Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERKULOSIS
Yeni Yulia Saputri (1106001164)/ Ruang Soka Atas
I. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan mengacu pada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Sistem pernapasan ikut
berperan dalam homeostasis dengan mempertukarkan O2 dan CO2 antara atmosfer dan darah
dengan tujuan untuk mengatur pH lingkungan internal dengan menyesuaikan tingkat
pengeluaran CO2 pembentuk asam. Hal ini terjadi karena sel-sel memerlukan pasokan
konstan O2 yang digunakan untuk menunujang reaksi kimia penghasil energi . CO2 yang
dihasilkan dari reaksi-reaksi tersebut harus dieliminasi dari tubuh dengan kecepatan yang
sama dengan pembentukannya agar pH ( keseimbangan asam-basa ) di lingkungan internal
dapat dipertahankan ( Black J.M, 2005).
Fungsi utama sistem pernapasan, antara lain :
1. Mengeluarkan karbondioksida (CO2) sisa metabolisme dari jaringan ke paru-paru
untuk dikeluarkan dari tubuh.
2. Menyaring dan melembabkan udara yang masuk ke paru-paru.
Udara atmosfer yang dihirup dilembabkan dan dihangatkan oleh jalan napas sebelum
udara tersebut dikeluarkan. Pelembapan udara ini penting dilakukan agar dinding
alveolus tidak kering, karena O2 dan CO2 tidak dapat berdifusi melintasi membrane
yang kering.
3. Menangkap dan melembabkan benda-benda asing yang yang masuk ke saluran
pernapasan dan mendorongnya untuk dikeluarkan ke mulut melalui batuk atau bersin.
4. Mencegah terhirupnya patogen dengan mengaktifkan sistem imun ( Black J.M, 2005).
Anatomi sistem pernapasan terdiri dari beberapa organ, antara lain:
a. Saluran Pernapasan Atas
Saluran yang menghantarkan udara dari luar sampai ke paru-paru, terdiri dari:
1. Hidung, tersusun atas tulang, kartilago dan jaringan penghubung. Bagian hidung yang
tampak di wajah disebut nares dan bagian dalam disebut vestibule. Vestibule berperan
dalam menyaring dan mengeluarkan objek yang masuk ke saluran pernapasan, terdiri
dari membran mukosa, sel epitel columnar, dan sel goblet untuk mengeluarkan
mukus. Membran mukosa dan silia berfungsi mendorong pengeluaran zat asing dan
juga mengandung banyak suplai darah dari arteri karotid internal dan eksternal
sehingga mampu menghangatkan dan melembabkan. Sehingga, fungsi utama dari

hidung adalah menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara yang masuk ke


saluran pernapasan.
2. Faring ( tenggorokan ) merupakan saluran yang menghubungkan antara hidung dan
laring, berbentuk seperti tabung corong yang terletak di belakang rongga hidung dan
mulut, dan tersusun dari otot rangka. Faring terdiri dari 3 bagian yaitu nasofaring,
orofaring, dan laringofaring. Nasofaring berhubungan dengan hidung, orofaring
berhubungan dengan sistem pernapasan dan pencernaan, dan laringofaring bagian
paling bawah dari faring yang berdekatan dengan pangkal lidah.
3. Laring ( pita suara ) terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan oleh
otot-otot dan mengandung pita suara. Laring terletak di pintu masuk trakea yang
menghubungkan faring dan trakea. Laring memiliki penonjolan di bagian anterior
yang membentuk jakun.
b. Saluran Pernapasan Bawah
1. Trakea , tempat lewatnya udara ke paru-paru. Trakea di sokong oleh cicicin tulang
rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12 cm ( 5
inci ). Trakea memiliki satu titik point yang disebut carina. Trakea terbagi menjadi
dua cabang utama yaitu bronkus kanan dan kiri yang masing-masing masuk ke
paru-paru kanan dan kiri.
2. Bronkus dan Bronkiolus. Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris, yaitu
bronkus utama kanan lebih pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus
utama kiri karena bronkus kiri merupakan kelanjutan dari trakea dengan sudut
yang lebih tajam. Cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronkus lobaris dan bronkus segmentalis.. percabangan ini berjalan terus menjadi
bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus
terminalis yaitu saluran udara yang terkecil yang tidak mengandung alveoli
( kantong udara ). Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat saluran
bronkiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya
adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru.
3. Alveolus. Alveolus hanya mempunyai satu lapis sel yang diameternya lebih kecil
dibandingkan dengan diameter sel darah merah. Dalam setiap paru terdapat sekitar
300 juta alveolus dengan permukaan yang luas. Alveolus terdiri dari dua tipe sel
yaitu tipe 1 pneumocytes melakukan fungsi utama sebagai pertukaran gas.
Sedangkan tipe ll pneumocytes yaitu tidak melakukan pertukaran oksigen dan
CO2 dengan baik, namun memproduksi surfaktan dan berperan saat adanya
trauma paru.

4. Paru , merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak di dalam
rongga dada atau toraks. Setiap paru memepunyai apeks ( bagian atas paru ) dan
dasar. Paru kanan lebih besar daripada paru kiri dan dibagi menjadi 3 lobus dan
paru kiri dibagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya yaitu paru kanan dibagi
menjadi 10 segmen sedangkan paru kiri dibagi menjadi 9 segmen. Paru terdiri dari
udara, darah dan dinding alveolar yang bersifat elastis. Suatu lapisan tipis
continue yang mengandung kolagen dan jaringan elastis, dikenal sebagai pleura,
melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi setiap paru (pleura
viseralis). Diantara kedua pleura ini terdapat suatu lapisan tipis cairan pleura yang
berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan
dan mencegah pemisahan toraks dan paru. Volume paru:
a. Volume residual : volume yang tersisa di paru setelah melakukan ekspirasi
penuh yaitu sekitar 1200 ml yang bertujuan mencegah paru collaps setalah
ekspirasi.
b. Volume tidal : volume udara yang bertukar keluar masuk saat bernapas yaitu
sebanyak 500 ml. Saat menarik napas dalam, banyaknya udara yang masuk
melebihi jumlah udara volume tidak disebut volume cadangan inspirasi.
Sedangkan, pengeluaran udara yang melebihi batas udara ekspirasi disebut
volume cadangan ekspirasi.
c. Kapasitas total paru adalah seluruh udara yang masuk ke paru dari volume
residual, volume tidal, cadangan insiprasi dan ekspirasi. Kapasitas vital adalah
seluruh udara di dalam paru kecuali volume residual.
d. Forced Expiratory Volume (FEV) diperoleh saat seseorang melakukan
inspirasi maksimum (kapasitas totalm paru) diikuti dengan melakukan
ekspirasi maksimal (volume residu). FEV 1 adalah volume udara saat
dihembuskan pada saat detik pertama yaitu sekitar 80% dari kapasitas total,
FEV 3 adalah volume udara saat dihembuskan pada saat detik ketiga yaitu
sekitar 95% dari kapasitas total. Volume ini dapat diukur menggunakan
spirometri.
II. TUBERCULOSIS
1. Definisi dan Etiologi
Tuberculosis adalah penyakit infeksi kronik menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini bersifat aerob berbentuk batang dengan
ukuran 2-4 x 0,2-0,5 m. Dinding selnya mengandung hampir 60 % lipid, yang

menyebabkan bakteri sangat tahan terhadap asam, sehingga disebut bakteri tahan
asam (BTA).
2. Manifestasi Klinis
a. Demam. Demam ringan lama yang biasanya bersifat demam ringan atau
subfebris, dapat disebabkan oleh adanya infeksi di organ apapun, menyerupai
demam influenza tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C.
Demam berfungsi sebagai salah satu pertahanan alami tubuh terhadap bakteri
dan virus yang tidak dapat hidup pada suhu lebih tinggi. Untuk demam rendah
secara normal akan hilang tanpa pengobatan, kecuali disertai oleh gejala lain,
seperti influenza dan bersifat hilang timbul. Dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Keringat malam sebenarnya merupakan gejala klinis yang penting pada pasien
TB dewasa. Produksi keringat pada malam hari pada saat tidur nyenyak
biasanya disebabkan oleh peningkatan metabolisme basal tubuh (basal
metabolic rate). Pada infeksi TB dewasa terjadi peningkatan tersebut sehingga
keluhan berkeringat malam pasti sering dijumpai.
c. Penurunan nafsu makan dan berat badan. Penurunan nafsu makan terjadi akibat
dispnea (susah bernapas), batuk berdahak, dan rasa mual yang umumnya
dialami oleh penderita TB. Kurangnya nafsu makan ini menyebabkan
penurunan cairan tubuh, massa otot, dan lemak yang bedampak terhadap
penurunan berat badan.
d. Batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). Batuk ini
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(non-produktif) kemudian setelah itu timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum) sampai berakibat batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah.
Jadi, gejala TB paru adalah batuk produktif yang berkepanjangan (lebih dari 3
minggu), nyeri dada, dan hemoptisis. Gejala sistemik termasuk demam,
menggigil, keringat malam, kelelahan, hilangnya nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
Gejala Paru
Gejala Sistemik
Dispnea
Kelelahan
Batuk produktif atau batuk tidak Mual (kehilangan nafsu makan)
Kehilangan berat badan
produktif
Demam di malam hari
Hemoptisis
Nyeri dada
Sesak pada dada

Adanya

bunyi

crackles

pada

auskultasi
Black, J.M (2005)

3. Patofisiologi
a. Penularan tuberculosis paru karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar
menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat bertahan dalam
udara bebas selama 1-2 jam (sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan
kelembaban).
b. Apabila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat,maka akan
menempel pada saluran napas atau jaringan paru (ukuran partikel < 5
mikrometer).
c. Kuman akan dihadapi oleh neutrofil kemudian makrofag.

d. Kebanyakan partikel akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari
percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya. Sedangakan
bila kuman menetap di jaringan paru maka akan berkembang di dalam
sitoplasma makrofag.
e. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberculosis
pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau focus Ghon .

f. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal), dan diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus yang
disebut limfadenitis regional.
g. Reaksi yang terjadi pada limfangitis lokal yang bersama dengan jaringan limfe
regional (limfadenitis regional) akan membentuk kompleks primer (ranke) yang
memakan waktu selama 3-8 minggu. Kompleks primer dapat menyebabkan :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic.
3.

Dapat terjadi reaktivitas lagi karena kuman yang dormant.


Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yaitu menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen, yaitu penyebaran infeksi lewat percabangan
bronkus dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke
laring (ulserasi laring) , maupun ke saluran pencernaan.
c. Secara limfogen, yaitu penyebaran melalui saluran limfe menyebabkan
adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tidak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan
menimbulkan tuberculosis milier.
d. Secara hematogen, yaitu aliran vena pulmonalis yang melewati lesi
paru dapat membawa atau mengangkut material yang mengandung
bakteri tuberculosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai organ
melalui aliran darah, yaitu tulang, kelenjar adrenal, otak, dan

meningen.
h. Semua kejadian ini tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer.
i. Kemudian kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul
bertahun-tahun

dan

menyebabkan

infeksi

sekunder

(tuberculosis

sekunder/tuberculosis pasca primer).


j. Hal ini dipicu karena beberapa faktor seperti kontak kembali dengan orang
yang TB aktif, usia, infeksi HIV, immunodepresi, penggunaan terapi
kortokosteroid dalam jangka panjang, berat badan rendah, dan penyakit seperti
diabetes dan gagal ginjal).
k. Tuberculosis sekunder dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regional
atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau inferior).
l. Dalam waktu 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yaitu suatu granuloma
yang terdiri dari sel-sel histioasit dan sel datia-langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

m. Granuloma ini berkembang dan meluas, menyebabkan hancurnya jaringan ikat


dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk
jaringan keju (nekrosis kaseosa).
n. Apabila jaringan keju dibatukkan keluar, akan terjadilah kavitas yang mulamula berdinding tipis, dan lama kelamaan dindingnya menebal karena infiltrasi
jaringan fibroblast dalam jumlah besar dan membentuk kavitas sklerotik
(kronik).
o. Terjadinya perkijuan dan kavitas disebabkan karena hidrolisis protein lipid dan
asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag.
p. Kavitas ini dapat menimbulkan efek, yaitu dapat :
- Meluas kembali menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas
masuk ke dalam peredaran darah arteri, maka akan terjadi TB Milier,
apabila tertelan masuk ke lambung atau ke usus akan menyebabkan TB
-

usus, dan bisa juga terjadi TB Endobronkial dan TB Endotrakeal.


Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, tetapi dapat aktif kembali

menjadi cair dan kavitas lagi.


Bersih dan menyembuh (open healed cavity). Dapat juga menyembuh
dengan membungkus diri menjadi kecil, kadang-kadang berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus, menciut, dan berbentuk seperti bintang (stellate
shaped).

Fig. 1: TB infection of macrophages in the broader view of tubercle formation in the


lung
[http://virtual.class.uconn.edu/~terry/Spring96/WebTB2/Groups/Group3/Final.html]

4. Pengkajian pada Sistem Pernapasan


a. Riwayat Kesehatan
Perawat harus mengkaji riwayat kesehatan klien secara umum, frekuensi dari penyakit
pernapasan seperti dispnea, bronkhitis, tuberkulosis, emfisema, batuk, asma dan
pneumonia. Selain itu, riwayat alergi dan terpajan udara berbahaya, riwayat merokok,
pengobatan, tes terakhir paru-paru, riwayat keluarga, riwayat batuk dan deskripsi
sputum, mengi, sesak napas, toleransi aktivitas, dan tingkat kelelahan (Timby, B. K.,
Scherer, J. C., & Smith, N. E., 1999).

b. Pengkajian Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan (normal,
dangkal, atau dalam), simetrisitas (simetris atau tidak simetris), penggunaan otot
asesoris, napas cuping hidung, fremitus (normal, menurun, atau meningkat), bunyi
napas (vesikuler, ronki, wheezing), dan karakteristik sputum.
c. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Secara patologis, manifestasi dini TB paru biasanya berupa suatu kompleks
kelenjar getah bening parenkim. Pada orang dewasa, segmen apeks dan posterior
lobus atas atau segmen superior lobus bawah merupakan tempat-tempat yang
sering menimbulkan lesi yang terlihat homogen dengan densitas yang lebih pekat.
Dapat terlihat juga adanya pembentukan kavitas dan gambaran penyakit yang
menyebar yang biasanya bilateral. Ketidaknormalan apapun pada foto dada
seseorang yang positif HIV dapat mengindikasikan adanya penyakit TB.
2. Pemeriksaan Bakteriologik
Pemeriksaan bakteriologik menggunakan pemeriksaan sputum atau dahak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Diagnosis TB Paru pada orang
remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA).
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis pada TB Paru:
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama pasien menurut Black (2005) dalam buku Medical surgical
Nursing clinical management for positive outcomes volume 2:
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi dan sumbatan
sputum.
2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan
produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
3) Kecemasan berhubungan dengan kesulitan bernapas dan takut mati lemas.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigen yang tidak adekuat dan dispnea.
5) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan nafsu
makan, penurunan kekuatan, dan dyspnea.
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan dyspnea dan stimulus external.
Intervensi Keperawatan dan Implementasi ( Black J.M, 2005)

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan ventilasi dan sumbatan


mukus
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan pertukaran gas yang adekuat yang ditandai dengan nilai
analisa gas darah (PaO2 lebih dari 60 mmHg, pHdalam batas normal, dan PaCO2
dalam batas dasar) atau saturasi oksigen lebih dari 90%, status mental dalam keadaan
normal,ansietas minimal.
Intervensi
Monitor

pola

dan

jumlah

Rasional
Dapat

menunjukkan

keadaan

pernapasan klien, nadi, saturasi

terburuknya sehingga menyebabkan

oksigen, hasil analisa gas darah dan

kematian

tanda

dan

gejala

hiperkapnia.

Laporkan jika ada perubahan.


Gunakan

terapi

oksigen

aliran

Oksigen

diberikan

rendah 1-3 liter permenit dengan

memperbaiki

FiO2 24%-31%) sesuai kebutuhan

Kelebihan

dengan oksigen nasal atau ventury

oksigen

mask.

dapat

untuk

hipoksemia.
pemberian

(FiO2

55%-70%)

mengurangi

kontrol

pernapasan

dan

meningkatkan
Bantu klien ke posisi high fowler

retensi

karbon dioksida
Posisi
tegak

lurus

meningkatkan
Berikan

bronkodilator

jika

dibutuhkan. Kaji efek samping

pengembangan

paru

dan

meningkatkan

pertukaran

udara.
Bronkodilator
mengistirahatkan otot halus
Hati hati saat menggunakan
opioid, sedatif, dan transquilizer.

bronkus, memfasilitasi aliran


udara. Efek samping yang
biasa
takikardi,

terjadi
dan

tremor,
tanda

disritmia jantung.
Depresan dapat
ventilasi.

lain

merusak

2) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan


produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.
Kriteria hasil :
Klien memiliki bersihan jalan napas yang adekuat yang ditandai dengan teknik batuk
efektif dan kepatenan jalan napas.
Intervensi
Rasional
Monitor suaras paru setiap 4-8 jam,
Adanya ronki pada jalan napas
sebelum dan setelah episode batuk.

dapat merusak kepatenan jalan


napas

Ajarkan

klien

untuk

mempertahankan hidrasi dengan

Hidrasi

membantu

menipiskan

sekret.

minum 8-10 gelas perhari (Jika


tidak

ada

kontraindikasi)

dan

meningkatkan kelembaban udara.


Ajarkan klien teknik batuk efektif

Teknik

batuk

efektif

dapat

menurunkan terjadinya kolaps jalan


napas dan mengurangi kecemasan
klien.
Ajarkan klien teknik spirometri 10

spirometri

adalah

pengukuran

kali per jam ketika bangun tidur.

objektif

terhadap

kedalaman

inhalasi

untuk

meningkatkan

ekspansi paru.
Lakukan

fisioterapi

dada

jika

Teknik

fisioterapi

dada

dibutuhkan dan minta klien atau

menggunakan usaha gravitasi dan

orang

gerak sehingga memudahkan dalam

lain

untuk

melakukan

fisioterapi dada.

mengelarkan dahak.

Kaji keadaan membran mukosa

Dahak mungkin ada di mulut ketika

oral dan tawarkan klien untuk

klien batuk, dan dengan perawatan

perawatan mulut setiap dua jam

mulut

maka

mengeluarkannya.
3) Kecemasan berhubungan dengan kesulitan bernapas dan takut mati lemas.

dapat

Kriteria hasil :
Klien akan menunjukkan peningkatan kenyamanan psikologis dan menunjukkan
penggunaan mekanisme koping yang efektif.
Intervensi :
Intervensi
Rasional
Dampingi klien selama episode
Yakinkan
sulit

bernapas

dan

berikan

kembali

klien

bahwa

bantuan ahli selalu ada jika klien

kenyamanan, secara meyakinkan

membutuhkan.

Berikan ketenangan , lingkungan

Mengurangi

yang aman dan tenang.

dapat meningkatkan relaksasi.

Selama episode akut, buka pintu

Perubahan

dan jendela dan batasi kunjungan

mengurangi persepsi klien tentang

dan

mati lemas.

batasi

kebutuhan

barang

stimulasi

eksternal

lingkungan

dapat

disekitar klien. Berikan kipas angin


jika klien merasa gerah.
Dorong klien dalam penggunaan

Perasaan

kontrol

diri

dan

teknik relaksasi

keberhasilan dalam bernapas dapat


mengurangi kecemasan klien.

Gunakan sedatif dan transquilizer

Pemberian sedasi yang berlebihan

dengan

dapat

hati-hati.

Metode

nonfarmakologi untuk menurunkan

menyebabkan

depresi

pernapasan.

kecemasan lebih digunakan.


4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigen yang tidak adekuat dan dispnea.
Kriteria hasil :
Klien akan mengembagkan toleransi aktivitas yang ditandai dengan mempertahankan
tingkat aktivitas realistis dan mendemonstrasikan teknik konservatif energi
Intervensi

Intervensi
Monitor

derajat

dispnea

Rasional
dan
Aktivitas

saturasi

oksigen

dengan

dan

mengikuti aktivitas

permintaan
ketidakmampuan

meningkatkan
oksigen

dan

menemukan

permintaan mengakibatkan dispnu


dan penurunan saturasi oksigen.

Hentikan atau kurangi aktivitas

Perubahan

yang

jantung dan sirkulasi menandakan

memicu

pernapasan,

perubahan

kegagalan

nadi

pada

pernapasan,

intoleransi aktivitas

kembali mendekati nilai normal


dalam 3 menit, merubah status
mental.
Pertahankan terapi oksigen sesuai

Penambahan oksigen membantu

kebutuhan selama aktivitas.

meringankan

latihan

dan

meningkatkan toleransi aktivitas.


Jadwalkan latihan aktif setelah

Fungsi paru maksimal selama

terapi

perode

oksigen

(contohnya

atau

medikasi

bronkodilator

dosis

lelah

pengobatan

dan

pengaruh obat.

inhaler).
Bantu klien dalam menjadwalkan

Peningkatan

peningkatan bertahap aktivitas dan

aktivitas

latihan harian.

kondisi paru dan jantung.

Anjurkan klien untuk menghindari

Faktor ini meningkatkan resistensi

keadaan

perifer

permintaan
merokok,

yang

meningkatkan

oksigen,
suhu

yang

seperti
ekstrim,

bertahap
fisik

dalam

meningkatkan

vaskular,

dimana

meningkatnya beban kerja jantung


dan kebutuhan oksigen.

kelebihan berat badan dan stres.


Instruksikan klien dalam teknik

Teknik konservasi memicu klien

energi konservatif, seperti kegiatan

untuk menyelesaikan tugas dengan

mondar mandir, menyelingi dengan

energi terbatas.

periode istirahat, dan pekerjaan


yang rendah energi.
Ajarkan klien untuk menggunakan

Latihan

pernapasan

menggunakan

aktivitas.

diagfragma

selama

bernapas
fungsi

maksimal
respirasi.

Bernapas dengan mengerucutkan


bibir

meninggalkan

tekanan

ekspirais dan inspirasi didalam


paru

dan

mempertahankan

membantu
jalan

napas

terbuka.
.
5) Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan nafsu makan, penurunan kekuatan, dan dyspnea
Kriteria Hasil :

Klien akan makan 75% makanan selama fase akut dan

mempertahankan berat badan dalam batas normal untuk pertumbuhan dan


mempertahankan nilai albumin, hemoglobin, dan prealbumin dalma batas normal.
Intervensi
Bersihkan

mulut

Rasional
sebelum Batuk dan produksi sputum dapat

klien

makan dan sesuai kebutuhan

menurunkan nafsu makan. Pernapasan


dimulut dpaat mengeringkan membran

mukosa.
Anjurkan klien untuk makan sedikit Makan dalam jumlah besar dapat
tapi

sering

dan

makanan membuat perut terasa penuh dan

mengandung tinggi protein tinggi membuat


kalori

ketidaknyamanan

pada

pernapasan. Makanan tinggi protein


dan

kalori

dibutuhkan

untuk

mempertahankan status nutrisi yang


meningkatkan kerja pernapasan.
Anjurkan klien untuk menghindari Makanan berrbentuk gas dapat
makanan

bergas,

seperti

kacang menyebabkan distensi abdomen dan

kacangan dan cabai.


kemudian merusak ventilasi.
Anjurkan klien untuk menggunakan Vitamin cair memberikan kalori tinggi
vitamin

cair

tinggi

kalori

jika dalam jumlah kecil.

dibutuhkan
Anjurkan klien yang hipoksemia Oksigenasi

adekuat

meningkatkan

untuk menggunakan oksegen nasal energi yang dibutuhkan saat makan.


kanul selama makan.
Konsultasikan dengan

ahli

gizi Klien

dengan

karbondioksida

dari

tentang jenis makanan yang dapat makanan yang tidak menghasilkan


dikonsumsi yang dapat menurunkan kelebihan CO2.
karbondioksida.
Monitor Intake
badan

dan

makanan,

serum

berat Perubahan berat badan menyatakan

hemoglobin, malnutrisi atau derajat nutrisi klien.

prealbumin, dan tingkat albumin.

Hemoglobin, prealbumin, dan albumin

menyatakan kecukupan intake protein.


6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan dyspnea dan stimulus eksternal
Kriteria Hasil :

Klien akan melaporkan perasaan kecukupan istirahat.

Intervensi
Meningkatkan
memberikan
tenang,

relaksasi

Rasional
dengan Lingkungan

lingkungan

yang merubah

meyakinkan

rumah

sakit

dapat

kenyamanan

dan

ventilasi mempengaruhi tidur klien. Gunakan

ruangan adekuat, dan mengikuti kebiasaan

sebelum

tidur

dapat

rutinitas tidur klien.


meningkatkan kenyamanan klien.
Jadwalkan aktivitas yang dapat Bagi kebanyakan orang, melengkapi 4
menunjang tidur

dari 5 siklus tidur ( 60-90 menit ) per


malam dapat meningkatkan perasaan
cukup istirahat klien.
Banyak jenis obat tidur, barbiturat,

Hindari penggunaan obat tidur

sedatif merusak siklus tidur.


Anjurkan klien untuk mengukur
untuk meningkatkan tidur :
a) Rencanakan

latihan

fisik Aktivitas

dapat

meningkatkan

pada pagi dan siang hari, kebutuhan klien untuk tidur dan klien
jagan lakukan istirahat di akan merasa lelah setelah beraktivitas.
sore hari.
b) Hindari

stimulan

seperti Stimulan

kafein.

metabolisme

dapat
dan

meningkatkan
menghambat

relaksasi.
c) Pertahankan jadwal tidur

Peningkatkan

relaksasi

secara

konsisten dan mencegah perubahan


jam tidur biologis sehingga tidak
terjadi perubahan irama sirkadian.
d) Makan

makanan

protein sebelum tidur

tinggi Pencernaan

protein

menghasilkan

triptopan, asam amino mempengaruhi


sedatif.

e) Gunakan teknik relaksasi Kesulitan tidur dapat berkurang jika


seperti meditasi masase, dan klien merasa nyaman.

berendam air hangat.


Pengobatan
Pengobatan TB terutama berupa pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu lama.
obat-obat ini juga dapat digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis. Pengobatan
TB dikenal dengan istilah combine, continued, prolonged (Hood Alsagaf, 1989). Obat yang
digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :
Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir,

sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.


Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan
Kanamisin.
Nama Obat
Dosis Harian
BAKTERISIDAL
Streptomisin (S)
15-25 mg/kg
bb/hari (0,75-1
gr)

Efek Samping

Aktivitas

Toksik terhadap
nervus
vestibular

Isoniazid (H)

Neuritis perifer
hepatotoksik

Ekstraseluler
aktif pada ph
netral atau
biasa
Ekstraseluler
intraseluler

Rifampisin (R)

5-11 mg/kg
bb/hari (300400 mg)
10mg/kg
bb/hari (450600 mg)

Pirazinamid (Z)

30-35 mg/kg
bb/hari (1,5-2
gr)
BAKTERIOSTATIK
Etambutol (E)
15-25 mg/kg
bb/hari (9001200 mg)

Etionamid
(sekunder)

15-30 mg/kg
bb/hari (0,75-1
gr)
Paraaminosalisilat 150 mg/kg
(sekunder)
bb/hari (1012mg)

Hepatotoksik
Nausea
Vomitting
Flu like
syndrome
Huperuricaemia
Hepatotoksik

Ekstraseluler
intraseluler

Optik neuritis
Skin rash

Ekstraseluler
Intraseluler
Menghambat
timbulnya
mutan yang
resisten

Nausea
Vomitting
Hepatotoksik
Gastritis
Hepatotoksik

DAFTAR PUSTAKA

Aktif dalam
suasan asam
(intraseluler)

Fatigue
Ekstraseluler

Black, J.M., and Hawks, J.H. (2005). Medical Surgical Nursing Clinical Management For
Positive Outcomes Volume2 (7th Ed). Elvesier: St.Louis Missouri
Brunner & Suddarth. (2008). Textbook Of Medical Surgical Nursing. Philadelphia. USA
Price, S.A., and Wilson, L.M., (2002). Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes 6th Edition. Elvesier: Mosby

Anda mungkin juga menyukai