Anda di halaman 1dari 20

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah penanganan produk hortikultura setelah dipanen (pasca panen)
sampai saat ini masih mejadi masalah yang perlu mendapat perhatian yang serius,
baik dikalangan petani, pedagang, maupun dikalangan konsumen sekalipun.
Walau hasil yang diperoleh petani mencapai hasil yang maksimal tetapi apabila
penanganan setelah dipanen tidak mendapat perhatian maka hasil tersebut segera
akan mengalami penurunan mutu atau kualitasnya. Seperti diketahui bahwa
produk hortikultura relatif tidak tahan disimpan lama dibandingkan dengan
produk pertanian yang lain.
Hal tersebut menjadi perhatian tersendiri, bagaimana agar produk
hortikultura yang telah dengan susah payah diupayakan agar hasil yang dapat di
panen mencapai jumlah yang setinggi-tingginya dengan kualitas yang sebaikbaiknya dapat dipertahankan kesegarannya atau kualitasnya selama mungkin.
Sehubungan dengan hal tersebut maka sangatlah perlu diketahui terlebih dahulu
tentang macam-macam penyebab kerusakan pada produk hortikultura tersebut,
serta faktor-faktor yang mempengaruhinya terhadap penyebab kerusakannya.
Kerusakan yang mempengaruhi produk pascapanen dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain kebutuhan pasar dan pembeli, penanaman yang baik,
pemanenan dan penanganan selama di lapang, pengemasan dan pengepakan,
pengangkutan, penanganan pemasaran, perlakuan terhadap produk pascapanen,
penyimapanan atau pendinginan, pengetahuan tentang mudah rusaknya produk

pascapanen, penanggulangan hama dan penyakit, serta penjualan ke konsumen,


pengepul, atau agen.
B. Tujuan
1.

Untuk mengetahui perubahan kualitas komoditas pasca panen

2.

Untuk menentukan dan membuat grade kualitas awal komoditas


setelah panen

3.

Untuk mengidentifikasi kualitas komoditas pasca panen

4.

Untuk

mengetahui

mempertahankan kualitas.

perlakuan

pasca

panen

yang

mampu

II. TINJAUAN PUSTAKA

Ciri utama pada komoditas hortikultura, yaitu harga produk lebih ditentukan
dari kualitas. Semakin tinggi kualitas, maka semakin besar pula harga jualnya.
Maka dari itu, perlu diketahui indikator apa saja yang mempengaruhi kualitas
suatu komoditas. Kualitas hasil dapat dibagi menjadi 3 golongan utama :
inderawi, tersembunyi, dan kuantitatif. Suatu kualitas yang dapat dinilai dengan
inderanya disebut inderawi, contohnya warna, kilap, ukuran, dan bentuk. Sifat
yang tidak bisa dinilai dengan indera oleh konsumen merupakan sifat
tersembunyi, seperti nilai gizi, adanya zat yang merugikan dan beracun. Yang
terakhir yaitu kuantitatif, disebut juga mutu secara keseluruhan misalnya
rendemen akhir suatu produk hortikultura.
Produk pascapanen hortikultura berupa sayuran daun segar sangat
diperlukan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral namun sangat
mudah mengalami kemunduran yang dicirikan oleh terjadinya proses pelayuan
yang cepat (Ness dan Powles, 1996; Salunkhe et al., 1974). Banyak laporan
menyebutkan bahwa susut pascapanen relatif sangat tinggi yaitu berkisar 40-50%
khususnya terjadi di negara-negara sedang berkembang (Kader, 1985; Kader,
2002)
Kegiatan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan mutu produk segar
agar tetap prima sampai ke tangan konsumen, menekan losses atau kehilangan
karena

penyusutan

atau

kerusakan,

memperpanjang

daya

simpan

dan

memperpanjang daya ekonomis hasil pertanian. Kegiatan pascapanen umumnya

masih belum cukup baik dilakukan oleh petani. Saat ini pascapanen di kalangan
petani masih cukup tradisional dengan alat yang sederhana.
Definisi pascapanen hortikultura yang baik adalah suatu kegiatan yang
meliputi

pembersihan,

pengupasan,

sortasi,

pengawetan,

pengemasan

penyimpanan, standarisasi dan transportasihasil budidaya pertanian. Ruang


lingkup

cara

penanganan

pascapanen

hortikultura

yang

baik

meliputi

pengumpulan, sortasi, pembersihan, pengkelasan, pengemasan, pelabelan,


pemeraman, pengawetan, standarisasi mutu, pengangkutan, sarana dan prasarana,
keamanan dan keselamatan kerja.
a. Pengumpulan
Pada proses ini lokasi penampungan atau pengumpulan harus
didekatkan dengan tempat pemanenan agar tidak terjadi penyusutan atau
penurunan kualitas akibat pengangkutan dari dan ketempat penampungan
yang terlalu jauh. Perlakuan penanganan dan spesifikasi wadah yang
digunakan harus disesuaikan dengan sifat dan komoditi hortikultura yang
ditangani.
b. Sortasi
Selama sortasi disarankan agar terhindar dari sinar matahari langsung
karena akan menurunkan bobot atau terjadi pelayuan atau peningkatan
aktifitas metabolisme yang dapat mempercepat pematangan/respirasi.
c. Pembersihan/ pecucian
Pada proses pembersihan gunakan baku mutu air (standart air minum)
untuk menghindari kontaminasi terhadap prosuk dari organisme dan bahan

pencemar lainnya. Pencucian dilakukan dengan bersamaan dengan


penyikatan. Penyikatan harus dengan cara halus agar tidak merusak
komuditi yang dicuci. Pengeringan dapat dilakukan dengan alat penirisan
atau dengan hembusan angin kearah komoditas yang dicuci.
d. Grading
Selama grading diusahakan agar terhindar dari kontak sinar matahari
langsung karena akan menurunkan bobot atau pelayuan dan akan
meningkatkan aktifitas metabolisme yang dapat mempercepat proses
pematangan.
e. Pengemasan
Fungsi pengemasan adalah untuk mencegah kerusakan mekanis,
menciptakan daya tarik bagi konsumen dan memberikan daya tambah
produk dan memperpanjang daya simpan produk. Kemasan harus
sesuaikan dengan komoditi. Pengemasan yang umum digunakan
diantaranya karton, kotak kayu, keranjang bambum keranjang plastik,
kantong plastik, jaring, dan lain-lain.
f. Pemeraman
Pemeraman adalah teknik untuk merangsang pematangan buah atau
sayuran agar matang sevara merata dengan bentuan gas karbit atau etilen.
Untuk komoditas yang memerlukan pemeraman harus diperhatikan sifat
biologis /fisiologisnya. Jangan mencampurkan komoditas yang yang
mempunyai karakteristik fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau
satu proses.

g. Penyimpanan
Penyimpanan

dilakukan

untuk mempertahankan

daya

simpan

komoditi, melindungi produk dari kerusakan, dan terkait erat dengan


kebijakan distribusi dan pemasaran seperti pengangkutan, pengeringan,
penjualan, dan pengolahan. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan
suhu rendah, pengendalian atmosfer, dan dengan menggunakan suhu
kamar.
h. Transportasi
Dalam pengangkutan produk hortikultura mulai dari lapangan sampai
ke tempat konsumen akhir perlu diperhatikan sifat/jenis produk yang
diangkut, lamanya perjalanan, dan sarana pengangkutan yang digunakan.
Penanganan sebelum dan sesudah panen merupakan hal penting untuk
diperhatikan. Mutu buah-buahan dan sayuran tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat
dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada
tingkat kematangan yang tepat usaha untuk menurunkan kehilangan pascapanen
buah-buahan harus memperhatikan faktor biologi dan lingkungan yang
berhubungan dengan kerusakan, menerapkan teknologi pascapanen yang tepat
dan dapat menunda penuaan serta mengupayakan kualitas terbaik buah
(Zulkarnain, 2009).

III. METODE PRAKTIKUM

1. Bahan dan alat


Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah pakchoy, tomat, kertas
buram, kantong plastik, dan pengemas. Bahan yang digunakan pada praktikum
antara lain lemari pendingin, seeler atau alat pengepres, pisau, dan gunting.
2. Prosedur Kerja
1. Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan
2. Dipilih beberapa komoditas buah dan sayur yang akan diidentifikasi dan
diperlakukan dari kelompok yang segar dan tidak segar
3. Identifikasi awal dilakuakan berdasarkan cara visual, cara fisik, cara mekanik,
dan cara kimia, dan masukkan dalam kelas atau grade tertentu
4. Dibuat kelas atau grade awal komoditas tersebut
5. Perlakukan komoditas tersebut dalam ruang terbuka, dalam kemasan, dan
pada suhu dingin, dan diamati perkembangan kualitasnya.

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

(Terlampir)
B. Pembahasan

Kualitas adalah kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk


memenuhi kebutuhan dan kepuasan pelanggan (Juran. Joseph M, 1993). Kualitas
produk pasca panen merupakan kemampuan yang biasa dinilai dari suatu produk
pasca panen dalam menjalankan fungsinya yang merupakan suatu gabungan.
Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk memuaskan kebutuhan
dan harapan konsumen (Crosby,P.B., 1979). Kualitas adalah conformance to
requirement, yaitu sesuai dengan yang disyaratkan atau distandarkan. Suatu
produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan standar kualitas yang telah
ditentukan (Sallis, Edward, 1993).

Deming (1986), mendefisinikan kualitas

sebagai kesesuaian dengan kebutuhan pasar atau konsumen. Kualitas adalah


kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction). Suatu produk
dikatakan berkualitas apabila dapat memberi kepuasan sepenuhnya kepada
konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.
Sedangkan definisi kualitas menurut Hansen dan Mowen (2004) merupakan
tingkat keunggulan (excellence) atau ukuran relatif dari kebaikan (goodness).
Penanganan sebelum dan sesudah panen merupakan hal penting untuk
diperhatikan. Mutu buah-buahan dan sayuran tidak dapat diperbaiki, tetapi dapat
dipertahankan. Mutu yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada

tingkat kematangan yang tepat usaha untuk menurunkan kehilangan pascapanen


buah-buahan harus memperhatikan faktor biologi dan lingkungan yang
berhubungan dengan kerusakan, menerapkan teknologi pascapanen yang tepat
dan dapat menunda penuaan serta mengupayakan kualitas terbaik bua. Beberapa
penangan produk pascapanen menurut Zulkarnain (2009) antara lain :
1. Pengumpulan
Pada proses ini lokasi penampungan atau pengumpulan harus
didekatkan dengan tempat pemanenan agar tidak terjadi penyusutan atau
penurunan kualitas akibat pengangkutan dari dan ketempat penampungan
yang terlalu jauh. Perlakuan penanganan dan spesifikasi wadah yang
digunakan harus disesuaikan dengan sifat dan komoditi hortikultura yang
ditangani.
2. Sortasi
Selama sortasi disarankan agar terhindar dari sinar matahari langsung
karena akan menurunkan bobot atau terjadi pelayuan atau peningkatan
aktifitas metabolisme yang dapat mempercepat pematangan/respirasi.
3. Pembersihan/ pecucian
Pada proses pembersihan gunakan baku mutu air (standart air minum)
untuk menghindari kontaminasi terhadap prosuk dari organisme dan bahan
pencemar

lainnya.

Pencucian

dilakukan

dengan

bersamaan

dengan

penyikatan. Penyikatan harus dengan cara halus agar tidak merusak komuditi
yang dicuci. Pengeringan dapat dilakukan dengan alat penirisan atau dengan
hembusan angin kearah komoditas yang dicuci.

4. Grading
Selama grading diusahakan agar terhindar dari kontak sinar matahari
langsung karena akan menurunkan bobot atau pelayuan dan akan
meningkatkan aktifitas metabolisme yang dapat mempercepat proses
pematangan
5. Pengemasan
Fungsi pengemasan adalah untuk mencegah kerusakan mekanis,
menciptakan daya tarik bagi konsumen dan memberikan daya tambah produk
dan memperpanjang daya simpan produk. Kemasan harus sesuaikan dengan
komoditi. Pengemasan yang umum digunakan diantaranya karton, kotak
kayu, keranjang bambum keranjang plastik, kantong plastik, jaring, dan lainlain.
6. Pemeraman
Pemeraman adalah teknik untuk merangsang pematangan buah atau sayuran agar
matang sevara merata dengan bentuan gas karbit atau etilen. Untuk komoditas
yang memerlukan pemeraman harus diperhatikan sifat biologis /fisiologisnya.
Jangan mencampurkan komoditas yang yang mempunyai karakteristik
fisiologis yang berbeda dalam satu tempat atau satu proses.
7. Penyimpanan
Penyimpanan dilakukan untuk mempertahankan daya simpan komoditi,
melindungi produk dari kerusakan, dan terkait erat dengan kebijakan
distribusi dan pemasaran seperti pengangkutan, pengeringan, penjualan, dan

pengolahan. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan suhu rendah,


pengendalian atmosfer, dan dengan menggunakan suhu kamar.
8. Transportasi
Dalam pengangkutan produk hortikultura mulai dari lapangan sampai
ke tempat konsumen akhir perlu diperhatikan sifat/jenis produk yang
diangkut, lamanya perjalanan, dan sarana pengangkutan yang digunakan.
Tidak saja keadaan pasca panen yang mempengaruhi kualitas atau mutu
produk panenan tetapi termasuk pula faktor pra panen. Berikut adalah beberapa
faktor yang mempengaruhi kualitas komoditi hortikultura panenan,
1. Faktor genetik Pemilihan atau seleksi kultivar bagi tanaman yang
diperbanyak dengan benih (biji) khususnya tanaman semusim. Sedangkan
bagi tanaman tahunan biasanya sangat tergantung pada pemilihan jenis batang
bawang dalam pengadaan atau persiapan bibit.
2. Faktor lingkungan pra panen a. Unsur iklim, seperti : Suhu, Cahaya, Angin,
Curah hujan, dan Polutan b. Kondisi budidaya (bercocok tanam), seperti :
Jenis tanah, Penyediaan hara dan air, Pemakaian mulsa, Pemangkasan
(pruning), Penjarangan buah dan atau bunga (thinning), dan Penggunaan
bahan kimiawi
3. Pemanenan Aspek yang merupakan faktor penting terkait dengan pemanenan
adalah :
a. Teknik panen,
b. Tingkat kematangan dan atau kemasakan, dan
c. Perkembangan fisiologis tanaman.
4. Perlakuan pasca panen, terdiri dari :
a. Metode penanganan,
b. Periode antara saat panen dengan saat dikonsumsi, dan

c. Faktor lingkungan, seperti : Suhu, Kelembaban relatif, dan Komponen


atmosfir.
5. Interaksi antara berbagai faktor yang dijelaskan di atas.
Aktivitas metabolisme dan energi panas pada buah dan sayuran segar
dicirikan dengan adanya proses respirasi. Panas respirasi adalah panas yang
dihasilkan karena adanya aktivitas metabolisme dari bahan pangan, panas
respirasi ini sangat berpengaruh terhadap beban panas, terutama pada bahan
pangan nabati sehingga berpengaruh selama dalam masa pengangkutan dan
penyimpanan. Respirasi menghasilkan panas yang menyebabkan terjadinya
peningkatan panas, sehingga proses kemunduran seperti kehilangan air, pelayuan,
dan pertumbuhan mikroorganisme akan semakin meningkat. Panas respirasi
dipengaruhi oleh lingkungan. Meningkatnya suhu lingkungan akan meningkatkan
panas respirasi karena terjadi peningkatan aktivitas metabolisme seiring dengan
meningkatnya suhu lingkungan. Respirasi adalah sangat tergantung pada suhu,
mikroorganisme pembusuk akan mendapatkan kondisi pertumbuhannya yang
ideal dengan adanya peningkatan suhu (Utama, 2010).
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi adalah kondisi lingkungan
yaitu suhu dan gas atmosfer seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO2) dan
etilen (C2H4). Atmosferik O2 dan CO2 berpengaruh terhadap laju respirasi,
dimana semakin rendah kandungan oksigen dan semakin tinggi kandungan
karbondioksida di udara maka laju respirasi cenderung menurun. Pengemasan
produk dengan dengan pemilihan bahan kemas yang tepat dapat memodifikasi
konsentrasi gas O2 dan CO2 di dalam kemasan, sehingga laju respirasi produk
terkemas menurun (Mandana, I Made dan Ni Luh, 2013).

Laju respirasi menentukan potensi pasar dan masa simpan yang berkaitan
erat dengan; kehilangan air, kehilangan kenampakan yang baik, kehilangan nilai
nutrisi dan berkurangnya nilai cita rasa. Masa simpan produk segar dapat
diperpanjang

dengan

menempatkannya

dalam

lingkunngan

yang

dapat

memeperlambat laju respirasi dan transpirasi melalui penurunan suhu produk,


mengurangi ketersediaan O2 atau meningkatkan konsentrasi CO2 , dan menjaga
kelembaban nisbi yang mencukupi dari udara sekitar produk tersebut. Laju
transpirasi

atau

kehilangan

air

dipengaruhi

oleh

factor-faktor

internal

(karakteristik morfologi dan anatomi, nisbah luas permukaan dan volume,


pelukaan pada permukaan dan stadia kematangan), dan factor eksternal atau
factor-faktor lingkungan (suhu, kelembaban, aliran udara dan tekanan atmosfer)
(Mandana, I Made dan Ni Luh, 2013).
Transpirasi adalah pengeluaran air dari dalam jaringan produk nabati. Laju
transpirasi dpengaruhi oleh faktor internal (morfologi/anatomi, rasio permukaan
terhadap volume, kerusakan fisik, umur panen) dan faktor eksternal (suhu, RH,
pergerakan udara dan tekanan atmosfir). Menurut Sastry, et al dalam santoso
(1986), kehilangan air pada buah-buahan itu terjadi karena faktor transpirasi,
dimana laju transpirasi akan dipengaruhi oleh faktor komoditi dan faktor
lingkungan. Kehilangan air akibat transpirasi pada buah-buahan dan sayuran akan
menyebabkan terjadinya pengkerutan, merusak flavor dan menurunkan kualitas,
juga mempengaruhi berat. Kualitas sayuran dan buah-buahan berangsur-angsur
turun sejalan dengan transpirasi, respirasi dan perubahan fisik dan kimianya yang
terjadi.

Transpirasi yang berlebihan selama penanganan pasca panen tomat akan


mengakibatkan pengkerutan dan warna kusam, gagal matang, bau yang kurang
sedap. Laju transpirasi buah tergantung dari jenis dan derajat kematangan, hal ini
ada hubungannya dengan ketebalan, struktur dari kulit, sel epidermis dan lapisan
lilin. Pengaruh dari dari penurunan transpirasi selama penyimpanan pada suhu
rendah akan lebih kecil dibandingkan dengan suhu tinggi. Laju transpirasi akan
dipengaruhi oleh faktor komoditi seperti morfologi, anatomi, rasio permukaan,
luka dan derajat kematangan dan lingkungan sekitarnya seperti suhu, kelembaban,
pergerakan udara dan tekanan atmosfer. Kehilangan air akibat transpirasi dapat
merupakan salah satu sebab utama kemunduran kualitas, karena mengakibatkan
kehilangan berat juga menurunkan kenampakan (layu dan pengkerutan), kualitas
teksturnya (pelunakan dan hilangnya kerenyahan) dan kualitas gizinya (Kader, et
al dalam Santoso, 1986).
Untuk mengetahui tingkat kualitas produk hortikultura panenan tentunya
memerlukan suatu metode analisis. Metode evaluasi kualitas produk panenan
yang tersedia ada dua macam, yaitu diarahkan kepada sifat atau cara
mengevaluasi, dan evaluasi atas dasar penilaian. Metode evaluasi kualitas atas
dasar sifat evaluasi ada dua macam, yaitu :
a. Metode Destruktif (merusak) Evaluasi dilakukan dengan cara merusak
komoditi.
b. Metode Non-Destruktif Evaluasi dilakukan dengan cara tidak merusak
komoditi. Sedangkan metode evaluasi yang didasari atas sifat penilaian
meliputi :

a. Metode yang berifat obyektif Yaitu metode evaluasi berdasarkan alat analisis
yang digunakan.
b. Metode yang bersifat subyektif Yaitu metode evaluasi berdasarkan penilaian
manusia ataupun dengan cara menggunakan skala.
Berikut adalah beberapa metode mengevaluasi sekaligus alat evaluasi yang
digunakan untuk mengevaluasi masing-masing komponen kualitas yang telah
dibicarakan seperti kualitas penampilan, kualitas tekstur, kualitas rasa, kualitas
nutrisi, dan kualits keamanan.
1. Kualitas Penampilan (Visual)
a. Ukuran Dimensi : diukur dengan cincin (ring) pengukur, jangka sorong
Bobot : umumnya menghubungkan antara ukuran dan berat. Ukuran juga
dapat dinyatakan sebagai jumlah komoditi tiap unit beratnya, misalnya 10
apel/kg. Volume : diketahui melalui pencelupan dalam air atau melalui
pengukuran dimensi.
b. Bentuk (shape) Perbandingan dimensi seperti perbandingan antara diameter
dengan kedalaman digunakan sebagai indek bentuk buah. Model
(diagramgambar) merupakan suatu alat evaluasi kualitas bentuk.
c. Warna Keseragaman dan intensitas, merupakan kualitas penampilan yang
sangat penting.
d. Kandungan pigmen, merupakan cara mengevaluasi komoditi berdasarkan
kandungan pigmen seperti klorofil, karotenoid (karotin, licopen, xantopil)
dan flavonoid (anthosianin).

e. Kilau (gloss atau bloom), merupakan kualitas penampakan dari kilap atau
kilau permukaan produk. Contoh alat Gloos Meter.
f. Adanya cacat (eksternal dan internal). Jumlah intensitas cacat dievaluasi
dengan menggunakan sistim skoring dari
2. Kualitas Tekstur
a. Yielding Quality (kualitas kelenturan) Hand Held Tester, menentukan tenaga
yang diperlukan untuk menetrasi bahan..
b. Fibrousness dan Toughness (serat dan kekerasan) diukur berdasarkan
pengukuran tenaga yang digunakan untuk memotong.
c. Succulence dan Juiceness. Ukuran kandungan air, sebagai indikator dari
sukulensi atau turgidutas. Ukuran juice yang dapat diekstrak, sebagai
indikator juiceness.
d. Textural Qualities (grittiness, crispness, mealness, dan chewiness). Prosedur
evaluasi sensory
3. Kualitas Rasa (flavor)
a. Sweetness Kandungan gula, diukur melalui prosedur analisis kimia untuk
total gula dan gula reduksi. Total soluble solid content (kandungan total
bagian padat terlarut) dikur dengan menggunakan Refractometer atau
Hidrometer, dapat sebagai indikator tingkat kemanisan, karena gula
merupakan komponen utama bahan padat yang terlarut.

b. Sourness/Acidity (kemasaman) Evaluasi tingkat kemasaman produk.


Konsentrasi ion hidrogen (pH) dari juice terekstrak ditentukan dengan
menggunakan pH meter atau kertas indikator pH. Perhitungan juga dapat
dengan cara titrasi bahan.
c. Astringency Ditentukan dengan tes rasa atau dengan mengukur kandungan
tanin, kelarutan dan derajat polimerisasi.
d. Bitterness (pahit) Ditentukan dengan tes rasa atau mengukur alkaloid atau
glukosida yang terkandung dan bertanggung jawab terhadap rasa pahit.
e. Odor (aroma) Ditentukan dengan menggunakan uji panelis (pencicipan)
yang dikombinasikan dengan identifikasi komponen gas yang bersifat
mudah menguap (volatile) yang bertanggung jawab terhadap aroma khas
komoditi bersangkutan. Alat yang digunakan Gas Chromatographi.
4. Kualitas Nutrisi
Kualitas

nutrisi

dievaluasi

dengan

cara

uji

laboratorium

dengan

menganalisis kandungan karbohidrat, vitamin, protein, serat, dan asam amino,


lipid serta asam lemak maupun mineral dalam buah dan sayuran.
5. Kualitas Keamanan
Prosedur analisis menggunakan Kromatografi Cair Tekanan Tinggi, untuk
menganalisis kandungan :
a. Senyawa toksik alami Contoh senyawa ini meliputi nitrat dan nitrit pada
sayuran daun, oksalat pada bayam, thioglucosida pada sayuran daun dan
batang, dan glycoalkohol (solanin) pada kentang.

b. Kontaminan alam Senyawa yang termasuk dalam kontaminan alam adalah


mycotoksin yang berasal dari jamur, toksin dari bakteri, logam berat seperti
Hg, Cd, dan Pb. c. Senyawa toksik buatan Seperti halnya kontaminan
lingkungan dan polutan, residu bahan kimia pertanian.
Transpirasi dapat diartikan sebagai proses kehilangan air dalam bentuk uap
dari jaringan tumbuhan melalui stomata. Kehilangan air dari jaringan tanaman
melalui bagian tanaman yang lain dapat saja terjadi tetapi porsi kehilangan
tersebut sangat kecil dibandingkan dengan yang hilang melalui stomata. Sebab itu,
dalam perhitungan tanaman umumnya difokuskan pada air yang hilang melalui
stomata (Dwidjoseputro, 1980). Menurut Salisbury (1995), proses transpirasi
berlangsung selama tumbuhan hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju
transpirasi adalah:

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1. Kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk memuaskan kebutuhan
dan harapan konsumen.
2. Produk yang disimpan dalam suhu dingin memiliki daya simpan yang lebih
lama dibandingkan dengan produk yang dikemas dan yang tidak dikemas pada
suhu ruang.

3. Kadar gula yang terkandung di dalam duku lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar gula yang terdapat dalam produk yang lainnya.
4. Tomat memiliki tingkat kekerasan yang paling tinggi dibandingkan produk
yang lainnya.
B. Saran
Saat melakukan pengukuran kadar gula dan tingkat kekerasan dari produk
pasca panen harus dilakukan secara cermat dan teliti. Praktikan disarankan untuk
mengikuti pengamatan sesering mungkin agar tujuan praktikum dapat tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Beveridge, T. H. J. 2003. Maturity and Quality Grades for Fruits and


Vegetables. In Handbook of Postharvest Technology, cereals, fuits,
vegetables, tea and spices. Ed. A. Chakraverty. Mujumdar, G.S.V. Raghavan
and H. S. Ramaswamy. Marcel Dekker, Inc. New York.
Crosby,P.B,. 1979. Quality is Free. New York:McGraw-Hill Book Co.
Deming, W.E. 1986. Out of The Crisis: Quality Productivity and Competitive
Position. Cambridge University Press. Cambridge.
Dwidjoseputro, D. 1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Gramedia. Jakarta.
Hansen & Mowen. 2004. Manajemen Biaya, Edisi Bahasa Indonesia. Buku
Kedua. Salemba Empat. Jakarta.
Juran. Joseph M. 1993. Quality Planning and Analysis. Third edition. New York:
McGraw-Hill.
Kader, Adel A., 1985. Quality Factors : Definition and Evaluation For Fresh
Horticultural Crops. In Kader, Adel A., et al. (Eds). Postharvest Technology
of Horticultural Crops. Cooperative Extension Univ. Of California.
Mandana, I Made dan Ni Luh, 2013). Pengaruh Laruyan Desinfektan dan
Pengemasan Atmosfer Termodifikasi Menggunakan Film Plastik
Terperforasi terhadap Susut Bobot dan Mutu Buah Cabai Merah Besar
(Capsicum annuum L.) Selama Penyimpanan. Skripsi. Universitas Udayana.
Bali.
Sallis, Edward. 1993. Total Quality Management in Education. London: Kogan
Page Educational Series
Santoso, dkk. 1986. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura.
Indonesia Australia Eastern Universities Project : Bogor
Salisbury, F. B., dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB. Bandung.
Zulkarnain. 2009. Dasar dasar hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai