Anda di halaman 1dari 41

Epidemiologi Penyakit Menular

MACAM-MACAM PENYAKIT MENULAR


1. Penyakit Diare
Menurut WHO (1999) secara klinis diare didefinisikan sebagai bertambahnya defekasi
(buang air besar) lebih dari biasanya/lebih dari tiga kali sehari, disertai dengan perubahan
konsisten tinja (menjadi cair) dengan atau tanpa darah. Uraian tentang penyakit diare adalah
sebagai berikut :
a.

Etiologi Penyakit
Menurut World Gastroenterology Organization Global Guidelines 2005, etiologi diare akut
dibagi atas empat penyebab:

1)

Bakteri : Shigella, Salmonella, E. Coli, Gol. Vibrio, Bacillus cereus, Clostridium perfringens,

Stafilokokus aureus, Campylobacter aeromonas.


2) Virus : Rotavirus, Adenovirus, Norwalk virus, Coronavirus, Astrovirus.
3) Parasit : Protozoa, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli, Trichuris trichiura,
Cryptosporidium parvum, Strongyloides stercoralis.
4) Non infeksi : malabsorpsi, keracunan makanan, alergi, gangguan motilitas, imunodefisiensi,
kesulitan makan, dll.
b. Cara penularan penyakit
Diare dapat ditularkan dengan berbagai cara yang mengakibatkan timbulnya infeksi antara lain:
1)

Makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari oleh serangga

atau kontaminasi oleh tangan yang kotor.


2) Bermain dengan mainan yang terkontaminasi, apalagi pada bayi sering memasukan tangan/
mainan / apapun kedalam mulut. Karena virus ini dapat bertahan dipermukaan udara sampai
beberapa hari.
3) Pengunaan sumber air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar
4) Pencucian dan pemakaian botol susu yang tidak bersih.
5) Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja
anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang dipegang
c.

Diagnosis penyakit

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan contoh tinja. Pemeriksaan tinja
meliputi bentuknya (cair atau padat), baunya, ditemukannya lemak, darah atau zat-zat yang tidak
dapat dicerna, dan jumlahnya dalam 24 jam. Bila diare menetap, dilakukan pemeriksaan
mikroskopik tinja untuk:

Mencari sel-sel, lendir, lemak dan bahan lainnya


Menemukan darah dan bahan tertentu yang menyebabkan diare osmotic
Mencari organisme infeksius, termasuk bakteri tertentu, amuba dan Giardia.
Bila secara sembunyi-sembunyi mengkonsumsi pencahar, maka pencahar yang diminum bisa
ditemukan dalam contoh tinja. Untuk memeriksa lapisan rektum dan anus dapat dilakukan
sigmoidoiskopi. Kadang-kadang perlu dilakukan biopsi (pengambilan contoh lapisan rektum
untuk pemeriksaan mikroskop).

d. Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit


Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat
pertama (Primary Prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus,
pencegahan tingkat kedua (Secondary Prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan
yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan
terhadap cacat dan rehabilitasi (Nasry Noor, 1997).
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan sosial
pejamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare
dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, serta perbaikan lingkungan biologis
dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu

maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi.


Penyediaan Air Bersih
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral mereka dapat
ditularkan dengan memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja
misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panic yang dicuci dengan
air tercemar (Depkes RI, 2006). Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benarbenar bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan masyarakat

yang tidak mendapatkan air bersih (Depkes RI, 2006).


Tempat Pembuangan Tinja

Tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan risiko
terjadinya diare berdarah pada anak balita sebesar dua kali lipat dibandingkan keluarga yang

mempunyai kebiasaan membuang tinjanya yang memenuhi syarat sanitasi (Wibowo, 2003).
Status Gizi
Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi
terbatas sekali sehingga kemampuan untuk mengadakan kekebalan nonspesifik terhadap

kelompok ocialc berkurang (Suharyono, 1986)


Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Pada bayi yang tidak diberi ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan resiko terkena
diare adalah 30 kali lebih besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui.
Penggunaan botol untuk susu formula biasanya menyebabkan risiko tinggi terkena diare
sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk (Depkes RI, 2006)
Kebiasaan Mencuci Tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan
kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air
besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi
makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Depkes RI,
2006).
Imunisasi
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat
mencegah diare oleh karena itu beri anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan
(Depkes RI, 2006). Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
sedang menderita campak dalam 4 mingggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan
kekebalan tubuh penderita.
2) Pencegahan Skunder
Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah menderita diare atau yang
terancam akan menderita yaitu dengan melakukan deteksi dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare
adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare.
Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang.
Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi
tiga, pertama kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit,
obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan

kejang perut yang tidak menyenangkan. Sebaiknya jangan mengkonsumsi golongan


kemoterapeutika tanpa resep dokter. Pemberian kemoterapeutika memiliki efek samping dan
sebaiknya diminum sesuai petunjuk dokter (Fahrial Syam, 2006).
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecacatan dan
kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi
fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk
mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu
dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi
juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut
memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain
diperhatikan kebutuhan fisik juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial
dalam berinteraksi atau bermain dalam pergaulan dengan teman sepermainan.
Upaya penanggulangan penyakit diare antara lain yaitu :
1) Mencegah terjadinya dehidrasi.
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum
lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin, kuah sup, kuah sayur.

2)

Macam cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada :


Kebiasaan setempat dalam mengobati diare.
Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
Jangkauan pelayanan kesehatan
Tersedianya oralit
Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang dianjurkan berikan air matang.
Mengobati dehidrasi.
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak) penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan
atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat yaitu dengan oralit,
jika terjadi dehidrasi berat penderita harus diberikan cairan intra vena dengan linger laktat

sebelum dilanjutkan terapi oral.


3) Memberikan makanan.
Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada
anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan berikan cairan
termasuk oralit dan makanan sesuai anjuran. Anak yang masih minum Asi harus lebih sering
diberi Asi. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak yang
usianya 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus
diberikan makanan yang mudah di cerna sedikit sedikit tapi sering. Setelah diare berhenti

pemberian makanan ekstra di teruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan
anak.
4) Mengobati masalah lain.
Apabila ditemukan penderita diare yang disertai dengan penyakit lain maka diberikan
pengobatan sesuai dengan indikasi dengan tetap mengutamakan dehidrasi.
e.

Gambaran epidemiologi penyakit

1) Distribusi dan Frekuensi Penyakit Diare


Menurut Orang
Penyakit diare akut lebih sering terjadi pada bayi daripada anak yang lebih besar. Kejadian diare
akut pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan.

Hasil survei Program

Pemberantasan (P2) Diare di Indonesia menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia
pada tahun 2000 sebesar 301 per 1.000 penduduk. Survei Departemen Kesehatan tahun 2003
penyakit diare menjadi penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi, dan
nomor lima pada semua umur. Diare pada golongan balita secara proporsional lebih banyak
dibandingkan kejadian diare pada seluruh golongan umur yakni sebesar 55 %. Berdasarkan
Survei Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen
PPM-PL) jumlah kasus diare pada tahun 2005 di Sulawesi Selatan berdasarkan umur yang paling
tinggi terjadi pada usia >5 tahun yaitu sebesar 100.347 kasus sedangkan kematian yang paling
banyak terjadi berada pada usia <1 tahun yakni sebanyak 25 kematian.
Perbedaan sifat keadaan karateristik personal/individu secara tidak langsung dapat memberikan
perbedaan pada sifat/keadaan keterpaparan faktor resiko penyakit diare maupun derajat resiko
penyakit diare serta reaksi individu terhadap setiap keadaan keterpaparan, sangat berbeda dan
dipengaruhi oleh berbagai sifat karateristik tertentu. Sifat karateristik itu antara lain: umur, jenis
kelamin, kelas sosial, jenis pekerjaan, penghasilan, golongan etnik, status perkawinan, besarnya
keluarga, struktur keluarga, dan paritas.
Menurut Tempat
Penyakit diare tidak hanya terdapat di negara-negara berkembang atau terbelakang saja, akan
tetapi juga dijumpai di negara industri bahkan di negara yang sudah maju sekalipun, hanya saja
di negara maju keadaan penyakit diare infeksinya jauh lebih kecil.
Berdasarkan Ditjen PPM & PL tahun 2005 bahwa KLB diare yang paling tinggi yang paling
besar terjadi pada daerah NTT dengan jumlah penderita 2.194 orang dengan CFR sebesar 1,28%
diikuti oleh Kota Banten dengan jumlah pederita 1.371 orang dan CFR 1,9% . Hali ini di
sebabkan tingkat sanitasi masyarakat yang msih rendah, dimana pada daerah NTT tersebut
terjadi kekurangan air, sehingga aktivitas mereka terbatasi dengan minimnya persediaan air.

Menurut Waktu
Masih seringnya terjadi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) diare menyebabkan
pemberantasannya menjadi suatu hal yang sangat penting. Di Indonesia, KLB diare masih terus
terjadi hampir di setiap musim sepanjang tahun. Angka kesakitan diare tahun 2000 berdasarkan
Survei Ditjen PPM-PL adalah 301 per 1.000 penduduk. Pada tahun 2003 angka kesakitan diare
meningkat menjadi 374 per 1.000 penduduk. Cakupan penderita diare yang dilayani dan
dilaporkan selama lima tahun terakhir cenderung menurun. Sementara itu jumlah penderita diare
yang dapat dihimpun dalam lima tahun terakhir ditemukan bahwa jumlah penderita yang
dilaporkan paling tinggi yakni pada tahun 2000 sebesar 4.771.340 penderita, sedangkan jumlah

penderita yang dilaporkan paling rendah yakni pada tahun 2004 sebesar 596.050 penderita.
2) Determinan Penyakit Diare
Interaksi faktor host, agent, dan environment pada penyakit diare merupakan interaksi antara
ketiga variabel tersebut. Lingkungan yang tidak bersih dapat menyebabkan kuman penyebab
diare berkembang dengan pesat. Perilaku host juga dapat menjadi penyebab kuman penyebab
diare masuk ke dalam tubuh host sendiri melalui jalur fecal oral. Apabila seseorang kurang
menjaga kebersihan dirinya sendiri dan lingkungannya, penyebaran kuman penyebab diare dapat
ditekan. Selama ini masyarakat kurang peduli terhadap kebersihan lingkungan, contohnya masih
banyak warga yang belum menggunakan jamban pribadi untuk melakukan buang air besar.
Kebanyakan masyarakat masih melakukan buang air besar di sungai dan di kebun. Setelah
melakukan buang air besar, terkadang mereka tidak mencuci tangan dengan sabun sampai bersih,
mereka hanya membasuhnya atau mereka langsung menyiapkan makanan untuk keluarga atau
langsung menyuapi anak. Perilaku seperti inilah yang menyebabkan banyak terjadinya kasus
diare pada anak di masyarakat.

2. Penyakit Malaria
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang menyerang dalam bentuk infeksi akut
ataupun kronis. Uraian tentang penyakit malaria adalah sebagai berikut :
a.

Etiologi Penyakit
Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam darah manusia. Bibit
penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong amuba yang disebut Plasmodium.
Kerja plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan perantara nyamuk anopheles,
plasodium masuk ke dalam darah manusia dan berkembang biak dengan membelah diri. Menurut
Harijanto (2000) ada empat jenis plasmodium yang dapat menyebabkan infeksi yaitu:

1)

Plasmodium vivax, merupakan infeksi yang paling sering dan menyebabkan malaria tertiana/

vivaks (demam pada tiap hari ke tiga).


2) Plasmodium falciparum, memberikan banyak komplikasi dan mempunyai perlangsungan yang
cukup ganas, mudah resisten dengan pengobatan dan menyebabkan malaria tropika/ falsiparum
(demam tiap 24-48 jam).
3) Plasmodium malariae, jarang ditemukan dan menyebabkan malaria quartana/malariae (demam
4)

tiap hari empat).


Plasmodium ovale, dijumpai pada daerah Afrika dan Pasifik Barat, di Indonesia dijumpai di
Nusa Tenggara dan Irian, memberikan infeksi yang paling ringan dan dapat sembuh spontan
tanpa pengobatan, menyebabkan malaria ovale.
Masa inkubasi malaria bervariasi tergantung pada daya tahan tubuh dan spesies plasmodiumnya.
Masa inkubasi Plasmodium vivax 14-17 hari, Plasmodium ovale 11-16 hari, Plasmodium
malariae 12-14 hari dan Plasmodium falciparum 10-12 hari (Mansjoer, 2001).

b. Cara penularan penyakit


Penyakit malaria dikenal ada berbagai cara penularan malaria yaitu :
1)

Penularan secara alamiah (natural infection) penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk
Anopheles. Bila nyamuk Anopheles mengigit orang yang sakit malaria, maka parasit akan ikut
terhisap bersama darah penderita. Dalam tubuh nyamuk, parasit tersebut berkembang biak.
Sesudah 7-14 hari apabila nyamuk tersebut mengigit orang sehat, maka parasit tersebut akan di
tularkan ke orang tersebut. Di dalam tubuh manusia parasit akan berkembang biak, menyerang

2)

sel-sel darah merah. Dalam wktu kurang lebih 12 hari, orang tersebut akan sakit malaria.
Penularan yang tidak alamiah yaitu misalnya malaria bawaan (congenital). Terjadi pada bayi
yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria, penularan terjadi melalui tali pusat atau

placenta.
Secara mekanik.
Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum suntik. Penularan melalui jarum
suntik yang tidak steril lagi.
Secara oral (Melalui Mulut).
Pada umumnya sumber infeksi bagi malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit
malaria baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis.
Masa inkubasi ini bervariasi antara 9 -30 hari tergantung pada species parasit, paling pendek
pada plasmodium Falciparum dan paling panjang pada plasmodium malaria. Masa inkubasi ini
tergantung pada intensitas infeksi, pengobatan yang pernah didapat sebelumnya dan tingkat
imunitas penderita.

c.

Diagnosis penyakit
Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (Plasmodium) di dalam
darah penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi
lain (demam dengue, demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis
malaria dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan
pemeriksaan laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara garis besar
pemeriksaan laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemeriksaan
mikroskopis dan uji imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibody
spesifik terhadap Plasmodium. Namun yang dijadikan standar emas (gold standard) pemeriksaan
laboratorium malaria adalah metode mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium di
dalam darah tepi. Uji imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis
dalam menunjang diagnosis malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi dimana
pemeriksaan mikroskopis tidak dapat dilakukan. Sebagai diagnosa banding penyakit malaria ini
adalah demam tifoid, demam dengue, ISPA. Demam tinggi, atau infeksi virus akut lainnya.

d. Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit


1) Pencegahan Primer
Tindakan terhadap manusia yaitu melalui :
a. Edukasi adalah faktor terpenting pencegahan malaria yang harus diberikan kepada setiap
pelancong atau petugas yang akan bekerja di daerah endemis. Materi utama edukasi adalah
mengajarkan tentang cara penularan malaria, risiko terkena malaria, dan yang terpenting
pengenalan tentang gejala dan tanda malaria, pengobatan malaria, pengetahuan tentang upaya
menghilangkan tempat perindukan.
b. Melakukan kegiatan sistem kewaspadaan dini, dengan memberikan penyuluhan pada masyarakat
c.

tentang cara pencegahan malaria.


Proteksi pribadi, seseorang seharusnya menghindari dari gigtan nyamuk dengan menggunakan
pakaian lengkap, tidur menggunakan kelambu, memakai obat penolak nyamuk, dan menghindari

untuk mengunjungi lokasi yang rawan malaria.


d. Modifikasi perilaku berupa mengurangi aktivitas di luar rumah mulai senja sampai subuh di saat
nyamuk anopheles umumnya mengigit.
Kemoprofilaksis (Tindakan terhadap Plasmodium sp)
Walaupun upaya pencegahan gigitan nyamuk cukup efektif mengurangi paparan dengan nyamuk,
namun tidak dapat menghilangkan sepenuhnya risiko terkena infeksi. Diperlukan upaya

tambahan, yaitu kemoprofilaksis untuk mengurangi risiko jatuh sakit jika telah digigit nyamuk
infeksius. Beberapa obat-obat anti malaria yang saat ini digunakan sebagai kemoprofilaksis
adalah klorokuin, meflokuin (belum tersedia di Indonesia), doksisiklin, primakuin dan
sebagainya. Dosis kumulatif maksimal untuk pengobatan pencegahan dengan klorokuin pada
orang dewasa adalah 100 gram basa. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap
pendatang yang berkunjung ke daerah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu; mulai
minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke endemis malaria dan dilanjutkan
setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal di daerah endemis malaria dan selama 4

a.

minggu setelah kembali dari daerah tersebut.


Tindakan terhadap vector
Pengendalian secara mekanis, dengan cara ini, sarang atau tempat berkembang biak serangga

dimusnahkan, misalnya dengan mengeringkan genangan air yang menjadi sarang nyamuk.
b. Pengendalian secara biologis dilakukan dengan menggunakan makhluk hidup yang bersifat
parasitik terhadap nyamuk atau penggunaan hewan predator atau pemangsa serangga. Misalnya
memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk, melakukan radiasi terhadap nyamuk jantan sehingga
steril dan tidak mampu membuahi nyamuk betina.
c. Pengendalian secara kimiawi adalah pengendalian serangga mengunakan insektisida. Dengan
ditemukannya berbagai jenis bahan kimia yang bersifat sebagai pembunuh serangga yang dapat
diproduksi secara besar-besaran, maka pengendalian serangga secara kimiawi berkembang pesat.
2) Pencegahan Sekunder
Pencarian penderita malaria , yaitu pencarian secara aktif melalui skrining yaitu dengan
penemuan dini penderita malaria dengan dilakukan pengambilan slide darah dan konfirmasi
diagnosis mikroskopis dan /atau RDT (Rapid Diagnosis Test) dan secara pasif dengan cara
melakukan pencatatan dan pelaporan kunjungan kasus malaria.
Diagnosa dini gejala klinis , diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari
penderita tentang keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala,
mual, muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4
minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria, riwayat

sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat transfusi darah.
Pemeriksaan Laboratoriu, yaitu pemeriksaan mikroskopis Tes Diagnostik Cepat (RDT, Rapid

Diagnostic Test)
Pemeriksaan Penunjang bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi
pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit. Bisa juga

dilakukan pemeriksaan kimia darah, pemeriksaan foto toraks, EKG (Electrokardiograff), dan
pemeriksaan lainnya.
Pengobatan yang tepat dan adekuat. Berbeda dengan penyakit-penyakit yang lain, malaria tidak
dapat disembuhkan meskipun dapat diobati untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit. Malaria
menjadi penyakit yang sangat berbahaya karena parasit dapat tinggal dalam tubuh manusia
seumur hidup.
3) Pencegahan Tersier
Penanganan akibat lanjut dari komplikasi malaria. Kematian pada malaria pada umumnya
disebabkan oleh malaria berat karena infeksi P. falciparum. Manifestasi malaria berat dapat
bervariasi dari kelainan kesadaran sampai gangguan fungsi organ tertentu dan gangguan

metabolisme.
Rehabilitasi mental atau psikologis, yaitu dilakukan dengan cara pemulihan kondisi penderita
malaria, memberikan dukungan moril kepada penderita dan keluarga di dalam pemulihan dari
penyakit malaria, melaksanakan rujukan pada penderita yang memerlukan pelayanan tingkat
lanjut.
Upaya penanggulangan penyakit malaria dapat dilakukan dengan cara memutus rantai penularan
dengan memilih mata rantai yang paling lemah. Mata rantai tersebut adalah penderita dan
nyamuk malaria. Seluruh penderita yang memiliki tanda-tanda malaria diberi pengobatan
pendahuluan dengan tujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan mencegah penularan selama 10
hari. Bagi penderita yang dinyatakan positif menderita malaria setelah diuji di laboratorium, akan
diberi pengobatan secara sempurna. Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah endemis
malaria seperti para calon transmigran, perlu diberi obat pencegahan.

e.

Gambaran epidemiologi penyakit

1) Distribusi Frekuensi Malaria


Menurut Orang
Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka kematian yang lebih

tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang dewasa.


Menurut Waktu
Semua orang berisiko terinfeksi malaria tetapi orang yang tinggal di daerah bersuhu hangat
seperti di daerah tropis mempunyai risiko lebih tinggi. Karena nyamuk anopheles lebih suka

hidup dan berkembangbiak di daerah yang hangat.


Menurut Tempat

Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim
dingin, subtropik sampai kedaerah tropik.
2) Determinan Penyakit Diare
Host
a. Manusia (Host Intermediate). Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria, tetapi
kekebalan yang ada pada manusia merupakan perlindungan terhadap infeksi Plasmodium
malaria. Kekebalan adalah kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan Plasmodium yang
masuk atau membatasi perkembangannya. Ada dua macam kekebalan yaitu : Kekebalan Alami
(Natural Imunity) dan Kekebalan yang didapat (Acqired Immunity)
b. Nyamuk Anopheles spp (Host Defenitive) sebagai penular penyakit malaria yang menghisap
darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan mematangkan telurnya.
Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis yang ada hanya
beberapa jenis yang mempunyai potensi untuk menularkan malaria (Vektor). Menurut data di
Subdit SPP, penular penyakit malaria di Indonesia berjumlah 18 species. Di Indonesia dijumpai
beberapa jenis Anopheles spp sebagai vector Malaria, yaitu An, sundaicus sp, An. Maculates sp,
An. Balabacensis sp, An, Barbnirostrip sp (Depkes RI, 2005).
Agent
Agent atau penyebab penyakit adalah semua unsur atau elemen hidup ataupun tidak hidup
dimana kehadirannya, bila diikuti dengan kontak efektif dengan manusia yang rentan akan
terjadi stimulasi untuk memudahkan terjadi suatu proses penyakit. Agent penyebab penyakit
malaria termasuk agent biologis yaitu protozoa (plasmodium)
Environment (Lingkungan), terdiri dari :
a. Lingkungan Fisik (Suhu). Udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus Sprogami atau
masa Makin tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi Ekstrinsik setiap species
plasmodium penyebab penyakit malaria tersebut. Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai
masuknya Sprozoid darah sampai timbulnya gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon
darah dalam tubuh penderita. Kelembaban udara yang rendah, mempengaruhi umur nyamuk,
tingkat kelembaban 63 % misalnya merupakan angka paling rendah untuk memungkinkan
adanya penularan. (Depkes RI, 2006)
b. Lingkungan kimia. Beberapa species nyamuk dapat juga memanfaatkan oksigen yang terlarut
(Dissolved oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan kimia yang baru diketahui
pengaruhnya adalah kadar garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus tumbuh optimal
pada air payau yang kadar garamnya berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak pada

garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat keasaman air yang disenangi pada tempat
perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup
c.

ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI, 2006)


Lingkungan biologi. Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau (Mangroves), ganggang dan
berbagai jenis tumbuhan lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk, karena ia
dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau menghalangi dari serangan mahkluk hidup
lain. Beberapa jenis tanaman air merupakan indikator bagi jenis-jenis nyamuk tertentu.

3. Penyakit Polio
Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus yang menyerang
sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalam hitungan jam. Uraian tentang
penyakit polio adalah sebagai berikut :
a.

Etiologi penyakit
Penyebab penyakit polio adalah poliovirus (PV). Virus ini masuk melalui mulut dan hidung,
kemudian berkembangbiak di dalam tenggorokan dan saluran pencernaan. Virus ini dapat
memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan
dapat mengakibatkan kelumpuhan (paralisis).

b. Cara penularan penyakit


Virus di tularkan dari oral faring (mulut dan tenggorokan) atau tinja penderita infeksi. Penularan
terutama terjadi langsung ke manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak
jarang melalui oral-oral (dari mulut ke mulut). Fekal-oral berarti minuman atau makanan yang
tercemar virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya.
Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke mulut manusia
sehat lainnya. Faktor yang mempengaruhi penyebaran virus adalah kepadatan penduduk, tingkat
higienis, kualitas air, dan fasilitas pengolahan limbah.
c.

Diagnosis penyakit
Penyakit polio dapat di diagnosa dengan 3 cara yaitu :

1)

Viral Isolation. Poliovirus dapat di deteksi dari faring pada seseorang yang di duga terkena
penyakit polio. Pengisolasian virus di ambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnositik yang
jarang mendapatkan hasil yang akurat. Jika polio virus terisolasi dari seorang dengan
kelumpuhan yang akut, orang tersebut harus di uji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide
atau pemetaan gonomic untuk menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.

2)

Uji serology. Uji serology di lakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada
darah di temukan zat anti body polio maka di diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio
adalah benar. Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dapat menjadi aktif pada saat

3)

pasien tersebut sakit.


Cerebrospinal Fluid (CSF). CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat
peningkatan jumlah sel darah putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan
kehilangan protein sebanyak 40-50 mg/100 ml (Paul,2004)

d. Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit


1) Pencegahan primer
Pencegahan primer pada penyakit polio yaitu :
Melakukan cakupan imunisasi yang tinggi dan menyeluruh
Pekan Imunisasi Nasional yang telah dilakukan Depkes tahun 1995, 1996, dan 1997. Pemberian
imunisasi polio yang sesuai dengan rekomendasi WHO adalah diberikan sejak lahir sebanyak 4

kali dengan interval 6-8 minggu. Kemudian diulang usia 1 tahun, 5 tahun, dan usia 15 tahun
Survailance Acute Flaccid Paralysis atau penemuan penderita yang dicurigai lumpuh layuh pada

usia di bawah 15 tahun harus diperiksa tinjanya untuk memastikan karena polio atau bukan.
Melakukan Mopping Up, artinya pemberian vaksinasi massal di daerah yang ditemukan

penderita polio terhadap anak di bawah 5 tahun tanpa melihat status imunisasi polio sebelumnya.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan pada fase penyakit asimtomatis, tepatnya
pada tahap preklinis, terhadap timbulnya gejala-gejala penyakit secara klinis melalui deteksi dini
(early detection). Jika deteksi tidak dilakukan dini dan terapi tidak diberikan segera maka akan
terjadi gejala klinis yang merugikan. Deteksi dini penyakit sering disebut skrining. Skrining
adalah identifikasi yang menduga adanya penyakit atau kecacatan yang belum diketahui dengan
menerapkan suatu tes, pemeriksaan, atau prosedur lainnya, yang dapat dilakukan dengan cepat.
Tes skrining memilah orang-orang yang tampaknya mengalami penyakit dari orang-orang yang
tampaknya tidak mengalami penyakit. Tes skrining tidak dimaksudkan sebagai diagnostik.
Orang-orang yang ditemukan positif atau mencurigakan dirujuk ke dokter untuk penentuan
diagnosis dan pemberian pengobatan yang diperlukan (Last, 2001). Pencegahan sekunder pada
penyakit polio sampai sekarang belum ditemukan cara atau metode yang paling tepat. Sedangkan
penggunaan vaksin yang ada hanya untuk mencegah dan mengurangi rasa sakit pada penderita.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah upaya pencegahan progresi penyakit ke arah berbagai akibat
penyakit yang lebih buruk, dengan tujuan memperbaiki kualitas hidup pasien. Pencegahan

tersier biasanya dilakukan oleh para dokter dan sejumlah profesi kesehatan lainnya (misalnya,
fisioterapis). Pencegahan tersier pada penyakit polio

dilakukan dengan beristirahat dan

menempatkan pasien ke tempat tidur, memungkinkan anggota badan yang terkena harus benarbenar nyaman. Jika organ pernapasan terkena, alat pernapasan terapi fisik mungkin diperlukan.
Jika kelumpuhan atau kelemahan berhubung pernapasan diperlukan perawatan intensif.
Upaya penanggulangan penyakit polio dapat dilakukan dengan selalu melakukan cuci tangan bila
akan melakukan sesuatu pekerjaan seperti makan dll.

e.

Gambaran epidemiologi penyakit

1) Distribusi penyakit
Menurut orang
Penyakit ini biasanya muncul di daerah - daerah yang memiliki sanitasi jelek, lingkungan yang
tercernar oleh tinja, keadaan daerah yang kekurangan akan air bersih, dan daerah yang memiliki
kepadatan penduduk yang tinggi.
Menurut waktu
Virus ini dapat hidup di wilayah tropis dan ditemukan sepanjang tahun. Di daerah yang beriklim
sedang, virus ini dapat dideteksi pada musim hujan. Penyakit polio umumnya terjadi pada musim
tertentu dari musim hujan ke musim panas dan sebaliknya. Di daerah endemis kasus polio
muncul secara sporadis ataupun dalam bentuk KLB. Jurnlah penderita meningkat pada akhir
musim panas dan pada saat musim gugur di daerah beriklim dingin.
Menurut tempat
Polio masih merupakan penyakit yang menyerang bayi dan anak-anak. 70 80 % penderita polio
berusia dibawah 3 tahun, dan 80 - 90 % berusia dibawah 5 tahun. Mereka yang mempunyai
resiko tinggi tertulari adalah kelompok rentan seperti kelompok-kelompok yang menolak
imunisasi, kelompok minoritas, para migran musiman, anak-anak yang tidak terdaftar, kaum
nomaden, pengungsi dan masyarakat miskin Perkotaan.
2) Frekuensi penyakit
Frekuensi penyakit polio di Indonensia berdasarkan data hasil surveilens
Tahun 2005 tercatat 303 kasus polio liar. Di Jawa kasus ditemukan di Kec. Cidahu, Kab.
Sukabumi, kemudian menyebar cepat ke 4 provinsi lain yaitu Banten (147 kasus), Jawa Tengah
(2 kasus), DKI Jakarta (3 kasus), Lampung (10 kasus), dan Jawa barat sendiri (57 kasus).
Tahun 2006 tercatat 2 kasus polio liar. Kaksus terkhir terjadi di Bondiwoso (Jawa Timur) tercatat
1 kasus. Dan Kab. Aceh tenggara tercatat 1 kasus.

1 dari 200 orang yang terjangkiti polio mengalami kelumpuhan permanent. Diantara yang

3)

lumpuh ini, 5-10 % meninggal dunia ketika otot-otot pernafasannya dilumpuhkan virus polio.
Insiden polio berkisar 4-8/100.000 penduduk.
Paralytic rate pada golongan 0-14 tahun : 2-3/1.000 penduduk.
Determinan penyakit
Host
Virus polio dapat menyerang semua golongan usia dengan tingkat kelumpuhan yang bervariasi.
Penyakit ini dapat menyerang pada semua kelompok umur, namun yang peling rentan adalah

kelompok umur kurang dari 3 tahun.


Agent
Polio disebabkan oleh virus. Virus polio termasuk genus enterovirus. Terdapat tiga tipe yaitu tipe
1,2, dan 3. Ketiga virus tersebut bisa menyebabkan kelumpuhan. Tipe 1 adalah tipe yang paling
mudah di isolasi , diikuti tipe 3, sedangkan tipe 2 paling jarang diisolasi. Tipe yang sering
menyebabkan wabah adalah tipe 1, sedangkan kasus yang dihubungkan dengan vaksin yang
disebabkan oleh tipe 2 dan tipe 3.
Environment/ Lingkungan
Anak yang tinggal di daerah kumuh mempunyai antibodi terhadap ketiga tipe virus polio .
Sedangkan anak yang tinggal di daerah yang tidak kumuh hanya 53% anak yang mempunyai
antibodi terhadap ketiga virus polio. Dapat disimpulkan bahwa anak yang tinggal di daerah
kumuh "Herd Immunity"nya lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah yang
tidak kumuh. .

4. Penyakit Kusta
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium
leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998). Uraian
tentang penyakit kusta adalah sebagai berikut :
a. Etiologi penyakit
Penyakit kusta disebabkan oleh kuman yang dinamakan sebagai Mikobakterium leprae
merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit
dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan
saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40
hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5
micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.
b. Cara penularan penyakit
Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita penyakit kusta tipe Multi basiller (MB) kepada
orang lain dengan cara penularan langsung. Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi

sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran
pernafasan dan kulit. Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu
ditakuti tergantung dari beberapa faktor yaitu faktor Sumber penularan, faktor kuman kusta, dan
Faktor daya tahan tubuh.
Diagnosis penyakit
Untuk diagnosis kusta didasarkan pada penemuan tanda kardinal (utama), yaitu :
1) Bercak kulit yang mati rasa. Bercak hipopigmentasi atau eritematosa, mendatar (makula) atau
c.

meninggi (plak). Mati rasa pada bercak bersifat total atau sebahagian saja terhadap rasa raba,
rasa suhu, dan rasa nyeri.
2) Penebalan saraf tepi. Dapat disertai rasa nyeri dan dapat juga disertai atau tanpa gangguan fungsi

3)

saraf yang terkena, yaitu :


Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
Gangguan fungsi otonom : paresis atau paralisis
Gangguan fungsi otonom : kulit kering, retak, edema, pertumbuhan rambut terganggu.
Ditemukan kuman tahan asam. Bahan pemeriksaan adalah hapusan kulit cuping telinga dan lesi
kulit pada bagian yang aktif, namun kadang-kadang bahan di peroleh dari biopsi kulit atau saraf.
Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit harus ditemukan satu tanda kardinal.
Bila tidak atau belum dapat ditemukan, maka kita hanya dapat mengatakan tersangka kusta dan
pasien perlu diamati dan diperiksa ulang setelah 3-6 bulan sampai diagnosis kusta dapat di

tegakkan atau disingkirkan.


d. Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit
1) Pencegahan primer
Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan
memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga
penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta.
Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan
pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat
memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran
penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat

(Depkes RI, 2006).


Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian
imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian
vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan

pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun
demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian
beberapa negara memberikan hasil berbeda pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI,
2006).
2) Pencegahan sekunder
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan
penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah
ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe
Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain
(Depkes RI, 2006).
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi kemajuan atau komplikasi penyakit yang
sudah terjadi, dan adalah merupakan sebuah aspek terapatik dan kedokteran rehabilitasi yang

paling penting .Pencegahan tersier merupakan usaha pencegahan terakhir yang terdiri dari :
Rehabilitasi Medik
Menghadapi kecacatan pada pasien kusta, perlu dibuat program rehabilitasi medik yang
terencana dan terorganisasi. Dokter, terapis dan pasien harus bekerjasama untuk mendapat hasil
yang maksimal. Diagnosis dan terapi secara dini, disusul dengan perawatan yang cermat, akan
mencegah pengembangan terjadinya kecacatan. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pasien

a.

adalah :
Pemeliharaan kulit harian, yaitu cuci tangan dan kaki setiap malam setelah bekerja dengan
sedikit sabun (jangan deterjen), rendam kaki sekitar 20 menit dengan air dingin, kalau kulit
sudah lembut gosok kaki dengan karet busa agar kulit kering terlepas, kulit digosok dengan
minyak dan secara teratur, kulit diperiksa (adakah kemerahan, hot spot, nyeri, luka, dan lain-

lain).
b. Proteksi tangan dan kaki
c. Latihan fisioterapi
d.
Bidai. Pembidaian dapat dilakukan untuk jari dan pergelangan tangan agar tidak terjadi
deformitas. Bidai dipasang pada anggota gerak fungsional saat timbul reaksi penyakit. Bidai
e.
f.

dapat mengurangi nyeri dan mencegah kerusakan saraf.


Dapat dibuat sepatu khusus, sesuai dengan deformitas yang terjadi.
Program terapi okupasi merupakan program yang sangat penting untuk mempertahankan dan
meningkatkan kemampuan menolong diri.
Rehabilitasi Nonmedik
Pengobatan penyakit kusta sangat penting untuk memutuskan mata rantai penularan dan
mencegah terjadinya cacat fisik. Bila pengobatan tersebut tidak diimbangi oleh rehabilitasi

mental, maka akan sulit dicapai partisipasi aktif dari penderita agar berobat teratur dan
menyelesaikan secara tuntas program pengobatan yang telah dianjurkan. Pengobatan penyakit
kusta tidak boleh diberikan bila seseorang belum dapat dipastikan menderita penyakit kusta atau
penyakitnya masih diragukan. Komplikasi antara lain seperti penyakit kusta, harus ditangani
sedini mungkin dan secara adekuat untuk mencegah terjadinya cacat kusta. Andaikata cacat
kusta telah terjadi, maka upaya rehabilitasi untuk mencegah berlanjutnya cacat harus segera
dilakukan. Bila tanda-tanda cacat kusta sudah sedemikian jelas, tetapi hasil pemeriksaan klinis,
bakteriologis, dan histopatologis menyatakan bahwa penyakit kusta dalam keadaan inaktif, maka
pengobatan tidak diperlukan lagi dan hanya dilakukan upaya-upaya rehabilitasi. Pengobatan
hanya diberikan pada penderita kusta aktif, dengan atau tanpa cacat kusta.
Rehabilitasi Mental
4) Penyuluhan kesehatan berupa bimbingan mental, harus diupayakan sedini mungkin pada setiap
penderita, keluarganya, dan masyarakat sekitarnya, untuk memberikan dorongan dan semangat
agar mereka dapat menerima kenyataan ini. Selain itu juga agar penderita dapat segera mulai

menjalani pengobatan dengan teratur dan benar sampai dinyatakan sembuh secara medis.
Rehabilitasi Karya
Upaya rehabilitasi karya ini dilakukan agar penderita yang sudah terlanjur cacat dapat kembali
melakukan pekerjaan yang sama, atau dapat melatih diri terhadap pekerjaan baru sesuai dengan

tingkat cacat, pendidikan dan pengalaman bekerja sebelumnya.


Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi sosial bertujuan memulihkan fungsi sosial ekonomi penderita. Hal ini sangat sulit
dicapai oleh penderita sendiri tanpa partisipasi aktif dari masyarakat di sekitarnya. Rehabilitasi
sosial bukanlah bantuan sosial yang harus diberikan secara terus menerus, melainkan upaya yang
bertujuan untuk menunjang kemandirian penderita.
Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara
maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan
kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.
Upaya penaggulangan dapat dilakukan dengan memutus persebaran penyakit kusta yaitu
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta dan menberikan penyuluhan agar
mereka tidak mengucilkan penderita penyakit kusta yang malah akan memperparah penyebaran,
mereka diberi penyuluhan agar bisa mendeteksi terjangkitnya penyakit ini agar bisa ditangani
sedini mungkin, meningkatkan kesadaran akan kebersihan lingkungan, karena lingkungan yang
tidak bersih merupakan sumber berbagai penyakit, meningkatkan daya tahan tubuh atau imunitas

agar tidak mudah tertular bakteri penyakit. Selain itu, pemerintah masih terus mengupayakan
agar jumlah masyarakat yang tertular tidak bertambah dengan berbagai program kesehatan.
g. Gambaran epidemiologi penyakit
1) Distribusi Frekuensi
Menurut orang
Kusta dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Di
Indonesia penderita anak-anak- di bawah umur 14 tahun 13%, tetapi anak di bawah umur 1
tahun jarang sekali. Frekuensi tertinggi pada kelompok dewasa ialah umur 25 35 tahun,
sedangkan pada kelompok anak umur 10 12 tahun. Insiden rate penyakit ini meningkat sesuai
umur dengan puncak pada umur 10-20 tahun dan kemudian menurun. Prevalensinya juga
meningkat sesuai dengan umur dengan puncak antara umur 30-50 tahun dan kemudian secara
perlahan-lahan menurun. Insiden maupun prevalensi pada laki-laki lebih banyak dari pada wanita
kecuali di Afrika dimana wanita lebih banyak daripada laki-laki. Faktor fisiologik seperti
pubertas, menopause, kehamilan, serta faktor infeksi dan malnutrisi dapat meningkatkan
perubahan klinis penyakit kusta.
Menurut waktu dan tempat
Penyebaran penyakit kusta tidak terlihat dalam waktu singkat karena masa inkubasi bakteri
penyebab penyakit ini dalam waktu 3 samapi 10 tahun. Sehubungan dengan iklim, ternyata
penyakit kusta kebanyakan terdapat di daerah tropis dan subtropis yang panas dan lembab.
Kelompok yang berisiko tinggi terkena kusta adalah yang tinggal di daerah endemik dengan
kondisi yang buruk. Tetapi dengan adanya perpindaham penduduk maka penyakit ini bisa
menyerang di mana saja. Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang
berbeda-beda. Diantara 122 negara yang endemis pada tahun 1985 dengan prevalensi >1/10.000
penduduk, hanya tinggal 6 negara yang masih belum mencapai eliminasi di tahun 2005 yaitu :
India, Brazil, Indonesia, Bangladesh, Congo, dan Nepal Antara tahun 1985 hingga 2005 lebih
dari 15 juta penderita telah sembuh. Dan 222.367 kasus masih dalam pengobatan pada awal
tahun 2006. Dari 10 negara dengan jumlah kasus baru terbesar di dunia, Indonesia menempati
posisi ke-3 setelah India dan Brazil. Berdasarkan data kusta awal 2005 Indonesia menempati
posisi ke-2 dengan angka prevalensi 0,9 per 10.000 penduduk. Di Indonesia, kasus terbanyak
terdapat di Jawa Timur dengan prevalensi rate 1,76 per 10.000 penduduk, dan paling sedikit
terdapat di daerah Bengkulu dengan prevalensi rate 0,17 per 10.000 jumlah penduduk.
2) Determinan penyakit

Timbulnya penyakit kusta bagi seseorang tidak mudah, dan tidak perlu di takuti. Adapun
beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kusta dipengaruhi oleh host, agent, dan

environment antara lain :


Faktor Daya Tahan Tubuh (host). Sebagian besar manusia kebal terhadap penyakit kusta (95%).
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 100 orang yang terpapar, 95 orang tidak menjadi
sakit, 3 orang sembuh sendiri tanpa obat, dan 2 orang menjadi sakit. Hal ini belum

memperhitungkan pengaruh pengobatan.


Faktor Kuman (agent). Kuman dapat hidup di luar tubuh manusia antara 1-9 hari tergantung
pada suhu atau cuaca,dan hanya kuman kusta yang utuh (solid) saja yang dapat menimbulkan
penularan.

Faktor Sumber Penularan (environment). Faktor lingkungan pada populasi dengan kusta
merupakan faktor resiko. Kusta sebagain besar diderita di daerah pemukiman kumuh,
pemenuhan personal hygiene yang kurang, dan keadaan sosial ekonomi yang rendah.
Pemeliharaan lingkungan rumah dan tempat tinggal penderita yang kontak langsung secara terus
menerus dapat dilakukan untuk mengurangi kemunduran keadaan kusta.

5. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)


Demam berdarah dengue ( DBD ) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Suriadi
& Yuliani,2001). Uraian tentang penyakit Demam Berdarah Dengue adalah sebagai berikut :
a.

Etiologi penyakit
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang
membawa virus dengue (sejenis arbovirus). Ciri ciri nyamuk penyebar penyakit yaitu :

1) Warna hitam dan bercak putih pada badan dan kaki


2) Hidup dan berkembang biak didalam rumah dan sekitarnya ( bak mandi, tempayan, drum,
kaleng, ban bekas, pot tanaman air dll.
3) Hinggap pada pakaian yang bergantung, kelambu dan ditempat yang gelap dan lembab
4) Menggigit disiang hari
5) Kemamapuan terbang kira kira 100 meter
b. Cara penularan penyakit
Penyebaran penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus, sehingga pada wilayah yang sudah diketahui adanya serangan penyakit DBD akan

mungkin ada penderita lainnya bahkan akan dapat menyebabkan wabah yang luar biasa bagi
penduduk disekitarnya.
c.

Diagnosis penyakit
Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tipus. Hal ini
disebabakan karena infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat asimtomatik
(tidak jelas gejalanya). Data dibagian RSCM menunjukan pasien DBD sering menunujukkan
gejala batuk, pilek, muntah, mual, maupun diare. Masalah bisa bertambah karena virus tersebut
dapat masuk bersamaan dengan infeksi penyakit lain seperti flu dan tipus. Oleh karena itu
dibutuhkan kejelian pemahaman tentang perjalanan penyakit infeksi virus dengue dan ketajaman
pengamatan klinis. Dengan pemeriksaan klinis yang baik dan lengkap diagnose DBD serta
pemeriksaan penunjang (laboratorium) dapat membantu terutama bila gejala klinis kurang
memadai. Dokter dapat mendiagnosis infeksi dengue dengan tes darah untuk memeriksa virus itu
sendiri atau antibodi untuk itu.

d. Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit


1) Pencegahan primer
Beberapa cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD melalui metode pengontrolan
atau pengendalian vektornya adalah :

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat.


perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
Pemeliharaan ikan pemakan jentik (ikan adu/ikan cupang) pada tempat air kolam, dan bakteri

(Bt.H-14).
Pengasapan/fogging (dengan menggunakan malathion dan fenthion).
Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti, gentong air,

vas bunga, kolam, dan lain-lain.


Melakukan fogging/pengasapan (dengan menggunakan malathion dan vention) berguna untuk

mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.


Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit Demam Berdarah Dengue adalah dengan
mengkombinasikan cara-cara di atas, yang disebut dengan 3 M PLUS yaitu menutup,
menguras, menimbun. Selain itu juga melakukan beberapa plus lainnya yang sesuai dengan

kondisi setempat.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit berlangsung
namun belum timbul tanda/gejala sakit. Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan yaitu
diagnosa dini Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu diagnosa dari gejala klinis dan hasil

pemeriksaan darah ( jumlah trombosit < 100.000 sel/mm3 dan jumlah hematokrit meningkat
paling sedikit 20 % di atas rata-rata.
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah pencegahan yang dilakukan saat proses penyakit sudah lanjut dengan
tujuan untuk mencegah cacat dan mengembalikan penderita ke status sehat. Pencegahan tingkat
ketiga ini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat penyakit DBD dan melakukan
rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan
dengan :
Transfusi Darah. Penderita yang menunjukkan gejala perdarahan seperti hematemesis dan
malena diindikasikan untuk mendapatkan transfusi darah secepatnya.
Stratifikasi Daerah Rawan DBD .
Upaya penaggulangan yang dilakukan yaitu dengan fokus pengobatan pada penderita Demam
Berdarah Dengue (DBD) adalah mengatasi perdarahan, mencegah atau mengatasi keadaan syok,
yaitu dengan mengusahakan agar penderita banyak minum sekitar 1,5 sampai 2 liter air dalam 24
jam ( air teh dan gula sirup atau susu ), penambahan cairan tubuh melalui infuse (intravena)
mungkin diperlukan untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi yang berlebihan. Transfuse
platelet dilakukan jika jumlah platelet menurun drastic, selanjutnya adalah pemberian obat
obatan terhadap keluhan yang timbul, misalnya paracetamol (membantu penurunan demam),
garam elektolit (oralit) jika disertai diare dan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
e.

Gambaran epidemiologi penyakit

1) Distribusi penyakit
Menurut orang
Demam Berdarah Dengue (DBD) dapat menyerang semua umur, termasuk neonatus. DBD
banyak dijumpai pada anak usia 2-15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan yang
lembab serta daerah pinggiran yang kumuh (www.depkes.go.id). Anak yang berumur lebih
dewasa umumnya terhindar dari DBD walaupun ada laporan kasus DBD pada bayi berusia 2
bulan dan pada orang dewasa. Hal ini berkaitan dengan aktivitas kelompok umur yang relatif
terhindar dari DBD mengingat peluang terinfeksi virus dengue adalah melalui gigitan nyamuk.
Selama ini

juga belum ditemukan adanya perbedaan kerentanan terhadap DBD antara

perempuan dan laki-laki (Djunaedi, 2006).


Menurut waktu
Epidemi Demam Berdarah Dengue (DBD) di negara-negara yang mempunyai 4
musim terutama berlangsung pada musim panas walaupun ditemukan kasus DBD

yang sporadis pada musim dingin. Di negara-negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara,
epidemi DBD terutama terjadi pada musim hujan. Epidemi DBD yang berlangsung pada musim
hujan ini berkaitan erat dengan kelembaban yang tinggi pada musim hujan. Kelembaban yang
tinggi tersebut merupakan lingkungan yang optimal bagi masa inkubasi (dapat mempersingkat
masa inkubasi) dan juga dapat meningkatkan aktivitas vektor dalam menularkan virus dengue
(Djunaedi, 2006).
Menurut tempat
Demam Berdarah Dengue (DBD) tersebar luas di berbagai negara terutama di negara tropis dan
subtropis yang terletak antara 30 Lintang Utara dan 40 Lintang
Selatan seperti Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Caribbean. Berdasarkan hasil studi
epidemiologi, sejauh ini outbreak DBD umumnya terjadi pada daerah yang
kondisinya optimal untuk transmisi virus dengue, yaitu daerah tropis dan subtropis dengan iklim
dan temperatur yang optimal bagi habitat nyamuk Aedes aegypty. Di daerah tersebut juga
ditemukan endemik berbagai tipe virus dengue dalam waktu yang bersamaan (Djunaedi, 2006).
2) Frekuensi penyakit
Di Indonesia KLB DBD terbesar terjadi pada tahun 1998, dengan Incident Rate ( IR ) sebesar
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar
10,17%. Tahun tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu :
Tahun 1996 jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.234 orang.
Tahun 1998 jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian sebanyak 1.414 orang ( terjadi

ledakan ).
Tahun 1999 jumlah kasus 21.134 orang.
Tahun 2000 jumlah kasus 33.443 orang.
Tahun 2001 jumlah kasus 45.904 orang.
Tahun 2002 jumlah kasus 40.377 orang.
Tahun 2003 jumlah kasus 50.131 orang.
Tahun 2004 sampai tanggal 5 maret 2004 jumlah kasus sudah mencapai 26.015 orang, dengan
jumlah kematian sebanyak 389 orang.
Meningkatnya jumlah kasus serta bertambahnya wilayah yang terjangkit, disebabkan karena
semakin baiknya sarana tranformasi penduduk, adanya pemukiman baru dll.

3) Determinan penyakit
Host
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang senantiasa ada sepanjang tahun di negeri
kita, oleh karena itu disebut penyakit endemis. Penyakit ini menunjukkan peningkatan jumlah
orang yang terserang setiap 4-5 tahun. Kelompok umur yang sering terkena adalah anak-anak

umur 4-10 tahun, walaupun dapat pula mengenai bayi dibawah umur 1 tahun. Akhir-akhir ini
banyak juga mengenai orang dewasa muda umur 18-25 tahun. Laki-laki dan perempuan sama

sama dapat terkena tanpa terkecuali.


Agent
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan
pada pembuluh darah kapiler dan pada system pembekuan darah, sehingga menyebabkan
perdarahan. Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil,
Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari

1000 meter di atas permukaan air laut.


Environment
Penyakit Demam Berdarah Dengue ( DBD ) berkembangbiak dengan baik di daerah tropis pada
lingkungan yang bisa dijadikan sebagai tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti seperti
bak air yang tidak tertutup, barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan seperti
kaleng, wadah-wadah alat rumah tangga yang tidak tepakai lagi, ban bekas, dll.

6. Penyakit HIV/AIDS
AIDS kepanjangan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome merupakan kumpulan
gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh virus yang disebut HIV (Human
Immunodeficiency Virus). HIV dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah
putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada
akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
a.

Uraian tentang penyakit HIV/AIDS adalah sebagai berikut :


Etiologi penyakit
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). VIrus ini
diketemukan oleh montagnier, seorang ilmuwan perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang
mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala limfadenopati, sehingga pada waktu itu
dinamakan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo (national Institute of Health, USA
1984) menemukan Virus HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab
AIDS. Pada penelitian lebih lanjut dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga berdasarkan
hasil pertemuan International Committee on Taxonomy of Viruses (1986) WHO memberi nama

resmi HIV.
b. Cara penularan penyakit
1) Lewat cairan darah

Melalui transfusi darah / produk darah yg sudah tercemar HIV, lewat pemakaian jarum suntik
yang sudah tercemar HIV, yang dipakai bergantian tanpa disterilkan, misalnya pemakaian jarum
suntik

dikalangan

pengguna

Narkotika.

Suntikan

melalui pemakaian jarum suntik yang berulangkali dalam kegiatan lain, misalnya : peyuntikan
obat, imunisasi, pemakaian alat tusuk yang menembus kulit, misalnya alat tindik, tato, dan alat
facial wajah
2) Lewat cairan sperma dan cairan vagina
Melalui hubungan seks penetrative tanpa menggunakan kondom, sehingga memungkinkan
tercampurnya cairan sperma dengan cairan vagina atau tercampurnya cairan sperma dengan
darah.
3) Lewat Air Susu Ibu
Penularan ini dimungkinkan dari seorang ibu hamil yang positif HIV, kemudian menyusui
bayinya dengan ASI. Kemungkinan penularan dari ibu ke bayi (Mother-to-Child Transmission)
ini berkisar hingga 30%, artinya dari setiap 10 kehamilan dari ibu positif HIV kemungkinan ada
c.
1)
2)
d.
1)

3 bayi yang lahir dengan HIV positif.


Diagnosis penyakit
Diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu :
Diagnosis gejala klinis
Pemeriksaan Laboratorium yang meliputi tes elisa, tes air liur dan air kencing.
Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit
Pencegahan Primer
Pencegahan primer dilakukan sebelum seseorang terinfeksi HIV. Hal ini diberikan pada
seseorang yang sehat secara fisik dan mental. Pencegahan ini tidak bersifat terapeutik, tidak
menggunakan tindakan yang terapeutik dan tidak menggunakan identifikasi gejala penyakit.
Pencegahan ini meliputi dua hal, yaitu Peningkatan kesehatan, misalnya dengan pendidikan
kesehatan reproduksi tentang HIV/AIDS,

standarisasi nutrisi, menghindari seks bebas,

secreening, dan sebagainya. Perlindungan khusus, misalnya imunisasi, kebersihan pribadi atau
pemakaian kondom.
2) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder berfokus pada Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) agar tidak mengalami
komplikasi atau kondisi yang lebih buruk. Pencegahan ini dilakukan melalui pembuatan
diagnosa dan pemberian intervensi yang tepat sehingga dapat mengurangi keparahan kondisi dan
memungkinkan penderita tetap bertahan melawan penyakitnya. Pencegahan sekunder terdiri dari
teknik skrining dan pengobatan penyakit pada tahap dini. Hal ini dilakukan dengan

menghindarkan atau menunda keparahan akibat yang ditimbulkan dari perkembangan penyakit
atau meminimalkan potensi tertularnya penyakit lain.
3) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dilakukan ketika seseorang teridentifikasi terinfeksi HIV/AIDS dan
mengalami ketidakmampuan permanen yang tidak dapat disembuhkan. Pencegahan ini terdiri
dari cara meminimalkan akibat penyakit atau ketidakmampuan melalui intervensi yang bertujuan
mencegah komplikasi dan penurunan kesehatan. Kegiatan pencegahan tersier ditujukan untuk
melaksanakan rehabilitasi, dari pada pembuatan diagnosa dan tindakan penyakit. Perawatan pada
tingkat ini ditujukan untuk membantu penderita mencapai tingkat fungsi setinggi mungkin,
sesuai dengan keterbatasan yang ada akibat HIV/AIDS. Tingkat perawatan ini bisa disebut juga
perawatan preventive, karena di dalamnya terdapat tindakan pencegahan terhadap kerusakan atau
penurunan fungsi lebih jauh. Misalnya, dalam merawat seseorang yang terkena HIV/AIDS,
disamping memaksimalkan aktivitas penderita dalam aktivitas sehari-hari di masyarakat, juga
mencegah terjadinya penularan penyakit lain ke dalam penderita HIV/AIDS. Mengingat
seseorang yang terkena HIV/AIDS mengalami penurunan imunitas dan sangat rentan tertular
penyakit lain. Terakhir, pendekatan agama bagi sebagian besar masyarakat juga merupakan
pendekatan yang penting. Sebab, dengan meningkatkan ajaran agama dan nilai budaya
diharapkan perilaku hubungan seks berisiko dapat dikurangi termasuk di kalangan muda mudi,
sehingga angka pertumbuhan HIV dapat menurun.
Upaya penaggulangan penyakit HIV/AIDS dapat dilakukan dengan setia dengan pasangan dan
hindari Seks Bebas, hindari penggunaan jarum suntik yang dipakai bergantian dan tidak steril,
pemakaian dan pembuangan jarum suntik atau semua jenis alat-alat yang berujung tajam lainnya
agar tidak tertusuk dan petugas kesehatan dalam menangani penderita AIDS harus menggunakan
sarung tangan lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya untuk menghindari kontak
dengan darah atau cairan yang mengandung darah.
e. Gambaran epidemiologi penyakit
1) Distribusi penyakit
Orang
HIV/AIDS adalah penyakit menular seksual yang dapat menyerang laki-laki, perempuan bahkan

anak-anak.
Waktu
Perkembangan dari HIV menjadi AIDS membutuhkan waktu yang lama, 5-10 tahun dari
masukan HIV ke dalam tubuh sampai terjadi AIDS. HIV berpindah dari satu orang ke orang lain
melalui pertukaran cairan tubuh antara orang dengan HIV positif dengan orang lain.

Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit HIV, dimana didaerah perkotaan lebih tinggi

dibandingkan daerah pedesaan.


2) Frekuensi penyakit
Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di
seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa
AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada
tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling
mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3
juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak.
3) Determinan penyakit
Host
Penyakit HIV/AIDS dapat menyerang kelompok umur produktif (15
-60 tahun) jumlah terbesar pada kelompok umur 20-29 tahun. Hal ini disebabkan karena perilaku

berisiko yang salah satunya terjadi dikalangan anak usia sekolah SLTP.
Agent
HIV/AIDS adalah infeksi sel sistem kekebalan tubuh yang disebab oleh virus HIV. Ini seringkali
menyebabkan, Rasa lelah dan lesu, Berat badan menurun secara drastis, Demam yang sering dan
berkeringat diwaktu malam, kurang nafsu makan, Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam

mulut.
Enviroment
Tingkat pengawasan/peran orang tua orang tua sangat dibutuhkan agar anak usia remaja tidak
tergolong pergaulan bebas.

7. Penyakit campak
Campak adalah penyakit menular yang ditularkan melalui rute udara dari seseorang yang
terinfeksi ke orang lain yang rentan (Brunner & Suddart, vol 3, 2001). Uraian tentang penyakit
campak adalah sebagai berikut :
a. Etiologi penyakit
Penyakit campak disebabkan oleh virus campak yang termasuk golongan paramyxovirus genus
morbilivirus merupakan salah satu virus RNA. Virus ini terdapat dalam darah dan secret (cairan)
nasofaring (jaringan antara tenggorokan dan hidung) pada masa gejala awal (prodromal) hingga
24 jam setelah timbulnya bercak merah di kulit dan selaput lendir. Virusnya berbentuk bulat
dengan tepi kasar dan bergaris tengah 140 nm dan di bungkus oleh selubung luar yang terdiri
dari lemak dan protein.

b. Cara penularan penyakit


Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau
tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama
munculnya gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari
kedua timbulnya ruam.
c. Diagnosis penyakit
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas. Pemeriksaan lain yang
mungkin perlu dilakukan yaitu pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi , dan pemeriksaan Ig
M anti campak.
d. Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit
1) Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok beresiko, yakni
anak yang belum terkena Campak, tetapi berpotensi untuk terkena penyakit Campak. Pada
pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya
Campak dan upaya untuk mengeliminasi faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan
Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai Campak.
Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga diberikan kepada anggota keluarganya,
kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana kebijakan kesehatan.
Imunisasi
Imnunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua anak

berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun
Isolasi
Penderita rentan menghindari kontak dengan seseorang yang terkena penyakit campak dalam
kurun waktu 20-30 hari, demikian pula bagi penderita campak untuk diisolasi selama 20-30 hari

guna menghindari penularan lingkungan sekitar.


2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat timbulnya komplikasi
dengan tindakan-tindakan seperti

tes penyaringan yang ditujukan untuk edukasi dan

pengelolaan campak memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
3) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat komplikasi. Kegiatan
yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari komplikasi menjadi kecacatan tubuh
dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi penderita yang mengalami kecacatan. Dalam
upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien-pasien dengan dokter maupun antara

dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit campak. Dalam penyuluhan ini

hal yang dilakukan adalah :


Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik
Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup dengan
komplikasi kronik.
Upaya penanggulangan Campak dapat dilakukan dengan

upaya

peningkatan cakupan

imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak
yang tinggi dimana daerahnya masih merupakan daerah endemis campak.
e. Gambaran epidemiologi penyakit
1) Distribusi Penyakit
Menurut Orang
Campak adalah penyakit menular yang dapat menginfeksi anak-anak pada usia dibawah 15
bulan, anak usia sekolah atau remaja. Penyebaran penyakit Campak berdasarkan umur berbeda
dari satu daerah dengan daerah lain, tergantung dari kepadatan penduduknya, terisolasi atau
tidaknya daerah tersebut. Pada daerah urban yang berpenduduk padat transmisi virus Campak
sangat tinggi.
Menurut Waktu
Campak di Indonesia sepanjang tahun, mengalami peningkatan kasus yang terjadi pada bulan
Maret dan mencapai puncak pada bulan Mei, Agustus, September dan oktober.
Menurut Tempat
Berdasarkan tempat penyebaran penyakit Campak berbeda, dimana daerah perkotaan siklus
epidemi Campak terjadi setiap 2-4 tahun sekali, sedangkan di daerah pedesaan penyakit
Campak jarang terjadi, tetapi bila sewaktu-waktu terdapat penyakit Campak maka serangan
dapat bersifat wabah dan menyerang kelompok umur yang rentan.
2) Frekuensi penyakit
Campak merupakan penyakit endemis, terutama di Negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Karena hampir semua anak Indonesia yang mencapai usia 5 tahun pernah terserang
penyakit campak, walaupun yang dilaporkan hanya sekitar 30.000 kasus pertahun.
Mortalitas/kematian kasus campak yang dirawat inap di Rumah Sakit pada tahun 1982 adalah
sebesar 73 kasus kematian dengan angka fatalitas kasus atau case fatality rate (CFR) sebesar
4,8%. Kemudian pada tahun 1984-1988 berdasarkan studi kasus di rawat inap di rumah sakit
terjadi

peningkatan

kasus

pada

bulan

maret,dan

mencapai

puncak

pada

bulan

mei,agustus,September dan oktober. Dengan menunjukkan proporsi yang terbesar dalam

golongan umur balita dengan perincian 17,6% berumur<1 tahun, 15,2% berumur 1 tahun, 20,3%
berumur 2 tahun, 12,3% berumur 3 tahun dan 8,2% berumur 4 tahun. Wabah terjadi pada
kelompok anak yang rentan terhadap campak,yaitu daerah dengan populasi balita banyak
mengidap gizi buruk dan daya tahan tubuh yang lemah serta daerah dengan cakupan imunisasi
yang rendah. Distribusi kelompok umur pada KLB umumnya terjadi pada kelompok umur 1-4
tahun dan 5-9 tahun, dan pada beherapa daerah dengan cakupan imunisasi tinggi dan merata
cenderung bergeser pada kelompok umur yang lebih tua (10-I4 tahun). Selanjutnya kasus
campak mengalami penurunan sebesar 80% pada tahun 1996 (16 kematian,CFR 0,6%).

3) Determinan penyakit
Host
Balita yang tidak mendapat imunisasi Campak kemungkinan kena penyakit Campak sangat
besar begitu pula dengan Balita yang status gizinya kurang, mempunyai resiko lebih tinggi
untuk terkena penyakit Campak dari pada balita dengan gizi baik. Menurut penelitian
Siregar (2003) di Bogor, anak berumur 9 bulan sampai dengan 6 tahun yang status gizinya
kurang mempunyai risiko 4,6 kali untuk terserang Campak dibanding dengan anak yang

status gizinya baik.


Agent
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam secret (cairan) nasofaring (jaringan antara
tenggorokan dan hidung) dan darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul
bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus

Morbilivirus.
Environment
Desa terpencil, pedalaman, daerah sulit, daerah yang tidak terjangkau pelayanan kesehatan
khususnya imunisasi, daerah ini merupakan daerah rawan terhadap penularan penyakit
Campak. Tingkat pengetahuan dari orang tua pun sangat penting dalam penyebaran penyakit ini
oleh karena itu kita perlu memberikan pengetahuan kepada orang tua tentang penyakit ini,
tentang penyebab, serta proses perjalanan dari penyakit ini. Juga tentang cara pencegahan dan
pengobatannya. Dimana kita tahu bahwa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah
dengan vaksinasi campak dan peningkatan gizi anak agar tidak mudah timbul komplikasi yang
berat.

8. Penyakit Tuberculosis (TBC)

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi akibat infeksi kuman Mycobacterium yang bersifat
sistemis (menyeluruh) sehingga dapat mengenai hampir seluruh organ tubuh, dengan lokasi
terbanyak di paru-paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi yang pertama kali terjadi.
Uraian tentang penyakit TBC adalah sebagai berikut :
a.

Etiologi penyakit
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Micobakterium
tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai

Batang Tahan Asam (BTA).


b. Cara penularan penyakit
Kuman TBC disebarkan oleh penderita TBC yang belum berobat, yang batuk dan bersin tanpa
menutup mulutnya kemudian masuk kedalam paru paru manusia melalui saluran pernapasan.
Mycobacterium tuberculosis juga dapat masuk dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka
c.

terbuka pada kulit ( lebih jarang ).


Diagnosis penyakit
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga
SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih
lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan spesimen SPS diulang. Diagnosis Tuberkulosis
Pada Anak adalah dengan ditemukannya kuman TB dari bahan yang diambil penderita, misalnya
dahak, bilasan lambung biopsi, dan lain-lain. Tetapi, pada anak hal ini sulit dilakukan sehingga
sebagian besar diagnosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan

uji tuberkulin.
d. Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit
1) Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan upaya yang dilaksanakan untuk mencegah timbulnya penyakit
pada populasi yang sehat. Pengendalian secara teknis (engineering control), antara lain sistem
ventilasi yang baik, pengendalian lingkungan keja, pengendalian melalui jalur kesehatan
(medical control), yang terdiri dari pendidikan kesehatan (kebersihan perorangan, gizi kerja,
kebersihan lingkungan, cara minum obat dll.), pemeriksaan kesehatan awal, berkala & khusus
(anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium rutin, tuberculin test), peningkatan gizi
pekerja dan penelitian kesehatan.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalan upaya untuk menemukan penyakit TBC sedini mungkin mencegah
meluasnya penyakit, mengurangi bertambah beratnya penyakit, diantaranya pengawasan dan

penyuluhan untuk mendorong pasien TBC bertahan pada pengobatan yang diberikan (tingkat
kepatuhan) dilaksanakan oleh seorang Pengawas Obat atau juru TBC.
3) Pencegahan Tersier
Rehabilitasi merupakan tingkatan terpenting pengontrolan TBC. Dimulai dengan diagnosis kasus
berupa trauma yang menyebabkan usaha penyesuaian diri secara psikis, rehabilitasi penghibur
selama fase akut dan hospitalisasi awal pasien. Selanjutnya, pelayanan kesehatan kembali dan
penggunaan media pendidikan untuk mengurangi cacat sosial dari TBC, serta penegasan
perlunya rehabilitasi. Selain itu, tindakan pencegahan sebaiknya juga dilakukan untuk

mengurangi perbedaan pengetahuan tentang TBC, yaitu dengan jalan sebagai berikut :
Perkembangan media.
Metode solusi problem keresistenan obat.
Perkembangan obat Bakterisidal baru.
Kesempurnaan perlindungan dan efektifitas vaksin.
Pembuatan aturan kesehatan primer dan pengobatan TBC yang fleksibel.
Studi lain yang intensif.
Perencanaan yang baik dan investigasi epidemiologi TBC yang terkontrol.
Upaya penaggulangan yaitu dapat dilakukan dengan mempertinggi daya tahan tubuh dan
meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam prinsip-prinsip perorangan, Memberantas sumber
penularan penyakit, baik dengan mengobati penderita atau carier maupun dengan meniadakan
reservoir penyakit, serta tingkatkan kewasapadaan dini untuk menemukan dan mengobati
penderita TBC baru yang tertulari oleh penderita yang tidak jelas, lakukan penyelidikan intensif

untuk menemukan dan mengobatai sumber penularan.


e. Gambaran epidemiologi penyakit
1) Distribusi frekuensi penyakit
Menurut orang
Semua manusia di dunia ini dapat saja terinfeksi kuman TB, orang muda dan tua, laki dan
perempuan, kaya dan miskin dapat saja menderita penyakit Tuberkulosis. Tetapi pada masa bayi
kemungkinan terinfeksi sangat tinggi. Namun orang yang terinfeksi kuman TB akan
manifes/menjadi sakit atau tidak sakit tergantung dari daya tahan tubuh tersebut. Angka kematian
dan kesakitan penyakit TB pada tahun 2009 1,7 juta orang meninggal karena TB dan sepertiga
dari populasi dunia sudah tertular dengan TB dimana sebagian besar penderita TB adalah usia
produktif yaitu 15-55 tahun.
Menurut waktu dan tempat
Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi
seseorang terjangkit TBC. Penyakit TBC tersebar diseluruh dunia. Pada awalnya di Negara
industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun baik mortalitas

maupun morbiditasnya selama beberapa tahun, namun diakhir tahun 1980an jumlah kasus yang
dilaporkan mencapai grafik mendatar (plateau) dan kemudian meningkat di daerah dengan
populasi yang prevalensi HIVnya tinggi dan di daerah yang dihuni oleh penduduk yang datang
dari daerah dengan prevalensi TB tinggi. Morbiditas TBC lebih tinggi diantara penduduk miskin
dan daerah perkotaan jika dibandingkan dengan pedesaan.
2) Determinan penyakit
Host
Umur merupakan faktor terpenting dari Host pada TBC. Terdapat 3 puncak kejadian dan
kematian paling rendah pada awal anak (bayi) dengan orang tua penderita, paling luas pada
masa remaja dan dewasa muda sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan fisik-mental dan
momen kehamilan pada wanita, puncak sedang pada usia lanjut. Pria lebih umum terkena,
kecuali pada wanita dewasa muda yang diakibatkan tekanan psikologis dan kehamilan yang
menurunkan resistensi. Penduduk pribumi memiliki laju lebih tinggi daripada populasi yang
mengenal TBC sejak lama, yang disebabkan rendahnya kondisi sosio ekonomi. Kebiasaan sosial
dan pribadi turut memainkan peranan dalam infeksi TBC, sejak timbulnya ketidakpedulian dan
kelalaian. Status gizi, kondisi kesehatan secara umum, tekanan fisik-mental dan tingkah laku
sebagai mekanisme pertahanan umum juga berkepentingan besar. Imunitas spesifik dengan

pengobatan infeksi primer memberikan beberapa resistensi, namun sulit untuk dievaluasi.
Agent (Mycobacterium tuberculosis)
Karakteristik alami dari agen TBC hampir bersifat resisten terhadap disifektan kimia atau
antibiotika dan mampu bertahan hidup pada dahak yang kering untuk jangka waktu yang lama.
Pada Host, daya infeksi dan kemampuan tinggal sementara Mycobacterium Tuberculosis sangat
tinggi. Patogenesis hampir rendah dan daya virulensinya tergantung dosis infeksi dan kondisi
Host. Sifat resistensinya merupakan problem serius yang sering muncul setelah penggunaan
kemoterapi moderen, sehingga menyebabkan keharusan mengembangkan obat baru. Umumnya
sumber infeksinya berasal dari manusia dan ternak (susu) yang terinfeksi. Untuk transmisinya

bisa melalui kontak langsung dan tidak langsung, serta transmisi kongenital yang jarang terjadi.
Lingkungan
Distribusi geografis TBC mencakup seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan
prevalensi menurut tingkat perkembangannya. Penularannya pun berpola sekuler tanpa
dipengaruhi musim dan letak geografis. Keadaan sosial-ekonomi merupakan hal penting pada
kasus TBC. Pembelajaran sosiobiologis menyebutkan adanya korelasi positif antara TBC dengan
kelas sosial yang mencakup pendapatan, perumahan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan

dan tekanan ekonomi. Terdapat pula aspek dinamis berupa kemajuan industrialisasi dan
urbanisasi komunitas perdesaan. Pada lingkungan biologis dapat berwujud kontak langsung dan
berulang-ulang dengan hewan ternak yang terinfeksi adalah berbahaya.

9. Penyakit Flu Burung


Penyakit flu burung (bird flu, avian influenza/AI) ialah penyakit yang disebabkan oleh
virus influenza tipe A dan ditularkan antar unggas. Uraian tentang penyakit flu burung adalah
a.

sebagai berikut :
Etiologi penyakit
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A .Virus influenza termasuk famili
Orthomyxoviridae. Virus influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,Shift), dan dapat

menyebabkan epidemi dan pandemi.


b. Cara penularan penyakit
Cara-cara penularan flu yang disebabkan oleh virus H5N1 antara lain yaitu :
1) Bersentuhan langsung dengan unggas yang sakit membuat Anda tertular.
2) Media lain untuk menularkan penyakit flu burung ini adalah lingkungan sekitar. Jika Anda
tinggal di sekitar kandang ternak unggas, atau memiliki burung peliharaan yang tiba-tiba mati,
waspadalah. Udara sekitar kandang sangat mengandung berbagai material yang ada dalam
kotoran ternak. Udara dan peralatan yang tercemar kotoran ternak unggas akan menjadi media
perantara penularan virus H5N1 yang sangat baik.
3) Penularan flu burung melalui perantara manusia. Penularannya dari manusia yang terinfeksi flu
burung ke manusia yang sehat.
4) Cara lain penularan flu burung adalah melewati produk dari ternak unggas. Sebagian orang
memilih mengkonsumsi produk unggas mentah atau tidak dimasak sempurna. Fillet ayam, telur
mentah dan beragam produk mentah unggas dapat menjadi media menularkan virus H5N1 pada
pengkonsumsinya.
c. Diagnosis penyakit
1) Pada unggas
Pada virus yang patogen biasanya gejala klinis akan tampak menonjol dan cukup untuk dasar
peneguhan diagnosis. Uji serologis dengan Blood Rapid Test (uji darah cepat) terhadap virus AI,
meskipun hasilnya tidak terlalu tepat dan deteksi antigen melalui HI, IF, atau IFA, deteksi
antibodi dengan ELISA yang bisa dilakukan antara hari ke 7-10 post infeksi. Diagnosis banding
penyakit AI antara lain adalah ND, infeksi paramyxovirus yang lain, coryza, mikoplasmosis
(CRD).
2) Pada Manusia

Pada manusia, pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain adalah pemeriksaan darah,
usap tenggorokan, kadar hemoglobin, jumlah leukosit total dan masing-masing jenis leukosit,
trombosit, laju endap darah.
d. Upaya pencegahan dan penaggulangan penyakit
1) Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah pencegahan yang dilakukan pada orang-orang yang berisiko terjangkit
flu burung, dapat dilakukan dengan cara:
Melakukan promosi kesehatan (promkes) terhadap masyarakat luas, terutama mereka yang
berisiko terjangkit flu burung seperti peternak unggas.
Melakukan biosekuriti yaitu upaya untuk menghindari terjadinya kontak antara hewan dengan
mikroorganisme yang dalam hal ini adalah virus flu burung, seperti dengan melakukan desinfeksi
serta sterilisasi pada peralatan ternak yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme pada
peralatan ternak sehingga tidak menjangkiti hewan.
Melakukan vaksinasi terhadap hewan ternak untuk meningkatkan kekebalannya.

Menjauhkan kandang ternak unggas dengan tempat tinggal.


Menggunakan alat pelindung diri seperti masker, topi, baju lengan panjang, celana panjang dan
sepatu boot saat memasuki kawasan peternakan.
Memasak dengan matang daging sebelum dikonsumsi. Hal ini bertujuan untuk membunuh virus
yang terdapat dalam daging ayam, karena dari hasil penelitian virus flu burung mati pada
pemanasan 60C selama 30 menit.
Melakukan pemusnahan hewan secara massal pada peternakan yang positif ditemukan virus flu
burung pada ternak dalam jumlah yang banyak.
Melakukan karantina terhadap orang-orang yang dicurigai maupun sedang positif terjangkit flu
burung.
Melakukan surveilans dan monitoring yang bertujuan untuk mengumpulkan laporan mengenai
morbilitas dan mortalitas, laporan penyidikan lapangan, isolasi dan identifikasi agen infeksi oleh
laboratorium, efektifitas vaksinasi dalam populasi, serta data lain yang gayut untuk kajian
epedemiologi.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah dan
menghambat timbulnya penyakit dengan deteksi dini dan pengobatan tepat. Pada flu burung
pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan screening yaitu upaya untuk menemukan
penyakit secara aktif pada orang yang belum menunjukkan gejala klinis. Screening terhadap flu
burung misalnya dilakukan pada bandara dengan memasang alat detektor panas tubuh sehingga

orang yang dicurigai terjangkit flu burung bisa segera diobati dan dikarantina sehingga tidak
menular pada orang lain.
5) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier adalah segala usaha yang dilakukan untuk membatasi ketidakmampuan. Pada
flu burung upaya pencegahan tersier yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengobatan
intensif dan rehabilitasi.
Upaya penaggulangan penyakit flu burung dapat dilakukan dengan :
1) Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
2) Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
3) Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
e. Gambaran epidemiologi penyakit
1) Distribusi penyakit
Menurut orang
Flu burung merupakan penyakit yang menyerang manusia dan hewan. Adapun orang yang
mempunyai risiko besar untuk terserang flu burung (H5N1) ini adalah pekerja peternakan,
penjual, dan penjamah unggas.
Menurut waktu
Flu burung yang berbahaya dapat berjangkit sepanjang tahun,lebih-lebih pada musim dingin dan

musim semi
Menurut tempat
Tempat-tempat yang berisiko terpapar virus H5N1 adalah tempat-tempat peternakan dan kebun

binatang.
2) Frekuensi penyakit
Penyakit flu burung merupakan penyakit menular yang disebabkan virus influenza yang dapat
menyerang manusia dan hewan. Pada manusia penyakit ini dapat menyerang pada semua umur,
baik anak-anak,remaja dan orang tua. Sedangkan pada hewan dapat menyerang unggas. Kasus
penyakit ini meningkat cepat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 tercatat terdapat 4 kasus,
kemudian berkembang menjadi 46 kasus (2004), 97 kasus (2005), 116 kasus (2006), dan pada
tahun 2007 pertanggal 15 juni sudah dilaporkan terjadi 50 kasus dengan angka kematian 60%.
Negara yang terjangkit sebagian besar adalah negara-negara di asia (thailand, vietnam, kamboja,
china, dan indonesia), tetapi saat ini telah menyebar ke irak dan turki.
3) Determinan penyakit
Host
Host sendiri merupakan adalah organisme tempat hidup agent tertentu yang dalam suatu keadaan
menimbulkan penyakit pada organisme tersebut. Jika membicarakan masalah penyakit flu
burung pada manusia maka host yang dimaksud adalah manusia. Faktor intristik pada flu burung
diantaranya kekebalan tubuh (imunitas) dan pola pikir seseorang. Flu burung sebenarnya tidak

mudah menular dari hewan yang telah terinfeksi, namun jalan untuk penularan itu akan semakin
mudah apabila seseorang itu berada dalam kondisi yang lemah dan tidak memiliki system imun
yang baik, begitu pula dengan pola pikir orang yang masih tidak percaya dan terkesan
meremehkan bahaya penyakit ini.
Agent
Virus penyebab flu burung tergolong family orthomyxoviridae. Virus terdiri atas 3 tipe antigenik
yang berbeda, yaitu A, B, dan C. Virus influenza A bisa terdapat pada unggas, manusia, babi,
kuda, dan kadang-kadang mamalia yang lain, misalnya cerpelai, anjing laut, dan ikan paus.
Namun, sebenarnya horpes alamiahnya adalah unggas liar. Sebaliknya, virus influenza B dan C
hanya ditemukan pada manusia. Penyakit flu burung yang disebut pula avian influenza
disebabkan oleh virus influenza A. Virus ini merupakan virus RNA dan mempunyai aktivitas
haemaglutinin (HA) dan neurominidase (NA).
Environment
Faktor lingkungan ini dibagi menjadi tiga:
a. Lingkungan Biologis. Faktor lingkungan biologis pada penyakit flu burung yaitu agent. Agent
merupakan sesuatu yang merupakan sumber terjadinya penyakit yang dalam hal ini adalah virus
aviant influenza (H5N1). Sifat virus ini adalah mampu menular melalui udara dan mudah
bermutasi. Daerah yang diserang oleh virus ini adalah organ pernafasan dalam, hal itulah yang
membuat angka kematian akibat penyakit ini sangat tinggi.
b. Lingkungan Fisik . Pada suhu lingkungan yang tidak optimal baik suhu yang terlalu tinggi
maupun terlalu rendah akan berpengaruh terhadap daya tahan tubuh seseorang pada saat itu
sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap mudah tidaknya virus menjangkiti
seseorang. Faktor musim pada penyakit flu burung terjadi karena adanya faktor kebiasaan
burung untuk bermigrasi ke daerah yang lebih hangat pada saat musim dingin. Faktor tempat
tinggal pada penyakit flu burung misalnya apakah tempat tinggal seseorang dekat dengan
peternakan unggas atau tidak.
c. Lingkungan sosial. Faktor lingkungan sosial meliputi kebiasaan sosial, norma serta hukum yang
membuat seseorang berisiko untuk tertular penyakit. Misalnya kebiasaan masyarakat Bali yang
menggunakan daging mentah yang belum dimasak terlebih dahulu untuk dijadikan sebagai
makanan tradisional.

10.

Penyakit Tetanus

Tetanus adalah penyakit kekakuan otot (spasme) yang disebabkan oleh exotoxin
(tetanospasmin) dari organisme penyebab penyakit tetanus dan bukan oleh karena organismenya
a.

itu sendiri. Uraian tentang penyakit tetanus adalah sebagai berikut :


Etiologi penyakit
Penyakit ini disebabkan oleh kuman Clostridium tetani. Kuman gram positif berbentuk batang
dengan spora pada sisi ujungnya sehingga mirip pemukul genderang (drumstick). Bakteri tetanus
bersifat obligat anaerob yaitu bentuk vegetatif pada lingkungan tanpa oksigen dimana kuman

rentan pada panas dan desinfektan.


b. Cara penularan penyakit
Tetanus masuk kedalam tubuh manusia biasanya melalui luka yang dalam dimana suasananya
adalah anaerob (tanpa oksigen) sebagai akibat dari Kecelakaan, Luka tusuk, Luka operasi, Karies
gigi, Radang telinga tengah, Pemotongan tali pusat dll.
c. Diagnosis penyakit
Masa inkubasinya yaitu 2-21 hari, jadi diagnosis yang dapat ditegakkan yaitu dengan
melakukan :
1) Melihat keluhan pokoknya yaitu berupa sebelumnya ada riwayat luka, kejang-kejang, sulit
membuka mulut dll.
2) Melihat tanda-tanda penting antara lain tingkat kesadaran, berbagai manifestasi kejang ( kaku
kuduk, dinding perut kejang, tungkai mengalami ekstensi, lengan kaku, tangan mengepal,
3)
4)
d.
1)

serangan mudah dicetuskan oleh rangsang ringan sentuhan)


Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan khusus
Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit
Pencegahan primer
Melakukan Imunisasi aktif. Toksoid tetanus diberikan agar anak membentuk kekebalan secara
aktif. Sehingga vaksinasi dasar diberikan bersama vaksinasi terhadap pertusis dan difteria,
dimulai pada umur 3 bulan. Vaksinasi ulangan (booster) diberikan 1 tahun kemudian dan pada
usia 5 tahun serta selanjutnya setiap 5 tahun bersama toksoid difteria (tanpa vaksin pertusis) serta
Pemberian toksoid tetanus pada anak yang belum pernah mendapat imunisasi aktif pada mingguminggu berikutnya setelah pemberian ATS, kemudian diulangi lagi dengan jarak waktu 1 bulan 2

kali berturut-turut.
2) Pencegahan sekunder
Pencegahan primer yang dapat dilakukan yaitu pemberian anti tetanus serum (ATS) dalam
beberapa jam setelah luka akan memberikan kekebalan pasif, sehingga mencegah terjadinya
tetanus akan memperpanjang masa inkubasi atau bila terjadi tetanus gejalanya ringan.
3) Pencegahan tersier

Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan cara merawat luka secara adekuat agar luka tidak
bertambah parah sehingga mengurangi kecacatan serta selalu berhati-hati terhadap benda tajam,
khususnya anak-anak. Misalnya, ketika sedang berjalan, usahakan untuk menggunakan sepatu
agar tidak tertusuk paku atau jarum. Jika tusukan menimbulkan luka, harus secepatnya
dibersihkan dengan sabun, air, dan mencari bantuan obat. Orang yang hidup diarea perternakan
kuda, cenderung menderita Tetanus. Akibat berada di lingkungan yang banyak tanahnya.
Upaya penaggulangan dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat, selalu
mengikuti program imunisasi yang telah diselenggarakan pemerintah karena itu semua demi
kepentingan masyarakat itu sendiri, pemerintah dan petugas kesehatan melakukan sosialisasi
atau penyuluhan tentang pentingnya imunisasi kepada masyarakat, sehingga masyarakat dapat
tahu betapa pentingnya imunisasi bagi kesehatan anak-anak mereka.
e. Gambaran epidemiologi penyakit
1) Distribusi frekuensi penyakit
Menurut orang
Tetanus secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua kehidupan bayi dan
sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force, 1997), serta dapat
membawa kematian pada 70-90% kasus. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang menjadi
penyebab kematian bayi baru lahir di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit
yang disebabkan oleh spora Clostridium tetani ini menyebabkan 9,5% kematian pada periode
neonatal. CFR tetanus neonatorum juga mengalami peningkatan dari 39% pada tahun 2006

menjadi 54,6% tahun 2008.


Menurut waktu
Tetanus neonatorum secara khas berkembang dalam minggu pertama atau minggu kedua
kehidupan bayi dan sering disebut sebagai penyakit hari ke tujuh atau ke delapan (Force, 1997),
serta dapat membawa kematian pada 70-90% kasus. Perawatan medis modern, yang langka di
dunia ketiga di mana penyakit ini amat lazim, jarang mengurangi mortalitas sampai kurang dari
50% (Force, 1984). Pada tahun 2008, masih ditemukan adanya KLB di beberapa daerah di
Indonesia. Tetanus merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian bayi baru
lahir di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Penyakit yang disebabkan oleh spora
Clostridium tetani ini menyebabkan 9,5% kematian pada periode neonatal. CFR tetanus

neonatorum juga mengalami peningkatan dari 39% pada tahun 2006 menjadi 54,6% tahun 2008.
Menurut tempat
Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur Tengah, dan
Afrika pada tahun 1978-1982 menekankan bahwa penyakit tetanus banyak dijumpai di daerah

pedesaan negara berkembang termasuk Indonesia yang memiliki angka proporsi kematian
neonatal akibat penyakit tetanus yang tidak dirawat, hampir dapat dipastikan CFR akan
mendekati 100% terutama pada kasus yang mempunyai masa inkubasi kurang dari 7 hari
(Depkes RI, 1993).
2) Determinan penyakit
Host
Host penyakit tetanus adalah manusia dan hewan, khususnya hewan vertebrata, seperti kucing,
anjing, dan kambing
Agent
Tetanus disebabkan oleh infeksi bakteri Clostridium tetani. Clostridium tetani marupakan bakteri
berbentuk batang lurus, langsing, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron.
Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang, seperti
kotoran kuda, domba, sapi, anjing, kucing, tikus, dan babi. Costridium tetani menghasilkan 2
eksotosin yaitu tetanospamin dan tetanolisin. Tetanospamin-lah yang dapat menyebabkan
penyakit tetanus, sedangkan untuk tetanolisin belum diketahui dengan jelas fungsinya.
Enviroment
Tetanus merupakan penyakit infeksi yang prevalensi dan angka kematiannya masih tinggi.
Tetanus terjadi di seluruh dunia, terutama di daerah tropis, daerah dengan cakupan imunisasi
DPT (Diphtheria, Pertussis and Tetanus) yang rendah dan di daerah peternakan. Tetanus
merupakan infeksi berbahaya yang bisa mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Clostridium tetani. Bakteri ini ditemukan di tanah dan feses manusia dan binatang.
Karena itulah, daerah peternakan merupakan daerah yang rentan untuk terjadinya kasus tetanus.

REFERENSI
http://www.blogspot.com/ penyebab-penyakit -penyebab-dan-gejala-penyakit-diare
http://www.digital_125373-S-5814-Gambaran epidemiologi-Analisis.pdf
http://digital_125373-S-5814-Gambaran epidemiologi-Literatur.pdf
http://etanus neonatorum merupakan penyakit tetanus yang terjadi pada bayi yang berusia
dibawah 28 hari.doc

http://Tetanus Neonatorum merupakan salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian bayi
baru lahir di negara.doc
http://Tetanus neonatorum merupakan suatu penyakit akut yang dapat dicegah namun dapat
berakibat fatal.doc
http:/www. carakata.blogspot.com/2012/04/penyebab-penyakit-hiv-aids-secara-umum
http:/www. farmacyku.blogspot.com/2012/10/pencegahan-penyakit-campak
http:/www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1
http:/www. imnursing93.blogspot.com/2012/10/penyakit-kusta.
http://punto-dewo.blogspot.com/2013/05/penyakit-malaria-penyebab-gejala
http:/www. buletinkesehatan.com/ciri-ciri-dan-gejala-penyakit-polio-akibat-infeksi-virus-1
http://www.jepitjemuran.com/ciri-ciri-gejala-penyebab-penyakit-tbc-paru-pengobatannya/

Anda mungkin juga menyukai