Anda di halaman 1dari 6

Narasi Fikih Jinayah

Oleh kelompok 5:
M. Azhar Ridho: 14.1201.0006
Amirudin

: 14.1201.0008

Marlini Wati

: 14.1201.0030

MATERI PEMBAHASAN YAITU:

UnsurUnsur

Pengerti
an

Hukum
an

Jarim
ah AlBagh
yu

Pertanggungj
awaban
Pidana dan
Perdata

A. Pengertian
Secara Bahasa al-baghyu artinya menuntut sesuatu. Pelakunya
disebut baghi juga berarti sombong, takabbur. Menurut Al-Raghib AlAsfahani mengemukakan bahwa penggunaan kata al- baghyu pada
umumnya mengandung arti tercela.

NARASI:

Jadi

maksud

dari

pengertian

tersebut

adalah,

bahwasanya seorang atau kelompok pemberontak itu menuntut sesuatu


dalam artian mereka tidak terima dengan suatu perbuatan dan ingin
mengubahnya

dengan

melakukan

perlawanan

dengan

sikap

membangkang terhadap perintah. Adapun yang dimaksud dengan katakata sombong, yaitu bahwa pelaku pemberontakan ini bersikap
melampaui batas dalam menuntut sesuatu yang bukan haknya.
Adapun secara istilah, pemberontakan dikemukakan oleh Abdul
Qadir Audahdengan mengutip pendapat 4 majhab, yaitu:
1. Ulama kalangan Malikiyah.
pemberontakan ialah sikap menolak untuk taat terhadap seseorang
yang dianggap sah kepemimpinannya bukan lantaran kemaksiatan
dengan cara melakukan perlawanan, walaupun dengan argumentasi
kuat (takwil). Jadi maksudnya disini, para pemberontak menolak untuk
menerima kebenaran yang wajib atas sekelompok orang muslim atau
karena bertujuanuntuk mengganti kepemimpinannya.
2. Ulama kalangan Hanafiyah.
pemberontakan ialah keluar dari kedudukan terhadap penguasa
yang benar. Sementara itu, pemberontak ilah orang yang keluar dari
ketaatan terhadap penguasa yang sah dengan jalan tidak benar.
3. Ulama kalangan Syafiiyah, Imam Ramli mengemukakan.
para pemberontak ialah orang-orang Islam yang membangkang
terhadap penguasa dengan cara keluar dan meninggalkan ketundukan
atau menolak kebenaran yang ditunjukkan kepada mereka, dengan
syarat adanya kekuatan serta adanya tokoh yang diikuti dikalangan
mereka.
4. Menurut Imam Hambali, pemberontak ialah kelompok orang yang
keluar dari ketundukan terhadap penguasa. Walaupun penguasa itu
tidak adil dengan adanya alasan yang kuat. Kelompok ini
mempunyai kekuatan, walaupun tidak ada tokoh yang ditaati
didalamnya.
NARASI: dari berbagai pendapat dan definisi terkait tentang
pemberontakan, jika dicermati, tampak berlainan satu sama yang
lain. Hal ini karena para ulama dalam merumuskan definisi

didasarkan pada rukun dan syarat yang harus dipenuhi dan tidak
bertolak dari rukun pokok tindak pidana tersebut.
B. Unsure-unsur pemberontakan
Ada 3 unsur atau rukun agar dapat dikatakan Jarimah Al Baghyu.
1. Membangkang terhadap pemimpin negara yang sah dan berdaulat.
Narasi:

Maksudnya

adalah

upaya

untuk

memberhentikan

pemimpin negara dari jabatannya. Para pemberontak ini tidakmau


mematuhi undang-undang yang sah dan tidak mau menunaikan
kewajiban mereka sebagai warga negara. Namun demikian, para ulama
fiqih sepakat bahwa pemberontakan yang muncul karena pemerintah
mengarahkan warganya untuk berbuat maksiat, tidak dapat dinamakan
sebagai pemberontak
Ada pengelompokan pemberontakan oleh para Imam mazhab
Syafii, Imam Hanafi, dan Imam Ahmad dilihat dari alasan dia
memberontak.
a. Kaum pemberontak memiliki argumentasi mengapa mereka
memberontak, baik mereka mempunyai kekuatan senjata maupun
tidak.
b. Kaum pemberontak memiliki argumentasi mengapa mereka
memberontak, tetapi mereka tidak mempunyai kekuatan senjata.
c. Kaum pemberontak mempunyai argumentasi dan juga memiliki
kekuatan senjata.
2. Dilakukan secara demonstratif.
NARASI: Maksudnya adalah didukung oleh kekuatan bersenjata.
Oleh sebabitu,menurut ulamafiqih, sikap sekedar menolak kepala
negara yang telah diangkat secara aklamasi, tidak dinamakan al-

Baghyu. Misalnya sikap Ali bin abi Thalib yang tidak mau membaiat
Abu Bakar , itu tidak bisa dikatakan al- Baghyu, karena keengganan Ali
tersebut hanya berlangsung selama satu bulan. Setelah itu, ia membaiat
Abu Bakar.
3. Termasuk perbuatan pidana.
NARASI:

Maksudnya

adalah

usaha

untuk

menggulingkan

pemerintahan yang sah dan berdaulat dengan cara mengacau ketertiban


umum. Apabila tindakan para pelaku tidak menjurus pada penggulingan
pemerintahan dan tidak pula melakukan tindak pidana seperti
membunuh, merampok dan sebagainya, maka ulama fiqih menyatakan
bahwa itu tidak termasuk al-Baghyu.
Disamping itu, ada juga unsure-unsur pemberontakan yang bersifat pokok,
yaitu:
1. Keluar dari Imam yang terang-terangan
NARASI: Jadi maksudnya para pemberontak ini secara terangterangan keluar dari baris pemerintahan dengan mempunyai alasan yang
kuat, seperti yang terjadi pada masa pemerintahan sahabat Abu Bakar
yaitu kasus tidak mau bayar zakat, mereka mempunyai alasan kuat, yaitu
bahwasanya zakat hanya dilakukan saat nabi masih hidup dan
dikeluarkan untuk menghormati pemerintahan nabi, tapi setelah nabi
wafat, maka zakat tidak wajib lagi. Disamping itu mereka juga didukung
oleh kekuatan fisik dan kekuatan senjata.
2. Ada Itikad tidak baik
NARASI: Jadi maksudnya disini, para pemberontak itu memang
mempunyai niat dan rencana yang disertai dengan penggunaan kekuatan
untuk menjatuhkan Imam atau untuk tidak mentaatinya.
C. Hukuman
Dalam menentukan hukuman terhadap para pemberontak, disiniulama
fiqih membagi jarimah pemberontakan menjadi dua bentuk, yaitu:

1. Para pemberontak yang tidak memiliki kekuatan senjata dan tidak


menguasai daerah tertentu sebagai basis mereka, pemerintah boleh
memenjarakan sampai mereka bertaubat.
2. Para pemberontak yang menguasai daerah tertentu dan memiliki senjata,
pemerintah harus melakukan tindakan sesuai dengan petunjuk surat AlHujurat ayat 9. di samping surah itu, langkah tegas pemerintah ini juga
didasarkan atas firma Allah

QS. Al-Baqarah Dasar hukum untuk

menangani pemberontakan.


...
Barangsiapa yang menyerang kamu, Maka seranglah ia, seimbang
dengan serangannya terhadapmu. (QS. Al-Baqarah ayat 194)
D. Pertanggungjawaban Pidana dan Perdata Pelaku Pemberontakan
NARASI: adapun didalam kasus terkait dengan pertanggungjawaban pidana
dan perdata pelaku jarimah al- Baghyu ini terbagi menjadi dua, pertama
pertanggungjawaban sebelum dan sesudah terjadinya pemberontakan. Kedua,
adalah pertanggungjawaban pada saat terjadi pemberontakan .
1. Pertanggujawaban sebelum serta sesudah pemberontakan
NARASI: seluruh perbuatan atau tindakan pemberontakan yang
bersifat pidana dan perdata yang mereka lakukan sebelum dan sesudah
pemberontakan, wajib mereka pertanggungjawabkan. Misalnya, apanila
mereka membunuh, maka mereka di qishas, apabila mereka mencuri
sanksi yang dikenakan adalah hukuman potong tangan, apabila berziina
hukumannya rajam. Apabila mereka melenyapkan harta, maka mereka
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pertanggungjawaban Pada saat terjadi pemberontakan
NARASI: Pada jenis kedua ini, terdapat pendapat para ulama
Mazhab, yang mana disini ulama mazhab Hanafi, Maliki, Syafii dan
Hambali bersepakat bahwa para pemberontak yang memiliki argmentasi
kuat atau mereka yang mempunyai alasan yang kuat, maka meraka tidak

berkewajiban mengganti harta dan jiwa yang terbunuh ketika terjadi


kontak senjata
Al-juhaili mengemukakan, bahwa para pemberontak adalah
sekelompok orang yang tidak boleh langsung diperangi,sebab mereka
mempunyai alasan yang kuat. Oleh karenanya para pihak yang bertikai
tidak boleh diberi beban untuk mengganti harta yang dirampas seperti
yang dilakukan oleh pihak yang sedang tidak bersengketa.
Dalam

suasana

perang

tindakan-tindakan

criminal,

seperti

membunuh pejabat negara, merampas kekayaan negara, menguasai intslasi


umum, danmerusak fasilitas umum, tidak hanya dikenakan huukuman
pidana biasa, karena perbuatan tersebut biasa dilakukan didalam perang.
Yang perlu ditekankan disini adalah, bahwasanya ada perbedaan
yang mendasar mengenai sikap pemerintahan Rasulullah antara memerangi
pemberontak dan kaum musyrik. Harta orang musyrik boleh dirampas,
keluarga mereka boleh dijadikan hamba sahaya. Dan lading mereka boleh
dimusnahkan. Namun terhadap para pemberontak tidak boleh diperlakukan
demikian.

Anda mungkin juga menyukai