Anda di halaman 1dari 3

Zionis Israel, The Real Terrorist

Oleh :

Redaksi 04 Aug, 06 - 5:20 pm

Zionis Israel, The Real Terrorist


Sumarno
Pengajar
Mata
Kuliah
Zionisme
Internasional
di
FISIP
UMJ
Israel dan terorisme ibarat dua sisi dari satu mata uang. Sepanjang hayatnya, Zionis Israel
menjadikan terorisme sebagai strategi andalan untuk mewujudkan cita-citanya. Bagi Zionis
Israel, cara-cara teroristik dianggap legal dan lazim jika ditujukan kepada Palestina dan para
penentang
terbentuknya
negara
Yahudi.
Bukan hanya warga sipil yang menjadi korban keganasan pasukan zionis, pos pengawas PBB
pun digempur sehingga menewaskan 4 orang stafnya yang sedang menjalankan tugas
kemanusiaan. Sejak Israel melakukan agresi ke Lebanon dan Palestina, lebih dari 750 warga
sipil
Lebanon
dan
150
warga
Gaza,
Palestina
gugur.
Bagi Israel, tidak ada perbedaan antara warga sipil dan militer, dewasa dan anak-anak, laki-laki
dan perempuan, semuanya bisa menjadi sasaran serangan militer jika hal itu diyakini dapat
melemahkan musuhnya. Meski sebagian besar masyarakat internasional, kecuali AS dan Inggris,
mengutuk tindakan biadab itu dan menyeru gencatan senjata, Zionis mengabaikannya.
Dalam pandangan Israel, hukum internasional, tata krama pergaulan dunia dan bahkan resolusi
PBB sekalipun tidak ada artinya kalau tidak sejalan dengan kepentingan nasionalnya. Kekejian
itu semakin mengukuhkan bahwa Zionis Israel adalah the real terrorist.

Teroris sejati
Sejarah Israel penuh dengan tindakan teror kekerasan atas orang-orang sipil. Sebelum Israel
didirikan di atas tanah Palestina tahun 1948, para tokoh Zionis telah membentuk organisasi
paramiliter Zionis seperti Haganah, Irgun, dan Stem guna melapangkan jalan bagi berdirinya
national home bangsa Yahudi. Kelompok itu menerapkan cara-cara teror seperti penangkapan,

penyiksaan, dan pembunuhan untuk mengusir orang-orang Palestina dari tanah mereka. Hampir
tidak ada hari tanpa darah tertumpah dari orang yang tak bersalah di Palestina.
Teror itu berlangsung secara massif dan keji sehingga terjadi pengungsian bangsa Palestina
secara besar-besaran guna menyelamatkan diri. Tanah dan rumah-rumah yang telah
ditinggalkan bangsa Palestina kemudian diduduki dan dijadikan permukiman Yahudi.
Dalam situs www.tragedipalestina.com digambarkan fakta kebiadaban teroris zionis Israel. Dalam
situs itu diungkapkan pada 1948, Moshe Dayan, yang kemudian menjadi menteri pertahanan,
memimpin pembantaian di Masjid Dahmash yang menyebabkan 100 orang Palestina syahid,
60.000 orang mengungsi, dan 350 orang lebih akhirnya juga meninggal dalam perjalanan.
Dalam tahun yang sama, Zionis juga melakukan pembantaian di Salha dengan cara menggiring
penduduk masuk ke dalam masjid dan kemudian membakarnya. Sekitar 105 warga Palestina
syahid.
Yang lebih biadab lagi adalah pembantaian di Deir Yassin yang dilakukan oleh organisasi teroris
Irgun dan Stem, yang dipimpin Menachem Begin yang kemudian menjadi PM Israel. Pada malam
9 April 1948, rumah-rumah penduduk di Deir Yassin dibakar dan semua orang yang mencoba
melarikan diri dari api ditembak mati. Selama serangan ini, wanita-wanita hamil dicabik
perutnya dengan bayonet, anggota tubuhnya dipotong-potong, dan lainnya diperkosa. Sekitar 52
orang anak-anak disayat-sayat tubuhnya di depan mata ibunya, lalu mereka dibunuh secara keji.
Lebih
dari
280
warga
Palestina
syahid
di
tangan
zionis.
Bagaikan cerita bersambung yang memilukan, teror zionis atas Palestina tidak pernah berhenti.
Pembantaian terjadi di Qibya (1953: 96 syahid), Kafr Qasem (1956: 49 syahid), Khan Yunis
(1956: 275 syahid), Gaza (1956: 60 syahid), Fakhani (1981: 150 syahid), Masjid Aqsa (1990:
11 syahid dan 800 terluka), Masjid Ibrahimi (1994: 50 syahid), Qana, Lebanon (1996: 109
syahid) dan lain-lain. Belum lagi pembantaian zionis atas bocah-bocah Palestina dalam
intifadhah.
Di antara operasi teroris Zionis itu yang paling terkenal kebiadabannya adalah pembantaian
pengungsi Palestina di Sabra dan Shatila, Lebanon tahun 1982 yang merenggut nyawa lebih dari
3.000 warga Palestina. Arsitek pembantaian itu adalah Ariel Sharon yang bekerja sama dengan
kelompok Phalangis Kristen, Lebanon. Dengan dalih mencari pejuang Palestina, para pengungsi
yang tidak bersenjata, tanpa membedakan usia dan jenis kelamin, diberondong senjata otomatis
secara membabi buta. Setelah pembantaian keji itu, Ariel Sharon mendapat julukan dari
berbagai media sebagai 'Tukang Jagal Timur Tengah'. Kebiadaban Zionis Israel tampaknya tidak
ada yang mampu menyamainya, sekalipun dibandingkan dengan kekejaman Hitler dan Slobodan
Milosevic
di
Bosnia
Herzegovina.
Propaganda teror menjadi sangat diminati para pemimpin zionis karena hasilnya cukup efektif.
Hingga saat ini, lebih dari 10.000 warga Palestina mendekam dan disiksa di penjara-penjara
Israel. Pembunuhan dan penyiksaan sadis lalu menimbulkan efek ketakutan yang luar biasa bagi
ribuan orang sehingga mereka terpaksa meninggalkan tanah kelahirannya untuk menyelamatkan
diri. Bagaikan pucuk dicinta ulam tiba, kepergian bangsa Palestina itu dimaknai para pemimpin
Zionis sebagai pintu pembuka bagi imigran Yahudi yang terdiaspora di berbagai negara untuk
datang ke Palestina.

Tak tersentuh hukum


Meskipun setiap hari mesin perang Zionis Israel terus menebar maut, dunia internasional tidak

bisa berbuat banyak. Jika menghadapi Israel, sepertinya seluruh lembaga dan perangkat hukum
internasional tidak berdaya. PBB, Mahkamah Internasional, GNB, dan sebagainya hanya berani
melakukan langkah-langkah simbolik dan artifisial yang tidak banyak artinya, seperti
memprotes, mengecam dan mengutuk.
PBB, badan dunia yang begitu gagah jika berhadapan dengan negara lain, tiba-tiba menjadi
mandul jika berhadapan dengan Zionis Israel dan pendukungnya (AS). Bahkan, saat pos
pengawas PBB digempur dan menewaskan 4 orang stafnya di Lebanon, PBB tidak melakukan
tindakan apapun, kecuali hanya menyesalkan kejadian itu. Begitu juga saat Israel melanggar
begitu banyak resolusi PBB, badan dunia itu tidak berani memberikan sanksi yang tegas.
Mahkamah internasional juga tidak berani menyeret para pemimpin zionis sebagai penjahat
perang atau penjahat kemanusiaan.
Yang lebih tragis adalah para pemimpin dunia Arab yang tergabung dalam Liga Arab, seperti
Arab Saudi, Mesir, Yordania, Kuwait, dan sebagainya. Saat terorisme Zionis terjadi di depan
matanya, para pemimpin Arab justru mengecam Hamas dan Hizbullah yang dianggap sebagai
biang keladi agresi militer Israel. Maklumlah sejumlah negara Arab sangat tergantung pada
bantuan militer dan ekonomi AS --sekutu Israel-- dan bahkan beberapa di antaranya telah
menjalin hubungan diplomatik dengan negara penjajah itu.
Ketidakberdayaan dunia internasional, khususnya dunia Islam dan Arab, menghadapi terorisme
zionis Israel, berakibat sangat fatal. Mesin teror zionis semakin ganas dan tidak tertutup
kemungkinan akan memperluas area konfliknya di kawasan Timur Tengah. Kalau hal itu terjadi,
masa depan perdamaian Timur Tengah akan semakin suram. (RioL)

Anda mungkin juga menyukai