Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN PUBLIK

REFORMASI PELAYANAN PUBLIK

OLEH :

NAMA

: ANASTASIA PRIANGELIKA L.OLA

NIM

: 1503010104

JURUSAN

: ILMU ADMNISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG

Kata Pengantar
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan
berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih
ke Bapak Dosen yang telah memberikan tugas makalah ini, karena dari tugas ini penulis
mendapat banyak pengetahuan. Penulis juga mengucapka terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis meminta saran dan pendapat dari berbagai pihak
dalam penyempurnaan tugas makalah ini.

Kupang,20 November 2016

Penulis

Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam
kehidupan bernegara, maka pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan
publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau
pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang
pendidikan, kesehatan, utlilitas, dan lainnya. Berbagai gerakan reformasi publik yang dialami
negara-negara maju pada awal tahun 1990-an banyak diilhami oleh tekanan masyarakat akan
perlunya peningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah.Di
Indonesia, upaya memperbaiki pelayanan sebenarnya juga telah sejak lama dilaksanakan oleh
pemerintah, antara lain melalui Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan
dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha. Upaya ini dilanjutkan dengan Surat Keputusan
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana
Pelayanan Umum. Untuk lebih mendorong komitmen aparatur pemerintah terhadap
peningkatan mutu pelayanan, maka telah diterbitkan pula Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang
Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Pada
perkembangan

terakhir

telah

diterbitkan

pula

Keputusan

Menpan

No.

63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.Oleh


karena saya membuat makalah ini dengan judul Model Reformasi Pelayanan Publik ,dan
diharapkan agar kita lebih memahami tentang Model Reformasi Pelayanan Publik tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apa pengertian Isu Manajemen Publik?
2. Apa pengertian Reformasi Pelayanan Publik?
3. Bagaimana pengembangan konsep Reformasi Pelayanan Publik?
1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Pengertian Isu Manajemen Publik.


2. Mengetahui pengertian Reformasi Pelayanan Publik
3. Mengetahui pengembangan konsep Reformasi Pelayanan Publik.

Bab II
Pembahasan
1.1 Isu Manajemen Publik

Istilah manajemen isu atau issues management sendiri merupakan salah satu bagian penting
dalam aktivitas public relations.Konteks definisi public yang seringkali digunakan, diantaranya
menurut Scott M. Cutlip, Allen H. Center, Glen M. Broom, Public Relationsmerupakan fungsi
manajemen yang membentuk dan memelihara hubungan yang saling menguntungkan antara
organisasi dan masyarakat, yang menjadi sandaran keberhasilan atau kegagalannya.Atau
pendekatan oleh The Institute of Public Relations yang menyebutkan Public Relations sebagai
keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka
menciptakan dan memelihara niat baik dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan
segenap khalayaknya.Maka dari kedua konsep singkat tersebut Public relations sendiri Sebagai
fungsi manajemen dipandang bertanggung jawab dalam memelihara reputasi positif organisasi
atau perusahaan. Dalam konteks manajemen isu dan mengembangkan komunikasi dua arah
antara perusahaan dan publik yang dianggap penting untuk menciptakan dan mempertahankan
goodwill dan mutual understanding publik terhadap tujuan, kebijakan, dan kegiatan perusahaan.
Dalam hal ini digunakan pendekatan pendekatan komunikasi untuk mengelola berbagai isu yang
mengarah pada krisis, dengan berusaha membangun saling pengertian atau mutual understanding
dengan publik.Sementara itu kebanyakan definisi manajemen isu diorganisir sekitar ide inti
bahwa itu adalah proses perencanaan strategis yang digunakan untuk mendeteksi ,
mengeksplorasi dan menutup kesenjangan antara tindakan organisasi -khususnya perusahaan
dan harapan stakeholders ( Heath , 1997).Sebenarnya manajemen isu telah muncul pada tahun
1960 sebagai respon organisasi untuk lingkungan sosio politik yang tak menentu, isu-isu
manajemen pada awalnya digambarkan hanya dalam hal pertahanan sebagai sistem peringatan
dini atau proses yang membantu organisasi menghindari hasil kebijakan publik yang tidak
diinginkan.

1.2 Reformasi Pelayanan Publik


Pelayanan publik diibaratkan sebagai sebuah proses, dimana ada orang yang dilayani, melayani,
dan jenis dari pelayanan yang diberikan. Sehingga kiranya pelayanan publik memuat hal-hal

yang subtansial yang berbeda dengan pelayanan yang diberikan oleh swasta. Pelayanan publik
adalah pelayanan yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi segala kebutuhan
masyarakat, sehingga dapat dibedakan dengan pelayanan yang dilakukan oleh swasta. Pelayanan
publik sendiri terdiri dari berbagai bentuk pelayanan yang diberikan oleh Negara. Pelayanan
publik dapat berupa pelayanan di bidang barang dan jasa. Pelayanan dibidang jasa seperti
penyediaan bahan baker minyak yang dilakukan oleh Pertamina, dan beras yang diurus oleh
Badan Usaha Logistik (BULOG). Sedangkan dalam porsi jasa dapat berupa jasa perizinan dan
investasi yang sekarang ini sedang marak untuk dikaji dan diperbincangkan oleh berbagai
kalangan, baik itu akademisi maupun praktisi.
1.3 Pengembangan Reformasi Pelayanan Publik
Kerangka Teori
1.Kualitas.
Menurut Lijan Poltak Sinambela kualitas (2006 ) kualitas adalah segala sesuatu yang mampu
memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).Berdasarkan
pengertian kualitas oleh Gaspersz dalam Sampara Lukman mengemukakan bahwa pada dasarnya
kualitas mengacu kepada pengertian pokok :
a.Kualitas terdiri atas sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung maupun
keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberikan kepuasan atas
penggunaan produk
.b.Kualitas terdiri atas segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

2.Pelayanan

Menurut Kotler dalam Sampara Lukman pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan
dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat
pada suatu produk secara fisik.Selanjutnya Sampara berpendapat pelayanan adalah suatu
kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan
orang lain atau mesin secara fisik dan menyediakan kepuasan pelanggan.
3.Kualitas Pelayanan Publik
Menurut Lijan Poltak Simanjuntak (2006 : 6) jika dihubungkan dengan administrasi publik,
pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki
banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih
strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung
dari suatu produk, seperti kinerja (performance), keandalan (reliability), mudah dalam
penggunaan (easy of use), estetika (esthetics) dan sebagainya.Selanjutnya, Fitzsimmons dan
Fitzsimmons dalam Budiman berpendapat terdapat lima indikator pelayanan publik yaitu :
1.

Reability yang ditandai pemberian pelayanan yang tepat dan benar;

2.

Tangibles yang ditandai dengan penyediaan yang memadai sumber daya manusia dan sumber
lainnya;

3.

Responsiveness yang ditandai dengan keinginan melayani konsumen dengan cepat;

4.

Assurance yang ditandai dengan tingkat perhatian terhadap etika dan moral dalam memberikan
pelayanan

5.

Emphaty yang ditandai tingkat kemauan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.

Perubahan besar-besaran terjadi hampir diseluruh masyarakat di segala penjuru dunia (dari mulai
Negara maju sampai Negara miskin terbelakang), akibat proses globalisasi atau internasionalisasi
di bidang politik, ekonomi dan teknologi. Dampak perubahan itu sungguh dramatis, terjadi
"krisis kemampuan memerintah" (governability crisis) dari pemerintahan di berbagai belahan
dunia. Krisis kemampuan pemerintah harus dipandang sebagai sebuah agenda internasional
penting yang perlu mendapatkan solusi. Dalam pemahaman teori Governance teori yang
mencoba menjelaskan secara makro proses-proses perubahan dalam kepemerintahan,krisis ini
disebabkan oleh masih kuatnya hegemoni negara, ditandai oleh dominannya pengaruh negara
atas segala aspek kehidupan, termasuk urusan penyelenggaraan pelayanan publik. Kondisi yang
demikian mewarnai kebijakan penyelenggaraan pelayanan public di Indonesia. Berlatar pada
perubahan teknologi, kultur, politik,sosial dan ekonomi yang demikian cepat, amat diperlukan
keputusan politik dari pihak negara/pemerintah untuk secara serius dan konsisten mereformasi
model pelayanan publiknya. Pelayanan public tidak lagi hegemoni Negara melainkan bagian dari
totalitas kehidupan masyarakat suatu negeri. Dengan meminjam konsep Grindle dan Thomas
(1991:4), kebijakan (policy) reformasi pelayanan publik itu haruslah diarahkan untuk
mencermati dan membenahi berbagai kesalahan kebijakan di masa lalu maupun kebijakan yang
berlaku sekarang serta mekanisme pengaturan kelembagaan yang ada Reformasi pelayanan
publik itu harus menjangkau perubahan yang mendasar dalam rutinitas kerja administrasi,
budaya birokrasi, dan prosedur kerja instansi pemerintah guna memungkinkan dikembangkannya
kepemimpinan yang berwatak kerakyatan pada birokrasi publik. Dengan mempertimbangkan
isu-isu sentral, tuntutan, kritik dan keluhan masyarakat akan buruknya kualitas pelayanan
publik,maka kiranya perlu mereformasi kemampuan pemerintah dalam mengatur penyediaan
jasa pelayanan publik. Beragam pelayanan publik yang responsif, kompetitif dan berkualitas
kepada warga masyarakat, mutlak harus menjadi mindset bagi setiap penyelenggara pelayanan
publik. Dilihat dari perspektif governance,reformasi di sektor pelayanan publik itu dapat kita
pandang sebagai upaya mengubah paradigma atau model yang selama ini dipakai dalam
memerintah masyarakat (modes of goverming society). Hal ini dimaksudkan agar dalam
lingkungan yang cenderung terus berubah lembaga penyelenggara pelayanan publik itu tetap
relevan, memiliki kinerja yang tinggi, efisien dan mampu menjawab beragam tantangan baru
yang terus menggelinding. Paradigma baru administrasi negara, menyebabkan pola hubungan
antara negara dengan masyarakat, yang lebih menekankan kepada kepentingan masyarakat.

Akibatnya institusi negara dituntut untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
lebih baik dan lebih demokratis. Berkait dengan perjalanan demokratisasi yang berlangsung di
Indonesia memberikan pelajaran yang berharga bagi pemerintah (birokrasi) dan warga negara
(citizen). Wajah dan sosok birokrasi penyelenggara pelayanan publik kini mengalami perubahan
dari birokrasi yangkaku berorientasi ke atas menuju ke arah birokrasi yang lebih demokratis,
responsif, transparan, non partisan. Birokrasi penyelenggara pelayanan publik tidak dapat lagi
menempatkan diri sebagai sosok institusi yang angkuh dan tak tersentuh oleh kritik dari pihak
luar birokrasi. Dalam model new public service, yang merupakan paradigma baru dalam
penyelenggaraan pelayanan publik seperti tersebut diatas, kebijakan penyelenggaraan pelayanan
publik dilandaskan pada teori demokrasi yang mengajarkan adanya egaliter dan persamaan hak
di antara warga negara, Dasar teoritis kebijakan pelayanan publik yang ideal menurut paradigma
New Public Service sebagaimana didiskusikan di atas adalah bahwa pelayanan publik harus
responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai yang ada. Tugas birokrasi pemerintah adalah
melakukan negosiasi danmengelaborasi berbagai kepentingan di antara warga negara dan
kelompok komunitas. Ini mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang terkandung dalam
kebijakan pelayanan publik harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Karena
masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah
mengikuti perkembangan masyarakat. Di samping itu, pelayanan publik dalam paradigma baru
ini harus bersifat nondeskriminatif sebagaimana dasar teoritis yang digunakan, yakni teori
demokrasi yang menjamin adanya persamaan di antara warga negara, tanpa membeda-bedakan
asal usul warga negara, kesukuan, ras, etnik, agama, dan latar belakang kepartaian. Ini berarti
setiap warga negara diperlakukan sama ketika berhadapan dengan birokrasi publik untuk
menerima pelayanan sepanjang syarat-syarat yang dibutuhkan terpenuhi. Hubungan yang terjalin
antara birokrat publik dengan warga negara adalah hubungan impersonal sehingga terhindar dari
sifat

nepotisme

dan

primordialisme.

Kualitas

pelayanan

publik

yang

dihasilkan

merupakaninteraksi dari berbagai aspek, yakni sistem pelayanan, sumber daya manusia pemberi
pelayanan, strategi, dan masyarakat pengguna layanan. Sistem pelayanan publik yang baik akan
menghasilkan kualitas pelayanan publik yang baik pula. Suatu sistem yang baik akan
memberikan prosedur pelayanan yang terstandar dan memberikan mekanisme kontrol di dalam
dirinya (built in control). Dengan demikian segala bentuk penyimpangan yang terjadi akan
mudah diketahui dan mendapatkan jalan keluarnya. Sistem pelayanan harus sesuai dengan

kebutuhan masyarakat penggunanya. Ini berarti organisasi birokrasi harus mampu merespons
kebutuhan dan keinginan masyarakat pengguna layanan dengan menyediakan sistem pelayanan
dan strategi yang tepat. Sementara para pakar teori Governancemembuktikan bahwa negara/
pemerintah kini tidak lagi diyakini sebagai satu-satunya institusi yang mampu secara efisien,
ekonomis dan adil, dalam penyelenggaraan pelayanan publik.Demikian susahnya mewujudkan
penyelenggaraan pelayanan yang non diskriminatif tanpa membeda-bedakan asal usul warga
negara, kesukuan, ras, etnik, agama, dan latar belakang kepartaian dalam birokrasi
penyelenggara pelayanan kepada publik.. Demi untuk mewujudkan pelayanan yang berkeadilan
seperti tersebut diatas, maka dalam kebijakan penyediaan berbagai bentuk pelayanan publik.
dengan mendasarkan pada konsep demokrasi dan new public services paradigmamaka pelibatan
publik dalam perumusan dan penetapan kebijakan berbagai jenis pelayanan mutlak dibutuhkan.
Perjalanan reformasi selama ini dan tuntutan mendasar dari reformasi juga salah satunya
memperbaikan pelayanan publik yang selama ini sangat bobrok dan banyak diskriminasi
didalamnya di masa Orde Baru. Pelayanan Publik diartikan sebagai, pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Hakikat pemerintahan adalah
pelayanan kepada rakyat dan ia bukan untuk melayani diri sendiri namun memberikan pelayanan
kepada rakyat. Jadi adalah pelayan rakyat. Public services oleh birokrasi adalah salah
perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi negara. Setelah era reformasi, tantangan
birokrasi sebagai pemberi pelayanan kepada rakyat mengalami suatu perkembangan yang
dinamis seiring dengan perubahan didalam masyarakat itu sendiri. Rakyat semakin sadar akan
apa yang menjadi haknya serta apa yang menjadi kewajibannya sebagai warga negara dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dibalik itu, rakyat semakin berani
mengajukan tuntutan-tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah. Tuntutan
reformasi, birokrasi dituntut untuk mengubah posisi dan perannya (revitalisasi) dalam
memberikan pelayanan publik. Dulu, birokrasi suka mengatur dan memerintah arus diubah
menjadi suka melayani, dulu yang menggunakan pendekatan kekuasaan harus diubah menjadi
suka menolong menuju kearah yang lebih fleksibel kolaboratis dan dialogis serta yang dulu dari
cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang lebih realistis pragmatis. Melalui revitalisasi
ini, birokrasi publik diharapkan lebih baik dalam memberikan pelayanan publik serta menjadi
lebih profesional dalam menjalankan tugasnya serta kewenangannya. Ada beberapa fungsi utama

yang harus dijalankan oleh pemerintah tanpa memandang tingkatannya yaitu:pertama; fungsi
pelayan masyarakat), kedua; fungsi pembangunan ketiga; fungsi perlindungan .Wajah birokrasi
publik selama orde baru sebagai pelayan rakyat sangat jauh dari yang diharapkan. Dalam pratika
penyelenggaraan pelayanan, rakyat menempati posisi yang tidak menguntungkan. Beragam
keluhan danketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan publik menunjukkan desakan
terhadap perbaikan atau pembaharuan makna baik dari sisi substansi hubungan negara
masyarakat dan pemerintah rakyat maupun perbaikan-perbaikan didalam internal birokrasi
publik itu sendiri pelayanan memiliki karakteristik yang berbeda dengan barang yaitu outputnya
yang tidak berbentuk, tidak standar serta tidak dapat disimpan dalam inventori melainkan
langsung dapat dikonsumsi pada saat produksi. Jadi dilihat dari hal tersebut, sebagai
suatu intangible output pelayanan memiliki dimensi yang berbeda dengan barang yang
bersifat tangible. Produk akhir pelayanan tidak memiliki karakteristik fisik sebagaimana yang
dimiliki barang. Outputnya tergantung dari proses interaksi antara layanan dengan
konsumen.Guna mencapai suatu pelayanan publik yang baik memang banyak hal-hal yang perlu
diperbaiki dan salah satunya melakukan pembaharuan birokrasi. Birokrasi harus bisa mengurangi
bebannya dalam pengambilan keputusan dengan membaginya kepada lebih banyak orang yang
mana memungkinkannya lebih banyak keputusan dibuat kebawah atau kepada pinggiran
ketimbang mengkonsentrasikannya pada pusat yang akhirnya menjadi stres dan tertekan
sehingga menjadi tidak berfungsi baik dalam memberikan pelayanan publik. Desentralisasi ini
akan menciptakan birokrasi yang lebih fleksibel, efektif, inovatif, serta menumbuhkan motivasi
kerja daripada yang tersentralisasi. Dengan pendelegasian wewenang keda strata yang lebih
bawah daristrategic apex (pemimpin puncak) kepada operation apex (birokrat pelaksana) perlu
segera direalisasikan, mengingat operation apex merupakan orang-orang yang bersentuhan
langsung dengan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik.Sebagai contoh, dalam hal
pengurusan penerbitan surat kelahiran maupun lainnya yang selama ini dipegang oleh Kabupaten
sudah bisa mendelegasikannya kepada pihak Kecamatan guna menciptakan pelayanan publik
yang lebih cepat, lebih fleksibel dan tidak memerlukan waktu yang panjang dan prosedur yang
rumit

sehingga

membuat

masyarakat

akhirnya

menjadi

gampang

dan

mudah

mengurusnya.Mendelegasikan tugas yang lebih besar kepada Kecamatan akan banyak


memberikan keuntungan yang lebih besar sehingga Bupati sebagai pemimpin politik tidak repot
dibuatnya, pendelegasian ini akan banyak memberikan perubahan yang signifikan sesuai

tuntutan reformasi yaitu menciptakan pelayanan publik yang lebih baik. Era desentralisasi
(otonomi daerah) saat ini merupakan momentum yang baik guna juga melakukan pembaruan
struktur birokrasi publik didaerah yang lebih desentralistis dan tidak dilingkupi banyaknya aturan
organisasi dan terlalu prosedural sehingga pengguna kekuasaan menjadi lebih leluasa dalam
menggunakan diskresi yang adaptif dengan perubahan lingkungan termasuk tuntutan perbaikan
pelayanan publik. Jadi struktur organisasi yang berbelit-belit dan terlalu menakutkan masyarakat
harus iubah kepada yang lebih sederhana dan lebih bermasyarakat sehingga pelayanan publik di
era reformasi dapat dicapai dengan baik dan memuaskan masyarakat. Mindset dalam merancang
struktur birokrasi pemerintah Indonesia selama ini juga telah salah. Hierarki mulai dari pusat
sampai kepelosok negeri Indonesia dirancang guna memudahkan Jakarta untuk mengendalikan
sistem pemerintahan agar warga tidak melakukan kegiatan yang berlawanan dengan kepentingan
pemerintah. Mungkin ini merupakan model birokrasi peninggalan kolonial dimana cenderung
menganggap warga negara sebagai ancaman. Perubahan prosedur layanan terhadap masyarakat
yang selama orde baru cenderung berbelit-belit sehingga menghambat akses masyarakat terhadap
pelayanan publik yang secara wajar dan adil juga tidak akan tercapai tanpa perubahan misi dan
budaya birokrasi. Misi birokrasi yang selama ini adalah untuk mengendalikan perilaku sehingga
sulit mengembangkan pelayanan publik harus diubah melalui mempermudah akses akses warga
dalam menggunakan pelayanan publik. Selama ini banyak warga tidak dapat mengikuti secara
wajar prosedur pelayanan publik Indonesia.Apabila dilihat dari sisi pelayanan, diberlakukannya
Undang Undang No. 22 Tentang.Daerah sejak 1 Januari 2001, yang telah memberikan perluasan
kewenangan pada tingkat pemerintah daerah,dipandang sebagai salah satu upaya untuk
memotong hambatan birokratis yang acapkali mengakibatkan pemberian pelayanan memakan
waktu yang lama dan berbiaya tinggi. Dengan adanya desentralisasi, pemerintah daerah mau
tidak mau harus mampu melaksanakan berbagai kewenangan yang selama ini dilaksanakan
oleh pemerintah pusat, seiring dengan pelayanan yang harus disediakan.Konseksuensinya,
pemerintah daerah dituntut untuk lebih mampu memberikan pelayanan yang lebih berkualitas,
dalam arti lebih berorientasi kepada aspirasi masyarakat, lebih efisien, efektif dan bertanggung
jawab(accountable). Dengan kata lain pelaksanaan otonomi daerah adalah juga upaya untuk
meningkatkankualitas pelayanan. Dalam konteks era desentralisasi ini, pelayanan publik
seharusnya menjadi lebih responsifterhadap kepentingan publik. Paradigma pelayanan publik
berkembang dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus

pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customerdriven government) dengan


ciri-ciri: (a) lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang
memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat,
(b) lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai
rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama, (c)
menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga
masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas, (d) terfokus pada pencapaian visi, misi,
tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan yang
digunakan, (e) lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat, (f) pada hal tertentu
pemerintah juga berperan untuk memperoleh pendapat dari masyarakat dari pelayanan
yang dilaksanakan, (g) lebih mengutamakan antisipasi terhada permasalahan pelayanan, (h) lebih
mengutamakandesetralisasi dalam pelaksanaan pelayanan, dan (i) menerapkan sistem pasar
dalam memberikan pelayanan.Namun dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki beberapa
sifat antara lain: (1) memiliki dasar hukum yangjelas dalam penyelenggaraannya, (2)memiliki
wide stakeholders, (3) memiliki tujuan sosial, (4) dituntut untukakuntabel kepada publik, (5)
memiliki complex and debated performance indicators, serta (6) seringkali menjadi sasaran isu
politik.Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan
peningkatan kualitaspelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada
berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya
manusia, dan kelembagaan. Dilihat dari sisi polapenyelenggaraannya, pelayanan publik masih
memiliki berbagai kelemahan antara lain:a. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir
semua tingkatan unsur pelayanan, mulai padatingkatan petugas pelayanan (front line) sampai
dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Responterhadap berbagai keluhan, aspirasi,
maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikansama sekali.b. Kurang
informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat,lambat atau
bahkan tidak sampai kepada masyarakat.c. Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana
pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat,sehingga menyulitkan bagi mereka yang
memerlukan pelayanan tersebut.d. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu
dengan lainnya sangat kurangberkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun
pertentangan kebijakan antara satu instansipelayanan dengan instansi pelayanan lain yang
terkait.e. Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan

dengan melalui prosesyang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian
pelayanan yang terlalu lama.Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan,
kemungkinan staf pelayanan (front line staff)untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil,
dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemudengan penanggungjawab pelayanan,
dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanandiberikan, juga sangat sulit.
Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untukdiselesaikan.f.
Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan
kurangmemiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya,
pelayanandilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.g.
Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan)
seringkali tidakrelevan dengan pelayanan yang diberikan.Dilihat dari sisi sumber daya
manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme,kompetensi,
empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang
perludipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat.Dilihat dari sisi
kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus
dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat
pelayananmenjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk
melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat
kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak
efisien.Kiranya melalui beberapa hal diatas perubahan pelayanan publik yang baik dalam era
reformasi dapat tercapai.

Bab III
Penutup

Kesimpulan
Reformasi kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik harus tetap berorientasi kepada
demokratisasi. Kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik harus tumbuh dan berkembang
sesuai dengan potensi lokal (local wisdom, local cultural) sehingga birokrasi pelayanan publik
akan mengakar kuat. Seiring dengan itu, demokratisasi yang terus berproses di tengah
masyarakat harus menjadi orientasi birokrasi pelayanan publik yang akan dibentuk. Pemberian
ruang partisipasi kepada warga masyarakat untuk ikut serta menetapkan dan perumusan
kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik, akan mengakomodasi berbagai tuntutan warga
masyarakat, yang dengan demikian juga sejalan dengan perkembangan kehidupan demokrasi
yang berkembang didalam kehidupan masyarakat, yang pada gilirannya akan memungkinkan
terbangunnya komitmen yang terkonstruksi dalam hubungan hukum antara penyelenggara
pelayanan yang kian responsif dan warga masyarakat yang kian bersikap partisiatif. Untuk
meningkatkan pelayanan publik, yang bersesuai dengan budaya lokal dan kearifan lokal dalam
ruang partisipasi, tiap daerah dipersilakan menata dan melakukan perubahan kebijakan lokal
yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing daerah. Perubahan tersebut tidak harus
menimbulkan benturan antar daerah atau lingkungan, agar memberikan manfaat bagi
masyarakat. Kereta pelayanan publik sudah berjalan dan tidak bisa dihentikan. Perubahan rakyat
demokratis telah melaju dengan cepat, demokrasi telah berjalan dan tidak bisa mundur.

Daftar Pustaka
Atep Adya Brata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Jakarta: Gramedia.

Lijan Poltak Sinambela.2006.Reformasi Pelayanan Publik.Bandung : Bumi Aksara

Anda mungkin juga menyukai