Anda di halaman 1dari 25

1

REFERAT
KOMPLIKASI DIABETES MELITUS PADA
KARDIOVASKULER

Oleh:
Ariska Nur Aida

112011101009

Pembimbing:
dr. Dwi Ariyanti, Sp. JP. FIHA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER


LAB/SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
2015
BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan


karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya. Pada DM, glukosa dimetabolisme dengan bantuan dua
enzim yang dihasilkan oleh pulau langerhans di pankreas yaitu insulin dan
glukagon. Insulin digunakan untuk membantu transfer glukosa ke sel serta
merendahkan kadar glukosa darah, sedangkan glukoagon berfungsi sebaliknya.
Sehingga pada gangguan insulin glukosa akan banyak ditemukan di darah dan
akan menimbulkan manifestasi yang khas bagi pasien DM. Manifestasi klinis DM
di antaranya adalah peningkatan pengeluaran urin (poliuri), peningkatan nafsu
makan (polifagi), dan peningkatan rasa haus (polidipsi). Jika tidak ditangani
dengan baik, dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang berbahaya. 6
Prevalensi DM berkembang pesat. Diperkirakan secara global jumlah orang
dewasa yang terkena dampak diabetes akan meningkat dari 135 juta lebih di tahun
1995 menjadi sekitar 300 juta pada tahun 2025. Pasien dengan DM memiliki
peningkatan risiko untuk penyakit kardiovaskular. Dengan demikian, komplikasi
kardiovaskular merupaka penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien

DM. DM bertanggung jawab terhadap berbagai macam komplikasi kardiovaskular


seperti peningkatan aterosklerosis di pembuluh darah besar (arteri karotis, aorta,
dan femoral) dan meningkatkan aterosklerosis pada pembuluh darah koroner,
sehingga meningkatkan risiko infark miokard, stroke, dan kehilangan anggota
tubuh. Mikroangiopati pada diabetes berkontribusi untuk terjadinya retinopati dan
kegagalan ginjal serta dapat menyebabkan kelainan jantung. 6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DM dapat menyebabkan terjadinya berbagai komplikasi kronik, baik


mikroangiopati atau makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik
diabetes yang menyerang kapiler dan pembuluh retina (retinopati diabetikum) dan
saraf-saraf perifer (neuropati diabetikum), otot-otot serta kulit. Makroangiopati
diabetikum mempunyai gambaran histopatologis berupa aterosklerosis. Perubahan
dasar disfungsi tersebut terutama terjadi pada endotel pembuluh darah, sel otot
polos pembuluh darah maupun sel mesangial ginjal yang nantinya akan
menyebabkan komplikasi vaskular pada penderita DM. 6
2.1

Epidemiologi
Diabetes melitus (DM), baik tipe 1 atau tipe 2, merupakan faktor resiko

yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung koroner (PJK), penyakit vaskular
perifer dan stroke. 80% kematian pada pasien DM diakibatkan oleh aterosklerosis,
dibandingkan dengan 30% pada pasien non-DM. Rasio resiko relatif PJK baik
untuk laki-laki dan perempuan dengan diabetes semakin meningkat, dengan

insiden pada pasien diabetes sekitar 2 hingga 4 kali lebih besar dibandingkan
dengan non-DM. 2 tipe penyakit vaskular yang timbul yaitu penyakit
makrovaskular, menyebabkan aterosklerosis dan arteriosklerosis; dan penyakit
mikrovaskular menyebabkan retinopati, nefropati, dan kemungkinan oklusi arteri
kecil pada jantung. 1
2.2

Faktor resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat mempengaruhi terjadinya komplikasi

DM pada penyakit kardiovaskular antara lain :

a. Kerentanan pembuluh darah


Aterogenesis,

yang

dikarakteristik

dengan

remodeling

arteri

dan

menimbulkan akumulasi subendotel komponen lemak (plak), telah diketahui


sebagai penyakit progresif dari dinding pembuluh darah, yang menyebabkan
reduksi diameter lumen hingga pada suatu kondisi dimana beberapa platelet aktif
cukup untuk menutup pembuluh darah dan menghasilkan infark miokard akut.
Perkembangan lesi aterogenesis ini dipertimbangkan meliputi proses inflamasi
yang kompleks. Tahap awal perkembangan plak dikenal dengan disfungsi endotel,
dimana hiperglikemia merupakan salah satu faktor resiko, selain interaksi
langsung dari sitokin peradangan jaringan, seperti TNF-, dan IL-6 yang
mengaktifkan endotel. Sel-sel inflamasi akan memasuki dinding pembuluh darah,
dan tahap ini dikenal dengan pembentukan fatty streak, dimana otot polos
vaskular berpoliferasi dan bermigrasi dari media ke dalam lesi yang menambah
perkembangan lesi. 1
Tahap berikutnya dikenal dengan pembentukan inti lipid nekrotik, melalui
apoptosis dan kematian sel, dan peningkatan aktivitas proteolitik dan akumulasi
lipid. Plak ini yang bersifat stabil dapat berubah menjadi tidak stabil, yang
memiliki karakteristik inti lipid nekrotik yang besar, infiltrasi sel inflamasi, dan

kapsul fibrous yang tipis dan rapuh. Mekanisme kerentanan pembuluh darah pada
diabetes melitus dapat dijelaskan melalui gambar berikut :

Gambar 1. Kerentanan pembuluh darah. Hiperglikemia, sitokin inflamasi jaringan,


disertai berbagai fakto resiko kardiovaskuler mempengaruhi fase atergonesis pasien
dengan diabetes, yang berkontribusi terhadap lesi komplikasi yang dapat ruptur dan
menyebabkan kejadian koroner akut.

b. Kerentanan darah

10

Kerentanan darah merupakan komponen darah, seperti mediator inflamasi,


gangguan fungsi platelet, hiperkoagulabilitas, dan hipofibrinolisis, seperti
mikropartikel (MPs) yang berkontribusi terhadap kejadian kardiovaskular. Berikut
disajikan gambaran penjelasan kerentanan darah terhadap resiko penyakit jantung
pada penderita diabetes.

Gambar 2. Kerentanan darah. Komponen protrombotik pada diabetes mellitus- termasuk


disfungsi platelet, pemadatan struktur fibrin dan hipofibrinolisis, peningkatan
mikropartikel, dan inflamasi- menimbulkan gangguan yang disimpulkan sebagai
kerentanan darah

c. Kerentanan miokard

11

Miokard dapat berkontribusi baik terhadap perkembangan sindrom koroner


akut maupun gagal jantung. Pada keadaan sindrom koroner akut, penyumbatan
cabang arteri anterior desendens kiri pada satu pasien dapat menyebabkan infark
miokard yang tidak bergejala, sedangkan penyumbatan cabang sisi arteri kecil
pada pasien yang lain menyebabkan kematian mendadak. Pemahaman diatas
menunjukkan bahwa terdapat penanda yang berhubungan dengan iskemik
aterosklerosis, seperi abnormalitas EKG, gangguan perfusi dan viabilitas, seperti
abnormalitas gerakan dinding jantung. Gagal jantung kronik mempengaruhi satu
dari lima pasien dengan diabetes, dan menyebabkan resiko hingga 4 kali lebih
besar.
Peningkatan resiko ini berhubungan dengan beberapa faktor resiko
kardiovaskular, termasuk obesitas dan hipertensi, yang menyebabkan penyakit
jantung koroner dan iskemik kardiomiopati. Kerentanan miokard dapat dijelaskan
sebagai berikut :

Gambar 3. Kerentanan miokard. Gangguan metabolisme jantung dengan resistensi insulin


sel dan perhubahan penggunaan substrat dari glukosa menjadi oksidasi asam lemak
menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dan produksi oksigen reaktif yang
mengakibatkan apoptosis dan fibrosis kardiomiosit.

12

Beberapa faktor resiko yang dijelaskan di atas dapat ditarik kesimpulan secara
singkat melalui gambaran berikut :

Gambar 4. Faktor resiko

2.3

Penyakit Jantung Koroner pada Diabetes Melitus

2.3.1

Patofisiologi
Dasar terjadinya peningkatan risiko Penyakit Jantung Koroner pada

penderita DM belum diketahui secara pasti. Dari hasil penelitian didapatkan


kenyataan bahwa :
1.

Angka kejadian aterosklerosis lebih tinggi pada penderita DM


dibanding populasi non DM.

2.

Penderita DM mempunyai risiko tinggi untuk mengalami trombosis,


penurunan fibrinolisis dan peningkatan respons inflamasi.

3.

Pada penderita DM terjadi glikosilasi protein yang akan mempengaruhi


integritas dinding pembuluh darah.

Haffner dan kawan-kawan, membuktikan bahwa aterosklerosis pada


penderita DM mulai terjadi sebelum timbul onset klinis DM. Studi epidemiologik
juga menunjukkan terjadinya peningkatan risiko payah jantung pada penderita
DM dibandingkan populasi non DM, yang ternyata disebabkan karena kontrol
gula darah yang buruk dalam waktu yang lama. Disamping itu berbagai faktor
turut pula memperberat risiko terjadinya payah jantung dan stroke pada penderita

13

DM, antara lain hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemi, hiperamilinemi,


dislipidemi, dan gangguan sistem koagulasi serta hiperhomosisteinemi.
Semua faktor risiko ini kadang-kadang dapat terjadi pada satu individu dan
merupakan suatu kumpulan gejala yang dikenal dengan istilah sindrom resistensi
insulin atau sindrom metabolik.
2.3.2

Etiologi

Lesi aterosklerosis pada penderita DM dapat terjadi akibat :


1. Hiperglikemi
Hiperglikemi kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai
mekanisme antara lain :
-

Hiperglikemi kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan


makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan
tekanan intravaskular akibat gangguan keseimbangan Nitrat Oksida (NO) dan
prostaglandin.

Hiperglikemi meningkatkan aktivasi protein kinase C (PKC) intraseluler


sehingga akan menyebabkan gangguan NADPH pool yang akan menghambat
produksi NO.

Overekspresi growth factors meningkatkan proliferasi sel endotel dan otot


polos pembuluh darah sehingga akan terjadi neovaskularisasi.

Hiperglikemi akan meningkatkan sintesis diacylglyerol (DAG) melalui jalur


glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas protein
kinase C (PKC). Baik DAG maupun PKC berperan dalam memodulasi
terjadinya vasokonstriksi.

Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan


hiperglikemi akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stres oksidatif dan
peningkatan oxidized lipoprotein, terutama small dense LDL-cholesterol
(oxidized LDL) yang lebih bersifat aterogenik. Disamping itu peningkatan
kadar asam lemak bebas dan keadaan hiperglikemi dapat meningkatkan
oksidasi fosfolipid dan protein.

14

Hiperglikemi akan disertai dengan tendensi protrombotik dan aggregasi


platelet. Keadaan ini berhubungan dengan beberapa faktor antara lain
penurunan produksi NO dan penurunan aktivitas fibrinolitik akibat
peningkatan kadar PAI-1. Disamping itu pada DM tipe 2 terjadi peningkatan
aktivitas

koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor seperti pembentukan

advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan sintesis heparan


sulfat.
-

Walaupun tidak ada hubungan langsung antara aktivasi koagulasi dengan


disfungsi endotel, namun aktivasi koagulasi

yang berulang dapat

menyebabkan overstimulasi dari sel-sel

sehingga akan terjadi

endotel

disfungsi endotel.
2. Resistensi insulin dan hiperinsulinemi
Jialal dan kawan-kawan menemukan adanya reseptor terhadap insulin yaitu
IGF-I dan IGF-II pada sel-sel dari pembuluh darah besar dan kecil dengan
karakteristik ikatan yang sama dengan yang ada pada sel-sel lain. Peneliti ini
menyatakan bahwa reseptor IGF-I dan IGF-II pada sel endotel terbukti berperan
secara fisiologik dalam proses terjadinya komplikasi vaskular pada penderita
DM. Defisiensi insulin dan hiperglikemi kronik dapat meningkatkan kadar total
protein kinase C (PKC) dan diacylglycerol (DAG) yang berperan dalam
memodulasi terjadinya vasokonstriksi. Insulin juga mempunyai efek langsung
terhadap jaringan pembuluh darah. Pada penelitian terhadap jaringan pembuluh
darah dari obese Zucker rat didapatkan adanya resistensi terhadap sinyal PI3kinase. Temuan ini membuktikan bahwa resistensi insulin akan menimbulkan
gangguan langsung pada fungsi pembuluh darah. King dan kawan-kawan dalam
penelitiannya menggunakan kadar insulin fisiologis mendapatkan bahwa hormon
ini dapat meningkatkan kadar dan aktivitas mRNA dari eNOS sebesar 2 kali lipat
setelah 2-8 jam inkubasi sel endotel. Peneliti ini menyimpulkan bahwa insulin
tidak hanya memiliki efek vasodilatasi akut melainkan juga memodulasi tonus
pembuluh darah. Toksisitas insulin (hiperinsulinemi / hiperproinsulinemi) dapat
menyertai keadaan resistensi insulin/ sindrom metabolik dan stadium awal dari
DM tipe 2. Insulin meningkatkan jumlah reseptor AT-1 dan mengaktifkan Renin

15

Angiotensin Aldosterone

System (RAAS). Akhir-akhir

ini telah dapat

diidentifikasi adanya reseptor AT-1 didalam sel-sel beta pankreas dan didalam selsel endotel kapiler pulau Langerhans pankreas. Jadi, hiperinsulinemi mempunyai
hubungan dengan Ang-II dengan akibat akan terjadi peningkatan stres oksidatif
didalam pulau Langerhans pankreas akibat peningkatan kadar insulin, proinsulin
dan amilin.
3. Hiperamilinemi
Amilin atau disebut juga Islet Amyloid Polypeptide (IAPP) merupakan
polipeptida yang mempunyai 37 gugus asam amino, disintesis dan disekresi oleh
sel-sel beta pankreas bersama-sama dengan insulin. Jadi keadaan hiperinsulinemi
akan disertai dengan hiperamilinemi dan sebaliknya bila terjadi penurunan kadar
insulin akan disertai pula dengan hipoamilinemi. Hiperinsulinemi dan
hiperamilinemi dapat menyertai keadaan resistensi insulin/ sindrom metabolik dan
DM tipe 2. Terjadinya amiloidosis (penumpukan endapan amilin) didalam islet
diduga berhubungan dengan lama dan beratnya resistensi insulin dan DM tipe 2.
Sebaliknya , penumpukan endapan amilin didalam sel-sel beta pankreas akan
menurunkan fungsinya dalam mensekresi insulin. Sakuraba dan kawan-kawan
dalam penelitiannya mendapatkan bahwa pada penderita DM tipe 2, peningkatan
stres oksidatif berhubungan dengan peningkatan pembentukan IAPP didalam selsel beta pankreas. Dalam keadaan ini terjadi penurunan ekspresi enzim Super
Oxide Dismutase (SOD) yang menyertai

pembentukan IAPP dan penurunan

massa sel beta. Temuan ini menunjukkan adanya hubungan antara terjadinya stres
oksidatif dan pembentukan IAPP serta penurunan massa dan densitas sel-sel beta
pankreas. Amilin juga dapat merangsang lipolisis dan merupakan salah satu
mediator terjadinya resistensi insulin.

Baru-baru ini ditemukan pula amylin

binding site didalam korteks ginjal, dimana amilin dapat mengaktivasi RAAS
dengan akibat terjadinya peningkatan kadar rennin dan aldosteron. Janson dan
kawan-kawan mendapatkan adanya partikel amiloid (intermediate sized toxic
amyloid particles = ISTAPs) yang bersifat sitotoksik terhadap sel-sel beta
pankreas, dapat mengakibatkan apoptosis dengan cara merusak membran sel beta
pankreas.

16

4. Inflamasi
Dalam beberapa tahun terakhir, terbukti bahwa inflamasi tidak hanya
menimbulkan komplikasi Sindrom Koroner Akut, tetapi juga merupakan
penyebab utama dalam proses terjadinya

dan progresivitas aterosklerosis.

Berbagai pertanda inflamasi telah ditemukan didalam lesi aterosklerosis, antara


lain sitokin dan growth factors yang dilepaskan oleh makrofag dan T cells. Sitokin
akan meningkatkan sintesis Platelet Activating Factor (PAF), merangsang
lipolisis, ekspresi molekul2 adhesi dan upregulasi sintesis serta ekspresi aktivitas
prokoagulan didalam sel-sel endotel. Jadi sitokin memainkan peran penting tidak
hanya dalam proses awal terbentuknya lesi aterosklerosis, melainkan juga
progresivitasnya. Pelepasan sitokin lebih banyak terjadi

pada penderita DM,

karena peningkatan dari berbagai proses yang mengaktivasi makrofag ( dan


pelepasan sitokin ) , antara lain oksidasi dan glikoksidasi protein dan lipid.
Pelepasan sitokin yang dipicu oleh terbentuknya Advanced Glycosylation
Endproducts (AGEs) akan disertai dengan over produksi berbagai growth factors
seperti :
-

PDGF (Platelet Derived Growth Factor)

IGF I (Insulin Like Growth Factor I)

GMCSF (Granulocyte/Monocyte Colony Stimulating Factor)

TGF- (Transforming Growth Factor-)


Semua faktor ini mempunyai pengaruh besar terhadap fungsi sel-sel

pembuluh darah. Disamping itu terjadi pula peningkatan pembentukan kompleks


imun yang mengandung modified lipoprotein. Tingginya kadar kompleks imun
yang mengandung modified LDL, akan meningkatkan risiko komplikasi
makrovaskular pada penderita DM baik DM tipe 1 maupun DM tipe 2. Kompleks
imun ini tidak hanya merangsang pelepasan sejumlah besar sitokin tetapi juga
merangsang ekspresi dan pelepasan matrix metalloproteinase-1 (MMP-1) tanpa
merangsang sintesis inhibitornya.

Aktivasi makrofag oleh kompleks imun

tersebut akan merangsang pelepasan Tumor Necrosis Factor (TNF ) , yang


menyebabkan up regulasi sintesis C-reactive protein. Baru-baru ini telah
ditemukan C-reactive protein dengan kadar yang cukup tinggi pada penderita

17

dengan resistensi insulin. Peningkatan kadar kompleks imun pada penderita DM


tidak hanya menyebabkan timbulnya aterosklerosis dan progresivitasnya,
melainkan juga berperan dalam proses rupturnya plak aterosklerotik dan
komplikasi Jantung Koroner selanjutnya. Kandungan makrofag didalam lesi
aterosklerosis pada penderita DM mengalami peningkatan, sebagai akibat dari
peningkatan rekrutmen makrofag kedalam dinding pembuluh darah karena
pengaruh tingginya kadar sitokin. Peningkatan oxidized LDL pada penderita DM
akan meningkatkan aktivasi sel T yang akan meningkatkan pelepasan interferon .
Pelepasan interferon akan menyebabkan gangguan homeostasis sel-sel
pembuluh darah. Aktivasi sel T juga akan menghambat proliferasi sel-sel otot
polos pembuluh darah dan biosintesis kolagen, yang akan menimbulkan
vulnerable plaque, sehingga menimbulkan komplikasi Sindrom Koroner Akut.
Sampai sekarang masih terdapat kontroversi tentang mengapa pada
pemeriksaan patologi anatomi,

plak pada DM tipe 1 bersifat lebih fibrous dan

calcified, sedangkan pada DM tipe 2 lebih seluler dan lebih banyak mengandung
lipid. Dalam suatu seri pemeriksaan arteri koroner pada penderita DM tipe 2
setelah sudden death, didapatkan area nekrosis, kalsifikasi dan ruptur plak yang
luas. Sedangkan pada penderita DM tipe 1 ditemukan peningkatan kandungan
jaringan ikat dengan sedikit foam cells didalam plak yang memungkinkan lesi
aterosklerosisnya relatif lebih stabil.
5. Trombosis/Fibrinolisis
Diabetes Melitus akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu
perubahan-perubahan proses trombosis dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan
karena adanya resistensi insulin terutama yang terjadi pada penderita DM tipe 2.
Walaupun demikian dapat pula ditemukan pada penderita DM tipe 1. Peningkatan
fibrinogen serta aktivitas faktor VII dan PAI-1 baik didalam plasma maupun
didalam plak aterosklerotik akan menyebabkan penurunan urokinase dan
meningkatkan aggregasi platelet. Penyebab peningkatan fibrinogen diduga karena
meningkatnya aktivitas faktor VII yang berhubungan dengan terjadinya
hiperlipidemi post prandial. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh
langsung dari insulin dan pro insulin. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa

18

penurunan kadar PAI-1 setelah pengobatan DM tipe 2 dengan thiazolidinediones


menyokong hipotesis adanya peranan resistensi insulin dalam proses terjadinya
over ekspresi PAI-1. Peningkatan PAI-1 baik didalam plasma maupun didalam
plak aterosklerotik tidak hanya menghambat migrasi sel otot polos pembuluh
darah, melainkan juga disertai penurunan ekspresi urokinase didalam dinding
pembuluh darah dan plak aterosklerotik. Terjadinya proteolisis pada daerah
fibrous cap dari plak yang menunjukkan peningkatan aktivasi sel T dan makrofag
akan memicu terjadinya ruptur plak dengan akibat terjadinya Sindrom Koroner
Akut.. Mekanisme yang mendasari terjadinya keadaan hiperkoagulasi pada
penderita DM dan resistensi insulin, masih dalam penelitian lebih lanjut.12
6. Dislipidemia
Dislipidemia yang akan menimbulkan stres oksidatif umum terjadi pada
keadaan resistensi insulin/sindrom metabolik dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi
akibat gangguan metabolisme lipoprotein yang sering disebut sebagai "lipid
triad", meliputi :12
a. Peningkatan kadar VLDL atau trigliserida
b. Penurunan kadar HDL cholesterol
c. Terbentuknya small dense LDL yang lebih bersifat aterogenik.
Ketiganya disebabkan oleh trigliserid dalam jaringan lemak (adipose)
maupun dalam darah (yaitu VLDL dan IDL) akan mengalami hidrolisis menjadi
asam lemak bebas dan gliserol. Proses hidrolisis ini terjadi oleh karena adanya
enzim trigliserid lipase. Terdapat dua jenis enzim trigliserid lipase yaitu
lipoprotein lipase (LPL) yang terdapat pada endothelium vaskular dan berfungsi
memecah trigliserid dari lipoprotein kaya trigliserid dalam plasma yaiu VLDL dan
IDL. Enzim trigliserid lipase kedua terdapat dalam jaringan lemak oleh karena itu
disebut trigliserid lipase intravaskuler adiposity (lipoprotein lipase intraseluler)
yang juga disebut hormone sensitive lipase dan berfungsi memecah simpanan
trigliserid dalam jaringan bila diperlukan sebagai sumber energi. Kerja kedua
enzim tersebut sangat tergantung dari kadar insulin plasma dengan pengertian
kadar insulin plasma yang normal akan memacu kerja lipoprotein lipase dan
menghambat kerja lipoprotein lipase intraseluler.13

19

Pada keadaan resistensi insulin, hormon sensitive lipase di jaringan adipose


akan menjadi aktif sehingga lipolisis trigliserid di jaringan adipose semakin
meningkat, kerja enzim lipoprotein lipase intraseluler akan menjadi aktif sehingga
terjadi lipolisis trigliserid intraseluler. Keadaan ini akan menghasilkan asam lemak
bebas (=FFA=NEFA) yang berlebihan. Asam lemak bebas akan memasuki aliran
darah, sebagian akan digunakan sebagai sumber energi dan sebagian akan dibawa
ke hati sebagai bahan baku pembentukan trigliserid. Di hati asam lemak bebas
akan menjadi trigliserid kembali dan menjadi bagian dari VLDL. Oleh karena itu
VLDL yang dibentuk akan sangat kaya trigliserid disebut juga VLDL kaya
trigliserid atau VLDL besar (enriched trigliseride VLDL=large VLDL).Dalam
sirkulasi trigliserid yang banyak di VLDL akan bertukar dengan kolesterol ester
dari LDL kolestrol. Hal mana akan menghasilkan LDL yang kaya akan trigliserid
tetapi kurang kolesterol ester (cholesterol ester depleted LDL). Trigliserid yang
dikandung oleh LDL akan dihidrolisis oleh enzim lipase hati yang biasanya
meningkat pada resistensi insulin sehingga menghasilkan LDL yang kecil padat
(small dense LDL). Partikel LDL kecil padat ini mudah teroksidasi dan sangat
aterogenik.
7. Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu faktor dalam resistensi insulin/ sindrom
metabolik dan sering menyertai DM tipe 2. Sedangkan pada penderita DM tipe 1,
hipertensi dapat terjadi bila sudah ditemukan tanda-tanda gangguan fungsi ginjal
yang ditandai dengan mikroalbuminuri. Adanya hipertensi akan memperberat
disfungsi endotel dan meningkatkan risiko Penyakit Jantung Koroner. Hipertensi
disertai dengan peningkatan stres oksidatif dan aktivitas Spesies Oksigen Radikal,
yang selanjutnya akan memediasi terjadinya kerusakan pembuluh darah akibat
aktivasi Ang II dan penurunan aktivitas enzim SOD. Sebaliknya glukotoksisitas
akan menyebabkan peningkatan aktivitas RAAS sehingga akan meningkatkan
risiko terjadinya hipertensi. Penelitian terbaru mendapatkan adanya peningkatan
kadar amilin (hiperamilinemi) pada individu yang mempunyai riwayat keluarga
hipertensi dan dengan resistensi insulin.

20

2.4

Gagal Jantung pada Diabetes Melitus


Gagal jantung merupakan suatu keadaan patofisiologik dimana jantung

tidak dapat mempertahankan curah jantung yang cukup untuk memenuhi


kebutuhan metabolik tubuh. Walaupun PJK dan hipertensi merupakan faktor
resiko paling umum berhubungan dengan gagal jantung, diabetes mellitus dan
resistensi insulin yang timbul sebelum perkembangan diabetes juga merupakan
faktor resiko yang independen dan kuat terhadap gagal jantung.1
Beberapa mekanisme telah diketahui berperan dalam kejadian gagal jantung
pada pasien diabetes, baik efek yang tidak langsung (komorbiditas yang
mendasari) dan efek langsung (metabolik) diabetes, kebanyakan berhubungan
pada kondisi yang kompleks dan dapat mempengaruhi baik fungsi sistolik
maupun

diastolik.

Hiperglikemia

berhubungan

dengan

fungsi

endotel

mikrovaskular yang terganggu, menyebabkan peningkatan kebutuhan miokard;


gangguan dinamika energi, yang dapat mengubah penggunaan miokard kepada
oksidasi asam lemak yang kurang efisien, dan bersifat proinflamasi. Komponen
utama dan penanda gangguan ini adalah down-regulation enzim FAO dan level
mRNA pada ventrikel kiri jantung.9,10
Aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosterone
(RAS) memegang peran penting pada patofisiologis gagal jantung. Faktor-faktor
yang menunjukkan berperan terhadap kerusakan jantung dan vaskular dan
selanjutnya aktivasi sistem neurohormonal ini meliputi hipertensi, hiperlipidemia,
sindroma metabolik, diabetes, aterosklerosis, PJK akut, dan gagal jantung.
Aktivasi sistem neurohormonal ini menyebabkan resistensi insulin, dan resistensi
insulin menyebabkan aktivasi sistem neurohormonal. Aktivasi sistem saraf
simpatis yang berlebihan menghasilkan efek kardiovaskular yang menurun,
kerusakan jantung akibat aktivasi sistem saraf simpatis.11

21

Tabel 1. Abnormalitas patofisiologik disfungsi jantung, gagal jantung kongestif pada


diabetes1

Gambar 5. Skema adaptif jantung dan maladaptif modifikasi metabolik respons terhadap
diabetes dengan atau tanpa superimposed iskemia atau hipertrofi, pada kardiomiopati 1

Diabetik kardiomiopati merupakan salah satu gagal jantung yang timbul


pada diabetes. Beberapa faktor yang mendasari diabetik kardiomiopati yaitu
aterosklerosis koroner berat, hipertensi lama, hiperglikemik kronik, penyakit
mikrovaskular, glikosilasi protein miokard, dan neuropati otonom. Perbaikan
kontrol glikemik, hipertensi, dan pencegahan aterosklerosis dengan obat antidyslipidemia

dapat

mencegah

atau

memperlambat

timbulnya

diabetik

kardiomiopati. Mekanisme yang terlibat dalam menurunkan kontraktilitas

22

miokard pada diabetes mellitus yaitu gangguan homeostasis kalsium, upregulation sistem renin-angiotensin, peningkatan stress oksidatif, gangguan
metabolisme substrat, dan disfungsi miokard. Neuropati otonom berperan pada
perkembangan disfungsi ventrikel kiri, dimana stimulasi simpatis memperbaiki
kontraksi ventrikel kiri dan meningkatkan laju relaksasi ventrikel kiri, difasilitasi
dengan pengambilan kalsium oleh reticulum sarkoplasmik. Pada diabetes
penyimpanan katekolamin jantung berkurang/ hilang yang menyebabkan
gangguan baik fungsi sistolik dan diastolik. Kemampuan pembuluh darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolik juga terganggu dengan tonus pembuluh darah
epikard yang abnormal dan disfunsi miokard; ditandai dengan gangguan relaksasi
tergantung-endotel, suatu kerusakan yang dihubungkan dengan inaktivasi nitrit
oksida karena produk glikasi akhir yang banyak dan pembentukan radikal bebas.
Deposit dari produk glikasi akhir meningkatkan kekakuan diastolik ventrikel kiri
secara langsung dengan gangguan kolagen, atau tidak langsung dengan
meningkatkan pembentukan kolagen atau menurunkan bioavailabilitas nitrit
oksida.12,13,14

23

Gambar 6. Diabetik Kardiomiopati diakibatkan Perubahan Metabolisme Jantung 15

BAB III
KESIMPULAN

1. Diabetes mellitus adalah kelompok penyakit yang dikarakteristik dengan


produksi insulin yang insufisien/ inadekuat dan menimbulkan hiperglikemia,
merupakan faktor resiko yang kuat untuk perjalanan penyakit jantung
koroner, penyakit vaskular perifer, stroke dan kegagalan jantung.
2. Tiga komponen yang menyebabkan pasien diabetes memiliki resiko tinggi
untuk kejadian komplikasi kardiovaskular yaitu kerentanan pada pembuluh
darah, komponen darah, dan miokard.
3. Penyebab kematian dan kesakitan utama pada DM adalah PJK yang
merupakan penyulit makrovaskuler pada DM. Penyulit makrovaskuler ini
bermanifestasi sebagai aterosklerosis dini yang dapat mengenai organ-organ
vital. Penyebab aterosklerosis bersifat multifaktorial, melibatkan interaksi
kompleks dari berbagai keadaan seperti hiperglikemia, hiperlipidemia,
hiperinsulinemia, dan/atau hiperproinsulinemia serta perubahan-perubahan
dalam proses koagulasi dan fibrinolisis.
4. Gagal jantung pada diabetes terjadi akibat peningkatan proses oksidasi asam
lemak bebas, gangguan homeostasis kalium, aktivasi sistem reninangiotensin, peningkatan stress oksidatif yang menyebabkan disfungsi
miokard. Abnormalitas fungsi endotel, lipoprotein, dan koagulasi yang terjadi
akibat hiperglikemia atau resistensi insulin merupakan abnormalitas primer
yang

menjadi

aterosklerosis.

faktor

predisposisi

utama

perkembangan

penyakit

24

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Anwar Djohan, Bahri. Penyakit Jantung Koroner Dan Hipertensi. Medan.
USU e-Repository; 2004. 1.
2. Supriyono, M., H, Soeharyo., Sugiri, U, Ari., Sakundarno, M. Faktor
Faktor Risiko Kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK) Pada Kelompok
Usia 45 Tahun. http://www.pdffactory.com. Muchid, Abdul et all.
Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner: Fokus
Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2006. 1.
3. Syed MA, Mark EC, John FD. 2000. Management of Dyslipidemia in
Adults. The American Academy Family Physician, May 1, 2000. Available
from http://www.aafp.org/afp/980501ap/ahmed.html.
4. Polineuropatiundip =http://eprints.undip.ac.id/12511/1/2002PPDS1902.pdf
5. Sylvia AP, Lorraine MW. Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC, 2005: 1261-70.
6. Majid, Abdul. Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan, Dan
Pengobatan Terkini. Medan: USU e-Repository; 2008. 1.
7. Handoko, Iwan. Glukosa. Jakarta 2 Januari 2007. Avaible from: URL:
http://www.klinikku.com
8. John MFA. Dislipidemia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III.
Jakarta: FKUI, 2006:1948-54
9. Paolo GC, Filipo C. 2007. Coronary Microvascular Dysfunction. The New
England Journal of Medicine Vol 356:830-40, No.8, February 22, 2007.
Available from http://content.nejm.org/cgi/content/full/354/4/417.
10. Ginsberg HN. 2006. Diabetic dislipidemia: basic mechanism underlying
the common hypertriglyceridemia and low HDL cholesterol levels.
Diabetes. 45(Suppl 3): S27-S30.
11. Shepherd J, Cobbe SM, Ford I, et al, for the West of Scotland Coronary
Prevention Study Group. Pathogenesis of Atherogenic Dyslipidemia. Clin

25

Invest.

1999;

29

(Suppl

2)

12-16.

www.medscape.com/viewarticle/412684_2.
12. Betram G. Katzung. Hormon Pankreas dan Obat-Obat Antidiabetes.
Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC, 1998 : 674 78. A
13. Masoudi AF, Inzucchi SE. 2007. Diabetes Melitus and Heat Failure:
Epidemiology, Mechanism, and Pharmacotherapy. Am J Cardiology; 99:
113B-132B

Anda mungkin juga menyukai