Anda di halaman 1dari 27

1

AIN FITRAH AN
1102014008
1. MM Anatomi Articulatio / Coxae
1.1 Makroskopik
1.2 Mikroskopik
1.3 Kinesiologi
2. MM Fraktur
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi Klinis
2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
2.7 Tatalaksana
2.8 Komplikasi Prognosis

1. MM Anatomi Articulatio / Coxae


1.1 Makroskopik
Anatomi Femur

Anatomi Coxae

Anatomi Makro
Illium, bersama ischium dan pubis, membentuk Os Coxae. Mereka
bertemu di acetabulum. Os coxae berartikulasi dengan sacrum pada art.
Sacroilliaca dan membentuk dinding antero lateral pelvis. Mereka juga
saling berartkulasi pada symphisis pubis.

Ciri penting yang terdapat pada permukaan luar Os coxae di regio


glutealis adalah:

Illium yang merupakan atasnya yang gepeng, memiliki Crista illiaca.


Seluruh crista ini dapat diraba di bawah kulit. Ia berakhir di depan

spina illiaca anterior superior dan di belakang pada spina illiaca

superior posterior.
Permukaan luar illium berobak, cembung di depan dan cekung di
belakang. Ia ditanadai 3 garis lengkung: Linea glutea superior, linea

glutea media dan linea glutea superior.


Ischium berbentuk L, terdiri atas bagian atas yang lebih tebal,
corpus dan bagian bawah yang tipis, ramus. Spina ischiadica major
dan minor diubah menjadi foramen inschiadicum majjor dan minor

oleh adalah Lig. Sacrospinale dan Lig. Sacrotuberale.


Pubis dapat dibagi menjadi bagian corpus, ramus superior dan
ramus inferior. Corpus kedua Os pubis saling berartikulasi pada garis
tengah ke anterior pada symphisis pubis, ramus superior
menghubungkan illium dan ischium pada acetabulum, dan ramus
inferior menghubungkan ischiadica di bawah foramen obturatorium
dan ditutupi membrana obturatoria.

Pada permukaan luar Os coxae terdapat lekukan yang disebut


acetabulum. Bagian ini berartikulasi dengan caput femoris yang hampir
bulat dan membentuk art. Coxae. Tepian inferior tidak ada dan ditandai
oleh incisura acetabuli. Permukaan sendi acetabulum hanya berupa
daerah yang berbentuk tapal kuda dan ditutupi tulangg rwaan hyalin.
Dasar acetabulum bukan bagian sendi dan disebut fossa acetabuli.
1.2

Mikroskopik

Sel tulang dibagi dalam 4 jenis :


1. Ostoeprogenitor
Merupakan sel jaringan penyambung yang terdapat pada permukaan
tulang, berbentuk kumparan, berwarna pucat, tugas utamanya adalah
bereproduksi, menghasilkan sel-sel yang akan terus berproduksi atau
berdifferensiasi khusus seperti osteoblas.
2. Osteoblast
Memproduksi matriks organik tulang. Osteoblast terdapat pada
permukaan balok tulang, disebut daerah osteogenesis.
3. Osteocyte
Osteoblast setelah membuat matriks tulang akan terperangkap di
dalam matriks menjadi osteosit. Terdapat kanal-kanal kecil menjulur
keluar dari lakuna, yaitu kanalikuli yang mengandung cabang
sitoplasma osteosit,
4. Osteoclast

Merupakan sel besar berinti banyak,sitoplasma asidofil dengan banyak


vakuola, sehingga tampak berbusa.osteoklas aktif berperan dalam
destruksi atau absorbsi tulang.
Articulatio coxae tersusun dari tulang rawan hialin.dalam keadaan segar
tulang rawan hialin berwarna putih mengkilap. Tulang rawan hialin
tersusun atas sel sel dan matriks tulang rawan.
Sekitar 40% matriks tulang rawan hialin merupakan kolagen, sisanya
adalah substansia dasar proteoglikan berupa kondrotin sulfat. Matriks
tulang rawan hialin bersifat homogen. Di sekitar lakuna terlihat warna
basofil karena konsentrasi proteoglikan bersulfat lebih tinggi daripada
sekitarnya. Daerah ini disebut teritorium. Sedangkan matriks yang
terdapat diantara lakuna satu dan lakuna lainnya lebih terang, disebut
interteritorium. Kondrosit terdapat pada lakuna. Dapat tunggal atau terdiri
dari 2, 4, 8 sel isogen. Tulang rawan hialin dibungkus oleh lapisan
perikondrium.

Komponen komponen tulang rawan hialin

Matriks
Komponen penting dari matriks kartilago adalah
kondronektin,sebuah makromolekul yang membantu perlekatan
kondrosit pada kolagen matriks. Matriks kartilago yang tepat
,mengelilingi setiap kondrosit banyak mengandung

glikosaminoglikan dan sedikit kolagen.


Perikondrium
Kecuali pada kartilago sendi,semua kartilago hyalin ditutupi oleh
selapis jaringan ikat padat,perikondrium, yang esensial bagi
pertumbuhan dan pemeliharaan tulang rawan.
Terdiri dari dua lapisan : lapisan fibrosa dan lapisan khondrogenik

Kondrosit
Pada tepian kartilago hyalin, kondrosit muda berbentuk lonjong,
dengan sumbu panjang paralel dengan permukaan. Lebih ke dalam
bentuknya bulat, dan dapat berkelompok hingga 8 sel, kesemuanya
adalah hasil dari pembelahan mitosis dari kondrosit. Kelompok
demikian disebut dengan kelompok isogen.
Struktur paling luar dari kartilago Hyalin bagian atas sama dengan
dari bawah masing-masing terdapat selaput perikondrium yang
kaya fibroblas. Agak ke tengah terdapat kondroblas atau sel
kartilago muda dalam kapsula kecil dengan sitoplasma penuh.
Makin ke tengah terdapat kondrosit atau sel rawan dewasa dalam
berkelompok seperti bagian paling tengah, kondrosit tampak
membentuk kelompok dua-dua empat-empat, dan disebut kelompok
isogen. Tiap kelompok isogen dikelilingi matriks teritorial dan
menampakkan kondrosit dengan sitoplasma tereduksi, sehingga
tampak ruang antara sitoplasma dengan kapsula yang disebut
lakuna. Antara dua kelompok isogen dipisahkan oleh matriks
interteritorial.

Penulangan Interkartilaginosa / Endokondral

Sebagian besar tulang terbentuk melalui proses penulangan endrokondral.


Kerangka dari tulang rawan hialin ini terbentuk melalui pertumbuhan
interstitial dan aposisional dari tulang rawan. Pusat pertulangan mulamula timbul di daerah diafisis. Pada tempat ini terjadi hipertrofi kondrosit,
sementara itu terjadi kalsifikasi matriks disertai disintegrasi kondrosit
yang kemudian mati. Disaat bersamaan terjadi perubahan pada
perikondrium. Dengan perubahan lingkungan sel perikondrium berubah
menjadi osteogenik, sel bagian dalam berubah menjadi sel
osteoprogenitor untuk selanjutnya berdiferensiasi menjadi osteoblas.
Daerah yang tadinya merupakan tulang rawan berubah menjadi pusat
penulangan. Daerah tulang rawan pada penulangan endokondral dapat
dibagi menjadi beberapa zona, yaitu : 1) zona istirahat/resting, 2) zona
proliferasi, 3) zona maturasi, 4) zona pengapuran/kalsifikasi, 5) zona
degenerasi dan 6) zona penulangan/ossifikasi.

Remodeling Tulang
Remodeling tulang (peremajaan tulang) adalah sebuah proses seumur
hidup di mana sel-sel tulang tua dihapus dari tulang dan diganti dengan
sel-sel tulang baru. Ada dua tahap, reabsorpsi dan pembentukan, yang
perlu keseimbangan hati-hati untuk menjaga kekuatan tulang. Dengan
menopause, reabsorpsi tulang lebih besar dari pembentukan tulang,
aktivitas osteoblast tidak dapat bersaing dengan aktivitas osteoklas, dan
wanita mulai kehilangan tulangnya lebih cepat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan
terus menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Osteoklas
membuat terowongan ke dalam tulang korteks yang diikuti oleh osteoblas,
sedangkan remodeling tulang trabekular terjadi di permukaan trabekular.
Pada kerangka manusia, setiap saat sekitar 5% tulang mengalami
remodeling oleh sekitar 2 juta unit remodeling tulang. Kecepatan
pembaruan untuk tulang adalah sekitar 4% per tahun untuk tulang
kompak dan 20% per tahun untuk tulang trabekular.
Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas,
sehingga kerangka menjadi panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas
juga melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada
orang dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara,
sehingga jumlah total massa tulang konstan. Pada usia pertengahan,
khususnya pada wanita, aktivitas osteoklas melebihi aktivitas osteoblas
dan kepadatan tulang mulai berkurang. aktivitas osteoklas juga
meningkat pada tulang. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan,

dominasi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh


sehingga mudah patah.
1.3

Kinesiologi

Articulatio Coxae
- Tulang : antara caput femoris dan acetabulum
- Jenis sendi : enarthrosis spheroidea
- Penguat sendi : terdapat tulang rawan pada facies lunata
- Ligamentum illiofemorale yang berfungsi mempertahankan art. Coxae
tetap ekstensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang badan
berputar ke belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi
kebutuhan kontraksi otot untuk mempertahankan posisi tegak.
Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi interna.
Ligamentum pubofemorale berfungsi mencegah abduksi, ekstensi dan
rotasi externa. Diperkuat juga oleh ligamnetum transversum acetabuli
dan ligamentum capitisfemoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis.
- Gerak sendi :
Fleksi : M. Illiopsoas, M. Pectineus, M. Rectus femoris, M. Adductoir
longus, M. Adductor brevis, M. Adductor magnus pars anterior tensor
fascia latae
Ekstensi : M. Gluteus
maximus, M. Semitendinosis, M.
Semimembrinosus, M. Biceps femoris caput longum, M. Adductor
magnus pars posterior
Abduksi : M. Gluteus medius, M. Gluteus minimus, M. Priformis, M.
Sartorius, M. Tensor fasciae latae
Adduksi : M. Adductor magnus, M. Adductor longus, M. Adductor
brevis, M. Gracilis, M. Pectineus, M. Obturator externus, M. Quadratus
femoris
Rotasi medialis : M. Gluteus medius, M. Gluteus minimus, M. Tensor
fasciae latae, M. Adductor magnus (pars posterior)
Rotasi Lateralis : M. Piriformis, M. Obturator internus, Mm. Gamelli, M.
Obturator externus, M. Quadratus femoris, M. Gluteus maximus dan
Mm. Adductores
2. MM Fraktur
2.1 Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh trauma, baik
langsung maupun tidak langsung.
2.2

Klasifikasi

Fraktur secara umum


1 Fraktur Terbuka dan Tertutup

Fraktur Terbuka

Terdapat luka yang menghubungkan antara tulang fraktur dengan


dunia luar.Terbagi menjadi tiga grade (Gastylo & Anderson):
a Grade I dengan luka bersih panjangnya kurang dari 1cm
b Grade II luka lebih luas dengan tanpa kerusakan jaringan luak
yang ekstrem
c Grade III luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami
kerusakan jaringan yang paling berat

Fraktur Tertutup
Tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar

2 Fraktur Komplit dan Inkomplit

Fraktur Komplit
Garis patah melalui seluruh penampang tulang

Fraktur Inkomplit
Patah terjadi hanya di sebagian garis tulang.
a Green Stick fraktur dimana salah satu sisi tulang patah dan
lainnya membengkok
b Hairline Fracture patah retak rambut
c Buckle Fracture/ Torus Fracture terjadi lipatan dari korteks
dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya, umumnya
terjadi pada distal radius anak.

10

3 Berdasarkan Jumlah Garis Patahan

Fraktur Komunitif
Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan

Fraktur Segmental
Garis patah lebih dari satu tetapi tidak saling berhubungan

Fraktur Multiple
Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempat

4 Bergeser dan Tidak Bergesernya

Fraktur Displace (Bergeser)


Terjadi pergeseran fragmen tulang yang disebut juga dislokasi
fragmen
a Dislokasi ad longitudinam cum contractinoum pergeseran
searah sumbu overlapping

11

b Dislokasi ad axim pergeseran membentuk sudut


c Dislokasi ad latus pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh

Fraktur Un-displace
Garis patahan komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser

5 Bentuk Garis Patahan

Transversal
Fraktur sepanjang garis tengah tulang

Oblique
Fraktur menyerong

Angulasi
Fraktur membentuk sudut

Spiral
Fraktur memuntir sepanjang batang tulang

Patahtulangavulsi
Disebabkanolehkontraksiotot yang kuat,
sehinggamenarikbagiantulangtempat tendon
otottersebutmelekat.Paling seringterjadipadabahudanlutut,
tetapibisajugaterjadipadatungkaidantumit.

12

Impaksi
Fraktur dimana fragmen tulang terdorong kef ragmen tulang lainnya

Fraktur kolum femoris


1 Fraktur Intrakapsuler dan Ekstrakapsuler

Fraktur Intrakapsuler
Terletak di daerah collum femur
a Subcapital retak di antara caput dan collum
b Transcervikal retak di daerah collum

Fraktur Ekstrakapsuler
Terletak di daerah trochanterica
a Fraktur basis collum femur

Pada umumnya di kepustakaan pembagian klasifikasi fraktur collum femur


berdasarkan:
1 Lokasi Anatomi

Lokasi subcapital

Lokasi transcervikal

13

Lokasi basis collum femur

2 Berdasarkan arah sudut menurut Pawel

Tipe I sudut 30

Tipe II sudut 50

Tipe III sudut 70

3 Berdasarkan dislokasi menurut Garden

Garden I incomplete

Garden II fraktur collum femur tanpa dislokasi

Garden III fraktur collum femur dengan sebagian dislokasi

Garden IV fraktur collum femur dengan dislokasi total

Trauma tulang femur


1 Fraktur Shaft Famur
a

Desifinisi : Fraktur femur adalah diskontinuitas (fraktur) pada tulang femur


yang mengenai bagian shaft atau diafise tulang femur
b Klasifikasii (Winguist)
Grade 0 : noncomminuted (transverse, pblique, spinal)
Grade 1 : patahan small fragment
Grade 2 : patahan fragment besar < 50% dari kortex
Grade 3 : patahan fragment besar > 50 dari kortex
Grade 4 :Kominutifmenghalangikontrakantara fragment proximal dan
distal (Rockwood)
1. Simple : -

spinal

oblique

transverse

14

2 Butterfly fragment : -

2 Fragments

> 3 fragments

single

3 Comminuted/ segmental : - 1 segment


-

short commnunition

large commnunition

2. Fraktur supracondilar femur


a Definisi : adalah faktur yang mengenai daerah proksimal
kondilus femur sampai pembatasan metafise dan diafase
b Klasifikasi :
1 Undisplaced
2 Impactes
3 Displaced : transverse, oblique, komunitif

3. Fraktur supra dan intercondylar femur (fraktur intra artikuler)


a Definisi : adalahfraktur yang mengenaikondilus femur,
sendilututdansuprakondilus
b Klasifikasi : (Neers classification)
Fraktur oblique atau komunitif dengan garis fraktur melewati sendi
sering disebut T atau Y fracture

15

4. Fraktur kondilus femur


a Definisi : adalah fraktur isolated pada kondilus femur
b Klasifikasi :
1. Sagittal
2. Coronal
3. Kombinasi sagital dan coronal

5. Fraktur Intertrochanter
a Definisi :
Adalah fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter
major dan minor

b Klasifikasi :
Menurut Boys dan Grivin (berdasarkan mudahnya dalam memperoleh
dan mempertahankan reduksi)
Tipe I : fraktur disepanjang garis intertrochanter non displaced
Tipe 2 : fraktur komunitif dengan multiple fraktur pada korteks
Tipe 3 : pada dasarnya fraktur subtrochanter, dengan paling sedikit
satu fraktur lewat diproximal dan distal/di trochanter minor.
Tipe 4 : fraktur trochanter dan shaft proximal dengan paling sedikit dua
bidang
2.3 Etiologi
Trauma Langsung
Benturan pada tulang yang mengakibatkan fraktur di tempat tersebut.
Contoh : benturan pada lengan bawah menyebabkan patah tulang
radius dan ulna.

16

Trauma Tidak Langsung


Tulang mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari area benturan.
Contoh : jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula/ radius distal patah.
Fraktur Patologis
Fraktur yang disebabkan oleh trauma yang sedikit atau tanpa trauma.
Contoh : pada orang dengan osteoporosis, penyakit metabolik, infeksi
tulang, dan tumor tulang..
2.4

Patofisiologi

Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih


besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pada saat terjadi fraktur
periosteum, pembuluh darah sumsum tulang dan daerah sekitar
ajringan lunak akan mengalami gangguan. Sementara itu pendarahan
akan terjadi di bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan
lunak (otot) terdekat.
Hematoma akan terbentuk pada medulary canal antara ujung farktur
dengan bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera
baerubah menjadi tulang yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini
akan secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan yang
dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri,
hilangnya fungsi, eksudasidari plasma dan leukosit, serta in filtrasi dari
sel darah putih lainnya. Proses ini akan berlanjut ke pemulihan tulang
yang fraktur tersebut.
2.5 Manifestasi Klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai tulang
dimobilisasi
2. Deformitas disebabkan karena pergeseran fragmen pada fraktur
lengan atau tungkai
3. Pemendekan tulang terjadi karena kontraksi otot yang melekat di atas
dan bawah tempat fraktur
4. Krepus, teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan fragmen
lainnya
5. Pembengakakan lokal dan perubahan warna lokal pada kulit bterjadi
sebagai akibat trauma dan gangguan sirkulasi yang mengikuti fraktur
Dislokasi dan fraktur dislokasi sendi panggul dibagi dalam 3 jenis :
1. Dislokasi Posterior
a. Tanpa fraktur
b. Disertai fraktur rim posterior yang tunggal dan besar
c. Disertai fraktur komunitif asetabulum bagian posterior dengan atau
tanpa kerusakan pada dasar asetabulum
d. Disertai fraktur caput femur
2. Dislokasi Anterior

17

a. Obturator
b. Iliaka
c. Pubik
d. Disertai fraktur caput femur
3. Dislokasi sentral asetabulum
a. Hanya mengenai bagian dalam dinding asetabulum
b. Fraktur sebagian dari kubah asetabulum
c. Pergeseran menyeluruh ke seluruh panggul disertai
asetabulum yang komunitif
2.6

fraktur

Diagnosis dan Diagnosis Banding

Anamnesis
Pada penderita ditemukan riwayat trauma ataupun cedera dengan
keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan.
Pemeriksaan Fisik
1. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang
abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit robek dan
luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
2. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa
bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji
sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang
memerlukan pembedahan.
3. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi
lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan
sendi sendi dibagian distal cedera.
Pemeriksaan Penunjang
1. X. Ray
Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu
anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering
menyebabkan cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada
fraktur pada kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar x
pada pelvis dan tulang belakang.
2. Pemeriksaan Laboratorium
3. Bone scans, Tomogram, atau MRI scans
4. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler
5. CCT jika banyak kerusakan otot
Diagnosis Banding
Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan kelainan berikut :
1. Osteitis Pubis
2. Slipped Capital Femoral Epiphysis
3. Sanpping Hip Syndrome
Diagnosa ditegakkan berdasarkan :
1 Anamnesa (Ada tidaknya trauma)

18

Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur yang terjadi adalah
fraktur patologis. Jika terjadi trauma, harus diperinci jenis, beratringannya trauma, arah trauma, dan posisi penderita atau
ekstrimitas yang bersangkutan (mekanisme trauma).
2 Pemeriksaan Umum
Dicari kemungkinan komplikasi umum, misalnya : shock pada
fraktur multiple, fraktur pelvis, serta tanda-tanda fraktur terbuka
terinfeksi.
3 Pemeriksaan status lokalis
1 Look
1 Deformitas
a Penonjolan yang abnormalitas
b Angulasi
c Rotasi
d Shortning
2 Fungsio laesa (hilangnya fungsi) seperti pada fraktur cruris
menyebabkan tidak bisa berjalan.
3 Warna kulit yang kemerahan atau kehitaman atau
hiperpigmentasi
2 Feel (palpasi)
1 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban
kulit
2 Apabila ada pembengkakan, apakah terjadi fruktuasi atau
oedema terutama disekitar persendian
3 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, dan letak kelainan
3 Move
1 Krepitasi
Terasa krepitasi bila fraktur digerakkan, tp ini bukan cara yang
baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau
beradunya ujung-ujung tulang kortikal. Pada tulang spongiosa
atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.
2 Nyeri bila ditekan, baik pada gerak aktif maupun pasif
3 Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan-gerakan
yang tidak mampu dilakukan (ROM)
4 Gerakan yang tidak normal : gerakan yang terjadi tidak pada
sendi, misalnya pertengahan femur bisa digerakkan
4 Pemeriksaan Laboratorium
1 HB dan hematokrit menurun akibat perdarahan
2 Laju endap darah (LED) meningkat pada jaringan rusak yang
meluas
3 Kalsiom dan posfat meningkat pada masa penyembuhan
4 Kreatinin meningkat pada trauma yang terjadi pada otot

19

5 Alkalin posfat meningkat pada kerusakan tulang dan


menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
5 Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi
kerusakan vaskular akibat fraktur.

LI.5 Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan radiologis fraktur

1 Sinar X
Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan. Perangkap-perangkap
berikut ini harus dihindari:
- Dua pandangan. Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat
pada film sinar-X tunggal dan sekurang-kurangnya harus
-

dilakukan dua sudut pandang (anterior-posterior dan lateral).


Dua sendi. Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat
emngalami fraktur dan angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin
terjadi kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu
sendi mengalami dislokasi. Sendi-sendi di atas dan di bawah

fraktur keduanya harus disertakan pada foto sinar X.


Dua tungkai. Pada sinar-X tulang anak-anak, epifisis yang normal
dapat mengacaukan diagnosis fraktur. Foto tungkai yang tidak
cidera dapat bermanfaat. Dua cidera kekuatan yang hebat sering
menyebabkan cidera pada lebih dari singkat. Karena itu bila ada
fraktur pada calcaneus atau femur, perlu juga diambil foto sinar-X

pada tulang belakang.


Dua kesempatan. Segera setelah cidera suatu fraktur (misalnya
pada skafoid carpal) mungkins ulit dilihat. Kalau ragi-ragu
sebagai akibat resorpbsi tulang, pemeriksaan lebih jauh 10-14
hari kemudian dapat menegakkan diagnosis.

2 Pencitraan khusus
Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada
sinar x biasa. Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau
fraktur condylus tibia, ct dan MRI mungkin merupakan satu-satunya
cara untuk menunjukkan apakah fraktur vertebrae mengancam

20

akan menekan medula spinalis. Sesungguhnya potret transeksional


snagat penting untuk visualisasi. Fraktur secara tepat pada tempat
yang sukar misalnya calcaneus atau acetabulum, dan potret
rekonstruksi 3 dimensi bahkan lebih baik. Scanning radioisotop
berguna untuk mendiagnosis fraktur tekanan yang dicurigai atau
fraktur bergeser yang lain.

2.7

Tatalaksana

Terapi Konservatif
1. Proteksi
2. Immobilisasi saja tanpa reposisi
3. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
4. Traksi
Terapi Operatif
1. ORIF
Adalah Metode penata pelaksanaan patah tulang dengan cara
pembedahan reduksi terbuka dan fiksasi internal dimana insisi
dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan ditemukan
sepanjang bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur, fraktur
diperiksa dan diteliti. Fraktur direposisi agar menghasilkan posisi yang
normal kembali, sesudah reduksi, fragmen fragmen tulang
dipertahankan dengan alat alat orthopedi.
Indikasi ORIF :
Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis
tinggi
Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup
Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan
Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih
baik dengan operasi
Excisional Arthroplasty
Membuang fragmen yang patah yang membentuk sendi
Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis
Dilakukan excisi caput femur dan pemasangan endoprosthesis Moore
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur.

Imoblisasi fragmen tulang

Kontak fragmen tulang maksimal

Asupan darah yang memadai

nutrisi yangbaik

Latihan pembebanan untuk tulang panjang

21

Hormon-hormonn pertumbuhan , tiroid, kaisitonon, vitamin D,


steroid dan anabolik

Potensial listrik pada patahan tulang


Faktor yang menghambat penyembuhan tulang

Trauma lokal ekstensif

Kehilangan tulang

Imoblisasi tak memadai

Rongga atau ajaringan diantara fragmen tulang

Infeksi

Keganasan lokal

Penyakit tulang metabolik (paget)

Tadiasi tulang (nekrosis radiasi)

Nekrosis evakuler

Fraktur intraartikuler (cairan senovial mengandung fibrolisin, yang


akan melisis bekuan darah awal dan memperlambat pertumbuhan
jendalan)

Usia (lansia sembuh lebih lama)

Kartikusteroid (menghambat kecepata perbaikan


Penanganan fraktur
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
o Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah
reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di
pilih bergantung sifat fraktur
o Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan
traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku
atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen
tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
o Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di
imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang
benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi

22

pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau
fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam
yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur.
Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu
intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18
minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
o Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
-Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
-Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
-Memantau status neurologi.
-Mengontrol kecemasan dan nyeri
-Latihan isometrik dan setting otot
-Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
-Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
-Imobilisasi fragmen tulang.
-Kontak fragmen tulang minimal.
-Asupan darah yang memadai.
-Nutrisi yang baik.
-Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
-Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik.

Penatalaksanaan Fraktur
Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan
kedokteran pada umumnya, yaitu yang pertama dan utama adalah jangan
cederai pasien (primum non nocere). Cedera iatrogen tambahan pada
pasien terjadi akibat tindakan yang salah dan/atau tindakan yang

23

berlebihan. Yang kedua, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat


dan prognosisnya. Ketiga, bekerja sama dengan hukum alam, dan
keempat, memilih pengobatan dengan memperhatikan setiap pasien
secara individu.
Enam prinsip umum pengobatan fraktur
1. Jangan membuat keadaan lebih jelek
2. Pengobatan berdasarkan atas diagnosis dan prognosis yang akurat
3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus
a. Menghilangkan nyeri
b. Memperoleh posisi yang baik dari fragmen
c. Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
d. Mengembalikan fungsi secara optimal
4. Mengingat hukum-hukum penyembuhan secara alami
5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan
6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual
Untuk frakturnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan posisi
patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu
selama masa penyembuhan fraktur (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan
tidak harus mencapai keadaan sepenuhnya seperti semula karena tulang
mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan bentuknya kembali seperti
bentuk semula (remodeling/proses swapugar). Kelayakan reposisi suatu
dislokasi fragmen ditentukan oleh adanya dan besarnya dislokasi ad

24

aksim, ad peripheriam, dan kum kontraktione, yang berupa rotasi, atau


perpendekan.
Secara umum, angulasi dalam bidang gerak sendi sampai kurang lebih
20-30 derajat akan dapat mengalami swapugar, sedangkan angulasi yang
tidak dalam bidang gerak sendi tidak akan mengalaminya. Akan tetapi,
rotasi antara 2 fragmen tidak pernah terkoreksi sendiri oleh proses
swapugar. Ada tidaknya rotasi fragmen tidak dapat diketahui dari foto
Rontgen, melainkan harus diketahui dari pemeriksaan klinis. Cara yang
termudah untuk memeriksa rotasi ini adalah dengan membandingkan
rotasi anggota yang patah dengan rotasi anggota yang sehat.
Pemendekan anggota yang patah disebabkan oleh tarikan tonus otot
sehingga fragmen patahan tulang berada sebelah menyebelah.
Pemendekan anggota atas pada orang dewasa dan pemendekan pada
anggota atas maupun bawah pada anak, umumnya tidak menimbulkan
masalah.
Macam-macam cara untuk penanganan fraktur :
1. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi
Digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan
yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan
kecacatan di kemudian hari. Contoh cara ini adalah fraktur costa, fraktur
clavicula pada anak, dan fraktur vertebra dengan kompresi minimal.
2. Imobilisasi dengan fiksasi
Dapat pula dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap
memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara
ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang
penting.
3. Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi

25

Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti
pada fraktur radius distal.
4.Reposisi dengan traksi dilakukan secara terus menerus selama masa
tertentu, misalnya beberapa minggu, dan kemudian diikuti dengan
imobilisasi. Ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara
manipulasi akan terdislokasi kembali di dalam gips. Cara ini dilakukan
pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur.
5. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar
Untuk fiksasi fragmen patahan tulang, digunakan pin baja yang
ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara
kokoh dengan batangan logam di luar kulit. Alat ini dinamakan fiksator
ekstern.
6. Reposisi secara non operatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam
pada tulang secara operatif
Misalnya reposisi fraktur collum femur. Fragmen direposisi secara nonoperatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan
pen ke dalam collum femur secara operatif.
7. Reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan
pemasangan fiksasi internal ini dilakukan misalnya pada fraktur femur,
tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa
berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga berupa plat
dengan sekrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif
adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila dipasang fiksasi interna
yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi dipasang gips dan segera
bisa dilakukan mobilisasi. Kerugiannya adalah reposisi secara operatif ini
mengundang resiko infeksi tulang.

26

8. Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis


Dilakukan pada fraktur collum femur. Caput femur dibuang secara operatif
dan diganti dengan prostesis. Ini dilakukan pada orang tua yang patahan
pada collum femur tidak dapat menyambung kembali.

1.
2.
3.
4.

2.8 Komplikasi
Kerusakan nervus skiatik
Kerusakan pada caput femur
Kerusakan pada pembuluh darah
Fraktur diafisis femur

Komplikasi lanjut
1. Nekrosis avaskuler
2. Miositis osifikans
3. Dislokasi yang tidak dapat direduksi
4. Osteoarthritis
Komplikasi Awal
1. Syok : Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tidak terlihat) dan
kehilangan cairan eksternal ke jaringan yang rusak.
2. Sindrom emboli lemak : pada saat terjadi fraktur, glubola lemak dapat
masuk ke dalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang
dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilisasi asam lemak
dalam aliran darah.
3. Sindrom kompartemen : merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan
jaringan. Bisa disebabkan karena penurunan ukuran kompartemen
otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan
gips atau balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah (iskemi, cidera remuk).
Komplikasi lambat
1. Delayed union : proses penyembuhan tulang yang berjalan dalam
waktu yang lebih lama drai perkiraan (tidak sembuh setelah 3-5
bulan)

27

2. Non union : keghagalan penyambungan tulang setelah 6-9 bulan


3. Mal union : proses penyembuhan tulang berjalan normal terjadi dalam
waktu yang semestinya, namun tidak dengan bentuk aslinya atau
abnormal.

Daftar pustaka
Apley, A.G., dan Solomon, L (1995). Buku ajar ortopedi dan fraktur sistem
apley. Alih bahasa; fr. Edi Nugroho. Jakarta: widya medika
Eroschenko, Victor P. 2010. Tulang Rawan Hialin dalam Atlas Histologi
diFiore. EGC. Jakarta.
Simbardjo, Djoko. 2008. Fraktur Batang Femur dalam Kumpulan Kuliah
Ilmu Bedah. FKUI. Jakarta.
www.kuliah-tutorial.com/komplikasi-fraktur.html
www.patienthaandbogen.dk collum femoris fraktur

Anda mungkin juga menyukai