Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS DIABETES MILITUS


DI RUANG NILAM RSUD MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN

DISUSUN OLEH:
NAMA: I WAYAN SUARDITA
NIM: 113063J116025

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANJARMASIN


PROGRAM PENDIDIKAN NERS
2015/2016

I. KONSEP TEORI
a. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin dan Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai
oleh tingginya kadar glukosa dalam darah, pada dasarnya hal ini karena tubuh
kekurangan hormone insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas
(Karyadi, 2009).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemi karena pankreas tidak mampu memproduksi insulin
ataupun insulin yang tidak dapat digunakan oleh tubuh. Hiperglikemi kronik
pada pasien DM dapat menyebabkan disfungsi, kegagalan bahkan kerusakan
organ terutama mata, ginjal, pembuluh darah dan saraf (American Diabetes
Association, 2011).
Klasifikasi Disbetes Melitus yaitu:
1) DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin (IDDM)
penyebab : akibat kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena
kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol adalah
terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering
haus, sebagian besar penderita DM type ini berat badannya normal atau
kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur
hidup
2) DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insuli. (NIDDM)
Penyebab : insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar
insulin dapat normal, rendah atau bahkan bahkan meningkat tetapi
fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75%
dari penderita DM type II dengan obersitas atau ada sangat kegemukan
dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun
3) DM Dalam Kehamilan, DM dan kehamilan (Gestational Diabetes
Mellitus - GDM) adalah kehamilan normal yang disertai dengan
peningkatan insulin resistan (ibu hamil gagal mempertahankan

euglycemia). Faktor risiko GDM: riwayat keluarga DM, kegemukan,


dan glikosuria. GDM ini meningkatkan morbiditas neonatus, misalnya
hipoglikemia, ikterus, polisitemia, dan makrosomia. Hal ini terjadi
karena bayi dari ibu GDM mensekresi insulin lebih besar sehingga
merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia. Frekuensi GDM kirakira 3--5% dan para ibu tersebut meningkat risikonya untuk menjadi
DM di masa mendatang.
4) Diabetes Tipe Lain, Subkelas DM di mana individu mengalami
hiperglikemia akibat kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta),
endokrinopati (penyakit Cushings , akromegali), penggunaan obat yang
mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang
mengganggu kerja insulin (b-adrenergik), dan infeksi/sindroma genetik
(Downs, Klinefelters).
b. Etiologi
Etiologi dari Diabetes Mellitus sampai saat ini masih belum diketahui dengan
pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahuo bahwa
Diabetes Mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan
kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab yaitu :
1. Faktor genetik
Riwayat keluarga dengan diabetes : Pincus dan White berpendapat
perbandingan keluarga yang menderita Diabetes Mellitus dengan
kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang
menderita Diabetes Mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila
dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya
1, 96 %.
2. Faktor non genetik
a) Infeksi
Virus dianggap sebagai trigger pada mereka yang sudah
mempunyai predisposisi genetic terhadap Diabetes Mellitus.
b) Nutrisi
1) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
2) Malnutrisi protein

3) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.


c) Stres
Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi
biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
d) Hormonal
Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi,
akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma
karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma
karena kadar katekolamin meningkat
c. Tanda dan Gejala
Menurut Sujono & Sukarmin (2008) manifestasi klinis pada penderita DM,
yaitu:
1. Gejala awal pada penderita DM adalah:
a) Poliuria (peningkatan volume urine)
b) Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel
akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa
haus.
c) Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar
biasa.
d) Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
2. Gejala lain yang muncul:
a) Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai bahan
pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi
mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran darah pada
penderita diabetes kronik.

b) Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah


ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara, biasanya
akibat tumbuhnya jamur.
c) Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering yaitu
jamur terutama candida.
d) Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari
unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama bagian
perifer.
e) Kelemahan tubuh
f) Penurunan energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses
glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.
g) Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka membutuhkan
bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Bahan
protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga
bahan yang diperlukan untuk penggantian jaringan yang rusak
mengalami gangguan.
h) Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan seksualitas
menurun karena kerusakan hormon testosteron.
i) Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat perubahan
pada lensa oleh hiperglikemia
d. Epidemiologi
Berdasarkan Riskesdas 2013 prevalensi diabetes melitus berdasarkan
diagnosis dokter dan gejala meningkat sesuai dengan bertambahnya umur,
namun mulai umur 65 tahun cenderung menurun. Prevalensi DM,
hipertiroid, dan hipertensi pada perempuan cenderung lebih tinggi dari pada
laki-laki. Prevalensi DM, hipertiroid, dan hipertensi di perkotaan cenderung
lebih tinggi dari pada perdesaan. Prevalensi diabetes di Indonesia
berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen. DM
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen. Prevalensi diabetes yang
terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta
(2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi

diabetes yang terdiagnosis dokter atau gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi


Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%), Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa
Tenggara Timur 3,3 persen. Di Sumatera utara sendiri, DM yang terdiagnosis
sebesar 1.8% dan yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2.3%.
Jumlah kasus baru kunjungan rawat inap rumah sakit pada tahun 2007
adalah 28.095 kasus. Keseluruhan DM menyebabkan 4162 kematian atau
CFR sebesar 7,02%. Riskesdas tahun 2007 melakukan wawancara dan pemeriksaan
kadar gula darah pada sejumlah sampel usia 15 tahun dan diperoleh hasil
yaitu prevalensi total DM pada penduduk perkotaan sebesar5,7 % namun hanya
1,5% yang telah mengetahui dirinya DM sebelum pemeriksaan. Jumlah pasien rawat
inap di RS di Indonesia dengan diagnosis DM tahun 2007 sebanyak 56.378 pasien
dengan CFR 7,38%, kasus baru pada rawat jalan sebanyak 28.095 kasus.
e. Patofisiologi
Insulin merupakan hormon endokrin yang diproduksi dalam sel beta
pulau langerhans pada pankreas. Hormon ini berperan utama dalam
membolehkan sel-sel tubuh untuk menyimpan dan menggunakan karbohidrat,
lemak, dan protein. Selain itu juga insulin berperan sebagai katalis untuk
menstimulasi enzim dan bahan kimia lain untuk produksi energi. Sekresi
hormon insulin distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa dalam darah yang
dihasilkan dari makanan karbohidrat yang dikonsumsi. Sekresi ini terjadi
biasanya 10 menit setelah makan.
Glukosa merupakan sumber bahan bakar utama untuk reaksi
metabolisme energi dalam tubuh. Glukosa ini diperoleh melalui ingesti,
glukoneogenesis, dan glikogenolisis. Kadar glukosa dalam darah yaitu sekitar
70140 mg/dl yang mana dipertahankan dalam batas normal oleh regulasi dari
hormon insulin dan glukagon.
Defisiensi insulin yang bersifat absolut dan relatif pada diabetes
mellitusakan mengakibatkan proses transportasi glukosa dalam darah
kedalam sel terganggu, hal ini akan meningkatkan kadar glukosa dalam darah
atau hiperglikemia.

Pada diabetes mellitus tipe I hiperglikemia akan mengakibatkan ginjal


mengeksresikan glukosa tersebut ke dalam urin yang biasanya tidak terjadi,
sehingga akan ditemukan glukosa dalam urin atau glukosuria. Peningkatan
glukosa dalam urin akan diikuti oleh peningkatan seksresi air sehingga terjadi
peningkatan eksresi urin (poliuria). Peningkatan eksresi air melalui urin akan
meningkatkan tekanan osmotik koloid plasma sehingga air dalam sel akan
tertarik ke dalam intravaskuler yang akhirnya air dalam sel berkurang dan
pusat rasa haus akan terangsang dan akan membuat klien diabetes mellitus
melakukan banyak minum (Polidipsia).
Defisiensi insulin absolut pada diabetes mellitus tipe I juga akan
mengakibatkan glukosa dalam sel berkurang, sehingga mekanisme lapar
terjadi dan membuat klien diabetes ingin makan secara berlebihan
(Poliphagia). Selain itu simpanan glukosa yang berkurang dalam sel akan
mengganggu proses metabolisme energi, sehingga proses glukoneogenesis
dan glikogenolisis

dapat terjadi sebagai kompensasi tubuh dalam

mendapatkan sumber bahan bakar cadangan untuk metabolisme energi. Proses


peningkatan glukoneogenesis akan berakibat pada peningkatan akumulasi hasil
akhir metabolisme yang dapat mengganggu fungsi tubuh, seperti zat-zat
keton sebagai hasil akhir pemecahan asam lemak. Peningkatan akumulasi
zat-zat keton dalam tubuh ini akan mengganggu keseimbangan asam dan basa dan
klien pada saat ini jatuh pada kondisi diabetik ketosidosis.
Pada diabetes mellitus tipe II hiperglikemia sebagai akibat defisiensi
insulin relatif terjadi karena dua faktor utama yaitu resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Hiperglikemia terjadi karena insulin yang disekresi
tidak mampu untuk mentranspor glukosa kedalam sel, karena reseptor insulin
di membran sel jumlahnya berkurang, sehingga glukosa dalam darah tetap
tinggi. Selain peningkatan kadar glukosa darah pada diabetes mellitus tipe II
juga terjadi peningkatan kadar insulin dalam darah atau dalam batas normal.
Hal tersebut terjadi karena hiperglikemia akibat resistensi insulin akan terus
menstimulasi sekresi insulin oleh pankreas.

Gejala pada diabetes mellitus tipe II berlangsung lambat dan progresif,


dan jika klien mengalami gejalanya, hal ini karena kadar glukosanya sangat
tinggi. Gejala yang dialami tersebut bersifat ringan yang meliputi kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang lama sembuh, infeksi
vagina, dan pandangan kabur. Sedangkan untuk kondisi diabetik ketoasidosis
tidak akan terjadi pada klien diabetes mellitus tipe II, karena insulin dengan
jumlah adekwat masih mampu mencegah pemecahan lemak dab produksi
keton yang menyertainya. meskipun demikian hiperglikemia yang tidak
terkontrol akan membuat klien jatuh pada kondisi akut lain berupa sindrom
hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (HHNK).

f. Pemeriksaan Diagnostik
1. Glukosa darah puasa dan glukosa darah 2 jam post prandial
2. Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL, dan
trigliserida)
Kreatinin serum
Albuminuria
Keton, sedimen, dan protein dalam urin
Elektrokardiogram
7. Foto sinar-x dada
3.
4.
5.
6.

g. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan Diabetes Mellitus adalah
untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan
kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan
terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes
tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan
intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Penyuluhan kesehatan awal dan berkelanjutan penting dalam membantu klien
mengatasi kondisi ini.
Penatalaksanaan DM dimulai dengan pengaturan pola makan dan
latihan jasmani selama dua sampai empat minggu. Namun apabila kadar

glukosa darah belum turun mencapai sasaran, maka dilakukan intervensi


farmakologis dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan atau suntikan
insulin (PERKENI, 2011). Penataaksanaan dapat diklasifikasikan yaitu:
i.
Non-Medis
Ada beberapa komponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a) Syarat diet DM hendaknya dapat:
1) Memperbaiki kesehatan umum penderita
2) Mengarahkan pada berat badan normal
3) Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
4) Mempertahankan kadar KGD normal
5) Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
6) Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita
7) Menarik dan mudah diberikan
b) Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis: boleh dimakan/tidak
c) Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1) Diit DM I : 1100 kalori
2) Diit DM II : 1300 kalori
3) Diit DM III : 1500 kalori
4) Diit DM IV : 1700 kalori
5) Diit DM V : 1900 kalori
6) Diit DM VI : 2100 kalori
7) Diit DM VII : 2300 kalori
8) Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
a) Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
b) Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
c) Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes
remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:

a) J I

: jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan

dikurangi atau ditambah


b) J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
c) J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat
badan normal) dengan rumus:
BBR = < BB (Kg) / TB (cm) 100 > X 100 %
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)

Kurus (underweight)
Normal (ideal)
Gemuk (overweight)
Obesitas, apabila
Obesitas ringan
Obesitas sedang
Obesitas berat
Morbid

: BBR < 90 %
: BBR 90 110 %
: BBR > 110 %
: BBR > 120 %
: BBR 120 130 %
: BBR 130 140 %
: BBR 140 200 %
: BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk


penderita DM yang bekerja biasa adalah:
a)
b)
c)
d)

Kurus
Normal
Gemuk
Obesitas

: BB X 40 60 kalori sehari
: BB X 30 kalori sehari
: BB X 20 kalori sehari
: BB X 10-15 kalori sehari

2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM,
adalah:
a) Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila
dikerjakan setiap 1 jam sesudah makan, berarti pula
mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan
atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan
sensitivitas insulin dengan reseptornya.

b)
c)
d)
e)

Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore


Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan

akan dirangsang pembentukan glikogen baru


f) Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah
karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan

Kesehatan

Masyarakat

Rumah

Sakit

(PKMRS)

merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita


DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet,
poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
ii.

Medis
1. Obat : Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a) Mekanisme kerja sulfanilurea
1) kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) kerja OAD tingkat reseptor
b) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor, Ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor
insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
2. Insulin

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
1. Aktifitas dan istirahat
Gejala: letih, lemah sulit berjalan / bergerak, tonus otot menurun, kram
otot, gangguan istirahat/ tidur.

Tanda: Takikardi dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan


aktifitas, letargi/ disorientasi, koma dan penurunan kekuatan otot.
2. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, infark miokard akut, klaudikasi, kebas,
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda: takikardi, perubahan tekanan darah postural: hipertensi, nadi
menurun/ tidak ada, disritmia, kulit panas, kering dan kemerahan: bola
mata cekung.
3. Integritas Ego
Gejala: stress, tergantung pada orang lain.
Tanda: Ansietas.
4. Eliminasi
Gejala: Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, rasa nyeri atau
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru tau berulang, nyeri
tekan abdomen, diare.
Tanda: urin encer, pucat, kuning: poliuri(dapat berkembang menjadi
oliguria/ anuria jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut, bau busuk
(infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah dan
menurun: hiperaktif (diare).
5. Makanan/ Cairan
Gejala: Hilang nafsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet;
peningkatan masukan glukosa/ karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari beberapa hari/ minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
Tanda: kulit kering/ bersisik, turgor jelek, kekakuan/ distensi abdomen,
muntah,

hipertiroid

(peningkatan

kebutuhan

metabolik

dengan

peningkatan gula darah), bau halitosis/ manis, bau buah (nafas aseton).
6. Neurosensori
Gejala: Pusing/ pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, gangguan penglihatan.
Tanda: disorientasi: mengantuk, letargi, stupor/ koma, gangguan memori
(baru, masa lalu),kacau mental, refleks tendon dalam menurun, aktivitas
kejang.
7. Nyeri/ Kenyamanan
Gejala: Abdomen yang tegang/ nyeri (sedang/ berat).
Tanda: Wajah meringis dengan palpitasi; tampak sangat berhati-hati.

8. Pernafasan
Gejala: Kekurangan oksigen, batuk dengan/ tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/ tidak).
Tanda: batuk, dengan/ sputum purulen (infeksi), frekuensi pernapasan.
9. Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda: Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ ulserasi, menurun kekuatan
umum/ rentang gerak, parastesia/ paralisis otot termasuk otot pernafasan
(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
10. Seksualitas
Gejala: raba vagina (cenderung infeksi), masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
11. Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: DM, stroke, hipertensi, penyembuhan
yang lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik (tiazid): dilantin
dan

fenobarbital

(dapat

meningkatkan

kadar

glukosa

darah),

menggunakan obat diabetik.


Tanda: Memerlukan bantuan dan pengaturan diet, pengobatan,
perawatan diri, pemantauan glukosa darah.
b. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d defisiensi insulin.
3. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan peningkatan kadar
glukosa.
4. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori perseptual berhubungan
dengan ketidakseimbangan glukosa/ insulin dan elektrolit.
5. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,
perubahan kimia darah: insufisensi insulin.
6. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/
progressif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain.
7. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai penyakit, prognosis,
dan kenutuhan pengobatan b/d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan
interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.

c. Intervensi dan Rasional


a) Diagnosa 1
a) Pantau TTV
R/: hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia ketika tekanan
darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring
keposisi duduk/ berdiri.
b) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran
mukosa.
R/: merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume
sirkulasi yang adekuat.
c) Ukur masukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
R/: memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi
ginjal, dan keeektifan dari terapi yang diberikan.
d) Berikan terapi cairan dan elektrolit sesuai indikasi.
R/: tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajad kekurangan
cairan dan respon pasien secara individual.
b) Diagnosa 2
a) Timbang berat badan
R/: mengkaji pemasukan makanan yang adekuta (absorpsi dan
utilisasinya).
b) Tentukan program diet dan pola makan klien.
R/: mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik.
c) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen, kembung, mual,
muntahan makanan yang belum dicerna.
R/: hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi/ ileus
paralitik).
d) Berikan makanan yang mengandung nutrient dan elektrolit.
R/: pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan
fungsi gasrtointestinal baik.
e) Identifikasi makanan yang di sukai/ tidak di sukai.
R/: jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam
perencanaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah
pulang.

f) Observasi tanda-tanda hiperglikemia, seperti perubahan tingkat


kesadaran, kulit lembab/ dingin, denyut nadi cepat, peka rangsangan,
cemas, sakit kepala.
R/: metabolisme karbihidrat mulai terjadi (gula darah akan
berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemia
dapat terjadi).
g) Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah.
Rasionalisasi: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian
cairan dan terapi insulin terkontrol.
h) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan diet.
R/: sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuain diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
i) Diagnosa 3
a) Observasi

tanda-tanda

infeksi

(rubor,

dolor,

calor,

tumor,

fungsiolaesa).
R/: pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah
mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi
nasokomial.
b) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif.
R/: kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media
terbaik bagi pertumbuhan kuman.
c) Observasi hasil laboratorium (leukosit).
R/: gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian caairan
dan terapi insulin terkontrol.
d) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R/: penanganan awal dapat membantu mencegah terjadinnya sepsis.
e) Diagnosa 4
a) Pantau dan tanda-tanda vital dan status mental.
R/: sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti
suhu yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental.
b) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali

sesuai

kebutuhannya.
R/: menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan
kontak dengan realitas.
c) Bantu pasien ambulasi dalam perubahan posisi.

R/:

meningkatkan

keamanan

pasien

terutama

ketika

rasa

keseimbangan dipengaruhi.
d) Diagnosa 5
a) Observasi TTV.
R/: mengidentifikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi
secara fisiologis.
b) Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
R/: meningkatkan kepercayaan diri/ harga diri yang positif sesuai
tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi klien.
c) Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas.
R/: pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan
meskipun tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah.
d) Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup/
tanpa diganggu.
R/: mencegah kelelahan yang berlebihan.
e) Diagnosa 6
a) Anjurkan pasien/ keluarga untuk mengekspresikan perasaannya
tentang

perawatan

dirumah

sakit

dan

penyakitnya

secara

keseluruhan. R/: mengidentifikasi area perhatiannya dan mudahkan


b)

cara pemecahan masalah.


Berikan kesempatan pada kelurga untuk mengekspresikan
perhatiannya.
R/: meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan

keluarga untuk memecahkan masalah.


c) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan
perawatannya.
R/: mengkomunikasikan pada pasien bahwa beberapa pengendalian
dapat dilatih pada saat perawatan dilakukan.
d) Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam
perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan
usahat yang dilakukan.
R/: meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
e) Diagnosa 7

a) Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh


perhatian, dan selalu ada untuk pasien.
R/: menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien
bersidia mengambil bagian dalam proses belajar.
b) Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
R/: partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusia dan kerja
sama pasien dengan prinsip-prinsip yang depalajari.
c) Pilih strategi belajar.
R/: penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi
meningkatkan penyerapan pada individu yang belajar (Doengos, M.
E, et. Al, 2000).
d. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan
evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah
implementasi

keperawatan

dengan

tujuan

yang

diharapkan

dalam

perencanaan. Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh


mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau
tanggal yang ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang
ditentukan dalam pernyataan tujuan.
3. Belum tercapai : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku
yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association (ADA), 2011.Diagnosis and Classification of
Diabetes

Mellitus.

Diakses

pada

31

oktober

2016

dari:

www.care.diabetesjournals.org/content/34/Supplement_1/S62.full
Doenges, Marilyn E. 2002. Rencana Asuhan keperawatan. Ed. 3. Jakarta: EGC
Herdman heather.T. 2012. Diagnosis Keperawatan.NANDA.2012-2014. Jakarta:
EGC
Karyadi, KS Sri Hartini. 2009. Diabetes Siapa Takut!!, Panduan Lengkap untuk
Diabetasi, Keluarganya, dan Professional medis,Bandung: Qanita.
Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,
Proses, Dan Praktik.Edisi 4.Volume 1 & 2 .Alih Bahasa : Yasmin Asih,
dkk. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai