Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN ASSESMEN NYERI

BAB I
DEFINISI
Assesmen nyeri merupakan hal dasar yang membantu dalam proses penentuan diagnosis
penyebab nyeri yang dialami pasien, pemilihan terapi analgesik/ anti nyeri yang sesuai dan
evaluasi kemudian terapi tersebut dapat dimodifikasi sesuai dengan respon pasien. Nyeri harus
dikaji secara bio-psikososial karena faktor fisiologi, psikologi dan lingkungan semuanya dapat
mempengaruhi pengalaman nyeri. Tujuan dari assesmen pasien adalah memastikan ketepatan
dan keefektifan pengkajian tingkat nyeri pasien dalam upaya mendukung penegakan diagnosa
medis pasien.
BAB II
RUANG LINGKUP
Panduan ini digunakan oleh semua tenaga kesehatan (dokter, perawat, dan petugas kesehatan
lainnya.

BAB III
TATA LAKSANA

A. ALAT PENGUKURAN NYERI


Alat pengukuran nyeri yang digunakan harus sama seperti pada saat awal pasien masuk
rumah sakit. Untuk memastikan konsistensinya, maka penting untuk mendokumentasikan
alat ukur yang telah dipilih. Terdapat banyak alat penilaian nyeri yang dapat digunakan untuk
mengkaji nyeri pasien,dimana terbagi dalam dua kelompok, yaitu: Pengkajian subyektif dan
Pengkajian obyektif
1. Alat pengukuran subyektif
Alat pengukuran nyeri ini merupakan pelaporan sendiri oleh pasien terhadap perasaan
nyeri yang dialaminya. Yang termasuk alat subyektif:
a.Visual Analogue scale
b.Numerical rating scale
c. Face pain scale
2. Alat pengukuran obyektif:
Terdapat banyak ketidaksesuaian dalam pengertian nyeri akut yang dilaporkan oleh
pasien, sebagai contoh, saat:
a. Pasien di bawah pengaruh residual sedatif atau agent anestesi umum.

b. Tidak adanya kemampuan verbal yang adekuat (neonatus, anak usia dibawah 3
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

tahun)
Pasien yang tidak dapat merespon secara verbal.
Pasien yang kurang secara kognitif.
Terdapat penurunan kemampuan linguistik pada pasien geriatric
Pasien terintubasi dan pengaruh sedasi.
Pasien terlalu merasa nyeri untuk merespon
Kombinasi dari hal-hal tersebut diatas.
Kehebatan nyeri hanya dapat diestimasi dengan mengobservasi perilaku dan
respon fisiologis pasien terhadap nyeri.

Alat ukur objektif tersebut adalah:

Behavioural pain assessment scale

Critical care Pain Observation Tool (CPOT)

Neonatal Infant Pain Score- (NIPS)

Functional activity score

B. WAKTU MELAKUKAN ASSESMEN NYERI


1. Pasien diskrining pada pertama kali saat datang ke poliklinik rawat jalan atau saat
menerima pasien di emergency dan ruangan rawat inap kemudian catat hasilnya di
casenote pasien.
2. Jika pasien mengatakan bahwa ia merasakan nyeri maka pengkajian nyeri harus
dilakukan secara lengkap dengan mengikuti parameter di bawah ini:
a. Lokasi (Nyerinya disebelah mana? Apakah nyerinya di satu tempat atau menyebar?)
b. Onset dan Durasi (Kapan serangan nyeri muncul? Bagaimana nyeri muncul?
Berapa lama?)
c. Frekuensi (contoh, terus menerus atau hilang timbul)
d. Kualitas/ Karakteristik/ Tipe (contoh, tajam, seperti ditikam, tumpul, seperti terbakar,
perasaan geli, dll )
e. Intensitas , menggunakan petunjuk pengkajian skala nyeri

(Seberapa nyerikah

sekarang? Seberapa nyerikah pada saat yang paling buruk? Seberapa nyerikah
pada saat yang paling baik?)
f. Tipe nyeri (contoh, akut atau kronik)
3. Nyeri akut kurang dari 12 minggu dan nyeri kronik lebih dari 12 minggu
Alasan dilakukan ini adalah untuk:
a.Memperkenalkan konsep pengkajian nyeri dan alasannya kepada pasien
b.Menentukan sistem skoring nyeri yang cocok untuk pasien
c. Menetapkan skor dasar nyeri dan dapat untuk monitoring adanya perubahan level
nyeri yang lebih tinggi dari level tersebut. Beberapa pasien mempunyai masalah
nyeri yang pernah dialami sebelumnya dan dasar penilaian nyeri mereka dapat
bernilai 7/10 daripada 10/10
4. Dapat mengembangkan rencana pengobatan pasien dan diskusikan jika memang
dibutuhkan.

C. WAKTU ASSESMEN ULANG NYERI


Frekuensi pengkajian nyeri akan sering kali bergantung pada kondisi pasien:
1.
Jika pasien tidak merasakan nyeri pada saat masuk rumah sakit, catat skala nyeri 0
di kolom skor nyeri pasien (0-10) dan pasien diminta memberitahukan apabila rasa
nyeri muncul. Pada kondisi ini, hanya dibutuhkan 3 kali pencatatan setiap harinya
(satu kali setiap shift)

2.

Frekuensi pengkajian harus ditingkatkan jika rasa nyeri tersebut sulit dikontrol atau
jika stimulus nyeri meningkat atau adanya perubahan dalam intervensi pengobatan.
Dalam hal ini pengkajian nyeri dibutuhkan setiap satu atau dua jam atau lebih sering
sampai episode nyeri tersebut dapat dikontrol (contoh: nyeri setelah dilakukannya

3.

suatu prosedur)
Jika infus analgesik sedang berjalan, skoring nyeri akan lebih sering diobservasi
setiap jamnya:
a. Hal ini mengindikasikan peningkatan intensitas pengontrolan nyeri yang lebih
tinggi
b. Perlu untuk memastikan adanya keamanan pengontrolan yang tepattelah
dilakukan
c.

Frekuensi strategi pemberian analgesik dapat bervariasi untuk setiap individu;


seperti infus opioid, analgesik epidural atau blok plexus.

4.

Pasien harus dikaji ulang setelah pemberian analgesik jenis apapun untuk melihat
apakah pengobatan tersebut telah efektif, apakah pengobatan selanjutnya dapat
ditetapkan, atau apakah terdapat efek samping sebagai konsekuensi terhadap

5.

pengobatan (contoh, mual, muntah dan sedasi)


Sebagai contoh 30 menit setelah pemberian analgesik secara bolus IV atau suntikan
IM atau 1 jam setelah pemberian analgesik oral pada saat efek puncak/ maksimal

6.

telah dicapai.
Nyeri pada pasien harus dikaji selama bergerak dan beraktifitas begitu pula saat

7.

istirahat.
Nyeri harus dikaji pada saat pasien akan pulang /discharge

D. ASSESMEN NYERI YANG HARUS DILAPORKAN


1. Jika pasien mengalami nyeri berat yang menetap, nilainya berturut-turut 8-10/10, setelah
waktu pengkajian dilakukan secaral interval (misalnya, 30 menit), kemungkinan obat
analgesik yang diberikan sebelumnya tidak cukup kuat untuk menghilangkan rasa nyeri,
maka pasien perlu di review kembali.
2. Jika nilai pengkajian nyeripasien (FAS) dalam dua kali pengkajian berturut-turut C
(pembatasan berat), kemungkinan obat analgesik yang diberikan sebelumnya tidak
cukup kuat untuk menghilangkan rasa nyeri, maka pasien perlu di review kembali.
3. Jika level nyeri subyektif pasien lebih besar dari 7 / 10, bersama dengan level FAS dari B
atau C, kemungkinan obat analgesik yang diberikan sebelumnya tidak cukup kuat untuk
menghilangkan rasa nyeri, maka pasien perlu di review kembali.

E. KAPAN NYERI MENDAPATKAN PENGOBATAN


1. Ketika pasien sedang mengalami nyeri yang menyiksa (sangat nyeri) atau tidak dapat
fokus untuk belajar menggunakan level skala nyeri, pengobatan rasa sakit harus berjalan
tanpa level rasa sakit. Pengobatan nyeri harus dilakukan tanpa level rasa nyeri terlebih
dahulu.
2. Level skala nyeri yang lebih dari 3 / 10 adalah tanda untuk merevisi rencana pengobatan
dengan dosis analgesik yang lebih tinggi atau obat yang berbeda dari intervensi
sebelumnya

3. Untuk neonatus, skala nyeri 3 pada NIPS sudah memerlukan pengobatan

BAB IV
DOKUMENTASI
Intensitas nyeri dan pengurangan nyeri yang dilaporkan oleh pasien akan dikaji, dikaji ulang dan
didokumetasikan di lokasi berikut:
1. Emergency tulis di pengkajian triage, pengkajian medis dan case note pasien
2. Pasien rawat inap tulis dipengkajian awal medis dan perawat , pengkajian yang sedang
berjalan pada lembar observasi pasien.
3. Rawat jalan lembar pengkajian rawat jalan pasien

Anda mungkin juga menyukai