Anda di halaman 1dari 8

1.

Konsumsi Garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan
hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi.
Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui peningkatan volume plasma (cairan
tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan
garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada
hipertensi esensial mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh.
(Radecki Thomas E. J.D. Hypertension: Salt is a Major Risk Factor. USA: J Cardiovasc,
Feb;7(1): 2000; 5-8.)
Reaksi orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat
maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium tanpa batas,
pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Pada kelompok
lain, terlalu banyak natrium menyebabkan kenaikan darah yang juga memicu terjadinya
hipertensi. (Sheps, Sheldon G, Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta: PT Intisari Mediatama, 2005; 26,158.)
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam

patogenesis hipertensi.

Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang
minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi
yang rendah, sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi
meningkat menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. (Gunawan-Lany, Hipertensi.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005; 9-19. ) dan (Radecki Thomas E. J.D. Hypertension:
Salt is a Major Risk Factor. USA: J Cardiovasc, Feb;7(1): 2000; 5-8.)

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar
sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia
yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah,
sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi
garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau
2400 mg/hari.
(Kaplan M. Norman, Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension:
Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition. Baltimore, Maryland USA:
Williams & Wilkins, 1998; 28-46.)
(Nurkhalida, Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI., 2003;
19-21).
(Radecki Thomas E. J.D. Hypertension: Salt is a Major Risk Factor.
USA: J Cardiovasc, Feb;7(1): 2000; 5-8).
Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium
dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan
tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.
(Hull-Alison, Penyakit Jantung, Hipertensi, dan Nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara, 1996; 18,29.)

2. Status Sosial Ekonomi


Hiperteni dikenal juga sebagai heterogeneus group of disease karena dapat
menyerang siapa saja dari berbagai kelompok umur dan sosial ekonomi (astawan, 2005).
Menurut sutrisna (1994), yang dimaksud status sosial ekonomi yaitu tingkat pendidikan, jenis
pekerjaan dan status perkawinan. Hal tersebut dapat mempengaruhi berbagai aspek termasuk
pemeliharaan kesehatan, maka tidak mengherankan jika ada perbedaan-perbedaan dalam
angka kesakitan atau kematian antara berbagai kelas sosial. Status sosial ekonomi sesesorang,

dapat mempengaruhi munculnya hipertensi, seperti misalnya pekerjaan, jumlah anggota


dalam keluarga dan kepadatan penduduk (Fisher &williams, 2005). Sementara matlin
menambahkan dengan pendidikan, pendapatan, dan kebanggaan (pretise) keluarga. Stres
sosial ekonomi merupakan prediktor yang paling baik untuk umur harapan hidup, kesehatan,
dan kesakitan (Matlin,1999)
Kualitas pelayanan kesehatan lebih sering terpaku pada pembiayaan pelayanan
kesehatan. Di Indonesia biaya pelayanan kesehatan atau biaya pelayanan medis makin lama
makin tinggi, dan kenaikan biaya itu akan menjadi beban yang berat selama sistem
pembayaran pelayanan medis dibayar secara pribadi secara tunai (M. Imam Basuki dalam
Wiknjosastro, 1993). Penelitian yang dilakukan oleh Moriyona, Krueger dan stamler (1971)
dan Khairani (2003) menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin
tinggi tekanan darah. Darmojo (1994) menyatakan bahwa Dyer dkk (1976) dan Marmot
(1979) telah melaporkan bahwa data epidemiologi menunjukkan bahwa tekanan darah
mempunyai tendensi lebih tingi pada golongan pendidikan sosial ekonomi rendah. Ternyata
Kartari dkk (1998) dalam Dardarmomojo (1994) memang menenmukanprevalensi yang
tinggi dikalangan penduduk yang buta huruf (18,9%) tetapi angka tertinggi, seperti yang
diharapkan, ditemui pada golongan pekerja administrasi dan manajer (25%). Pada kaun
pengangguran ditemukan prevalensi hipertensi sebesar 9,6%.
Sumber pustaka
1. Astawan, M. 2005 Cegah hipertensi dengan pola makan. Pusat data dan informasi.
Departemen Kesehatan RI.
2. Sutrisna, Bambang. 1994. Pengantar metoda epidemiologi. Dian rakyat. Jakarta
3. Katari, DS. 1998. Review hipertensi di Indonesia, tahun 1980 ke atas. Jakarta:
Cerminan Dunia Kedokteran, 50:3-5.
4. Darmodjo dan Tim monica. 1991. Proyek MONICA di Jakarta. Suatu penelitian
penyakit jantung koroner di Komunitas. Jakarta. Medika April, vol 17 No. 4.

5. Blum, HL. 1981. Planning for health development and application at soscial
change Theori. Human Sciences Press, New York : 462.
6. Kodim, N. 2004. Analisis Kontekstual : Hubungan lingkungan sosiodemografi
dengan hipertensi yang tidak terkendali pada calon jemaah haji Indonesia.
Disertasi. Depok;FKM UI.
7. Khairani. 2003. Gambaran faktor resiko yang berhubungan dengan hipertensi
pada kelompok lanjut usia di Jakarta utara tahun 1997. Skripsi FKM UI.

3. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan
mengeluarkan tenaga dan energi, yang biasa dilakukan atau rutinitas sehari-hari sesuai profesi
atau pekerjaan. Olahrag adalah aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang
memanfaatkan gerakan tubuh yang berulang untuk mencapai kebugaran. Aktivitas fisik
dalam bentuk olahraga merupakan bentuk pemberian rangsang berulang pada tubuh. Tubuh
akan beradaptasi jika diberi rangsangan secara teratur berdasarkan kaidah tertentu sudah
dapat menimbulkan adaptasi setelah minimal 4-6 minggu. Bila rangsang diberikan sesuai dan
tepat maka akan terjadi adaptasi lenkap yang berdampak terhadap tingkat kebugaran jasmani
(Depkes, 2006) (Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman teknis Penemuan dan tatalaksana
penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat pengendalian penyakit tidak menular. Departemen
Kesehatan RI.
Pada usia lanjut terjadi penurunan massa otot serta kekuatannya, laju denyut nadi
maksimal, toleransi latihan, kapasitas aerobik dan terjadinya peningkatan lemak tubuh (Hadi
et a., 1992; Whiteboard, 1995). Aktivitas fisik dalam bentuk olahraga secara teratur
memberikan banyak keuntungan bagi para lanjut usia. Keuntungan tersebut antara lain
berkurangnya berat badan, tekanan darah, kadar kolesterol serta penyakit jantung. Olahraga

secara teratur juga dapat menunda efek-efek penuaan dan mengurangi kemungkinan depresi
(Pickering, 1996). Wackers (1992) mengemukakan bahwa keuntungan dari aktivitas fisik atau
olahraga adalah meningkatkan perlindungan tubuh terhadap penyakit jantung dan pembuluh
darah. Olahraga teratut juga membantu seseorang mengontrol faktor resiko lain seperti
obesitas, stress, hipertensi, dan kadar lipid dalam darah. (Pickering, Thomas. 1996. Good
news about hight blood preasure. Fireside, New York.
Olahraga dapat mengurangi tekanan darah bukan hanya disebabkan berkurangnya
berat badan, tetapi juga disebabkan bagaimana tekanan darah tersebut dihasilkan. Tekanan
darah ditentukan oleh dua hal yaitu jumlah jumlah darah yang dipompakan jantung perdetik
dan hambatan yang dihadapi darah dalam melakukan tugasnya melalui arteri. Lahrag dapat
menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah kaliper yang baru dan jalan darah yang baru.
Dengan demikian hal yang menghambat pengaliran darah dapat dihindarkan atau dikurangi,
yang berarti menurunkan tekanan darah. Walaupun kesanggupan jantung untuk melakukan
pekerjannya bertambah melalui olahraga, pengaruh dari berkurangnya hambatan tersebut
memberikan penurunan tekanan darah yang sangat berarti (Kuntaraf & kuntaraf, 1992).
(kuntaraf, kathlenn Liwijaya & Kuntaraf, Jonathan. 1996. Olahrag sumber kesehatan :
Indonesia Publishing House)
Aktivitas tinggi dengan intensitas rendah sampai sedang (seperti melakukan pekerjaa
rumah tangga, berkebun, olahraga bowlin ata golf) yang dilakukan sekurangnya 21 jam per
minggu dilaporkan Grylls (2003) membantu mengontrol berat badan. Orang dengan skor
aktivitas tinggi, dimana aktivitas fisik yang diukur adalah aktivitas dirumah atau pada waktu
bekerja, aktivitas olahraga dan kebiasaan berjalan kaki, berhubungan dengan indeks masa
tubuh yang lebih rendah (samaras et al., 1999). Sebuah penelitian di Amerika Serikat yang
melibatkan 8.604 responden berusia lanjut mendapatkan bahwa orang yang mempunyai
aktivitas fisik tinggi mempunyai umur harapan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan

orang yang beraktivitas rendah, baik pada kelompok perokok maupun pada kelompok buka
perokok (Ferucci, et.al, 1999).
Penelitian lain oleh Paffenbarger dari universitas Stanford yang meneliti 1500 tamatan
universitas Harvard untuk 6-10 tahun. Selama penelitian berlansung, didapatkan bahwa 681
tamatan harvard tersebut menderita hipertensi. Ternyata alumni yang tidak terlibat dalam
olahraga dan keiatan beresiko untuk mendapatkan hipertensi 35% lebih besar dari mereka
yang berolahraga. Penelitian dari John Hanson dan Wiliam Nedde dari Universitas Vermot
juga menunjukkan bagaimana olahrag mengurangi tekanan darah. Penelitian tersebut meneliti
sekumpulan penderita hipertensi. Untuk tujuh bulan mereka dibimbing dalam olahraga, yang
meliputi lari jauh, senam, dan bahkan olahrag kompetesi. Pada akhir penelitian tersebut
ternyata tekanan darah rata-rata mereka turun dari 162/92 menjadi 134/75.
Berbagai penelitian membuktikan, bahwa ternyata tekanan darah tinggi yang ringan
dapat ditanggulangi tanpa obat, hanya dengan melakukan olahraga secara teratur. Tekanan
darah tinggi ternyata cukup responsif terhadap latihan-latihan olahraga, bahkan tidak jarang
penderita tekanan darah tinggi yang akhirnya dapat lepas obat atau tidak minum obat untuk
tekanan darah tinggi, karena tekanan darah tinggi telah teratasi setelah melakukan latihanlatihan olahrag secara teratur. Misalnya, penelitian yang dilakukan Robert Cade dari
Universitas Florida, bahwa hampir seratus persen dari sejumlah orang yang menderita
tekanan darah tinggi, ternyata tekanan darahnya turun setelah tiga bulan berlatih olahraga
secara teratur, dengan tekanan yang cukup. Berdasarkan penelitian ini, tekanan darah dapat
menurunkan berkisar antara 10-50 (Anies, 2006)
(Anies. 2006. Waspada ancaman penyakit tidak menular : solusi pencegahan dari aspek
perilaku dan lingkungan Jakarta : PT Alex media Komputindo)

4. Alkohol

Meskipun alkohol mempunyai efek positif yaitu berupa vasodilaor, alkohol juga
berkaitan dengan pengentalan lipoprotein. Meskipun sedikit, alkohol dapat meningkatkan
tekanan darah sedangkan penggunaan alkohol yang terus menerus dalam jumlah yang banyak
berakibat keracunan jantung sclerosis dan fibrosis dalam arteri kecil yang dapat menunjukkan
adanya micro infark (Kaplan, 1999; Soeparman et al., 1994). (soeparman, et al., 1994. Ilmu
penyakit dalam jilid II. Jakarta: Balai penerbit FK UI)
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme
peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan
kadar kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan
dalam menaikkan tekanan darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara
tekanan darah dan asupan alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan
darah baru nampak apabila mengkomsumsi alkohol sekitar 203 gelas ukuran standar setiap
harinya. Di negra barat seperti amerika, konsumsi alkohol yang berlebihan berpengaruh
terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar 10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan
alkohol yang berlebihan di kalangan pria separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum
alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder di kelompok usia dini (Depkes. 2006).
(Departemen Kesehatan RI 2006. Pedoman Surveilans Epidemiologi penyakit jantung dan
pembuluh Darah . Jakarta : Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak menular. Departemen
Kesehatan RI.
Wasir (1998) menyatakan bahwa berlebihan mengkomsumsi alkohol (>2 gelas
bir/wine/whiskey/hari) merupakan faktor resiko hipertensi. Menurut suatu penelitian, diluar
efek usia hipertensi lebih sering ditemukan pada orang yang berkulit hitam/peminum alkohol.
Pada penelitian ini diketahui bahwa asupan alkohol mempunyai hubungan dengan hipertensi
(saputra 1998). Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Arthur L Klasky dkk. 1964
terhadap 83.947 penduduk terdiri dari 3 ras suku bangsa, 83,5% adalah kulit putih,

menunjukkan bahwa konsumsi alkohol paling sedikit 3 kali sehari merupakan faktor resiko
terjadinya hipertensi (Saputra, 1998). Resiko terkena hipertensi meninggi apabila meminum
alkohol lebih dari 3 kali perhari (Kaplan, 1990; Soeparman et al., 1994). Menurut Mac
Mahon (1987) yang dikutip dari Kaplan (1990), 10%hipertensi pada laki-laki disebabkan oleh
alkohol. Pengurangan alkohol 10-20 gr/hr dapat menurunkan tekanan darah.
(Wasir, HS. 1998. Hypertension the need for primary prevention disease prevention &
control, regional. Health Forum vol.1 no.1)
(Saputra, Atang. 1998. Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada kelompok
umur 25 tahun keatas di Indonesia. FKM UI).
(Kaplan, M Norman & Stamer, Jeremiah. 1994. Pencegahan penyakit jantung koroner :
penatalaksanaan praktis faktor-faktor resiko. (3rd). Terj: sukwan handali. Jakarta: penerbit
buku kedokteran ECG.)

Anda mungkin juga menyukai