Anda di halaman 1dari 16

HAMA-PENYAKIT UTAMA SERTA PENGENDALIAN TERPADU PADA

PERTANAMAN KEDELAI
Tugas Kelompok
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Teknologi Pengendalian Hama Penyakit Tanaman

Disusun Oleh:
Widi Elsa Nursuci Lestari 150510150095
Fabira 150510150218
Anggi Giovani - 150510150239
Kelas H
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
1

Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayahNya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang hama-penyakit
serta pengendalian terpadu pada pertanaman kedelai.
Adapun makalah ilmiah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan
bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah. Untuk itu kami tidak
lupa menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan baik dari
segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan tangan
terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran dan kritik
kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ilmiah ini dapat diambil hikmah dan
manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Bandung, November 2016

Tim Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar.....................................................................................................................2
Daftar Isi...............................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................................................................4
1. 1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1. 2 Rumusan Masalah.......................................................................................................4
1. 3 Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..................................................................................................................6
2. 1 Hama dan Penyakit Utama Pertanaman Kedelai.........................................................6
2. 2 Pengendalian Terpadu Pertanaman Kedelai................................................................6
2. 3 Studi Kasus..................................................................................................................8
2. 4

Strategi Pengendalian Hama-Penyakit Utama pada Pertanaman


Kedelai..13

BAB III...............................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................14
3. 1 Kesimpulan................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
1. 1

Latar Belakang Masalah


Kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan sumber protein nabati bagi
penduduk Indonesia, sehingga pemerintah mengharapkan dapat tercapai swasembada
kedelai. Produksi kedelai nasional hingga saat ini belum dapat memenuhi kebutuhan
dalam negeri sehingga masih harus mengimpor. Menurut Badan Pusat Statistik (2002),
produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2001 adalah 1 juta ton dengan luas panen 827
ribu hektar. Kebutuhan kedelai dalam negeri pada tahun 2001 tersebut adalah 3,2 juta ton.
Impor kedelai terus meningkat setiap tahun kaena kebutuhan kedelai untuk konsumsi per
kapita per tahun penduduk Indonesia yaitu 52 kg di perkotaan dan 104 kg di pedesaan
(BPS, 2001).
Kebutuhan kedelai belum terpenuhi hanya dengan perluasan areal penanaman
kedelai di berbagai daerah karena pertanaman kedelai sering terserang hama dan
pathogen penyebab penyakit. Oleh sebab itu, salah satu ancaman dalam upaya
meningkatkan produksi kedelai adalah serangan hama. Menurut Okada,dkk (1988) dalam
Jurnal Litbang (Marwoto,dkk. 2008), serangga yang berasosiasi dengan tanaman kedelai
di Indonesia mencapai 266 jenis, yang terdiri atas 111 jenis hama, 53 jenis serangga
kurang penting, 61 jenis serangga predator, dan 41 jenis serangga parasit Dari 111 jenis
serangga hama tersebut, 50 jenis tergolong hama perusak daun, namun yang berstatus
hama penting hanya 9 jenis (Arifin dan Sunihardi 1997). Selain adanya hama yang
menyerang, Tanaman kedelai tidak luput juga dari serangan penyakit yang dapat
menyebabkan turunnya produksi bahkan sampai menyebabkan gagalnya panen dari
pertanaman kedelai. Untuk mengendalikan atau melindungi pertanaman kedelai dari
serangan hama dan penyakit diperlukan lebih dari satu jenis aplikasi pengendalian, yaitu
berupa pengendalian hama-penyakit terpadu yang ramah lingkungan (berbasis
agroekosistem) supaya dicapai efektivitas dan keefesienan dalam pertanian kedelai.

1. 2

Rumusan Masalah
1. Hama utama apa yang ada pada pertanaman kedelai?
2. Penyakit utama apa saja yang ada pada pertanaman kedelai?
3. Bagaimana teknik perlindungan tanaman dari hama-penyakit secara terpadu untuk
pertanaman tanaman kedelai?

1. 3

Tujuan
Mengetahui teknik perlindungan tanaman secara terpadu untuk mengendalikan hamapenyakit utama tanaman kedelai yang efektif dan efisien.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hama dan Penyakit Utama pada Tanaman Kedelai
Hama utama pada tanaman kedelai yaitu : lalat bibit (Ophiomya phaseoli), ulat
pemakan daun seperti ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites),
ulat Heliotis sp., ulat penggulung daun (Lamprosema indicata), pengisap polong (Riptortus
linearis, Nezara viridula, dan Piezodurus hybneri), penggerek polong (Etiella zinckenella),
penggerek batang (Melanagromyza sojae), kutu kebul (Bemisia sp.), dan kutu daun (Aphis
glycines). Sedang penyakit utama pada kedelai adalah karat daun Phakopsora pachyrhizi,
busuk batang, dan akar Schlerotium rolfsii dan berbagai penyakit yang disebabkan virus.
2.2 Pengendalian Terpadu pada Tanaman Kedelai
Terdapat berbagai cara pengendalian yang dapat dilakukan pada tanaman kedelai ini
yaitu dengan pengendalian fisik, mekanis, biologis, dan kimiawi. Namun, karena penggunaan
pengendalian secara kimiawi (pestisida, insektisida, dan senyawa kimia lainnya) cenderung
tidak ramah lingkungan dan meninggalkan residu, maka dianjurkannya menggunakan
pengendalian secara fisik, mekanis, dan biologis. Dalam mengoptimalkan pengendalian hama
dan penyakit ini, maka dapat dilakukannya penggabungan lebih dari satu cara pengendalian,
baik dari pengendalian fisik, mekanis, biologis, ataupun perbaikan pola tanam.
Penggabungan cara-cara pengendalian ini dapat disebut sebagai pengendalian terpadu.
2.2.1

Perbaikan Pola Tanam


Pengendalian ini dilakukan pada saat sebelum dilakukannya penanaman. Hal yang
dapat dilakukan adalah:

Pemilihan benih yang sehat dan varietas tahan. Hal ini dapat meminimalisir benih
terserang oleh penyakit dan hama. Selain itu benih memiliki genetik yang baik
dalam menyembuhkan dirinya dan dapat beradaptasi dengan baik

Pengolahan tanah dapat mengurangi keberadaan hama dan penyakit yang ada
pada tanah. Karena adanya proses pembalikan tanah, maka hama penyakit dapat
terjpapar olah sinar matahari dan mati. Selain itu adanya kemungkinan larva pada

tanah yang terangkat keatas mati karena dimakan burung ataupun mati karena
alat-alat pertanian pada saat pengolahan

Penggunaan jarak tanaman yang baik dapat memudahkan dalam mengontrol


keadaan tanaman. Sanitasi dan penyiangan akan mudah dilakukan bila
menggunakan pengaturan jarak tanam yang baik.

Pada saat setelah penanaman dapat dilakukannya pemupukan yang berimbang.


Hal ini bertujuan agar tanaman dapat mentolelir serangan hama.

2.2.2

Pengendalian secara Fisik


Pada tanaman kedelai dapat digunakannya lampu perangkap (trapping).
Perangkap ini akan mengundang serangga yang menyukai cahaya, kemudian jika
hama-hama telah terkumpul dapat dilakukannya penangkapan hama tersebut.cara ini
dapat dilakukan untuk pengendalian wereng hijau.

2.2.3

Pengendalian secara Mekanis


Pengendalian yang dapat dilakukan adalah dengan mengambil langsung hama
atau memotong organ tanaman yang terserang.

2.2.4

Pengendalian secara Biologis/Hayati

Pemanfaatan musuh alami hama atau penyakit seperti Trichogramma sp. untuk
penggerek polong Etiella spp. dan Helicoverpa armigera; Nuclear Polyhidrosis
Virus (NPV) untuk ulat grayak Spodoptera litura (SlNPV,) dan Helicoverpa
armigera (HaNPV) untuk ulat buah.

Penggunaan bahan alami yang mengandung racun bagi hama dan penyakit,
misalnya tanaman mimba, mindi, tembakau maupun gadung (pestisida nabati).

2.3 Studi Kasus


2.3.1

Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera litura


Fabicus) pada Tanaman Kedelai

Komponen-komponen pengendalian hama yang dapat dipadukan dalam penerapan


PHT pada tanaman kedelai dalam penelitian ini adalah:
1) Pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan
atau mematikan perkembangan musuh alami.
8

2) Pengendalian fisik dan mekanik yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama,
mengganggu aktivitas fisiologis, serta mengubah lingkungan fisik menjadi kurang
sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama dan penyakit Pengurangan
populasi juga dapat dilakukan dengan cara mengambil langsung hama tersebut
ataupun mencabut bagian tanaman yang sakit.
3) Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam yang bertujuan untuk
membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan
pembiakan hama, serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati.
4) Penggunaan agens hayati (pengendalian biologis). NPV efektif mengen-dalikan
hama ulat grayak, Kombinasi NPV dengan azadirachtin (insektisida nabati dari
tanaman mimba) lebih efektif mengendalikan ulat grayak (Nathan dan Kalaivani
2005, 2006). Bacillus thuringiensis (Bt) merupakan agens hayati berbahan aktif
bakteri yang efektif mengendalikan ulat grayak. Pemanfaatan Bt sebagai agens
hayati untuk mengendalikan ulat grayak aman terhadap serangga bukan sasaran
seperti parasitoid dan predator Kombinasi feromon seks dan aplikasi insektisida
berdasarkan pemantauan mampu mencegah kehilangan hasil kedelai akibat
serangan ulat grayak hingga 50% (Marwoto 1996) dalam Jurnal Litbang
(Marwoto,dkk. 2008).
5) Pestisida

nabati

untuk

mengembalikan

populasi

hama

pada

asas

keseimbangannya. Serbuk biji mimba efektif mengendalikan hama ulat grayak


(Susilo et al. 1996) dalam Jurnal Litbang (Marwoto,dkk. 2008).

2.3.2

Penyakit Karat pada Kedelai dan Cara Pengendaliannya yang Ramah


Lingkungan
Kebutuhan kedelai di Indonesia makin meningkat. Pada tahun 2007, kebutuhan
kedelai mencapai 2 juta ton dan baru terpenuhi 3540% dari produksi dalam negeri
(Tahlim dan Dewa 2007). Oleh karena itu, produksi kedelai perlu terus ditingkatkan.
Salah satu hambatan dalam upaya meningkatkan produksi kedelai adalah serangan
penyakit karat yang disebabkan oleh Phakopsora pachyrhizi. Penyakit karat telah
9

tersebar luas di sentra produksi kedelai di dunia. Di Indonesia, penyakit karat terdapat
di sentra produksi kedelai di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan,
dan Sulawesi (Semangun 1991). Gambar 1 merupakan sketsa distribusi penyakit karat
di dunia. Penyebaran penyakit dimulai dari Jepang dan Asia Timur pada tahun 1902,
lalu masuk ke Asia Tenggara (Indonesia) dan waktunya. Stadium awal penyakit karat
mungkin tidak dapat dibedakan dengan pustul bakteri atau embun bulu (downy
mildew).

Penyakit karat disebabkan oleh cendawan P. pachyrhizi. Spora cendawan dibentuk


dalam uredium dengan diameter 2550 m sampai 514 m. Uredospora berbentuk bulat
telur, berwarna kuning keemasan sampai coklat muda dengan diameter 1834 m sampai
1524 m (Gambar 3). Permukaan uredospore bergerigi. Uredospora akan berkembang
menjadi teliospora yang dibentuk dalam telia. Telia berbentuk bulat panjang dan berisi
27 teliospora. Teliospora berwarna coklat tua, berukuran 1526 m sampai 612 m.
Stadium teliospora jarang ditemukan di lapangan dan tidak berperan sebagai inokulum
awal.

10

Di Indonesia, penyakit karat merupakan penyakit penting pada kedelai, terutama pada
pertanaman musim kemarau. Penyakit karat pertama kali ditemukan di Yogyakarta dan
Surakarta, seperti yang dilaporkan Raciborski pada tahun 1900. Kehilangan hasil akibat
penyakit karat di Indonesia mencapai 90% (Sudjono et al. 1985), dan di Thailand sekitar
1040% pada varietas lokal, dan di Taiwan 2350% (Sinclair dan Shurtleff 1980).
Besarnya kehilangan hasil bergantung pada berbagai faktor, antara lain ketahanan
tanaman. Pada varietas Orba, kehilangan hasil mencapai 36%, sedangkan pada varietas
TK 5 sebesar 81% (Sumarno dan Sudjono 1977).
Gejala awal penyakit karat pada kedelai ditandai dengan munculnya bercak klorotik
kecil yang tidak beraturan pada permukaan daun. Pada umumnya gejala karat muncul
pada permukaan bawah daun (Gambar 2a). Bercak tersebut kemudian berubah menjadi
coklat atau coklat tua dan membentuk pustul (Gambar 2b). Pustul merupakan kumpulan
uredium. Pustul yang telah matang akan pecah dan mengeluarkan tepung yang warnanya
seperti karat besi. Tepung tersebut merupakan kantung-kantung spora yang disebut
uredium dan berisi uredospora. Penyakit karat menyebabkan daun menjadi kering dan
rontok sebelum penyakit karat disebabkan oleh dua spesies, yaitu P. pachyrhizi yang
sangat virulen dan P. meibomiae yang kurang virulen.

11

Menanam varietas kedelai yang tahan penyakit karat merupakan cara pengendalian
yang murah, mudah dilaksanakan, dan tidak mencemari lingkungan. Menanam varietas
tahan dimaksudkan untuk mengurangi jumlah inokulum awal (Zadoks dan Schein 1979).
Ketahanan suatu varietas terhadap suatu penyakit umumnya tidak berlangsung
selamanya. Jika muncul ras baru yang lebih virulen, ketahanan varietas tersebut akan
patah. Oleh karena itu, adanya varietas-varietas baru kedelai yang tahan terhadap
penyakit karat sangat dibutuhkan dalam upaya mengendalikan penyakit tersebut.

Pengendalian dengan fungisida nabati mempunyai keunggulan karena tidak


mencemari lingkungan, bahannya tersedia di lingkungan sekitar, dan lebih murah
daripada fungisida sintetis (Kardinan 1998). Menurut Zadoks dan Schein (1979), jumlah
inokulum awal berperan penting dalam memicu terjadinya ledakan penyakit. Oleh karena
12

itu, pengendalian dengan fungisida nabati dimaksudkan untuk mengurangi jumlah


inokulum awal.

Pengendalian dengan agens hayati dimaksudkan mengaplikasikan mikroorganisme


antagonis dari penyebab penyakit. Menurut Zadoks dan Schein (1979), cara pengendalian
tersebut dapat meminimalkan jumlah inokulum awal dan mengurangi perkembangan
penyakit. Keunggulan cara pengendalian tersebut adalah tidak mencemari lingkungan dan
dengan satu kali aplikasi, efek residunya dapat bertahan lama, sampai beberapa musim
tanam.
2.4 Strategi Pengendalian Hama-Penyakit Utama pada Pertanaman Kedelai
Tabel 2.4.1 Pengendalian Terpadu Hama-Penyakit Utama pada Pertanaman Kedelai
Cara Pengendalian
Varietas tahan
Pengolahan/perlakuan
tanah
Perlakuan benih
Aplikasi antagonis
Cropping system
Rotasi tanaman
Tumpangsari
Pemupukan
Mulsa
Perangkap
Pestisida nabati
Pestisida sintetik
Pengapuran

Penyakit Utama
Karat Daun
Busuk Batang/Akar
(Phakospora pachyrhizi)
(Sclerotium rolfsii)

Hama Utama
Ulat Grayak
Kutu Daun
(Spodoptora litura)
(Aphis Glycines)
-

13

14

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Hama utama pada tanaman kedelai yaitu : lalat bibit (Ophiomya phaseoli), ulat pemakan
daun seperti ulat grayak (Spodoptera litura), ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), ulat
Heliotis sp., ulat penggulung daun (Lamprosema indicata), pengisap polong (Riptortus
linearis, Nezara viridula, dan Piezodurus hybneri), penggerek polong (Etiella
zinckenella), penggerek batang (Melanagromyza sojae), kutu kebul (Bemisia sp.), dan
kutu daun (Aphis glycines). Sedang penyakit utama pada kedelai adalah karat daun
Phakopsora pachyrhizi, busuk batang, dan akar Schlerotium rolfsii dan berbagai penyakit
yang disebabkan virus.
2. Dalam mengoptimalkan pengendalian hama dan penyakit, maka dapat dilakukan
penggabungan lebih dari satu jenis pengendalian, baik dari segi pengendalian fisik,
mekanis, biologis, ataupun perbaikan pola tanam yang disebut dengan pengendalian
secara terpadu.
3. Berdasarkan studi kasus bertajuk strategi dan komponen teknologi pengendalian ulat
grayak (Spodoptera litura Fabicus) pada tanaman kedelai, dapat diketahui beberapa
gabungan pengendalian hama tersebut secara terpadu berupa penanaman serempak,
menanam tanaman perangkap jagung di pematang, pemantauan lahan secara rutin dan
pemusnahan kelompok telur dan ulat, penyemprotan NPV atau Bacillus thuringiensis,
penggunaan pestisida nabati berupa ektrak mimba, dan penggunaan insektisida sesuai
dengan rekomendasi.
4. Berdasarkan studi kasus bertajuk penyakit karat pada kedelai dan cara pengendaliannya
yang ramah lingkungan, penyakit karat daun tersebut dapat dikendalikan dengan
memadukan berbagai teknik pengendalian, antara lain menaman varietas tahan,
penyemprotan minyak cengkih, dan aplikasi bakteri (Bacillus) dan cendawan
(Verticillium) antagonis. Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan penyakit karat
adalah suhu, kelembapan, cahaya matahari, dan tanaman inang. Varietas kedelai yang
tergolong agak tahan terhadap penyakit karat adalah Sinabung, Kaba, Tanggamus, dan
Anjasmoro.
Daftar Pustaka
15

http://cybex.pertanian.go.id/materipenyuluhan/detail/9452/pengendalian-hama-dan-penyakittanaman-kedelai. (Diakses pada tanggal 27 November 2016)


Marwoto, dkk. 2008. Strategi dan Komponen Teknologi Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera
litura Fabricius) pada Tanaman Kedelai.Jurnal Litbang Pertanian, 27(4). Diakses melalui
http://pustaka.litbang.pertanian.go.id/publikasi/p3274083.pdf (Diakses pada 29
November 2016)
Nathan, Sentil S. and K. Kalaivani. 2005. Efficacy of nucleopolyhedrosis virus and azadirachtin
on Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera:Noctuidae). Biol. Control 34: 9398
Sumartini. 2010. Penyakit Karat pada Kedelai dan Cara Pengendaliannya yang Ramah
Lingkungan. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

16

Anda mungkin juga menyukai