah disediakan oleh Allah kepada mereka, yaitu bumi lengkap dengan
isinya, dan kiranya manusia tidak mengikuti kerajaan dan jejak syaitan yang
selalu menggoda manusia supaya mau mengharamkan sesuatu yang telah
dihalalkan Allah, dan mengharamkan kebaikan-kebaikan yang dihalalkan Allah;

57

dan syaitan juga menghendaki manusia supaya terjerumus dalam lembah


kesesatan.
Selanjutnya mengumandangkan seruannya kepada orang-orang mu'min secara
khusus.
Firman Allah:
"Hai orang-orang yang beriman! Makanlah yang baik-baik dari apa-apa yang
telah Kami berikan kepadamu, serta bersyukurlah kepada Allah kalau betul-betul
kamu berbakti kepadaNya. Allah hanya mengharamkan kepadamu bangkai,
darah, daging babi dan binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka
barangsiapa dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati
batas, maka tidaklah berdosa baginya, karena sesungguhnya Allah Maha
Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-Baqarah: 172-173)
Dalam seruannya secara khusus kepada orang-orang mu'min ini, Allah s.w.t.
memerintahkan mereka supaya suka makan yang baik dan supaya mereka suka
menunaikan hak nikmat itu, yaitu dengan bersyukur kepada Zat yang memberi
nikmat. Selanjutnya Allah menjelaskan pula, bahwa Ia tidak mengharamkan atas
mereka kecuali empat macam seperti tersebut di atas. Dan yang seperti ini
disebutkan juga dalam ayat lain yang agaknya lebih tegas lagi dalam membatas
yang diharamkan itu pada empat macam. Yaitu sebagaimana difirmankan Allah:
"Katakanlah! Aku tidak menemukan tentang sesuatu yang telah diwahyukan
kepadaku soal makanan yang diharamkan untuk dimakan, melainkan bangkai,
atau darah yang mengalir, atau daging babi; karena sesungguhnya dia itu kotor
(rijs), atau binatang yang disembelih bukan karena Allah. Maka barangsiapa yang
dalam keadaan terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas, maka
sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-An'am:
145)
Dan dalam surah al-Maidah ayat 3 al-Quran menyebutkan binatang-binatang
yang diharamkan itu dengan terperinci dan lebih banyak.
Firman Allah:
"Telah diharamkan atas kamu bangkai, darah, daging babi, binatang yang
disembelih bukan karena Allah, yang (mati) karena dicekik, yang (mati) karena
dipukul, yang (mati) karena jatuh dari atas, yang (mati) karena ditanduk, yang
(mati) karena dimakan oleh binatang buas kecuali yang dapat kamu sembelih dan
yang disembelih untuk berhala." (al-Maidah: 3)
Antara ayat ini yang menetapkan 10 macam binatang yang haram, dengan ayat
sebelumnya yang menetapkan 4 macam itu, samasekali tidak bertentangan. Ayat
yang baru saja kita baca ini hanya merupakan perincian dari ayat terdahulu.

58

Binatang yang dicekik, dipukul, jatuh dari atas, ditanduk dan karena dimakan
binatang buas, semuanya adalah termasuk dalam pengertian bangkai. Jadi semua
itu sekedar perincian dari kata bangkai. Begitu juga binatang yang disembelih
untuk berhala, adalah semakna dengan yang disembelih bukan karena Allah. Jadi
kedua-duanya mempunyai pengertian yang sama.
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. 2012. Diagnosis and Clasiffication of Diabetes


Melitus. Diabetes Care, Volume 35, Supplement 1, January 2012.
Amin Z, bahar A, 2006, Buku Ajar ilmu Penyakit dalam, Jilid III, edisi IV, Pusat
penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Boulton M. The pathogenesis of diabetika retinopathy: old concepts and new
questions. Eye.2004; 16:242-260
Dorland, W. A. Newman. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 29. Jakarta:
EGC
Gandasoebrata R . 2010 . Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan keenambelas .
Jakarta : Dian Rakyat
Ganiswarna, SG, Setiabudy, R, Suyatna, FD, dkk, (2007). Farmakologi Dan
Terapi Edisi 5. Jakarta, Gaya Baru.
Ganong, W.F., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22. Jakarta: EGC
http://www.makanansehat.web.id/2012/12/makanan-sehat-dalam-islam-danpola.html
Idrus, Alwi dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing Pusat Penerbitan IPD
Junquiera L.C., Carneiro J, (2007) Histologi Dasar, Text dan Atlas, Edisi 10.
Jakarta, EGC.
Kaji Y. 2005. Prevention of diabetic keratopathy. British journal of
ophthalmology;89:254-255
Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2011
Leeson, C. Roland. 1996. Buku Ajar Histologi, Edisi V. Jakarta: EGC
Sherwood, Laurelee.2014. Fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi 8.
Jakarta:EGC
Snell, R.S. (1997), Clinical Anatomi for Medical Student, 3th edition Indonesia,
Jakarta: EGC.

59

Soewondo P, et al. 2010. The DiabCare Asia 2008 study - Outcomes on control
and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J Indones.
2010;19(4):235-43.)
WHO. Global Prevalence of Diabetes in Epidemiology/ Health Services/
Psychosocial Research, http://www.who.int/diabetes/facts/en/diabcare0504.pdf)

Anda mungkin juga menyukai