Status Asmatikus
Status Asmatikus
Definisi Asma
Global Initiative for Asthma (GINA) mendefinisikan asma sebagai ganggguan
inflamasi kronik saluran napas yang disertai oleh peranan berbagai sel, khususnya sel
mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan
episode mengi berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya
malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
napas yang luas, tapi bervariasi, yang sebagian bersifat reversible, baik secara
spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan
hiperaktivitas jalan napas terhadap berbagai stimuli.
Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) definisi asma adalah mengi
berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara
episodik, cenderung pada malam/dini hari (nokturnal), musiman, setelah aktifitas
fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan /atau keluarganya.
2. Faktor Resiko Asma
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI tentang Pedoman Pengendalian
Penyakit Asma, secara umum faktor resiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok,
faktor genetik dan faktor lingkungan.
A. Faktor Genetik
Atopi/allergi
Adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya resiko asma
persisten dan beratnya asma. Menurut laporan dari Inggris,pada anak usia 16
tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan mengi dua kali
lipat lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever, rhinitis alergi atau
eksema. Anak dengan eksema dan uji kulit positif menderita asma berat.
Terdapat juga laporan bahwa anak dengan mengi persisten dalam kurun waktu
6 tahun pertama kehidupan mempunyai kadar IgE lebih tinggi daripada anak
Ras
Menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalensi
asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada
ras kulit putih
B. Faktor Lingkungan
Alergen di Dalam dan di Luar Ruangan
Adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan resiko
penyakit asma.Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain
juga
bisa
memicu
asma.
Mengkonsumsi
makanan
reaksi alergi.
Obat obatan tertentu misalnya golongan aspirin, NSAID
Aspirin mempunyai efek samping bronkospasme (penyempitan pada
saluran pernapasan) yang dapat memperburuk kondisi asma, sehingga
Prevalensi asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi
daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Resiko terhadap asap rokok
sudah dimulai sejak janin dalam kandungan, umumnya berlangsung terus
setelah anak dilahirkan, dan menyebabkan meningkatnya resiko. Pada anak
yang terpajan asap rokok kejadian eksaserbasi lebih tinggi, dan umumnya
fungsi faal parunya lebih buruk daripada anak yang tidak terpajan.
Polusi udara di luar maupun di dalam ruangan.
Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan
aktifitas tertentu.
Perubahan cuaca
Kondisi cuaca yang berlawanan seperti tempratur dingin, tingginya
kelembaban dapat menyebabkan asma lebih parah, epidemik yang dapat
membuat asma lebih parah berhubungan dengan badai dan meningkatnya
konsentrasi partikel alergik. Perubahan tekanan atmosfer dan suhu
memperburuk asma. Ini umum terjadi ketika kelembaban tinggi , hujan, badai,
alergi, ditandai oleh pembentukan sitokin-sitokin IL 4,5 dan 10, aktivasi sel mast,
pembentukan IgE anafilaktik dan kemotaksis eosinofil, seperti apa yang terjadi pada
asma.
Sel kunci dalamkedua jalur respons imun tersebut adalah limfosit T CD4+.
Apa yang menyebabkan pi1ihan jatuh pada TH1 atau TH2 belum jelas, mungkin
antigen tertentu, sitokin atau faktor genetik tertentu yang belum diketahui. Di antara
respons imun TH1 dan TH2 terdapat suatu keseimbangan, interferon gama dari TH1
menghambat TH2, sebaliknya, IL4 dan 10 dari TH2 menghambat TH1. Bila
keseimbangan ini terganggu, karena pembentukan sitokin penghambat yang
berlebihan atau sebaliknya, terjadilah penyakit-penyakit imunopatologis seperti asma
atau autoimunitas. Sitokin IL4 ada1ah regulator utama respons imun TH2, sehingga
merupakan sasaran pentihg dalam pengobatan asma dan penyakit alergi lain. la tidak
hanya bekerja langsung pada sel B dan menginduksi pembentukan IgE, tapi juga
bekerja pada limfosit T CD4+ , dan mendorongnya untuk lebih banyak berdiferensiasi
ke jalur TH2, selain itu, ia juga mengatur pembentukan IL5. IL5 sendiri tidak terlalu
penting dalam respons TH2, namun ia dapat memicu aktivitas dan proliferasi
eosinofil, kehadiran eosinofil yang aktif dan produknya di da1am saluran nafas
menyebabkan inflamasi dan sekresi mukus, yang sangat berperan dalam kejangkitan
asma.
Alergen yang masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernapasan, kulit,
saluran pencernaan, dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai
antigen presenting cells (APC). Setelah allergen diproses dalam dalam sel APC,
selanjutnya oleh sel tersebut, allergen dipresentasikan ke sel th. Sel th memberikan
blockade adrenergik beta dan hiperaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaaan normal
aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa. Pada sebagian
penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat sehingga mengakibatkan
bronkokonstriksi dan menimbulkan sesak napas.
4. Status Asmatikus
Status Asmatikus atau Asma akut berat adalah episode peruburukan gejala
yang progresif dari sesak, batuk, mengi, atau rasa berat di dada, atau kombinasi
gejala-gejala tersebut.
5. Manifestasi Klinik
Mnifestasi klinik asma dapat dilihat pada tabel :
6. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang bila diperlukan.
A. Hasil Anamnesis (Subjective)
Riwayat singkat serangan meliputi gejala, pengobatan yang telah digunakan,
respons pengobatan, waktu mula terjadinya dan penyebab/ pencetus serangan saat
itu, dan ada tidaknya risiko tinggi untuk mendapatkan keadaan fatal/ kematian
yaitu:
penggunaan sedasi
Riwayat tidak patuh dengan pengobatan (jangka panjang) asma.
B. Hasil Pemeriksaan Fisik
Pada fasilitas layanan kesehatan sederhana dengan kemampuan sumber daya
manusia terbatas, dapat hanya menekankan kepada :
Posisi penderita
Cara bicara
Frekuensi napas
Penggunaan otot-otot bantu napas
Nadi
Tekanan darah (pulsus paradoksus)
Ada tidaknya mengi
C. Pemeriksaan Penunjang
Pada serangan asma, APE sebaiknya diperiksa sebelum pengobatan, tanpa
7. Tatalaksana Asma
Pemberian oksigen
Kortikosteroid intravena diberikan secara bolus tiap 6-8 jam, dengan dosis
0,5-1 mg/kgBB/hari.
Nebulisasi b-agonis + antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam,
jika dalam 4-6 kali pemberian telah terjadi perbaikan klinis, jarak pemberian
kgBB/jam.
Sebaiknya kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml.
Terapi suportif apabila terdapat kelainan berupa dehidrasi dan asidosis yaitu
Kriteria Pulang :
Pertimbangan untuk memulangkan pada penderita di layanan primer:
Kriteria Rujukan
Tidak respons dengan pengobatan, ditandai dengan: