Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

Dengue Haemoragic Fever (DHF)

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Anak


Di Ruang Seruni RSKH

OLEH :
Sanda Prima Dewi
125070201131017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

A.

DEFINISI.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan
yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh
empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu
demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda
kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai
akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk,
2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada
anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk
pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

B.

ETIOLOGI.
1.

Virus Dengue.

Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat
dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk
dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak
dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel sel
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel sel Arthropoda
misalnya sel aedes Albopictus.
2.

Vektor.

Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk
aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa
spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah

satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe


bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).

C.

PATOFISIOLOGI.
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi
pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh
merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti
demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa
denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus
dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini
akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan
konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1.

Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator

anafilatoksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin


dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas
pembuluh darah (plasma Leakage), dan menghilangnya plasma melalui
endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat akan
menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi
dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan
akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
3.Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya
pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka
plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan
anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).

Pathway

D.
1.

TANDA DAN GEJALA


Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri
tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2.

Perdarahan.

Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan
pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang
dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis
(Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat
(Ngastiyah, 1995 ; 349).
3.

Hepatomegali.

Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan
hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada
penderita.
4.

Renjatan (Syok).

Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai
dengan tanda tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung
hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada
masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.

E.

KLASIFIKASI.

WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,


yaitu :
1. Derajat I.

Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
2. Derajat II.
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti
petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat
(>120x/mnt), tekanan nadi sempit ( 20 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80
120/100 120/110 90/70 80/70 80/0 0/0 ).
4. Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung 140x/mnt), anggota
gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

F.

PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1. HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal

- HB

PCV /Hm

L : 12,0 16,8 g/dl.

L : 35 48 %.

P : 11,0 15,5 g/dl.


P : 34 45 %.

2. Trombosit menurun 100.000 / mm3.


Nilai normal
P

: 150.000 400.000/mm3.

: 150.000 430.000/mm3.

3. Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.


Nilai normal

L/P

: 4.600 11.400/mm3.

4. Waktu perdarahan memanjang.


Nilai normal

1 5 menit.

5. Waktu protombin memanjang.

Nilai normal

G.

10 14 detik.

PENATALAKSANAAN.

Penatalaksanaan medis (Narusalam, 2008)


1. Terapi
a. DHF tanpa rejatan Pada pasien dengan demam tinggi , anoreksia dan sering
muntah menyebabkan pasien dehidrasi dan haus, beri pasien minum 1,5 sampai 2
liter dalam 24 jam. Dapat diberikan teh manis, sirup, susu dan bila mau lebih baik
diberikan oralit. Apabila hiperpireksia diberikan obat anti piretik dan kompres air
biasa.Jika terjadi kejang, beri luminal atau anti konvulsan lainnya. Luminal diberikan
dengan dosis anak umur kurang dari 1 tahun 50 mg/ IM , anak lebih dari 1 tahun 75
mg. Jika 15 menit kejang belum berhenti luminal diberikan lagi dengan dosis 3mg /
kg BB. Anak diatas satu tahun diberikan 50 mg dan dibawah satu tahun diberikan 30
mg, dengan memperhatikan adanya depresi fungsi vital. Infus diberikan pada pasien
tanpa ranjatan apabila pasien terus menerus muntah , tidak dapat diberikan minum
sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan hematocrit yang cenderung
meningkat.
b. Pasien yang mengalami rajatan (syok) harus segera dipasang infus sebagai
pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan
biasanya Ringer Laktat. Jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon maka dapat
diberikan plasma atau plasma akspander, banyaknya 20 sampai 30 ml/kg BB.
Pada pasien rajatan berat pemberian infus diguyur dengan cara membuka klem infus
tetapi biasanya vena-vena telah kolaps sehingga kecepatan tetesan tidak mencapai
yang diharapkan, maka untuk mengatasinya dimasukkan cairan secara paksa
dengan spuit dimasukkan cairan sebanyak 200 ml, lalu diguyur.
2.Tindakan Medis yang bertujuan untuk pengobatan
Keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, dan muntah.
Jenis minuman yang diajurkan adalah jus buah, the manis, sirup, susu, serta larutan
oralit. Apabila cairan oralit tidak dapat dipertahankan maka cairan IV perlu diberikan.
Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolit, dianjurkan cairan dextrose 5% di dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila
terdapat asidosis dianjurkan pemberian NaCl 0,9 % +dextrose bagian natrium

bikarbonat. Kebutuhan cairan diberikan 200 ml/kg BB , diberikan secepat mungkin


dalam waktu 1-2 jam dan pada jam berikutnya harus sesuai dengan tanda vital, jadar
hematocrit, dan jumlah volume urine. Untuk menurunkan suhu tubuh menjadi kurang
dari 39C perlu diberikan anti piretik seperti paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kg
BB/hari. Apabila

pasien tampak gelisah, dapat diberkan sedative untuk

menenangkan pasien seperti kloral hidrat yang diberikan peroral/ perektal dengan
dosis 12,5-50 mg/kg BB (tidak melebihi 1 gram) . Pemberian antibiotic yang berguna
dalam mencegah infeksi seperti Kalmoxcilin, Ampisilin, sesuai dengan dosis yang
ditemukan. Terapi O2 2 liter /menit harus diberikan pada semua pasien syok.Tranfusi
darah dapat diberikan pada penderita yang mempunyai keadaan perdarahan nyata,
dimaksudkan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah.Hal yang diperlukan
yaitu memantau tanda-tanda vital yang harus dicatat selama 15 sampai 30 menit
atau lebih sering dan disertai pencatatan jumlah dan frekuensi diuresis

H.

PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2.Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai
batas waktu tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong
air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak anak dengan
usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada
saat

musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan,

pekerjaan.
2.Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3.Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan
kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan
keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan,
mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi
pendarahan pada kulit
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan
ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya
komplikasi dapat dihindarkan.
d. Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik
maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien
yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan
menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi

yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga status
gizinya menjadi kurang.
e.Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang
bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).

4.Acitvity Daily Life (ADL)


1) Nutrisi

: Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.

2) Aktivitas

: Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,ulu hati,

pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.


3) Istirahat, tidur

: Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.

4) Eliminasi

: Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.

5) Personal hygiene

: Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.

5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :


Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien
(inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan
mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya
suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien.
Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi
dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a.Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1) Grade I

: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda tanda

vital dan nadi lemah.

2) Grade II

: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada

perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil,
dan tidak teratur.
3) Grade III

: Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah,

kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.


4) Grade IV

: Kesadaran koma, tanda tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak

terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak
sianosis.
b.Kepala dan leher.
1) Wajah

: Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan

fotobia, pergerakan bola mata nyeri.


2) Mulut

: Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang)

sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan
5)Leher

: Hiperemia

: Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal

posterior.
c.Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi: Vocal fremitus kurang bergetar.
Perkusi: Suara paru pekak.
Auskultasi

: Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.

d.Abdomen (Perut).
Palpasi

: Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor

kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e.Anus dan genetalia.

f.

Eliminasi alvi

: Diare, konstipasi, melena.

Eliminasi uri

: Dapat terjadi oligouria sampai anuria.

Ekstrimitas atas dan bawah.


Stadium I
Stadium II III
Stadium IV

: Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.


: Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
: Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan

dan kaki.
6. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat ( 20%).
b. Trambositopenia (100.000/ml).
c. Leukopenia.
d. Ig.D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia,
dan hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

B. DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat
timbul pada klien dengan DHF adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme. Ditandai oleh :
2. Konvulsi.
3. Kulit kemerahan.
4. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.

5.
6.
7.
8.

Kejang.
Takikardi.
Takipnea.
Kulit terasa hangat.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.

3.

Perubahan status mental.


Penurunan tekanan darah.
Penurunan tekanan nadi.
Penurunan volume nadi.
Penurunan turgor kulit.
Penurunan turgor lidah.
Pengeluaran haluaran urine.
Penurunan pengisian vena.
Membrane mukosa kering.
Kulit kering.
Peningkatan hematokrit.
Peningkatan suhu tubuh.
Peningkatan frekuensi nadi.
Peningkatan konsentrasi urine.
Penurunan berat badan tiba-tiba.
Haus.
Kelemahan

Perubahan

nutrisi

kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan

ketidakmampuan untuk mencerna makanan.

Kram abdomen.
Nyeri abdomen.
Menghindari makanan.
Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
Kerapuhan kapiler.
Diare.
Kehilangan rambut berlebihan.
Bising usus hiperaktif.
Kurang makanan.
Kurang informasi.
Kurang minat pada makanan.
Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
Kesalahan konsepsi.
Kesalahan informasi.
Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.

INTERVENSI.

Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan
yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1. Peningkatan

suhu

tubuh

(hipertermi)

berhubungan

dengan

peningkatan

laju

metabolisme.
Tujuan
Mempertahankan suhu

Rencana
Ukur tanda-tanda vital

tubuh normal.
KH :
Suhu tubuh antara 36

(suhu).
Berikan kompres

370C.
Membrane mukosa
basah.
Nyeri otot hilang.

hangat.
Tingkatkan intake
cairan.

Rasional
Suhu 38,90C-41,10C
menunjukkan proses
penyakit infeksi akut.
Kompres hangat akan
terjadi perpindahan
panas konduksi.
Untuk mengganti
cairan tubuh yang
hilang akibat evaporasi.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


Tujuan
Kebutuhan cairan
terpenuhi.
KH :
Mata tidak cekung.
Membrane mukosa
tetap lembab.
Turgor kulit baik.

Rencana
Observasi tandatanda vital paling
sedikit setiap tiga jam.
Observasi dan cata
intake dan output.
Timbang berat badan.
Monitor pemberian
cairan melalui
intravena setiap jam.

Rasional
Penurunan sirkulasi darah
dapat terjadi dari
peningkatan kehilangan
cairan mengakibatkan
hipotensi dan takikardia.
Menunjukkan status volume
sirkulasi, terjadinya /
perbaikan perpindahan
cairan, dan respon terhadap
terapi.
Mengukur keadekuatan
penggantian cairan sesuai
fungsi ginjal.
d.
Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan


untuk mencerna makanan.
Tujuan
Kebutuhan nutrisi

Rencana
Berikan makanan

Rasional
Mengganti kehilangan

adekuat.
KH :
Berat badan stabil atau
meningkat.

yang disertai dengan


suplemen nutrisi
untuk meningkatkan
kualitas intake nutrisi.
Anjurkan kepada
orang tua untuk
memberikan
makanan dengan
teknik porsi kecil tapi
sering secara
bertahap.
Timbang berat badan
setiap hari pada
waktu yang sama
dan dengan skala
yang sama.
Pertahankan

vitamin karena
malnutrisi/anemia.
Porsi lebih kecil dapat
meningkatkan
masukan.
Mengawasi penurunan
berat badan.
Mulut yang bersih
meningkatkan selera
makan dan pemasukan
oral.
e.
Jelaskan
pentingnya intake
nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan
penyakit.

kebersihan mulut
klien.
Jelaskan pentingnya
intake nutrisi yang
adekuat untuk
penyembuhan
penyakit.
4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan
Perfusi jaringan perifer

Rencana
Rasional
Kaji dan catat tanda- Penurunan sirkulasi

adekuat.
KH :
TTV stabil.

tanda vital.
Nilai kemungkinan

darah dapat terjadi dari


peningkatan

terjadinya kematian

kehilangan cairan

jaringan pada

mengakibatkan

ekstremitas seperti
dingin, nyeri,
pembengkakan kaki.

hipotensi.
b.
Kondisi kulit
dipengaruhi oleh
sirkulasi, nutrisi, dan
immobilisasi.

DAFTAR PUSTAKA
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika.
Jakarta.
Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC ; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai