Anda di halaman 1dari 6

TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET

Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4:


1. Tahap Sensorik Motorik (0-2 tahun)
Sensorik motorik dipandang sebagai intelegensi praktis (practical intelegensi) yang
berfaedah bagi anak usia 0-2 tahun untuk belajar berbuat dengan lingkungannya sebelum dia
mampu berpikir mengenai apa yang ia perbuat terhadap lingkungannya.
2. Tahap Pra-Operational (2-7 tahun)
Pra operasional terjadi pada anak umur 2- 7 tahun. Perkembangan ini bermula pada saat
anak telah memiliki penguasaan sempurna tentang obyek permanen. Artinya anak itu sudah
memiliki kesadaran tetap eksistensinya sebuah benda yang sudah biasa ada.
3. Tahap Concrete-Operational (7-11 tahun)
Pada periode Concrete-Operasional yang terjadi menjelang remaja anak mendapat
tambahan kemampuan yang disebut sistem operasional (suatu langkah berpikir). Kemampuan
ini berguna untuk memanaj pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu. Kemampuan
bahasa dalam tahapan ini anak sudah mampu memanaj pandangan sendiri dengan pandangan
orang lain. Akan tetapi dalam tahap ini anak masih dalam keterbatasan untuk memanaj
pemikirannya.
3. Tahap Formal Operational (11-15 tahun)
Tahapan ini adalah tahapan anak memasuki remaja, anak akan dapat mengatasi masalah
keterbatasan pikiran concrete-operational tetapi tidak hanya berlaku bagi remaja saja tetapi
juga berlaku pada saat dewasa hingga tua.
Implikasi terhadap PBM:
a)

Bahasa dan cara pandang anak berbeda dengan orang dewasa. Untuk itu, dalam mengajar
guru alangkah baiknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.

b) Peserta didik akan belajar lebih baik apabila dapat menyesuaikan lingkungan dengan baik.
Pendidik harus membantu agar peserta didik dapat berinteraksi dengan lingkungan secara
optimal.
c)

Materi yang harus dipelajari peserta didik sebaiknya yang menurut mereka baru tapi tidak
begitu sulit untuk menerimanya.

d) Memberi peluang agar peserta didik dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya

TEORI KONSTRUKTIVISME
Menurut cara pandang teori konstruksivisme belajar adalah proses untuk membanguin
pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan. Artinya siswa akan cepat memiliki
pengetahuan jika pengetahuan itu dibangu atas dasar realitas yang ada di dalam masyarakat.
Evaluasi pembelajaran. Dalam treori kontruktivisme, evaluasi tidak hanya dimaksudkan untuk
mengetahui kualitas siswa dalam memahami materi dari guru. Evaluasi menjadi saran untuk
mengetahui kekurangan dan kelebihan proses pembelajaran.
Konstruktivisme sebagai deskripsi kognitif manusia seringkali diasosiasikan dengan pendekatan
paedagogi yang mempromosikan learning by doing. Teori ini memberikan keaktifan terhadap
manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain
yang diperlakukan guna mengembangkan dirinya sendiri.
Menurut asalnya, teori konstruktivime bukanlah teori pendidikan. Teori ini berasal dari disiplin
filsafat, khususnya filsafat ilmu. Pada tataran filsafat, teori ini membahas mengenai bagaimana
proses terbentuknya pengetahuan manusia. Menurut teori ini pembentukan pengetahuan terjadi
sebagai hasil konstruksi manusia atas realitas yang dihadapinya. Dalam perkembangan kemudian,
teori ini mendapat pengaruh dari disiplin psikologi terutama psikologi kognitif Piaget yang
berhubungan dengan mekanisme psikologis yang mendorong terbentuknya pengetahuan. Menurut
kaum konstruktivis, belajar merupakan proses aktif siswa mengkostruksi pengetahuan. Proses
tersebut dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut:
1.

Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan siswa dari apa yang mereka
lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna ini dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia
punyai.

2.

Konstruksi makna merupakan suatu proses yang berlangsung terus-menerus seumur


hidup.

3.

Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta melainkan lebih berorientasi pada


pengembangan berpikir dan pemikiran dengan cara membentuk pengertian yang baru. Belajar
bukanlah hasil dari perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri. Suatu perkembangan
yang menuntun penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4.

Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skemata seseorang dalam keraguan
yang merangsang pemikiran lebih lanjut. Situasi disekuilibrium merupakan situasi yang baik
untuk belajar

5.

Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman belajar dengan dunia fisik dan lingkungan
siswa.

6.

Hasil belajar siswa tergantung pada apa yang sudah diketahuinya.

Bagi kaum konstruktivis, belajar adalah suatu proses organik untuk menemukan sesuatu, bukan
suatu proses mekanis untuk mengumpulkan fakta. Dalam konteks yang demikian, belajar yang
bermakna terjadi melalui refleksi, pemecahan konflik pengertian dan selalu terjadi pembaharuan
terhadap pengertian yang tidak lengkap.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut dapat ditarik sebuah inferensi bahwa menurut teori
konstruktivisme belajar adalah proses mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengabstraksi
pengalaman sebagai hasil interaksi antara siswa dengan realitas baik realitas pribadi, alam,
maupun realitas sosial. Proses konstruksi pengetahuan berlangsung secara pribadi maupun sosial.
Proses ini adalah proses yang aktif dan dinamis. Beberapa faktor seperti pengalaman,
pengetahuan awal, kemampuan kognitif dan lingkungan sangat berpengaruh dalam proses
konstruksi makna.Argumentasi para konstruktivis memperlihatkan bahwa sebenarnya teori belajar
konstrukvisme telah banyak mendapat pengaruh dari psikologi kognitif, sehingga dalam batas
tertentu aliran ini dapat disebut juga neokognitif.
Walaupun mendapat pengaruh psikologi kognitif, namun harus diakui bahwa stressing point teori
ini bukan terletak pada berberapa konsep psikologi kognitif yang diadopsinya (pengalaman,
asimilasi, dan internalisasi).melainkan pada konstuksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan yang
dimaksudkan dalam pandangan konstruktivisme yaitu pemaknaan realitas yang dilakukan setiap
orang ketika berinteraksi dengan lingkungan. Dalam konteks demikian, konstruksi atau
pemaknaan terhadap realitas adalah berlajar itu sendiri. Dengan asumsi seperti ini, sebetulnya
substansi konstrukvisme terletak pada pengakuan akan hekekat manusia sebagai homo creator
yang dapat mengkonstruksi realitasnya sendiri.
TEORI KOGNITIVISME
Teori belajar kognitif berasal dari pandangan Kurt Lewin (1890-1947), seorang Jerman yang
kemudian beremigrasi ke Amerika Serikat. Intisari dari teori belajar konstruktivisme adalah
bahwa belajar merupakan proses penemuan (discovery) dan transformasi informasi kompleks
yang berlangsung pada diri seseorang. Individu yang sedang belajar dipandang sebagai orang
yang secara konstan memberikan informasi baru untuk dikonfirmasikan dengan prinsip yang telah
dimiliki, kemudian merevisi prinsip tersebut apabila sudah tidak sesuai dengan informasi yang
baru diperoleh. Agar siswa mampu melakukan kegiatan belajar, maka ia harus melibatkan diri
secara aktif.
Teori kognitivisme ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses informasi
dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan
antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Teori ini menekankan pada
bagaimana
informasi
bermakna.
Karakteristik :
a) Belajar adalah proses mental bukan behavioral
b) Siswa aktif sebagai penyadur

c) Siswa belajar secara individu dengan pola deduktif dan induktif


d) Instrinsik motivation, sehingga tidak perlu stimulus
e) Siswa sebagai pelaku untuk menuntun penemuan
f) Guru memfasilitasi terjadinya proses insight.

Teori Behaviorisme
Teori belajar behaviorisme merupakan teori belajar yang telah cukup lama dianut oleh
para pendidik. Teori ini dicetuskan oleh Gage dan Berliner yang berisi tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab
pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi tidaknya perubahan tingkah
laku. Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan
metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut teori behavioristik belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman (Gage, Berliner, 1984) Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara
stimulus dan respon (Slavin, 2000). Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat
menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah
input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan siswa terhadap
stimulus yang diberikan oleh guru tersebut. Proses yang terjadi antara stimulus dan respon
tidak penting untuk diperhatikan karena tidak dapat diamati dan tidak dapat diukur. Yang
dapat diamati adalah stimulus dan respon, oleh karena itu apa yang diberikan oleh guru
(stimulus) dan apa yang diterima oleh siswa (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori
ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk
melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut.
Prinsip-Prinsip dalam Teori Behavioristik
a) Obyek psikologi adalah tingkah laku.
b) Semua bentuk tingkah laku di kembalikan pada reflek.

c) Mementingkan pembentukan kebiasaan.


d) Perilaku nyata dan terukur memiliki makna tersendiri.
e) Aspek mental dari kesadaran yang tidak memiliki bentuk fisik harus dihindari.

TEORI BELAJAR HUMANISTIK


Konsep teori belajar Humanistik yaitu proses memanusiakan manusia, dimana seorang
individu diharapkan dapat mengaktualisasikan diri artinya manusia dapat menggali
kemampuannya sendiri untuk diterapkan dalam lingkungan. Proses belajar Humanistik
memusatkan perhatian kepada diri peserta didik sehingga menitikberatkan kepada kebebasan
individu. Teori Humanistik menekankan kognitif dan afektif memengaruhi proses. Kognitif
adalah aspek penguasaan ilmu pengetahuan sedangkan afektif adalah aspek sikap yang
keduanya perlu dikembangkan dalam membangun individu. Belajar dianggap berhasil jika si
pelajar memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Hal yang penting lagi pada proses
pembelajaran Humanisme harus adanya motivasi yang diberikan agar peserta didik dapat
terus menjalani pembelajaran dengan baik. Motivasi dapat berasal dari dalam yaitu berasal
dari diri sendiri, maupun dari guru sebagai fasilitator.
Karakteristik Teori Humanistik (Suprayogi, 2005)
- Mementingkan manusia sebagai pribadi.
- Mementingkan kebulatan pribadi.
- Mementingkan peranan kognitif dan afektif.
- Mengutamakan terjadinya aktualisasi diri dan self concept.
- Mementingkan persepsual subjektif yang dimiliki tiap individu.
- Mementingkan kemampuan menentukan bentuk tingkah laku sendiri.
- Mengutamakan insight (pengetahuan/pemahaman).

Anda mungkin juga menyukai