Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUA DIABETES MELITUS

oleh Dara Mustika, 1106020466


I.

Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kondisi patologis dimana glukosa darah
sangat tinggi akibat gangguan fungsi insulin serta tergolong penyakit
sistemik, kronis dan multifaktorial (Baradero,2009). Penyakit ini
berhubungan erat dengan gangguan vaskular, gangguan neuropati dan lesi
dermopatik yang dapat berkembang menjadi ketoasidosis (KAD), syok,
edema serebral hingga berujung pada kematian. Diabetes Mellitus dapat
menyerang individu mulai dari usia dini (sekitar 4 tahun) sampai usia
dewasa maupun lansia. Kronologi penyakit ini biasanya tidak dianggap
serius sehingga penderita DM tidak menyadari bahaya penyakit tersebut
sampai merasakan gejala yang tergolong berat.
Penyakit diabetes mellitus melibatkan pankreas sebagai organ yang
mengsekresi hormon insulin. Insulin diproduksi oleh sel-sel beta di area
yang disebut sebagai Pulau Langerhans di pankreas. Produk insulin berasal
dari molekul proinsulin yang merupakan senyawa peptida yang berikatan
dengan senyawa disulfida. Insulin dilepaskan ke dalam aliran darah ketika
terjadi peningkatan kadar glukosa darah sewaktu atau glukosa darah puasa
meningkat (nilai GDS: 100-120 mg/dl dan GDP: 70-90 mg/dl). Kondisi
yang menginduksi pelepasan insulin adalah peningkatan kadar glukosa
darah segera setelah makan (Corwin, 2008).
Insulin bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor insulin yang terdapat
di hampir seluruh sel dalam tubuh. Ketika kadar glukosa darah meningkat,
insulin
melepaskan
molekul
protein
kinase
yang
disebut
glukosatransportase. Selanjutnya, glukosatransportase akan mengikat
glukosa dalam darah sehingga membentuk ikatan glukosatransportaseglukosa (transporter glukosa gut 4). Ikatan ini menyebabkan glukosa terlarut
ke dalam sel dan kemudian mengalami pemecahan melalui siklus kreb
untuk menghasilkan energi dan dipakai untuk aktivitas tubuh. Sejumlah
glukosa yang berlebih selanjutnyadiubah ke dalam bentuk glikogen dan
disimpan di dalam otot. Selain itu, insulin juga berfungsi untuk
meningkatkan transpor asam amino ke dalam sel untuk mensintesis protein
dan mencegah terjadinya glukoneogenesis yaitu sintesis glukosa oleh hati
dengan memecah karbohidrat, lemak dan protein. Ketika kadar glukosa
darah menurun, saraf simpatis mengirimkan stimulus ke pankreas sehingga
produksi insulin dihentikan (Corwin, 2008).
Selain insulin, pankreas juga mensintesis hormon glukagon dan
somatostatin. Glukagon adalah hormon antagonis insulin yang di hasilkan
oleh sel-sel alpha Pulau Langerhans. Glukagon diekresikan ke dalam darah
pada kondisi puasa untuk memenuhi kebutuhan glukosa otak melalui proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis. Pada diabetes mellitus, glukagon
menjadi faktor yang memperburuk kondisi tersebut karena efek glukagon

menyebabkan pelepasan glukosa ke dalam darah secara terus menerus


(Corwin, 2008).
2.

Etiologi
Berdasarkan etiologi, Diabetes Mellitus diklasifikasikan sebagai berikut
(American Diabetes Association, 2007):
Diabetes Mellitus Tipe I (Jivenile onset atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus)
DM tipe 1 merupakan kondisi dimana sel-sel beta pankreas tidak mampu
menghasilkan insulin atau jumlah yang dihasilkan sangat sedikit akibat
kerusakan 80% sel-sel beta tersebut. Para ahli dari American Diabetes
Assosiation menyatakan bahwa DM tipe 1 terjadi akibat autoimunitas dan
faktor lingkungan (seperti paparan radiasi atau toksin) yang menyerang
sistem imun. Kondisi patologis tersebut menyebabkan sistem imun
menganggap glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas
sebagai antigen sehingga leukosit dilepas dan mengakibatkan destruksi selsel beta dengan memproduksi Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 dan
DR4. Selain akibat autoimun, DM tipe 1 juga dapat disebabkan oleh virus
yang menyerang selama masa kehamilan dan faktor idiopatik yang dimana
HLA tidak ditemukan dalam tubuh tetapi kerusakan sel beta tetap terjadi.

Diabetes Mellitus Tipe II (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus)


Diabetes tipe ini merupakan akibat dari gaya hidup diabetagonik (gaya
hidup dengan konsumsi kalori tinggi dengan aktivitas minimum) dan faktor
genetik. Variasi dari DM tipe 2 adalah resistensi insulin dan defisiensi
insulin relatif. Resistensi insulin merupakan kondisi dimana jumlah insulin
normal tetapi tidak mampu merangsang respon reseptor insulin di sel-sel
tubuh dan hati. Sedangkan defisiensi insulin relatif merupakan kondisi
dimana insulin yang disekresikan oleh pankreas tidak mencukupi atau
mengalami keterlambatan. Kedua variasi DM tersebut dapat disebabkan
oleh hiperglikemia kronik yang menyebabkan kerusakan sensitivitas
reseptor insulin di sel tubuh dan gangguan fungsi sel-sel beta.

Diabetes Gestasional: diabetes sebagai dampak dari kehamilan yang


manifestasinya akan hilang ketika proses kehamilan berakhir.

Diabetes tipe lain


Diabetes ini seringkali disebabkan oleh:
1. Defek genetik pada fungsi sel beta (kromosom 12/ HNF alpha,
kromosom 7/glukokinase dn kromosom 20 HNF 4 alpha
2. Defek genetik pada kerja insulin
3. Penyakit pada pankreas
4. Efek samping obat: vacor, pentamidine, asam nikotinat, glukokortikoid,
hormon tiroid, tiazis, dilantin dan interferon alpha.
5. Infeksi: rubella kongenitas dan CMV
6. Sindrom genetik: sindrom down, klenefelter, huntington, chorea dan
prader willi
2

Faktor Risiko Diabetes Mellitus antara lain:


1.
Ras/etnik
2.
Riwayat keluarga
3.
Obesitas
4.
Usia
5.
Riwayat kelahiran premature (BBLR)
6.
Kurang Aktivitas Fisik
7.
Diet tinggi glukosa, karbohidrat dan lemak serta kurang intake serat
3. Manifestasi Klinis DM
Manifestasi klinis DM terdiri dari (Baradero, 2006):
1.
Gejala akut:
Glikosuria: konsentrasi glukosa yang tinggi dalam darah akan
menyebabkan peningkatan permeabilitas tubulus ginjal dalam
mereabsorpsi glukosa. Pada penderita DM kronik, tubulus ginjal akan
mengalami peningkatan ambang reabsorpsi glukosa yang membebani
kerja ginjal sehingga ginjal mengalami kejenuhan (saturasi). Pada
akhirnya, kelebihan glukosa tidak dapat dikembalikan ke dalam vaskular
melalui reabsorbsi sehingga kelebihan glukosa akan dikeluarkan dari
ginjal. Konsentrasi glukosa yang tinggi dalam urin disebut glukosuria.
Poliuria: poliuria disebabkan oleh tingginya kadar glukosa dalam darah.
Ketika mencapai ginjal, konsentrasi glukosa yang berlebihan akan
dikeluarkan dari tubuh. Glukosa memiliki sifat osmotik aktif yang artinya
mampu membentuk ikatan yang kuat dengan air sehingga semakin tinggi
kadar glukosa dalam darah, semakin banyak glukosa yang akan
dikeluarkan dari tubuh sehingga semakin banyak pula cairan yang akan
dikeluarkan
Polidipsia: pengeluaran urin dalam jumlah banyak akan menmberikan
stimulus pada pusat osmoregulasi sehingga terjadi peningkatan rasa haus.
Polidipsia: walaupun jumlah glukosa tinggi, glukosa tersebut tidak dapat
dimasukkan ke dalam sel sehingga sel mengalami hipoglikemi atau
kelaparan. Kondisi tersebut menginduksi rasa lapar yang terjadi secara
terus menerus.
Penurunan berat badan drastis
Mual dan muntah
Kelelahan: akibat katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sel
untuk menggunakan glukosa sebagai energi
2.
Gejala kronik
Kesemutan, baal (kehilangan sensasi) dan kram
Gangguan penglihatan
Penyembuhan luka yang lambat
Pruritus, terutama di sekitar area perineum
Gigi mudah lepas
Penurunan kemampuan seksual
Mudah mengantuk

4.Komplikasi DM
Komplikasi akut:
1.
Ketoasidosis diabetikum(KAD)
2.
Hipertensi
3.
Koma nonketotik hiperglikemia hiperosmolar
4.
Hipoglikemia sel
5.
Efek somogyi
6.
Fenomena fajar
Komplikasi kronik:
1.
Komplikasi kardiovaskular
Komplikasi mikrovaskular
a.
Hipertensi
b.
Gagal ginjal akibat glomerulonefritis
c.
Retinopati diabetikum
d.
Neuropati diabetikum
Makrovaskular
a.
MCI dan CVD
b.
Penurunan perfusi perifer menyebabkan gangguan reaksi imun seiring
dengan penurunan perfusi darah.
c.
Edema anasarkan dan ascites
d.
Edema dan hernia serebral
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN DM
A.

PENGKAJIAN ANAMNESIS
Penyakit vaskular: iskemia jantung (MI, angina, CCF)
Penyakit vaskular perifer (ulkus, impotensi, nyeri saat beristirahat)
Riwayat retinopati, ketajaman penglihatan, terapi laser
Disfungsi ginjal (proteinuria, mikroalbuminuria)
Neuropati perifer/otonom
Diet, berat badan dan olahraga pasien
Merokok/komsumsi alkohol
Sedang menjalani terapi diabetes (diet saja, obat-obatan hipoglikemia oral,
atau insulin)
Pernah mengkomsumsi obat diabetogenik (kortikosteroid, siklosporin)
Ada anggota keluarga yg mengalami DM

B.
o

PEMERIKSAAN FISIK
P e n g k a j i a n H

1
2

Status kesehatan umu m


Kepala, leher dan mat a

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda-tanda vital.
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh?

3
4
5
6
7
8
9
1
1
1
1

M
u
l
u
t
Akitivitas/ Istirahat
S i r k u l a s i
I n t e g r i t a s E g o
E l i m i n a s i
Makanan/ Cairan
N e u r o s e n s o r i
Nye ri/ Kenya ma na n
Sistem Gastrointestina l
Sistem Muskuloskeletal
Sis t e m Ka r di ova s kule r

Lidahseringterasatebal, ludahmenjadilebihkental, gigimudahgoyah, gusimudahbengkakdanberdarah.


Letih, lemah, sulitbergerak atau berjalan, kramotot, tonus ototmenuru n
Sering kesemutanpadaekstremitas, ulkus pada kaki yangpenyembuhannya lama, takikardi, perubahantekanandarah .
S t r e s s ,
a n s i e t a s .
Perubahanpolaberkemih (poliuria, nokturia, anuria ), diare .
Anoreksia, mualmuntah, tidakmengikuti diet, penurunanberatbadan, sering haus, penggunaandiuretik.
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi, pusing, sakit kepala, kesemutan.
Abdomen tegang, nyeri (sedang/berat )
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi badan, cepa lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi atau bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegali.

1)
-

2)
3)
4)

0
1
2
3

Inspeksi
Adanya tanda kurang cairan:
Kulit : keadaan kulit kering,turgor kulit buruk, kadang ada edema &
memar, lesi sulit sembuh.
Kepala : keadaan rambut kering, warna rambut merah, apa ada cedera
kepala atau tidak.
Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi
pupil terhadap cahaya kemampuan penglihatan berkurang (DM).
Mulut : gigi mudah patah atau goyang, mukosa mulut dan bibir kering
(DM).
Leher : bagaimana keadaan leher, kelenjar tiroid.
Auskultasi: bising usus: peristaltik usus meningkat akibat hipoglikemi sel.
Perkusi: daerah hepar, limpa, kandung kemih, perkusi ginjal
Palpasi: kulit teraba kering dan dingin akibat gangguan perfusi perifer, nadi
meningkat akibat peningkatan aktivitas jantung, pada kondisi komplikasi
CHF terjadi peningkatan JVP.

C. PEMERIKSAAN LAB
1. Pemeriksaan darah
Tes Gula Darah Puasa
Untuk menegakkan diagnosa menderita diabetes tipe 2, pasien akan diminta
untuk melakukan test gula darah puasa atau FPG (Fasting Plasma Glucose
Test). Test ini lebih disukai untuk mendiagnosa diabetes karena, menurut the
American Diabetes Association (ADA), lebih mudah melakukannya, nyaman,
dan lebih murah dibanding berbagai jenis test lainnya. Sebelum melakukan test
ini pasien diharuskan berpuasa minimal 8 jam. Pada saat test, darah pasien
akan diambil dan dikirim ke laboratorium untuk dianalisa. Gula darah puasa
yang normal adalah antara 70-100 mg/dl, untuk orang yang tidak menderita
diabetes. Jika gula darah puasa menunjukkan lebih besar atau sama dengan 126
mg/dL maka didiagnosa menderita diabetes.
5

Tes Gula Darah 2 jam setelah makan/pospandrial (glukosa darah


sewaktu)
Test ini berguna untuk mengevaluasi adekuat atau tidaknya respon insulin
terhadap pemasukan karbohidrat. Pengonsumsian makanan akan meningkatkan
kadar gula darah, yang dapat menstimulasi pelepasan insulin. Kadar insulin
memuncak paling sedikit 1 jam sesudah makan dan akan normal kembali
dalam 1,5 2 jam sesudah makan. Kadar glukosa darah 2 jam postpandrial
normal adalah 150-170 mg/dl. Kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis DM.
Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Jika gula darah puasa menunjukkan keadaan normal tetapi pasien menunjukkan
faktor-faktor risiko atau gejala-gejala diabetes, maka akan dilakukan test
toleransi glukosa oral. Orang-orang ini mungkin menderita Toleransi Glukosa
Terganggu (IGT=Impaired Glucose Tolerance). Tes Toleransi Glukosa Oral
(OGTT= Oral Glucose Tolerance Test) merupakan metode pengukuran gula
darah yang dapat mengidentifikasi kondisi IGT secara akurat. Tes OGTT
disarankan untuk dilakukan oleh seseorang yang yang memiliki kadar gula
darah puasa 110-125 mg/dL untuk menentukan kepastian status toleransi
glukosanya.
Cara pelaksanaan TTGO (WHO 2010)
- 3 (tiga) hari sebelumnya makan seperti biasa
- kegiatan jasmani secukupnya, seperti yang biasa dilakukan
- puasa semalam, selama 10-12 jam
- kadar glukosa darah puasa diperiksa
- diberikan glukosa 75 gram atau 1,75 gram/kgBB, dilarutkan dalam air 250
ml dan diminum selama/dalam waktu 5 menit
- diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa; selama
pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
Hasil TTGO
- TGT (toleransi glukosa terganggu): ditegakkan bila setelah pemeriksaan
TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199
mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).
- GDPT (glukosa darah puasa terganggu): ditegakkan bila setelah
pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6
6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.
GlycosylatedHemoglobin (HbA1c)
HbA1C adalah pemeriksaan penunjang diabetes melitus yang ditujukan untuk
menilai control glikemik seorang pasien. HbA1c adalah salah satu bagian
hemoglobin (bagian sel darah merah) yang berikatan dengan glukosa secara
enzimatik. HbA1c ini menunjukkan kadar glukosa dalam 3 bulan terakhir,
karena sesuai dengan umur eritrosit (sel darah merah) yaitu 90-120 hari. Nilai
HbA1c yang baik adalah 4-6%. Nilai 6-8% menunjukkan control glikemik
sedang; dan lebih dari 8%-10% menunjukkan kontrol yang buruk. Selain itu,
HbA1c juga dapat meramalkan perjalanan penyakit, apakah pasien berpeluang
besar mengalami komplikasi atau tidak; berdasarkan kadar kontrol
glikemiknya.
6

Urine
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat
melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( ++
+ ),dan merah bata ( ++++ ).
Rencana Asuhan Keperawatan Klien dengan DM
Dx 1: ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d asupan diet dan pemantauan
glukosa darah yang tidak adekuat
Kriteria evaluasi:

Tingkat pemeliharaan kadar glukosa didalam plasma dan urin dalam rentang
normal

Kadar glukosa darah stabil, yang dibuktikan oleh kadar glukosa,


hemoglobin glikosolasi, glukosaurin, dan keton urin tidak ada
penyimpangan dari rentang normal

Faktor risiko terkendali, dibuktikan oleh Manajeman Mandiri Diabetes yang


diterapkan secara konsisten

Pasien akan menunjukkan prosedur yang benar untuk memeriksa kadar


glukosa darah

Pasien akan mematuhi rekomendasi diet dan latihan fisik


Intervensi:

Manajemen hiperglikemi: mencegah dan menangani kadar glukosa darah


diatas nilai normal

Mengumpulkan, menginterprestasi, dan menyintesis data pasien secara


terarah dan kontinu

Membantu pasien untuk memahami informasi yang berhubungan dengan


proses penyakitnya

Mempersiapkan pasien untuk mengikuti dengan benar program diet

Mempersiapkan pasien untuk menerima program medikasi secara aman dan


memantau efeknya
Dx 2: Ketidakseimbangan nutrisi: lebih dari kebutuhan b.d intaka nutrisi
lebih dari kebutuhan
Kriteria Evaluasi:

Memperlihatkan tingkat ketersediaan zat gizi memenuhi kebutuhan


metabolik serta tingkat energi yang adekuat

Asupan makanan dan cairan melalui oral tidak berlebihan

Pengendalian berat badan, tindakan personal untuk mencapai dan


mempertahankan berat badan yang optimal dalam batas normal

Memiliki nilai laboratorium (missal transferrin, albumin, dan elektrolit)


dalam batas normal
Intervensi:

Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Identifikasi perubahan pola makan.

Kerjasama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet
diabetik.
7

Memfasilitasi perubahan perilaku


Mencegah dan menangani pembatasan diet yang sangat ketat dan aktivitas
berlebihan atau memasukkan makanan dan minuman dalam jumlah banyak
kemudian berusaha mengeluarkan semuanya
Membantu atau menyediakan asupan makanan dan cairan dengan diet
seimbang
Memberi bantuan dengan proses interaktif yang berfokus pada kebutuhan
untuk modifikasi diet
Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mencegah atau
meminimalkan efek samping dari terapi diet

Dx 3: kerusakan integritas kulit b.d gangguan sirkulasi sistemik, kekurangan


atau kelebihan nutrisi dan intoksikasi internal

Perawatan luka yang adekuat yang adekuat

Mencegah dan mendeteksi dini proses infeksi

Menganjurkan klien untuk mengubah posisi untuk mengurangi edema dan


mencegah munculnya luka tekan

Elevasi ekstremitas bawah untuk memperbaiki aliran balik vena dan


mengurangi edema

Memastikan laken dan pakaian klien tetap kering dan bersih untuk
mencegah infeksi lebih lanjut

Kolaborasi pemberian obat topikal untuk mencegah kerusakan kulit

Kolaborasi pemberian antibiotik


FARMAKOLOGI PADA PASIEN DIABETES MELITUS
1.
-

Obat Hipoglikemik Oral


Sulfonilurea bekerja dengan merangsang pelepasan insulin dari sel-sel
dalam pankreas, mengurangi kadar glukagon serum, dan meningkatkan
insulin pada jaringan-jaringan target. Golongan sulfonilurea generasi
pertama adalah asetoheksamid, klorpropamid, tolbutamid, dan tolazamid
sedangkan generasi kedua adalah glimepirid, glipizid dan gliburid. Efek
samping dari sulfonilurea adalah hipoglikemia, ruam kulit, anemia,
gangguan gastrointestinal dan kolestasis.
Biguanida bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin di hati
dan jaringan. Metformin adalah salah satu obat golongan biguanida. Efek
samping dari metformin adalah gangguan pencernaan berupa mual/muntah,
penurunan nafsu makan karena peningkatan rasa kenyang dang penurunan
berat badan. Karena itu, biasanya metformin diberikan dengan titrasi lambat
atau diberikan setelah makan.
Glinida (nateglinida dan repaglinida) juga merangsang pelepasan insulin
dari pankreas.
Inhibitor -glukosidase (akarbose dan miglitol) diberi sebutan bloker
tepung. Inhibitor-inhibitor ini meningkatkan waktu yang diperlukan untuk
absorpsi karbohidrat dengan menunda pemecahan sukrosa dan glukosa
kompleks sehingga mengurangi kadar glukosa puncak setelah makan. Efek
samping obat ini adalah faltulance dan kembung.
8

Obat hipoglikemik per-oral biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe


II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan kadar gula darah dengan cukup.
Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari), meskipun
beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik
per-oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin
perlu diberikan suntikan insulin.
a.

Terapi Insulin
Insulin adalah hormon alami yang dikeluarkan oleh pankreas. Insulin
dibutuhkan oleh sel tubuh untuk mengubah dan menggunakan glukosa darah
(gula darah), dari glukosa, sel membuat energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsinya. Pasien diabetes mellitus (kencing manis) tidak
memiliki kemampuan untuk mengambil dan menggunakan gula darah,
sehingga kadar gula darah meningkat. Pada diabetes tipe I, pankreas tidak
dapat memporduksi insulin. Sehingga pemberian insulin diperlukan. Pada
diabetes tipe II, pasien memproduksi insulin, tetapi sel tubuh tidak
merespon insulin dengan normal. Namun demikian, insulin juga digunakan
pada diabetes tipe II untuk mengatasi resistensi sel terhadap insulin.
Tabel 1. Macam-macam Insulin dan Cara Kerja dalam tubuh
J e n i s
I n s u l i n Aturan Pengaturan Gula Darah
R a p i d
A c t i n g
Digunakan bersamaan makan. Jenis ini digunakan bersamaan dengan jenis insulin longer-acting.
Onset 15-30 menit
Peak 30-90 menit
Duration 1-5 jam
S h o r t
A c t i n g
Digunakan untuk mencukupi insulin setelah makan 30-60 menit.
Onset -1 jam
Peak 2-5 jam
Duration 2-8 jam
In te r me d i at e - A c ti ng
Digunakan untuk mencukupi insulin selama setengah hari atau sepanjang malam. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting atau sh ort-acting.
Onset 1-2 jam
Peak 3-12 jam
Duration 18-24 jam
L o n g - A c t i n g
Digunakan untuk mencukupi insulin seharian. Jenis ini biasa dikombinasi dengan jenis rapid-acting atau short-acting.
Onset -3 jam
Peak 6-20 jam
Duration 20-36 jam
P r e - M i x e d *
Produk ini biasanya digunakan dua kali sehari sebelum makan. Premixed insulin adalah kombinasi dengan proporsi yang spesifik insulin intermediate-acting dan insulin short-acting insulin di satu botol atau insulin pen.
Onset 10-30 menit
Peak -12 jam
Duration 14-24 jam lebih

Pemilihan tipe insulin tergantung pada beberapa faktor, yaitu :


1. Respon tubuh individu terhadap insulin (berapa lama menyerap insulin ke
dalam tubuh dan tetap aktif di dalam tubuh sangat bervariasi dari setiap
individu)

2. Pilihan gaya hidup seperti : jenis makanan, berapa banyak konsumsi


alcohol, berapa sering berolah raga, yang semuanya mempengaruhi tubuh
untuk merespon insulin.
3. Berapa banyak suntikan per hari yang ingin dilakukan.
4. Berapa sering melakukan pengecekan kadar gula darah.
5. Usia
6. Target pengaturan gula darah.
`Pada tabel dideskripsikan berbagai insulin dan cara kerjanya dalam tubuh.
Sebagai keterangan, insulin injeksi dengan data; onset (lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk insulin mencapai darah dan mulai menurunkan kadar gula
darah, peak (periode waktu dimana insulin paling efektif menurunkan gula darah)
dan duration (berapa lama insulin terus menurunkan kadar gula darah). Ketiga
faktor ini mungkin bervariasi, tergantung respon tubuh seseorang. Kolom terakhir
menjelaskan bagaimana hubungan jenis insulin dengan waktu makan.
Dalam rangka mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan insulin
dengan karakteristik menyerupai orang sehat, yaitu kadar insulin yang yang sesuai
dengan kebutuhan basal dan prandial. Pemberian insulin basal, selain insulin
prandial, merupakan salah satu strategi pengobatan untuk memperbaiki kadar
glukosa darah puasa atau sebelum makan. Cara pemberian insulin basal dapat
dilakukan dengan pemberian insulin kerja cepat drip intravena (hanya dilakukan
pada pasien rawat inap), atau dengan pemberian insulin kerja panjang secara
subkutan.
Jenis Diet dan Faktor yang Menyebabkan Diabetes Mellitus
Pada klien diabetes, kemampuan tubuh untuk bereaksi terhadap insulin dapat
menurun atau pancreas dapat menghentikan sama sekali produksi insulin. Hal ini
berdampak pada metabolism tubuh sehingga terjadi diabetes.Prinsip diet pada
diabetes tipe 2.
Diabetes mellitus tipe 2
Intervensi gizi yang bersifat preventif untuk mengurangi risiko terjadinya DM tipe
2 harus berfokus pada :
1. Pencegahan obesitas pada pasien pasien berisiko diabetes
2. Asupan serat pangan 25 gram/1000kalori, khususnya serat larut atau solubel
dapat membantu mengendalian kadar glukosa darah dan menambah rasa
kenyang
3. Menghindari asupan kalori yang berlebihan
4. Olahraga teratur (yaitu 3 kali seminggu atau lebih selama waktu >30 menit
dengan intensitas 50-60% dari frekuensi jantung maksimal 220-usia) ternyata
dapat mencegah atau menunda onset diabetes pada mereka yang mempunyai
predisposisi untuk terkena penyakit ini
Dengan demikian, terapi nutrisi untuk pengendalian glukosa darah pada pasienpasien DM tipe 2 mencakup :
1. Jadwal makan yang teratur; jumlah kalori dari makanan sesuai dengan
kebutuhan dan jenis makanan dengan indeks glikemik yang tinggi harus
dibatasi
10

2. Asupan kolesterol <300 mg karena pasien DM tipe 2 memiliki risiko tinggi


untuk terkena penyakit kardiovaskuler. Pada pasien diabetes dengan
dislipidemia, asupan kolesterol bahkan harus <200 mg per hari
3. Asupan serat 25 gram/hari; meningkatkan konsumsi serat pangan yang larut
maupun tak larut
4. Menghindari suplemen niasin yang berlebihan karena dapat meningkatkan
kadar glukosa darah. Suplemen ini biasanya digunakan untuk mengendalikan
kadar kolesterol darah.
5. Pengendalian berat badan
6. Olah raga aerobic yang teratur
7. Pemantauan kadar glukosa darah
Preskripsi diet :
1. Makan 3 kali makanan utama dan 2-3 cemilan per-hari dengan interval waktu
sekitar 3 jam
2. Makan cemilan yang rendah kalori dengan glikemik yang rendah dan indeks
kekenyangan yang tinggi seperti kolang kaling, cincau, agar-agar, rumput laut,
pisang rebus, kacang hijau serta kacang-kacang alinnya sayuran rendah kalori
dan buah-buah yang tidak manis (apel, belimbing, jambu) serta alpukat.
Makanan berserat seperti apel dengan kulitnya, setiap hari merupakan
kebiasaan ngemil yang baik.
3. Hindari kebiasaan minum sari buah secara berleihan khusunya pada pagi hari
dan gantikan dengan minuman berserat dari kelompok sayuran yang rendah
kalori seperti blender tomat, ketimun dan labu siam yang sudah direbus.
4. Sertakan rebusan buncis buncis dan sayuran lain yang dapat membantu
mengendalikan glukosa darah dalam menu sayuran anda sedikitnya dua kali
sehari.
5. Biasakan darapan dengan sereal tinggi serat, sperti havermut, kacang hijau,
jagung rebus atau roti berkatul setiap hari
6. Makanan pokok bisa bervariasi antara nasi (sebaiknya nasi beras merah/ beras
tumbuk), kentang, roti (sebaiknya roti bekatul/ white wheat bread) dan jagung.
7. Hindari penambahan gula pasir pada minum (kopi, teh) dan makanan sereal.
8. Makanan cemilan dan minuman bebas gula yang tersedia dipasaran seperti
cookies diet, coke diet, dapat digunakan jika diinginkan teapi jangan
mengkonsumsinya secara berlebihan.
9. Biasakan membuang lemak/gaji dari daging merah yang dapat diganti dengan
daging merah yang dapat diganti dengan daging ikan berlemak karena
kandungan kolesterol yang tinggi dalam bahan makanan hewan ini.
10. Gunakan minyak goring dalam jumlah terbatas (kurang lebih setengah sendok
makan untuk sekali makan). Biasakan memasak dengan cara menumis,
merebus, memepes, memanggang, serta menanak dan hindari kebiasaan
menggoreng makanan dengan banyak minyak
11. Biasakan makan makanan vegetarian pada waktu santap malam
12. Dalam membuat menu yang menggunakan telur, setiap merah telur dapat
diganti dengan dua buah putih telur, santan dapat diganti dengan susu skim
dan minyak diganti dengan saus apel. Untuk menu yang memerlukan kecap,
gunakan kecap diet dalam jumlah terbatas
13. Nasihat diet lainnya dapat dimintakan dari ahli gizi/diet
14. Biasakan berjalan sedikitnya 3 kali seminggu selama >30 menit
11

15. Khusus bagi penyandang DM yang ingin bepuasa.


DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M., Dayrit, M.W., dan Siswadi, Y. (2009). Klien Gangguan Endokrin:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Cowrin, E.J. (2007). Buku Saku Patofisiologi, Edisi Ketiga. Terj. Nike Subhekti.
Jakarta: EGC
Fiscbbach, Frances Talaska. (1996). A Manual of Laboratory & Diagnostic Test,
fifth edition. Philadelphia : Lippincott.
Hartono, Andri. (2004). Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit Ed, 2. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Ed.8, Vol.2. (alih bahasa: Agung Waluyo, et al).
Jakarta: EGC.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2001). Brunner & Suddarts Textbook of MedicalSurgical Nursing. Philadelphia : Lippincott Inc
Stringer, Janet L. (2008). Konsep Dasar Farmakologi: Panduan untuk Mahasiswa
Edisi 3. (terj. Huriawati Hartanto). Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M , Nancy R. Ahern. (2009). Buku Saku : Diagnosis
Keperawatan edisi 9.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

12

Anda mungkin juga menyukai