ARTIKEL PRAKTIKUM
PRODUK MIE
Oleh:
Oleh:
A. Definisi Mie
Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa
penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan,
berbentuk khas mie. Mie dengan bahan dasar utama terigu dapat dibagi menjadi
dua kelompok yaitu mie basah dan mie instan. Berdasarkan proses lenjutannya,
mie basah dapat dibagi lagi menjadi mie basah mentah, mie matang dan mie
kering (Team Dosen, 2015).
Berdasarkan bahan bakunya, mie dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
mie dengan bahan baku dari tepung terutama tepung terigu dan mie transparan
dengan bahan baku dari pati misalnya soun dan bihun. Berdasarkan cara
pembuatannya, mie dibedakan menjadi mie basah mentah dan mie basah matang,
sedangkan berdasarkan jenis produk yang tersedia di pasar terdapat dua jenis mie
yaitu mie basah (contohnya mie ayam dan mie kuning) dan mie kering contohnya
mie telur dan mie instan (Chin et al., 2012).
Berdasarkan segi tahap pengolahan dan kadar airnya, mie dapat dibagi
menjadi 5 golongan, yaitu:
1. Mie mentah/segar, adalah mie produk langsung dari proses pemotongan
lembaran adonan dengan kadar air 35%.
2. Mie basah, adalah mie mentah yang sebelum dipasarkan mengalami perebusan
dalam air mendidih lebih dahulu, jenis mie ini memiliki kadar air sekitar 52%.
3. Mie kering, adalah mie mentah yang langsung dikeringkan, jenis mie ini
memiliki kadar air sekitar 10%.
4. Mie goreng, adalah mie mentah sebelum dipasarkan lebih dahulu digoreng.
5. Mie instan (mie siap hidang), adalah mie mentah, yang telah mengalami
pengukusan dan dikeringkan sehingga menjadi mie instan kering atau
digoreng sehingga menjadi mie instan goreng (instant freid noodles).
A. Bahan-Bahan Pembuatan Mie
Tepung terigu merupakan bahan dasar pembuatan mie. Tepung terigu
diperoleh dari biji gandum (Triticum vulgare) yang digiling. Keistimewaan terigu
dinatara serealia lainnya adalah kemampuan membentuk gluten pada saat terigu
dibasahi dengan air. Sifat elastis gluten pada adonan mie menyebabkan mie yang
dihasilkan tidak mudah putus pada proses pencetakan dan pemasakan (Soraya,
2011). Terigu dibuat dari biji gandum yang telah mengalami perlakuan dikupas
pemasakan. Lesitin pada kuning telur merupakan pengemulsi yang baik, dapat
mempercepat hidrasi air pada terigu, dan bersifat mengembangkan adonan
(Wirakusumah, 2005).
Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dan karbohidrat, melarutkan
garam, dan membentuk sifat kenyal gluten. Pati dan gluten akan mengembang
dengan adanya air. Air yang digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 9, hal
ini disebabkan absorpsi air makin meningkat dengan naiknya pH. Makin banyak
air yang 3 diserap, mie menjadi tidak mudah patah. Jumlah air yang optimum
membentuk pasta yang baik. Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat
tekstur mie, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mieserta mengikat air.
Garam dapat menghambat aktivitas enzim protease dan amilase sehingga pasta
tidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara berlebihan. Garam
ditambahkan untuk membumbui mie, tetapi juga dapat memperkuat struktur,
meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas, selain ikatan dengan air (Akhmad et al.,
2013).
Bahan-Bahan
(air 28 38
%, tepung,
Pencampuran garam,
dengantelur)
pengadukan 15-25
menit dengan Roll
suhupress
adonan (2440C)
(pembentukan
Pasta
Mie dengan
lembaran)
tebal 1,2 2 mm
Pembentukan Mie
Pengukusan
Penggorengan dengan minyak pada suhu 140
150C
selama 60-120
Pendinginan
sampaidetik
suhu 40C
Pengemasan
A. Definisi Apel
F. Bentuk kerusakan apel jika disimpan di bawah suhu kritis yaitu adanya
Manalagi
8.29
Rome beauty
9.79
Anna
11.5
0.32
0.35
0.39
Mh
4.62
3.65
3.46
Vitamin C
7.43
11.42
8.18
(mg/100 g)
Dengan kandungan seperti itu ada orang berpendapat bahwa tingkat keasaman
yang rendah pada apel meningkatkan produksi air liur yang baik untuk kesehatan
gigi. Penelitian menunjukkan bahwa memakan apel sebutir sehari memperkecil
risiko terkena asma, arthritis, dan penyakit kulit.
Selain dimakan segar, apel bisa diolah menjadi jam (selai), jeli, dan sari buah.
Meski namanya olahan, tetapi bukan berarti yang dipakai apel busuk atau cacat.
Biasanya yang diolah apel berukuran kecil atau buah apel hasil penjarangan.
Kandungan pektin pada apel sekitar 24%. Pektin yang dapat membentuk gel bila
ditambah gula pada pH tertentu, memegang peranan penting dalam industri jeli,
sari buah, dan selai (Santoso, 2006).
C. Kerusakan Apel
Apel adalah buah pomaceous dengan ruang biji di dalamnya sementara bagian
luarnya berdaging dan berair. Selain vitamin A dan C, kalium, serat, air dan nutrisi
lainnya, apel mengandung enzim yang disebut oksidase polifenol (PPO) atau
tryosinase. Enzim inilah yang menyebabkan perubahan warna coklat pada apel.
Ketika apel diiris atau digigit dan dibiarkan beberapa saat, lama kelamaan akan
berubah menjadi berwarna coklat.Perubahan warna ini menunjukkan
bahwa zat
kimia pada apel telah bereaksi dengan oksigen di udara yaitu enzim PPO tersebut
muncul dan bereaksi dengan oksigen sehingga mengoksidasi senyawa fenolik
yang dalam jaringan apel, o-kuinon. O-kuinon kemudian menghasilkan produkproduk sekunder berwarna coklat yang merubah dari warna asli apel. Dimana
Oksidasi itu sendiri merupakan jenis reaksi kimia yang melibatkan pengikatan
oksigen, pelepasan hidrogen, atau pelepasan elektron. Proses oksidasi adalah
peristiwa alami yang terjadi di alam dan dapat terjadi dimana-mana tak terkecuali
di dalam tubuh kita (Isyuniarto dan Agus, 2007).
Proses diatas dapat disebut juga sebagai proses Browning atau pencokelatan.
Proses Browning atau pencoklatan merupakan proses di mana suatu zat, pada
umumnya berupa makanan, berubah warna menjadi kecokelatan. Perubahan
warna tersebut umumnya diikuti oleh perubahan rasa pada makanan dan dapat
mengurangi cita rasa/kelezatan pada makanan itu sendiri sehingga proses ini
seringkali dianggap merugikan. Namun, ada pula proses pencokelatan yang
diinginkan dan sengaja dilakukan pada bahan pangan. Terdapat dua jenis proses
pencokelatan, yaitu: proses pencokelatan yang melibatkan kerja enzim atau
pencokelatan enzimatik dan proses pencokelatan yang terjadi tanpa kerja dari
enzim atau pencokelatan oksidatif.
Proses pencoklatan atau browning sering terjadi pada buah-buahan seperti
pisang, peach, pear, salak, apel, dan pala. Buah yang memar atau terluka akibat
pemotongan dan lain-lain juga mengalami pencoklatan. Bagian yang luka tersebut
menjadi berwarna gelap karena terjadi kontak dengan udara. Proses pencoklatan
enzimatis berlangsung karena aktivitas enzim terhadap senyawa polifenol.
Terjadinya reaksi pencoklatan diperkirakan melibatkan perubahan dari bentuk
kuinol yang teroksidasi menjadi kuinon lalu mengalami polimerisasi menjadi
pigmen berwarna coklat (Isyuniarto dan Agus, 2007).
Adanya
sejumlah
enzim
terutama
katalase
dan
peroksidase
yang
Isyuniarto dan Agus Purwadi. 2007. Pengaruh penggunaan Oksidan Ozon dalam
Pengemas Plastik Polietilen untuk Menyimpan Buah Apel Manalagi (malus
sylvestris M). Ganendra 10 (1) : 13-18.
Khurniyati, Maylina Ilhami dan Teti Estiasih. 2015. Pengaruh Konsentrasi
Natrium Benzoat dan Kondisi Pasteurisasi (Suhu dan Waktu) terhadap
Karateristik Minuman Sari Apel Berbagai Varietas : Kajian Pustaka. Jurnal
Pangan dan Agroindustri 3 (2) : 523-529.
Putri, Ratna Ika., Ika Noer S., La Choviya Hawa dan Diah Meilany. 2009.
Aplikasi Mikrokontroller pada Pembangkit Pulsa Tegangan Tinggi dengan
Pengaturan Waktu Pengolahan untuk Pasteurisasi Sari Buah Apel. Inkom 3 (12) : 31-40.
Santoso. 2006. Teknologi Pengawetan Bahan Segar.
Sari, Elok Kurnia N., Bambang Susilo dan Sumardi Hadi S. 2012. Proses
Pengawetan Sari Buah Apel (Malus sylvestris Mill) secara Non-Termal
Berbasis Teknologi Oscillating Magneting Field(OMF). Jurnal Teknologi
Pertanian 13 (2) : 78-87.