Syok Hipovolemik
Syok Hipovolemik
Definisi
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistem sirkulasi dalam
mencukupi kebutuhan nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan maupun
utilisasinya untuk metabolisme seluler jaringan tubuh, sehingga terjadi defisiensi
akut oksigen di tingkat seluler. Untuk mempertahankan sirkulasi normal,
dibutuhkan volume intravaskuler yang adekuat serta fungsi pompa jantung dan
sistem vascular yang normal. Berdasarkan kegagalan komponen penunjang
sirkulasi, syok dibagi menjadi syok hipovolemik, kardiogenik dan distributif.
Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering dijumpai pada anak.1
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok
hipovolemik berarti syok yang disebabkan oleh berkurangnya volume
intravaskuler. Di Indonesia, syok pada anak paling sering disebabkan oleh
gastroenteritis dan dehidrasi, dan syok perdarahan paling jarang, begitupun syok
karena kehilangan plasma pada luka bakar dan syok karena translokasi cairan.1,2
B. Etiologi
Tabel 1. Etiologi syok hipovolemik1,3
C. Patofisiologi
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun
secara umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan
respon untuk mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organorgan vital melalui refleks neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada
volume darah yang beredar, tonus pembuluh darah dan sistem pompa jantung.
Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat menyebabkan terjadinya syok.
Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi yang terjadi adalah
melalui:4,5
1. Baroreseptor
Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh
darah. Bila terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap
baroreseptor akan menurun, sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor
ke pusat juga berkurang sehingga akan terjadi:
Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre
Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan
takikardia. Baroreseptor ini terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium kiri
dan kanan, ventrikel kiri dan dalam sirkulasi paru. Baroreseptor sinus
karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling berperan dalam
pengaturan tekanan darah.
2. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun
sampai 60 mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang
bila terjadi hipoksia dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor
ini adalah vasokonstriksi yang luas dan rangsangan pernafasan.
4. Reseptor humoral
Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormonhormon stres seperti epinefrin, glukagon, dan kortisol yang merupakan
hormon yang mempunyai efek kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran
dari hormon ini adalah terjadinya takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemi.
Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan tekanan darah perifer dan
preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH oleh hipofisis posterior
juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.
5. Retensi air dan garam oleh ginjal
Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran renin oleh
apparatus jukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I.
angiotensin I ini oleh converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang
mempunyai sifat:
Vasokonstriksi kuat
Merangsang pengeluaran
aldosteron
sehingga
meningkatkan
antara
jumlah
cairan
intravaskular
yang
keluar
ke
hilangnya cairan tubuh cepat maka proses ini tidak akan mampu menaikkan
tekanan darah.
Akibat dari semua ini maka akan terjadi:
Vasokonstriksi yang luas
Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah skeletal,
splancnic dan kulit, sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria
tidak terjadi vasokonstriksi, bahkan aliran darah pada kelenjar adrenal
meningkat sebagai usaha kompensasi tubuh utuk meningkatkan respon
katekolamin pada syok. Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh
manusia
berespon
terhadap
perdarahan
akut
dengan
dengan
meningkatkan
denyut
jantung,
meningkatkan
D. Manifestasi klinis
Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah
cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan
stadium renjatan. Secara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu
fase kompensasi, dekomensasi, dan ireversibel.1,2,5
Tabel 2. Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik2,3,5
E. Diagnosis
Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan
cairan keluar tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial
seperti pada demam berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan
ke luar tubuh akan menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar
cekung, mata cekung, mukosa kering, turgor kulit turun, refill kapiler turun, akral
dingin, dan penurunan status mental tanpa adanya tanda lain yang dijumpai pada
anak dehidrasi. Tekanan darah akan menurun bila terjadi kehilangan cairan lebih
dari 30%. Pada syok akibat perdarahan, hipotensi biasanya terjadi bila kehilangan
darah lebih dari 40% volume.1,2,5
Tabel 3. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita6,7
9
F. Pemeriksaan laboratorium
1. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit
masih tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah
perdarahan berlangsung lama, karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung
dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan
plasma atau cairan tubuh seperti pada DF atau diare dengan dehidrasi akan
terjadi haemokonsentrasi.1,2,3
2. Urin
Produksi urin akan menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat
>1,020. Sering didapat adanya proteinuria.1,2
3. Pemeriksaan BGA
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus
maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-
10
G. Penatalaksanaan
1. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2 100%), kalau perlu bisa diberikan
tunjangan ventilator.1,2,3
2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali.
Bila akses vena sulit pada anak balita dpat dilakukan akses intraosseous di
pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB
dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respon belum
adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi. Bila
tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP).1,2,3,4
3. Inotropik. Indikasi: renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan
kardiogenik.1,2,4
Dopamin : 2-5 g/kg BB/ menit.
11
g/KgBB/menit iv.
Norepinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek
yang diharapkan.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison dengan dosis 50
mg/KgBB iv bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara
continuous infusion.3,4
12
H. Komplikasi
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Pudjiadi AH, et al. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak Indonesia.
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2009.
2. Kolecki, Paul. Hypovolemic shock. Medscape. [online] [cited 5 Aug 2016].
Available from: www.emedicine.medscape.com
3. Sthavira, Arista. Syok hipovolemik. Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
Jakarta; 2016.
14
15