Anda di halaman 1dari 14

SKABIES

PENDAHULUAN
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari
lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira- kira
15 % berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan
cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis, dan sensitif,
bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung pada lokasi
tubuh.(1)
Fungsi utama kulit ialah proteksi absorbsi, ekskresi, persepsi, pengaturan
suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D dan keratinisasi.
Apabila salah satu fungsi ini terganggu, maka akan menimbulkan berbagai
penyakit kulit. (1)
Salah satu penyakit kulit yang berasal dari hewani adalah penyakit skabies.
Skabies adalah erupsi kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi yang
disebabkan oleh tungau sarcoptes scabiei varian. Sinonim penyakit skabies adalah
the itch (inggris), gale (prancis), kratze (jerman), mite infestation, gudik, budukan,
dan gatal agogo. Penyakit ini ditandai dengan rasa gatal, terutama dirasakan pada
malam hari (pruritus nocturnal). Pada penyakit ini terdapat lesi yang khas berupa
terowongan kecil, sedikit meninggi, berkelok-kelok, bewarna keabu-abuan.
Panjang lesinya kurang dari 10 cm. kelainan kulit ini dapat berupa papul, vesikel,
urtika, ekskoriasi, dan krusta. Dan bila timbul infeksi sekunder terdapat pustula.
Umumnya mengenai sela jari tangan, pergelangan tangan, areola mammae,
umbilikus, penis, aksila, abdomen bagian bawah, dan bokong. (1,2)
Skabies merupakan penyakit endemik pada sekelompok masyarakat.
Insidens skabies di Negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang saat
ini belum dapat dijelaskan. Skabies merupakan penyakit kulit yang endemis di
wilayah beriklim tropis dan subtropis seperti Afrika, Amerika Selatan, Karibia,
Australia tengah dan Asia. Prevalensi skabies pada anak berusia 6 tahun di daerah
kumuh di Bangladesh adalah 23-29% dan di Kamboja 43%. Studi di rumah
kesejahteraan di Malaysia tahun 2010 menunjukkan prevalensi 30% dan di Timur
1

Leste prevalensi skabies 17,3%. Insidens di Indonesia cukup tinggi terendah di


Sulawesi Utara dan tertinggi di Jawa Barat. Dalam penelitian skabies di RS
Soetomo Surabaya menemukan insidens penderita skabies selama 1983-1984
adalah 2,7%.(3,4)
Etiologi dari skabies adalah Sarcoptes Scabeie yang termasuk filus
arthropoda, kelas arachnida, ordo ackarima, superfamili sarcoptes. Pada manusia
disebut sarcoptes scabei varian hominis. Selain itu terdapat sarcoptes scabeie yang
lain, misalnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau
kecil, bentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini
translusen, bewarna putih kotor dan tidak bermata. Ukurannya , yang betina
berkisar antara 330-450 mikron x 250-350 mikron, sedangkan yang jantan lebih
kecil, yakni , 200-240 mikron x 150-200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai
empat pasang kaki, dua pasang kaki didepan sebagai alat untuk melekat dan dua
pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang
jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan
alat perekat.(1,5,6,7)
Adapun skabies dibagi dalam bentuk-bentuk yang khusus, yaitu:
1. Skabies pada orang bersih
Skabies bentuk ini gejalanya minimal dan terowongannya sukar
ditemukan. Terdapat pada orang dengan tingkat kebersihan yang tinggi dan
kutu dapat hilang dengan mandi secara teratur.
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala ,
leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, dan ektima sehingga terowongan jarang ditemukan.
3. Skabies yang ditularkan melalui hewan
Sarcoptes scabeie varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, misalnya peternak
dan gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidask timbul
terowongan, lesi terutama terdapat pada tempat-tempat kontak. Lesi ini
akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut.
4. Skabies nodularis

Merupakan manifestasi yang unik pada bayi dan anak-anak. Lesi berupa
nodul bewarna coklat kemerahan dan gatal terdapat pada daerah tertutup,
terutama genitalia, inguinal, dan aksila. Lesi ini dapat bertahan dalam
beberapa bulan hingga beberapa tahun, walaupun penderita telah diberi
obat anti scabies.
5. Skabies inkognito
Pemakaian kortikostreoid topikal atau sistemik dapat memperbaiki gejala
dan tanda klinis skabies, tetapi infestasi kutu dan kemungkinan
penularannya tetap ada.
6. Skabies norwergia (skabies krustosa)
Bentuk skabies ini jarang dan ditandai dengan dermatosis berkrusta pada
tangan dan kaki, kuku yang distrofik dan skuama yang generalisata.
Bentuk ini sangat menular tetapi rasa gatalnya sangat sedikit. Tungau
dapat ditemukan dalam jumlah yang sangat besar. Penyakit ini terdapat
pada penderita dengan retardasi mental ( down syndrome), orangtua serta
pasien

dengan

sensasi

kulit

yang

rendah,

dan

pasien

dengan

imunosupresif.
7. Skabies terbaring ditempat tidur ( bedridden)
Penderita penyakit kronis dan orangtua yang terpaksa harus tinggal
ditempat tidur dapat menderita skabies dengan lesinya terbatas. (1,3,8)

Patogenesis dari skabies yaitu ditularkan oleh kutu betina yang telah
dibuahi, melalui kontak fisik yang etrat. Penularan melalui pakaian dalam,
handuk, sprei, tempat tidur. Kutu dapat hidup diluar kulit hanya 2 3 hari dan
pada suhu kamar 210 C dengan kelembapan relatif 40 80 %. Kutu betina
berukuran 330 450 mikron x 250 350 mikron. Kutu jantan membuahi kutu
betina dan kemudian mati. Kutu betina, setelah impregnasi, akan menggali lobang
kedalam epidermis kemudian membentuk terowongan didalam stratum korneum.
Kecepatan menggali terowongan 1 5 mm/ hari. Dua hari setelah berfertilisasi,
skabies betina mulai mengeluarkan telur yang kemudian berkembang melalu
stadium larva, nimpa, dan kemudian menjadi kutu dewasa dalam 10 14 hari.
Lama hidup kutu betina kira kira 30 hari. Kemudian kutu mati diujung
terowongan. Terowongan lebih banyak terdapat didaerah yang berkulit tipis dan

tidak banyak mengandung folikel pilosebasea. Masa inkubasi skabies bervariasi,


ada yang beberapa minggu bahkan berluban bulan tanpa menunjukkan gejala.
Mellan by menunjukkan sensitisasi dimulai 2 4 minggu setelah penyakit
dimulai. Selama waktu itu kutu berada diatas kulit atau sedang menggali
terowongan tanpa menimbulkan gatal. Gejala gatal timbul setelah penderita
tersensitasi oleh ekskreta kutu.(1,3,7)
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi
juga dari penderita sendri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu kirakira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis
dengan ditemukannya papul , vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat
timbl erosi, ekskoriasi, krusta, dan infeksi sekunder.(1,2)
Gejala klinis skabies terdiri dari 4 tanda kardinal yaitu :
1. Pruritus nocturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktifitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula
dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Walaupun
mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini
bersifat sebagai pembawa (karier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat- tempat predileksi yang
bewarna putih atau keabu-abuan , berbentuk garis lurus atau berkelokkelok, rata-rata panjang 1 pada ujung terowongan itu ditemukan papul atau
vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimorf .
tempat predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum
yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,
siku bagian luar , lipat ketiak bagian depan, areola mamae(wanita),
umbilikus, bokong, genitalia eksterna(pria), perut bagian bawah. Pada bayi
dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling didiagnostik. Dapat
ditemukan 1 atau lebih hidup stadium hidum tungau ini.(1,2,3,4,5,6)

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan adanya riwayat gatal pada malam


hari, distribusi lesi yang khas, adanya gatal atau lesi yang sama pada anggota
keluarga yang lain, serta cepat hilang setelah pemberian obat anti skabies.
Diagnosa pasti ditegakkan dengan ditemukannya tungau pada pemeriksaan
mikroskopis yang dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu :
1. Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung yang terlihat papul
atau vesikel dicongkel dengan jarum dan diletakkan diatas sebuah kaca
objek, lalu ditutup dengan kaca penutup dan dilihat dengan mikroskop
cahaya.
2. Dengan cara menyikat dengan sikat dan ditampung diatas selembar kertas
putih dan dilihat dengan kaca pembesar.
3. Dengan membuat biopsi irisan. Caranya, lesi dijepitkan dengan dua jari
kemudian dibuat irisan tipis dengan pisau dan diperiksa dengan mikroskop
cahaya.
4. Dengan biopsi eksisional dan diperiksa dengan pemeriksaan H.E . (1,3,6,7,9)
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologis, hal lain yang juga
dapat dilakukan dalam mendiagnosis skabies ini adalah dengan melakukan
pemeriksaan histopatologis.
Ada pendapat yang mengatakan penyakit skabies ini merupakan the great
imitator karena dapat menyerupai banyak penyakit kulitdengan keluhan gatal.
Diagnosis banding skabies adalah prurigo, pediculosis corporis, dermatitis. (2)
Penatalaksanaan

yang

dapat

dilakukan

pada

skabies

meliputi

penatalaksanaan secara umum dan penatalaksanaan secara khusus, yang akan


dibagi lagi menjadi penatalaksanaan secara topikal dan sistemik.(2)
Penatalaksanaan secara umum dapat berupa :
a. Menjaga kebersihan tubuh dengan cara mandi secara teratur setiap hari.
b. Semua pakaian, handuk, sprei yang telah digunakan harus dicuci secara
teratur dan bila perlu direndam dengan air panas.
c. Menghindari kontak langsung yang erat dan lama dengan anggota keluarga.
d. Mengobati semua anggota keluarga. (1,2,3,4,5,6,7,8)

Penatalaksanaan secara khusus dapat diberikan dengan obat-obat sistemik


dan topikal, salah satu obat sistemik adalah golongan antihistamin seperti
cetirizine dan diberikan dengan dosis 10 mg 1 x 1, jika terjadi infeksi sekunder
dapat diberikan antibiotik. Dan jenis obat-obat topikal dapat diberikan diantara
lain :
1. Belerang endap ( sulfur presipitatum) dengan kadar 4-20 % dalam bentuk
salep atau krim. Preparat ini tidak efektif terhadap stadium telur , maka
penggunaannya tidak boleh kurang dari tiga hari.
2. Emulsi benzyl benzoas ( 20-25%), efektif terhadap semua stadium,
diberikan setiap malam selama tiga hari.
3. Gamma benzena heksa klorida( gameksan = gammexane) kadarnya 1%
dalam krim atau losio , termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan , dan jarang memberi iritasi.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan
dari mata, mulut dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasinya hanya sekali dan dihapus
setelah 10 jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak
dianjurkan pada bayi dibawah umur dua bulan.
6. Kortikosteroid topikal, dapat diberikan untuk mengurangi erupsi kulit yang
berat. (1,2,3,5,6,7,8)
Syarat obat yang ideal adalah :
a. Harus efektif terhadap semua stadium tungau
b. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik.
c. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian.
d. Mudah diperoleh dan harganya murah. (1)
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus diobati (termasuk
penderita yang hiposensitisasi). (1,2,3,5,6,7,8)
Prognosis dari skabies ini dengan memperhatikan pemilihan dan
pemakaian obat , serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi
( menjaga higienis), maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan
prognosis yang baik . (1,2,3,5,6,7,8)

LAPORAN KASUS

Seorang perempuan bernama Novita Lubis usia 41 tahun ,suku Batak


,agama Islam pekerjaan ibu rumah tangga, datang ke poliklinik Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pirngadi Medan pada tanggal 22
Desember 2014 dengan keluhan utama adanya bintil-bintil kemerahan disertai
7

gatal pada kedua kaki yang dirasakan 1 minggu ini dan bersifat hilang timbul.
Gatal terutama dialami os pada malam hari. Karena gatal, os menggaruknya
sehingga menimbulkan luka. Sebelumnya kedua anak os yang laki-laki juga
mengalami keluhan yang sama.Os juga mengaku jarang mengganti sprei .Riwayat
memakai handuk bergantian dengan anak os dijumpai.os belum pernah berobat,
karena os tidak tahan lagi dengan gatalnya maka os memutuskan untuk berobat ke
Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin dr. Pirngadi Medan.
Riwayat penyakit keluarga di jumpai, riwayat penyakit terdahulu tidak
dijumpai, riwayat pemakaian obat tidak dijumpai.
Dari pemeriksaan fisik didapati keadaan umum dan status gizi baik. Pada
pemeriksaan dermatologis dijumpai ruam primer berupa papul eritema dan
vesikel.Dijumpai pula ruam sekunder berupa erosi ,skuama dan krusta. Lokalisasi
diregio cruris anterior dextra. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
,maka diagnosis banding pasien ini adalah Skabies, Prurigo Hebra, Pedikulosis
Korporis, Dermatitis Kontak Iritan. Diagnosa sementara pasien ini adalah Skabies.
Penatalaksanaan pada pasien ini terdiri dari penatalaksanaan secara umum
dan khusus. Penatalaksanaan secara umum menjaga kebersihan tubuh dengan cara
mandi secara teratur setiap hari,semua pakaian,handuk dan sprei yang telah
digunakan harus dicuci

secara teratur dan bila perlu direndam dengan air

panas,Menghindari kontak langsung yang erat dan lama dengan anggota keluarga
serta mengobati semua anggota keluarga. Pengobatan secara topikal dapat
diberikan Hidrokortison 2,5%,Pemethrin 5%,Krotamiton 10% dan pengobatan
secara sistemik dapat diberikan Cetrizine 1x1 tablet/hari.
Prognosis pada pasien ini baik. Dengan mempertahankan pemilihan dan
pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi
(menjaga hygiene ),maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis
yang baik.

DISKUSI
Diagnosis skabies pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, dan
pemeriksaan fisik. Pada anamnesis didapati keluhan utama os, yaitu adanya bintil
kemerahan disertai gatal pada kedua kaki yang dirasakan 1 minggu ini. Gatal
terutama dialami os pada malam hari. Awalnya berupa bintil-bintil yang gatal pada
kedua kaki, karena gatal os menggaruknya sehingga menimbulkan luka. Os adalah

seorang ibu rumah tangga dari keterangan os didapatkan bahwa os jarang


mengganti sprei dan pemakaian handuk bersamaan dengan anaknya. Hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa gejala klinis utama pada skabies
adalah gatal, terutama pada malam hari. Kelainan kulit pada skabies juga
menyerang manusia secara berkelompok.
Dari pemeriksaan fisik didapati keadaan umum dan status gizi baik. Pada
pemeriksaan dermatologis dijumpai ruam primer berupa papul eritema dan
vesikel.Dijumpai pula ruam sekunder berupa erosi ,skuama dan krusta.Lokalisasi
diregio cruris anterior.Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,maka
diagnosis banding pasien ini adalah Skabies, Prurigo Hebra, Pedikulosis Korporis,
Dermatitis kontak iritan. Diagnosa sementara pasien ini adalah Skabies.Hal ini
sesuai dengan kepustakaan yang menyatakan bahwa tempat predileksi skabies
biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela
jari tangan, pergelangan tangan bagian volar,sisi tangan dan kaki, siku bagian
luar, lipat ketiak bagian depan, areola mammae (wanita),umbilikus, bokong,
genitalia eksterna(pria), dan perut bagian bawah.Pada pasien ini tempat predileksi
nya adalah di sisi kaki sebelah kanan.
Penatalaksanaan pada pasien ini terdiri dari penatalaksanaan secara umum
dan khusus.Penatalaksanaan secara umum menjaga kebersihan tubuh dengan cara
mandi secara teratur setiap hari,semua pakaian,handuk dan sprei yang telah
digunakan harus dicuci

secara teratur dan bila perlu direndam dengan air

panas,Menghindari kontak langsung yang erat dan lama dengan anggota keluarga
serta mengobati semua anggota keluarga. Penatalaksanaan secara khusus meliputi
pengobatan secara topikal dan sistemik. Pengobatan secara topikal dapat diberikan
Hidrokortison 2,5%,Pemethrin 5%,Krotamiton,Belerang 10%,
Belerang endap 4-20%,Emulsi benzil-benzoas (20-25%),Gama Benzena Heksa
Klorida 1% dan pengobatan secaara sistemik dapat diberikan Cetrizine 1x1
tablet/hari.
Prognosis pada pasien ini baik. Dengan mempertahankan pemilihan dan
pemakaian obat, serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi

10

(menjaga hygiene ),maka penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis
yang baik.

GAMBAR

11

KESIMPULAN

12

Skabies adalah erupsi kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi
yang disebabkan oleh tungau sarcoptes scabiei varian. Yang ditandai dengan lesi
yang khas seperti terowongan ( kanalikuli ),gatal yang khas pada malam hari,
menyerang berkelompok, dan menemukan tungau pada lesi. Penatalaksanaan pada
skabies terbagi atas dua macam, secara umum dan khusus. Secara umum perlu
dijelaskan kepada penderita bahwa harus menjaga kebersihan, dan menghindari
faktor predisposisi. Secara khusus dapat diberikan secara topikal dan sistemik.
Prognosis pada skabies adalah baik, apabila diberikan dengan pengobatan yang
cepat dengan dosis yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

13

Djuanda A. Skabies. ( Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Edisi kelima ).

Fakultas kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2005. Hal 122- 125


Dep / SMF Kesehatan Kulit dan Kelamin FK UNAIR. Skabies.( Atlas
Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi Kedua). Pusat Penerbitan dan

Percetakan UNAIR. Surabaya: 2011. Hal 61-63


Harahap M. Skabies. (Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin). Penerbit

Hipokrates. Jakarta: 2000. Hal 109- 113


Ratnasari FA, Sungkar S. ( Prevalensi Skabies dan Faktor- Faktor yang
Berhubungan Di Pesantren X, Jakarta timur ) (Oline) Vol :2, No 1,

(http//Jurnal. Ui. Ac. Id /diakses 29 desember 2014),2014


Arndt A Kenneth. Skabies. (Pedoman Terapi Dermatologis). Yayasan

Essentia Media. Yokyakarta: 1980. Hal 105- 111


Goldstein BG. Skabies. (Dermatologi Praktis (Praktical Dermatology).

Jakarta : Hipokrates. 1998. Hal 58-62)


Siregar RS. Skabies. (Saripati Penyakit Kulit. Edisi Kedua). EGC.

Jakarta: 2004. Hal 164-167


Brown GR , Burns T. Skabies.( Dermatologi. Edisi Kedelapan). Erlangga.

Jakarta : 2005. Hal 42- 47


Megawati R , Santoso B, Sumanto D. (Gambaran Kejadian penyakit
Scabies )Di Ponpes AL ITQON Di Patebon ,Kebdal

(http// Jurnal.

Uminus. ac .id.diakses 29 desember 2014), 2005

14

Anda mungkin juga menyukai