Anda di halaman 1dari 35

REFLEKSI KASUS

TUBERCULOSIS (TB) PARU


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Salatiga

Disusun oleh :
Fajar Megasari
20110310194
Dokter pembimbing :
dr. Agus Sunaryo, Sp. PD
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SALATIGA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Telah disetujui dan disahkan, refleksi kasus dengan judul

TUBERCULOSIS (TB) PARU

Disusun oleh :
Nama: Fajar Megasari
NIM: 20110310194

Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing,

dr. Agus Sunaryo, Sp. PD

BAB I
PENJABARAN KASUS
I. IDENTITAS

II.

Nama

: Nn. L

Usia

: 20 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Jalan Osamaliki

Pekerjaan

: Karyawan Karaoke

Status perkawinan

: Belum Menikah

Masuk RS

: 5 Oktober 2016

ANAMNESIS
Keluhan Utama
Pasien datang karena muntah darah.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan muntah darah disertai dengan mual sudah 2
hari. Muntah darah berwarna merah kecoklatan sebanyak kira-kira 1 sendok
makan. Pasien mengatakan sebelum muntah darah ini pasien meminum
minuman beralkohol sebanyak 4 botol dengan kadar alkohol 19% dan tanpa
disertai dengan makan sebelumnya. Muntah darah diawali dengan mual dan
sebelumnya pasien merasakan nyeri di ulu hati hilang timbul rasanya perih
dengan skala nyeri 8. Nyeri disertai dengan sesak nafas dan memberat jika
pasien berbaring. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Keesokan harinya
Riwayat Penyakit Dahulu
Empat hari sebelum masuk rumah sakit, pasien datang ke IGD dengan
keluhan mual kemudian diberikan obat Ondansentron dan Omeprazole tapi

keluhan tidak membaik. Dalam 2 tahun belakangan ini pasien sering


mengalami muntah darah berwarna merah kecoklatan. Muntah darah ini
biasanya terjadi setelah pasien minum minuman beralkohol. Kebiasaan
minum minuman beralkohol ini sudah dilakukan selama 3 tahun. Pasien
juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati yang hilang timbul rasanya perih
disertai sesak nafas dan memberat jika pasien berbaring. Nyeri ulu hati ini
biasanya dirasakan setelah pasien makan atau meminum minuman
beralkohol. Sebulan sebelumnya pasien mengatakan pernah mengalami
BAB darah selama 3 hari berwarna merah segar tanpa disertai lendir.
Namun pasien tidak pernah memeriksakan keluhan nya ke dokter. Riwayat
diare persisten dan sariawan disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, DM, dan jantung dari keluarga disangkal.
Riwayat Personal Sosial
Pasien sudah tidak tinggal dengan orangtua nya sejak 3 tahun yang lalu.
Saat ini pasien tinggal sendirian di kos-kosan. Pasien bekerja di tempat
karaoke dari jam 8 malam sampai jam 2 pagi.
Anamnesis Sistem:

III.

Kepala/Leher
THT
Respirasi
Kardiovaskular
Gastrointestinal
Urogenital
Muskuloskeletal
Integumentum

: Tidak ada keluhan


: Tidak ada keluhan
: Sesak nafas
: Tidak ada keluhan
: Nyeri ulu hati
: Tidak ada keluhan
: Tidak ada keluhan
: Tidak ada keluhan

RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT PASIEN


1. S (Subjektif)

Pasien datang ke IGD RSUD Salatiga dengan keluhan muntah darah


berwarna merah kecoklatan sebanyak kira-kira 1 sendok makan selama 2
hari ini. Muntah darah disertai nyeri pada ulu hati yang hilang timbul
dengan skala 8. Dalam 3 tahun belakangan ini pasien pernah mengalami
muntah darah juga dan 1 bulan sebelumnya pasien mengalami BAB disertai
darah yang mengucur berwarrna merah segar tanpa disertai nyeri saat
mengejan.
2. O (Objektif)
a. Kesan Umum
: Tampak lemas
b. Kesadaran
: Compos Mentis
c. Vital Sign
-Tekanan darah : 110/70 mmHg
-Nadi
: 84x/menit
-Frekuensi napas : 24x/menit
-Suhu
: 36,8 0C
d. Kepala dan Leher
-Conjungtiva anemis
: (+/+)
-Sklera ikterik
: (-/-)
-Pembesaran limfonodi : (-)
e. Thorax
Paru-paru :
Inspeksi

: Bentuk dada simetris (-) Retraksi (-)

Palpasi

: Vocal Fremitus (-/-)

Perkusi

: Redup (-/-), Sonor (+/+)

Auskultasi

: Suara nafas paru vesikuler (+/+), wheezing (-/-),

Ronkhi(-/-)
Jantung
Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba

Perkusi

: Batas atas jantung pada SIC 2 linea parasternalis

sinistra, batas kanan jantung pada SIC 4 linea sternalis kanan, batas
kiri jantung pada SIC 4 linea midclavicula kiri.

Auskultasi

: Bunyi jantung 1 dan 2 reguler, murmur (-/-), gallop

(-/-)
f. Abdomen
Inspeksi :

Tak tampak skar, luka dilapang perut

Lapang perut simetris, cembung

Auskultasi :

Bising usus (+)

Perkusi :

Suara timpani pada lapang perut

Palpasi :

Supel

Nyeri tekan (-)

Ekstremitas

Akral hangat : -/CRT : < 2 detik


Udem pitting: (+)

g. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Hematologi, Kimia&Serum tanggal 13 Mei 2016
Pemeriksaan
Hematologi
Lekosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Golongan darah ABO
KIMIA
Glukoasa Darah Sewaktu
Ureum
Creatinin
SGOT
SGPT
Imuno/Serologi
HbsAg (Rapid)

Hasil

Nilai Rujukan

15.66
3.88
11.9
33.4
86.2
30.7
35.6
323
B

4.5-11
4-5
14-18
38-47
86-108
28-31
30-35
150-450

62
29
0.9
40
30

80-144
10-50
0.6-1.1
< 31
< 32

Negatif

negatif

Pemeriksaan Foto X ray Thorax


Assesment (Diagnosis) :

TB Paru Kategori II
Dermatitis Seboroik
Plan :
-

Infus RL : Kaen 3B = 1:1 (20 tpm)

Inj Omeprazole 1 x 20 mg

Inj Ondansetron 3x1

Streptomicin 1x1

FDC 1 x III

Vitamin B

Curcuma 3 x 1

Asam Folat 3x1

Inerhistin 1x1

Cetirizin 1x1

Alprazolam 1 x 0,5 mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Penyakit Tuberkulosis adalah setiap penyakit menular pada manusia dan
hewan yang disebabkan oleh spesies Mycobacterium dan ditandai dengan
pembentukan tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan-jaringan. Berbagai organ
dapat terkena, walaupun pada manusia paru adalah tempat utama penyakit ini, dan
biasanya merupakan pintu gerbang masuknya infeksi untuk mencapai organ lainnya.4

ETIOLOGI
Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang menyerang paruparu, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Mikobakteria
adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak
mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan terhadap peluntur warna
(dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu dinamakan bakteri tahan asam atau
basil tahan asam.
Morfologi dan identifikasi Mycobacterium Tuberkulosis5
1.

Bentuk
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau agak
bengkok dengan ukuran 0,2-

0,4 x 1-4 um. Pewarnaan Ziehl-Neelsen

dipergunakan untuk identifikasi bakteri tahan asam.


2. Penanaman
Kuman ini tumbuh lambat, koloni tampak setelah lebih kurang 2
minggu bahkan kadangkadang setelah 6-8 minggu. Suhu optimum 37C, tidak

tumbuh pada suhu 25C atau lebih dari 40C. Medium padat yang biasa
dipergunakan adalah Lowenstein-Jensen. PH optimum 6,4-7,0.
3.

Sifat-sifat
Mycobacterium tidak tahan panas, akan mati pada 60C selama 15-20
menit. Biakan dapat mati jika terkena sinar matahari lansung selama 2 jam.
Dalam dahak dapat bertahan 20-30 jam. Basil yang berada dalam percikan
bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini dalam suhu kamar
dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20C
selama 2 tahun. Myko bakteri tahan terhadap berbagai khemikalia dan
disinfektan antara lain phenol 5%, asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan
NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh jodium tinctur dalam 5 minit, dengan
alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.

PATOGENESIS
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan
Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam
saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui
pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,
melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran
langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak,
makin menular penderita tersebut.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet
dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

TUBERKOLUSIS PRIMER
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB.
Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan
menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan
cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran
limfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut
sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 4 - 6 minggu.
Dari kompleks primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju
hilus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus
(limfadenitis regional). Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya
respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
eberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur).
Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan
kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
TUBERKULOSIS PASCA PRIMER (POST PRIMARY TB) :

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer (infeksi endogen), misalnya karena daya tahan tubuh menurun
akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.
Tuberkulosis pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen dari usia muda
menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis). Tergantung dari jumlah kuman,
virulensinya dan imunitas pasien.
KLASIFIKASI
Ada beberapa klasifikasi tuberkulosis, diantaranya :

Pembagian secara patologis


-

Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)

Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)

Pembagian secara aktivitas radiologis tuberkulosis paru (Koch Pulmonum)


aktif, non aktif, dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

Pembagian secara radiologis (luas lesi)


-

Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada


satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus
paru.

Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter tidak


lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu
bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu
paru.

Far advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi


keadaan pada moderately advanced tuberculosis.

Berdasarkan terapi

Kategori I, ditujukan terhadap :


Kasus baru dengan sputum positif
Kasus baru dengan bentuk TB berat

Kategori II, ditujukan terhadap :


Kasus kambuh
Kasus gagal dengan sputum BTA positif

Kategori III, ditujukan terhadap :


Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas
Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik

GEJALA KLINIS
Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadangkadang panas badan dapat mencapai 40 410 C.
Batuk/Dahak bercampur darah.
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai
dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

Sesak napas
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
Nyeri dada
Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura
sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik napas/melepaskan napasnya.
Malaise
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang
enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan, demam
meriang lebih dari sebulan.

DIAGNOSIS
Untuk menegakan diagnosis tuberkulosis paru, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan diantaranya, pemeriksaan fisik pasien, pemeriksaan radiologis, dan
pemeriksaan laboratorium.
1. Pemeriksaan fisis
Dapat ditemukan konjunktiva mata atau kulit yang pucat karena
anemia, suhu demam (subfebris), badan kurus atau berat badan menurun.
Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru sulit dibedakan
dengan pneumonia biasa. Bila dicurigai adanya infiltrat yang aga luas, maka
didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi napas bronkial. Akan
didapatkan pula suara napas tambahan berupa ronki basah kasar. Bila terdapat
kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timfani
dan auskultasi memberikan suara amforik.

Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal.
2. Pemeriksaan radiologis
Lokasi lesi tuberkulosis biasanya di daerah apeks paru (segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus
bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya
pada tuberkulosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang
pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak awan dan dengan
batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka
bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal
sebagai tuberkuloma.
Pemeriksaan khusus yang kadang-kadang juga diperlukan adalah
bronkografi, yakni untuk melihat kerusakan bronkus atau paru yang
diebabkan oleh tuberkulosis.
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah
banyak dipakai adalah CT scan, pemeriksaan lain yang lebih canggih lagi
adalah MRI.
Ada 3 macam proyeksi pemotretan yang penting pada foto toraks pasien yang
dicurigai TB yaitu :1
1. Proyeksi Postero-Anterior (PA)
Pada posisi PA, pengambilan foto dilakukan pada saat pasien dalam
posisi berdiri, tahan nafas pada akhir inspirasi dalam. Bila terlihat suatu
kelainan pada proyeksi PA, perlu ditambah proyeksi lateral.

2. Proyeksi Lateral
Pada proyeksi lateral, posisi berdiri dengan tangan disilangkan di
belakang kepala. Pengambilan foto dilakukan pada saat pasien tahan nafas
dan akhir inspirasi dalam.

3. Proyeksi Top Lordotik


Proyeksi top lordotik dibuat bila foto PA menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini
hendaknya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila terdapat kesulitan
dalam menginterpretasikan suatu lesi di apeks. Pengambilaan foto dilakukan
pada posisi berdiri dengan arah sinar menyudut 35 45 derajat arah
audocranial agar gambaran apeks paru tidak berhimpitan dengan klavikula.

Klasifikasi TB Paru Berdasarkan Gambaran Radiologis


Secara radiologis TB paru dibedakan atas:1
1. TB primer
Hampir semua infeksi TB primer tidak disertai gejala klinis, sehingga
paling sering didiagnosis dengan tuberkulin test. Pada umumnya menyerang
anak, tetapi bisa terjadi pada orang dewasa dengan daya tahan yang lemah,
seperti penderita HIV, DM, orang tua, SLE dsb. Pasien dengan TB primer
sering menunjukkan gambaran foto yang normal. Pada 15 % kasus tidak
ditemukan kelainan, bila infeksi berkelanjutan barulah ditemukan kelainan
pada foto toraks.
Gambaran radiologis TB paru primer :1
Lokasi kelainan biasanya terdapat pada satu lobus, dan paru kanan
lebih sering terkena, terutama di daerah lobus bawah, lobus tengah dan lingua
serta segmen anterior lobus atas. Kelainan foto toraks yang dominan adalah
berupa limfadenopati hilus dan mediastinum. Limfadenopati sering terjadi
pada hilus ipsilateral dan dilaporkan terjadi pada 1/3 kasus. Pada paru bisa
dijumpai infiltrat, ground glass opacity, konsolidasi segmental atau lobar dan
atelektasis, kavitas dilaporkan pada 15 % kasus. Atelektasis segmental atau
lobar paling sering disebabkan oleh endobronkial TB atau limfadenopati
yang menekan bronkus.

Efusi pleura bisa dijumpai pada 25 % kasus dan pada umumnya


unilateral dan disertai kelainan pada paru. Gambaran abnormal pada foto
toraks dapat disembuhkan dengan terapi adekuat, tetapi dapat pula
meninggalkan gambaran fibrosis, kalsifikasi serta nodul residual, serta
penebalan pleura. TB primer progresif, sangat jarang berubah menjadi
progresif, dalam kondisi ini bisa terjadi gambaran konsolidasi serta kavitas
yang letaknya di daerah apeks dan segmen posterior. Bisa terjadi TB milier
atau meningitis TB. Kadang-kadang TB primer progresif disamakan dengan
infeksi TB post primer. Foto toraks perbandingan sangatlah diperlukan dalam
penilaian progresifitas TB.
Adanya kelainan foto toraks yang sesuai dengan TB pada anak mendapat
nilai 1 poin, sehingga bisa membantu menambah skoring dalam diagnosis TB
anak.
2. TB paru post primer (Sinonim TB reaktif, TB sekunder)1
TB paru post primer biasanya terjadi akibat dari infeksi laten
sebelumnya. Selama infeksi primer kuman terbawa aliran darah ke daerah
apeks dan segmen posterior lobus atas dan ke segmen superior lobus bawah,
utuk selanjutnya terjadi reaktivasi infeksi di daerah ini karena tekanan
oksigen di lobus atas tinggi. Infeksi ini dapat menimbulkan suatu gejala TB
bila daya tahan tubuh host menurun. Mikroorganisme yang laten dapat
berubah menjadi aktif dan menimbulkan nekrosis. TB sekunder progresif
menunjukkan gambaran yang sama dengan TB primer progresif.
Gambaran foto toraks yang dicurigai aktif :1
1. Bayangan berawan/nodular di segmen apikoposterior atas dan superior lobus
bawah.
2. Kavitas terutama lebih dari satu dan dikelilingi konsolidasi atau nodul.
3. Bercak milier.

4. Efusi pleura bilateral.


Gambaran radiologis yang dicurigai lesi tidak aktif1
1. Fibrosis
2. Kalsifikasi
3. Penebalan pleura
Secara radiologis proses dinilai tenang bila dalam jangka waktu 3 bulan
foto tetap sama.
Perburukan penyakit secara radiologis bila dalam follow up dijumpai
pleuritis dan penyebaran milier secara merata di kedua paru yang menyerupai
gambaran badai kabut dan penyebaran ini dapat ke ginjal, tulang, sendi,
selaput otak.
Klasifikasi TB post primer (TB sekunder)1
1. Lesi minimal
Luas lesi yang terlihat tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis
median, apek dan iga 2 depan, lesi soliter dapat berada dimana saja, tidak
ditemukan adanya kavitas.
2. Lesi lanjut sedang
Luas sarang-sarang yang berupa bercak tidak melebihi luas satu paru,
bila ada kavitas ukurannya tidak lebih 4 cm, bila ada konsolidasi tidak
lebih dari satu lobus.
3. Lesi sangat lanjut
Lesi luas melebihi lesi minimal dan lesi lanjut sedang, tetapi bila ada
kavitas ukuran lebih dari 4 cm.
Gambaran radiologi TB paru post primer (TB reaktif)1
A. TB paru fokal
TB paru fokal bisa menimbulkan gambaran radiologi yang beraneka
ragam. Bercak infiltrat yang bisa retikoglanuler, nodul-nodul yang bisa

setempat atau milier, ground glass opacity, konsolidasi serta kavitas, dan
efusi pleura. Gambaran radiologi yang beraneka ragam ini paling sering
timbul secara simultan.
Predileksi lesi biasanya di daerah paru segmen apikal dan segmen
posterior lobus atas, serta segmen superior lobus bawah. Oleh karena itu
semua kelainan radiologi yang beraneka ragam tersebut dan letaknya di
daerah predileksi, apalagi pada seseorang yang tinggal di daerah endemi TB,
haruslah dicurigai TB dan ditatalaksana untuk mendapatkan diagnosis TB.

(Gambar A. Sebelum terapi. Tampak konsolidasi heterogen pada paru kanan


atas

(panah

putih)

dengan

kavitas

berdinding tipis pada paru kiri tengah dan


bawah (panah merah)

(Gambar B. Foto toraks setelah terapi


OAT 3 bulan. Tampak konsolidasi
homogen paru kanan atas berkurang
(panah putih), tetapi kavitas paru kiri
menetap (panah merah)).

Di atas adalah contoh TB paru fokal


pada pasien laki-laki usia 50 tahun
dengan riwayat DM dengan keterangan

klinis batuk, pemeriksaan BTA 3 x didapatkan hasil negatif, didiagnosis TB


paru BTA negatif ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan temuan foto toraks
yang sesuai dengan TB paru lesi sedang (gambar A), setelah 3 bulan
pengobatan OAT dilakukan foto toraks ulangan (gambar B), tampak
perbaikan secara radiologis.
B. TB pneumoni dan bronkopneumoni1
Lobus paru bisa terlihat konsolidasi dan kavitas bisa terlihat daerah
konsolidasi pada lobus yang terkena. Follow up foto penting untuk
membedakan dengan pneumonia yang bukan karena TB, dimana pada
pneumonia TB lebih lama terjadi perubahan pada foto toraks, dibanding
pneumonia yang bukan karena TB.
TB bronkopneumonia bisa memperlihatkan gambaran patchy dan
bilateral infiltrat dan melibatkan daerah yang jarang terdapat pada TB.
Pada foto toraks tampak konsolidasi disertai
kavitas di dalamnya (panah), yang letaknya
di lapangan tengah dan bawah paru kanan.
Gambaran ini sesuai dengan TB paru lesi
luas aktif.

C. Tuberkuloma
Gambaran radiologis berupa nodul yang berbatas tegas, tetapi bisa
dijumpai tepi ireguler karena adanya fibrosis. Tuberkuloma bisa multipel dan
kadang-kadang bisa mencapai ukuran 5 cm, bisa didapat kalsifikasi pada
nodul. Tuberkuloma kadang-kadang didiagnosis banding dengan tumor.1

Pada foto toraks tampak soliter


nodul di lapangan tengah paru
kanan perifer yang tepinya reguler
(panah). Tidak dijumpai kalsifikasi.

D. TB paru milier
TB paru milier bisa merupakan komplikasi dari TB paru primer dan post
primer. Bisa dijumpai pada pasien dengan foto toraks normal. Nodul milier
bisa dideteksi lebih awal dengan menggunakan HRCT, pada 24 dari 25 kasus
pada penelitian Hong SH dkk.1
Gambaran foto toraks bisa berupa nodul-nodul milier berukuran 2-3 mm,
yang tersebar merata dikedua paru (gambar 3.18). dengan HRCT nodul-nodul
milier mudah dideteksi dan sering disertai ground glass opacity.1
Gambaran radiologis TB milier bisa dijumpai pada penyakit-penyakit
yang lain, tetapi diagnosis TB milier harus didahulukan dalam dalam
diagnosis banding terutama pada usia muda dan tidak ada riwayat keganasan
ditempat lain. Pada TB paru milier, diagnosis dan pengobatan yang cepat
adalah vital. TB paru ekstra pulmoner, harus dipikirkan pada pasien dengan
diagnosis TB milier, terutama meningitis TB.1

Dari foto toraks didapatkan infiltrat


yang tersebar merata di kedua lapangan
paru. Gambaran ini sesuai dengan TB
milier.

3. Pleuritis TB
Pada keadaan normal rongga pleura berisi cairan 10-15 ml. Efusi pleura
bisa terdeteksi dengan foto toraks PA dengan memperlihatkan tanda meniscus
atau ellis line, apabila jumlahnya 175 ml. Pada foto lateral dekubitus efusi
pleura sudah bisa dilihat bila ada penambahan 5 ml dari jumlah normal dan
pada posisi-posisi lateral efusi pleura bisa terlihat bila jumlah cairannya 100
cc. Pada posisi supine efusi pleura bisa terdeteksi bila jumlahnya 500 ml.
Penebalan pleura di apikal relatif biasa pada TB paru atau bekas TB paru.
Efusi pleura sering dijumpai pada pasien TB yang disertai lesi luas di paru,
tetapi bisa berdiri sendiri tanpa ada lesi di paru. Pleuritis TB bisa terlokalisir
dan membentuk empiema, empiema bisa pecah ke pleura parietalis dan
membentuk abses sub kutan. Empiema tidak bisa di diagnosis hanya
berdasarkan foto toraks. CT toraks berguna dalam memperlihatkan aktifitas
dari
pleuritis
TB

dan

empiema.1

Foto toraks
sebelum (kiri)

dan setelah (kanan) diterapi 3 bulan STQA

3. Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pemeriksaan ini kurang sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis leukosit pergeseran ke kiri. Ada juga
pemeriksaan serologis adalah reaksi Takahashi. Kriteria positif yang
dipakai di Indonesia adalah 1/128. Belakangan ini terdapat pemeriksaan
serologis yang banyak juga dipakai yakni Peroksidase Anti Peroksida
(PAP-TB). Uji serologis lain adalah uji Mycodot.
Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Kriteria sputum BTA
positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA
pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 mL
sputum.
Tes tuberkulin
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan
diagnosis tuberkulosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai
tes mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin PPD (Purified
Protein Derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU.
Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa. Diagnosis TB paru pada orang
dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara
mikroskopis. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)
TB paru dibagi dalam :

a. Tuberkulosis Paru BTA (+)

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan


kelainan

radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif

Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif

b.

Tuberkulosis Paru BTA (-)

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik


dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotik spektrum luas

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan


M.tuberculosis positif

Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa

KOMPILKASI
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, Poncets


arthropathy

Komplikasi lanjut : obstrksi jalan napas SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca


Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, kor pulmonal,
amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

PENGOBATAN
Resimen pengobatan saat ini yaitu menggunakan metode DOTS (Directly
Observed Treatment Short Course Strategy).
Kategori I
Pasien tuberkulosis paru (TBP) dengan sputum BTA positif dan kasus baru,
TBP lainnya dalam keadaan berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris,
perikarditis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik,
sputum BTA negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberkulosis usus dan saluran kemih.
Pengobatan inisial resimennya terdiri dari 2RHZS (E), kemudian dilanjutkan ke fase
lanjutan 4HR atau 4H3R3.
Kategori II
Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase
inisial terdiri dari 2RHZES/1HRZE, fase lanjutan yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE.
Kategori III
Pasien TBP dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak luas dan
kasus ekstra-pulmonal (selain dari kategori I). Pengobatan fase inisial terdiri dari
2HRZ atau 2H3R3E3Z3, yang diteruskan dengan fase lanjutan 4RH.
Kategori IV
Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda,
sputumnya harus di kultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup harus diberi H
saja (WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda
(MDR-TB).

Obat Anti Tuberkulosis Kombinasi Tetap


Saat ini tersedia juga obat TB yang disebut Fix Dose Combination(FDC).
WHO sangat menganjurkan pemakaian OAT-FDC karena beberapa keunggulan dan
keuntungannya dibandingkan dengan OAT dalam bentuk kombipak apalagi dalam
bentuk lepas.
Keuntungan penggunaan OAT FDC :
a. Mengurangi kesalahan peresepan karena jenis OAT sudah dalam satu kombinasi
tetap dan dosis OAT mudah disesuaikan dengan berat badan penderita.
b. Dengan jumlah tablet yang lebih sedikit maka akan lebih mudah pemberiannya
dan meningkatkan penerimaan penderita sehingga dapat meningkatkan
kepatuhan penderita.
c. Dengan kombinasi yang tetap, walaupun tanpa diawasi, maka penderita tidak
bisa memilih jenis obat tertentu yang akan ditelan.
d. Dari aspek manajemen logistik, OAT-FDC akan lebih mudah pengelolaannya dan
lebih murah pembiayaannya.
Jenis OAT-FDC yang tersedia di program penanggulangan TB.
Tablet OAT-FDC
4FDC

2FDC

Komposisi/Kandungan
75 mg INH
150 mg Rifampisin
400 mg Pirazinamid
275 mg Etambutol
150 mg INH
150 mg Rifampisin

Pelengkap paduan kategori-2 :


Tablet etambutol @ 400mg
Injeksi ( vial) Streptomisin 750mg
Aquabidest dan Spuit

Pemakaian
Tahap Intensif/
awal dan sisipan
Harian
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu

Paduan pengobatan OAT-FDC yang tersedia saat ini di Indonesia terdiri dari:
2(HRZE)/4(HR)3 untuk Kategori 1 dan Kategori 3
2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3 untuk Kategori 2
Catatan :dosis atau sediaan dari masing-masing OAT-FDC tidak mencukupi.

PERHATIAN KHUSUS UNTUK PENGOBATAN6


Beberapa kondisi berikut ini perlu perhatian khusus :
Wanita hamil
Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada wanita hamil tidak berbeda
dengan pengobatan TB pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk wanita hamil,
kecuali streptomisin karena dapat menembus barier placenta dan dapat menyebabkan
permanent ototoxic terhadap janin dengan akibat terjadinya gangguan pendengaran
dan keseimbangan yang menetap pada janin tersebut. Perlu dijelaskan kepada ibu
hamil bahwa keberhasilan pengobatannya sangat penting artinya supaya proses
kelahiran dapat berjalan lancar dan bayi yang akan dilahirkannya terhindar dari
kemungkinan penularan TB.
Ibu menyusui dan bayinya
Pada prinsipnya paduan pengobatan TB pada ibu menyusui tidak berbeda
dengan pengobatan pada umumnya. Semua jenis OAT aman untuk ibu menyusui.
Seorang ibu menyusui yang menderita TB harus mendapat paduan OAT secara
adekuat. Pemberian OAT yang tepat merupakan cara terbaik untuk mencegah
penularan kuman TB kepada bayinya. Ibu dan bayi tidak perlu dipisahkan dan bayi
tersebut dapat terus menyusu. Pengobatan pencegahan dengan INH dapat diberikan

kepada bayi tersebut sesuai dengan berat badannya selama 6 bulan. BCG diberikan
setelah pengobatan pencegahan.
Wanita penderita TB pengguna kontrasepsi.
Rifampisin berinteraksi dengan kontrasepsi hormonal (pil KB, suntikan KB,
susuk KB), sehingga dapat menurunkan efektifitas kontrasepsi tersebut. Seorang
wanita penderita TB seyogyanya mengggunakan kontrasepsi nonhormonal, atau
kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi (50 mcg).
Penderita TB dengan infeksi HIV/AIDS
Prosedur pengobatan TB pada penderita dengan infeksi HIV/AIDS adalah
sama seperti penderita TB lainnya. Obat TB pada penderita HIV/AIDS sama
efektifnya
Penderita TB dengan hepatitis akut
Pemberian OAT pada penderita TB dengan hepatitis akut dan atau klinis
ikterik, ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan
dimana pengobatan TB sangat diperlukan dapat diberikan SE selama 3 bulan sampai
hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan RH selama 6 bulan, bila
hepatitisnya tidak menyembuh seharus dilanjutkan sampai 12 bulan.
Catatan : pada penyakit hepatitis bisa diganti pengobatan dengan ciprofloxacin
sampai 2 tahun ditambah isoniazid.
Penderita TB dengan penyakit hati kronik
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati
sebelum pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT meningkat lebih dari 3 kali OAT
harus dihentikan. Pirazinamid (Z) tidak boleh digunakan. Paduan obat yang dapat
dianjurkan adalah 2RHES/6RH atau 2HES/10HE atau 9RE.
Catatan : pada penyakit hati kronis dimana fungsi hati normal tetapi SGOT/SGPT
meningkat, sehingga tidak boleh diberikan ripamficin

Penderita TB dengan gangguan ginjal


Isoniazid, Rifampisin dan Pirazinamid dapat diberikan dengan dosis normal
pada penderita-penderita dengan gangguan ginjal. Hindari penggunaan Streptomisin
dan Etambutol kecuali dapat dilakukan pengawasan fungsi ginjal dan dengan dosis
diturunkan atau interval pemberian yang lebih jarang. Paduan OAT yang paling aman
untuk penderita dengan gangguan ginjal adalah 2RHZ/6HR.
Penderita TB dengan Diabetes Melitus
Diabetesnya harus dikontrol. Perlu diperhatikan bahwa penggunaan
Rifampisin akan mengurangi efektifitas obat oral anti diabetes (sulfonil urea)
sehingga dosisnya perlu ditingkatkan. Hati-hati dengan penggunaan etambutol,
karena mempunyai komplikasi terhadap mata. Penderita-penderita TB yang perlu
mendapat tambahan kortikosteroid. Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan
khusus yang membahayakan jiwa penderita seperti :
-

TB meningitis

TB milier dengan atau tanpa gejala-gejala meningitis

TB Pleuritis eksudativa

TB Perikarditis konstriktiva.

Prednison diberikan dengan dosis 30-40 mg per hari, kemudian diturunkan


secara bertahap 5-10 mg . Lama pemberian disesuaikan dengan jenis penyakit dan
kemajuan pengobatan.

BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anemnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada
Tn A diperoleh hasil pemeriksaan sebagai berikut.
Anamnesis :
Pasien selama 1 bulan ini mengalami demam naik turun disertai batuk, badan
lemas dan sesak napas. Batuk yang dilami pasien sekarang tidak dirasakan terlalu
menngganggu aktivitas pasien yang paling dikelunkan pasien saat ini adalah demam
dan lemasnya sehingga pasien tidak kuat untuk melakukan aktivitas biasa sehingga
pasien periksa ke RS. Keluhan-keluhan tersebut sama dengan gejala-gejala yang khas
pada TB, dimana gejala klinik TB dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
1. Gejala respiratorik : yangmuncul pada pasien yaitu : batuk 3 minggu, sesak
napas
2. Gejala sistemik : yang mucul dipasien demam, malaise, keringat malam,
anoreksia dan berat badan menurun.
Sehingga dari anamnesis pasien Tn A dicurigai terkena penyakit TB Paru.
Menguatkan kearah TB asru karena pasien merupakan penderita TB paru pada tahun
2000 lalu dengan riwayat pengobatan rutin dan dinyatakan sembuh. Jadi pada pasien
ini curiga TB paru kasus kambuh (relaps)

Pemeriksaan fisik :
Pasien didapatkan suhu demam, badan kurus yaitu diapatkan penurunan berat
badan yang cukup bermakna dalam 1 bulan ini. Pada pemeriksaan auskultasi pulmo
didapatkajn suara ronkhi basah kasar yang menandakan adanya peradangan yang
terjadi dipulmo. Dapatan pemeriksaan terebut diatas menguatkan diagnosis pada TB
paru. Tidak ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot interkostal yang menandakan TB
paru blum pada fase lanjut dengan fibrosis.
Pemeriksaan radiologis :
Pada foto thorax PA Tampak lokasi lesi TB di daerah apex paru lobus bawah
dan didaerah hilus yang menandakan adanya gambaran TB paru aktif.
Setelah semua pemeriksaan dilakukan didapatkan diagnosis TB paru kasus
kambuh (relaps). Penatalaksanaan pada pasien ini sesuai dengan kasusnya. Pada
pasien ini kasus kambuh termasuk TB kategori II sehingga penatalksanaan OAT nya
yaitu dengan pengobatan TB kategori II yaitu dengan 3HRZE/6RH. Bila tidak
dilakukan atau tidak ada uji resistensi, maka alternatif yang diberikan paduan obat : 2
RHZES/1 RHZE/5R3H3E3 (Program P2TB).

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan temuan-temuan anemnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang didapatkan diagnosis yang mengarah pada TB Paru, dengan gejala TB
demam, batuk

3 minngu, keringat dingin, sesak napas, nafsu makan menurun

dan berat badan menurun. pasien merupakan pasien dengan riwayat TB sekitar 16
tahun yang lalu dengan pengobatan yang rutin dan dinyatakan sembuh kemudian
sekarang diduga kambuh lagi. Sehingga berdasarkan jenis terapi yang akin diberikan,
maka pasien ini termasuk dalam kategori II karena pasien merupakan pasien TB paru
kasus kambuh/relaps.
Maka penatalaksanaannya adalah menggunakan OAT kategori II yaitu 2
RHZES/1 RHZE/5R3H3E3.

DAFTAR PUSTAKA

Ine.Penyakit

Paru

Semakin

Menjadi

Beban.Jakarta:Jumat,22-01-

0.Kompas.com.
Utama, Andi.Tuberkulosis.Jakarta:Infeksi.com
Amin, Zulkifli.Tuberkulosis Paru dan Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Cetakan kedua Mei 2007.Jakarta:FKUI
Kamus Kedokteran Dorlan.Edisi 29
Hiswani,drh.Tuberkulosis Merupakan Penyakit Infeksi yang Masih Menjadi
Masalah Kesehatan Masyarakat.Medan:FKUSU
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberkulosis.Departemen
Kesehatan RI.Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik.2005

Anda mungkin juga menyukai