Anda di halaman 1dari 52

Dalam memutuskan penatalaksanaan kepada pasien gagal jantung, dokter menggunakan

sebuah konsep klasifikasi dari NYHA (New York Heart Association)/Perkumpulan


Jantung New York. Klasifikasi ini berdasarkan tanda dan gejala pada pasien dalam
kehidupannya sehari-hari.
Class

Gejala pada Pasien

Class I (ringan)

Tidak ada batasan dalam aktivitas


fisik, Aktifitas yang biasa, tidak
menimbulkan kelelahan, dada
berdebar-debar serta dyspneu
(nafas pendek)

Class II (ringan)

Batasan ringan dalam aktivitas


fisik. Aktivitas yang biasa
menimbulkan kelelahan, dada
berdebar-debar serta dyspneu
(nafas pendek)

Class
(sedang)

Class IV (berat)

III

Batasan sedang dalam aktivitas


fisik. Nyaman kalau beristirahat.
Beraktivitas sedikit saja sudah
menimbulkan kelelahan, dada
berdebar-debar serta dyspneu
(nafas pendek)
Sudah tidak dapat beraktifitas
dengan normal lagi tanpa
ketidaknyamanan. Tanda-tanda
gangguan pada system
kardiovaskular muncul dengan
kuat. Apabila pasien beraktifitas,
ketidaknyaman akan langsung
muncul

Sebetulnya, kalau kita telaah lebih lanjut dari sudut pandang keperawatan, konsep
NYHA di atas, berhubungan langsung dengan diagnosa Intoleransi Aktivitas. Yang
unik dalam pengklasifikasian ini adalah, dokter melihatnya dalam sudut pandang
pasien, melihat respon pasien. Yang mana, konsep seperti itu sebetulnya adalah
cara perawat dalam mengkaji dan diagnosa keperawatan.
Akan tetapi, kalau kita bandingkan, pada diagnosa Intoleransi Aktivitas, kita lihat
belum ada tingkatan-tingkatan yang membedakan antara pre Intoleransi aktivitas
dan mana yang sudah intoleransi aktivitas. Karena, berkaitan dengan konsep
batasan karakteristik yang ada dalam diagnosa NANDA, apabila dibandigkan
dengan NYHA, timbul pertanyaan, manakah diantara class di atas yang sudah
Intoleransi aktivitas dan belum Intoleransi Aktivitas

GAGAL JANTUNG
Posted: Oktober 3, 2010 in Uncategorized

3 Votes

GAGAL JANTUNG
I.

Definisi

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien harus memiliki
tampilan berupa gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal saat istirahat atau saat
melakukan aktivitas disertai / tidak kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema
pergelangan kaki); adanya bukti obyektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat
istirahat.
II.

Epidemiologi

Prevalensi gagal jantung pada keseluruhan populasi antara 2-30%. Angka prevalensi
meningkat tajam pada populasi usia 75 tahun sehingga prevalensi pada kelompok usia 70-80
tahun sekitar 10-20%.
Empat puluh persen yang datang ke rumah sakit dengan diagnosis gagal jantung, meninggal
atau mendapat perawatinapan kembali dalam waktu satu tahun pertama.
III.

Etiologi

Penyebab umum gagal jantung karena penyakit miokardial


Kelompok
Penyebab

Penyebab

Penyakit jantung
koroner

Beragam manifestasi

Hipertensi

Sering berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan heart failure


with preserved ejection fraction

Kardiomiopati

Genetic atau non-genetik (termasuk kardiomiopati didapat, contoh


miokarditis) kardiomiopati hipertrofi, kardiomiopati dilatasi,
kardiomiopati restriktif

Obat-obat

Golongan sitotoksik

Toksin

Alcohol, kokain, trace elements (kobalt, arsen)

Endokrin

Diabetes mellitus, hipo/hipertiroid, sindroma Cushing, insufisiensi


adrenal

Nutrisi

Defisiensi tiamin, selenium, karnitin, obesitas, kaheksia

Infiltratif

Sarkoidosis, amiloidosis

Lain-lain

Penyakit chagas, infeksi HIV, kardiomiopati peripartum, gagal ginjal


stadium akhir

IV.

Klasifikasi

Klasifikasi gagal jantung berdasarkan abnormalitas structural jantung (ACC/AHA) atau


berdasarkan gejala berkaitan dengan kapasitas fungsional (NYHA)
Klasifikasi gagal jantung menurut
ACC/AHATingkatan gagal jantung
berdasarkan struktur dan kerusakan otot
jantung

Klasifikasi fungsional NYHATingkatan


berdasarkan gejala dan aktifitas fisik

Stadium AMemiliki resiko tinggi untuk


berkembang menjadi gagal jantung. Tidak
terdapat gangguan structural atau
fungsional jantung, tidak terdapat tanda
atau gejala

Kelas ITidak terdapat batasan dalam melakukan


aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari tidak
menimbulkan kelelahan, palpitasi atau sesak
napas.

Stadium BTelah terbentuk penyakit


Kelas IITerdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
struktur jantung yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istirahat, namun aktifitas

perkembangan gagal jantung, tidak


terdapat tanda atau gejala.

fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan,


palpitasi atau sesak nafas.

Stadium CGagal jantung yang


simptomatik berhubungan dengan
penyakit structural jantung yang
mendasari

Kelas IIITerdapat batasan aktifitas bermakna.


Tidak terdapat keluhan saat istirahat, tetapi
aktifitas fisik ringan menyebabkan kelelahan,
palpitasi atau sesak

Stadium DPenyakit jantung structural


lanjut serta gejala gagal jantung yang
sangat bermakna saat istirahat walaupun
sudah mendapat terapi medis maksimal
(refrakter)

Kelas IVTidak dapat melakukan aktifitas fisik


tanpa keluhan. Terdapat gejala saat istirahat.
Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas

ACC = American College of


CardiologyAHA = American Heart
Association
Hunt SA et al. Circulation.
2005;112:1825-1852

V.

Nyha =New York Hearth AssociationThe


Criteria Committee On The New York Heart
Association Nomenclature And Criteria For
Diagnosis of Disease of the Heart and Great
Vessel.9ed. Boston, Mass:Little, Brown &
Co;1994:253-256

Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis gagal jantung


Tampilan klinis
yang dominan

Gejala

Tanda

Edema perifer
/kongesti

Sesak nafas,
kelelahan, mudah
penat, anoreksia

Edema perifer, peningkatan tekanan vena


jugularis (JVP), edema paru, hepatomegali,
asites, bendungan cairan (kongesti), kaheksia

Edema paru

Sesak nafas yang


sangat berat saat
istirahat

Ronki basah halus atau basah kasar di paru,


efusi paru, takikardi, takipnu

Renjatan
Penurunan kesadaran,
Perfusi perifer yang buruk, tekanan darah
kardiogenik (gejala lemah, akral perifer
sistolik < 90mmHg, anuria atau oliguria
low output)
dingin
Tekanan darah yang
Sesak nafas
sangat tinggi
Gagal jantung kanan

VI.

Sesak nafas, mudah


lelah

Umumnya peningkatan tekanan darah,


penebalan dinding ventrikel kiri dan ejeksi fraksi
yang masih baik
Tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan,
peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegali,
asites

Patofisiologi

Pada Ny. F diperkirakan terdapat gangguan berupa insufisiensi katup mitral, yaitu katup yang
membatasi antara ventrikel kiri dengan atrium kiri. Insufisiensi katup mitral ini
menyebabkan sebagian darah yang dipompa oleh ventrikel kiri saat berkontraksi masuk

kembali ke dalam atrium kiri. Hal ini menyebabkan terganggunya penutupan katup mitral
sesaat sebelum diastolic dimulai, hal ini menyebabkan bunyi bising yang disebut bisisng
diastoling. darah di atrium kiri ini lama kelamaan akan terakumulasi dan akhirnya darah
tersebut akan masuk ke vena pulmonal dan ke paru karena tidak tertampung lagi di jantung
kiri. Dara yang terakumulasi di paru ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan kapiler
paru, permeabilitas pembuluh darah paru meningkat dan sebagian plasma darah keluar dari
pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema pulmonal, sehingga pasien kesulitan bernafas.
Darah yang tidak sepenuhnya masuk ke aorta dan sistemik menyebabkan curah jantung
menurun dan kebutuhan jaringan sistemik akan darah tidak terpenuhi, sehingga tubuh
berusaha mengkompensasi dengan cara meretensi air dan natrium. Awalnya retensi ini bisa
menstabilkan keaadaan, tetapi lama kelamaan retensi ini terus terjadi sehingga aliran balik
vena meningkat, ini menyebabkan permeabilitas sistemik meningkat dan terjadilah edema
tungkai.VII.
V. Diagnosis
Algoritma diagnosis gagal jantung pada pasien yang belum diterapi

Keterangan
BNP

: B-type Natriuretic Peptide

NT-proBNP

: N-terminal pro-B-type Natriuretic Peptide

VIII.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendukung penegakan diagnosis gagal


jantung adalah
1. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal jantung. Abnormalitas
EKG memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG
normal, diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
Abnormalitas EKG yang umum ditemukan pada gagal jantung
Abnormalitas

Penyebab

Implikasi klinis

Sinus takikardia

Gagal jantung dekompensasi,


anemia, demam, hipertiroidisme

Penilaian klinis, pemeriksaan


laboratorium

Sinus bradikardi

Obat penyekat , anti aritmia,


hipotiroidisme, sindroma sinus
sakit

Evaluasi terapi obat, pemeriksaan


laboratorium

Atrial takikardia/
flutter/ fibrilasi

Hipertiroidisme, infeksi, gagal


jantung dekompensasi, infark

Perlambat konduksi AV, konversi


medic, elektroversi, ablasi kateter,
antikoagulasi

Aritmia ventrikel

Iskemia, infark, kardiomiopati,


miokarditis, hipokalemia.
Hipomagnesemia, overdosis
digitalis

Pemeriksaan laboratorium, tes


latihan beban, pemeriksaan perfusi,
angiografi koroner, pemeriksaan
EKG, ICD

Iskemia/ infark

Penyakit jantung koroner

Ekokardiografi, troponin,
angiografi koroner, revaskularisasi

Gelombang Q

Infark, kardiomiopati hipertrofi,


LBBB, pre-exitasi

Ekokardiografi, angiografi koroner

Hipertrofi ventrikel
kiri

Hipertensi, penyakit katup aorta,


Ekokardiografi, Doppler
kardiomiopati hipertrofi

Infark, intoksikasi obat,


Evaluasi penggunaan obat, pacu
Blok atrioventrikular miokarditis, sarkoidosis, penyakit
jantung, penyakit sistemik
Lyme
Mikrovoltase

Obesitas, emfisema, efusi


perikard, amiloidosis

Durasi QRS >0,12


detik dg morfologi
LBBB

Disinkroni elektrik dan mekanik Ekokardiografi, CRT-P,CRT-D

Ekokardiografi, rontgen thoraks

Keterangan
LBBB: Left Bundle Branch Block
ICD: Implantable Cardioverter Defibrilator
CRT-P: Cardiac Resynchronization Therapy-Pacemaker
CRT-D: Cardiac Resynchronization Therapy-Defibrillator
2. Rontgen thoraks

Abnormalitas rontgen thoraks yang umum ditemukan pada gagal jantung


Abnormalitas

Penyebab

Implikasi klinis

Kardiomegali

Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel kanan, atria,


Ekokardiografi, Doppler
efusi perikard

Hipertrofi
ventrikel

Hipertensi, stenosis aorta, kardiomiopati


hipertrofi

Ekokardiografi, Doppler

Tampak paru
normal

Bukan kongesti paru

Nilai ulang diagnosis

Kongesti vena
paru

Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri

Mendukung diagnosis gagal


jantung kiri

Edema
interstitial

Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri

Mendukung diagnosis gagal


jantug kiri

Efusi pleura

Gagal jantung dengan peningkatan tekanan


Pikirkan etiologi non-kardiak
pengisisan jika efusi bilateral, infeksi paru,
(jika efusi banyak)
pasca bedah/ keganasan

Garis Kerley B

Peningkatan tekanan limfatik

Mitral stenosis/ gagal jantung


kronik

Area paru
hiperlusen

Emboli paru atau emfisema

Pemeriksaan CT, spirometri,


eko

Infeksi paru

Pneumonia dapat sekunder akibat kongesti


paru

Tatalaksana kedua
penyakit:ngagal jantung dan
infeksi paru

Infiltrate paru

Penyakit sistemik

Pemeriksaan diagnostic
lanjutan

3. Pemeriksaan Laboratorium
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium yang sering dijumpai pada gagal jantung
Abnormalitas

Penyebab

Implikasi klinis

Peningkatan
kreatinin serum
(>150 mol/L

Penyakit ginjal, ACEI, ARB, antagonis


aldosteron

Hitung GFR, pertimbangkan


mengurangi dosis
ACEI/ARB/antagonis
aldosteron, periksa kadar
kalium dan BUN

Anemia (Hb<13
gr/dl pada laki-laki,
<12 gr/dl pada
perempuan

Gagal jantung kronik, gagal ginjal,


hemodilusi. Kehilangan zat besi atau
Telusuri penyebab,
penggunaan zat besi terganggu, penyakit pertimbangkan terapi
kronik

Hiponatremia
(<135 mmol/L)

Gagal jantung kronik, hemodilusi,


pelepasan AVP (Argine Vasopressin),
diuretic

Pertimbangkan restriksi cairan,


kurangi dosis diuretic,
ultrafiltrasi, antagonis
vasopressin

Hipernatremia
(>150 mmol/L)

Hiperglikemia, dehidrasi

Nilai asupan cairan, telusuri


penyebab

Risiko aritmia, pertimbangkan


Hipokalemia (<3,5
Diuretic, hiperaldosteronisme sekunder suplemen kalium, ACEI/ARB,
mmol/L)
antagonis aldosteron
Stop obat-obat hemat kalium
Hiperkalemia (>5,5 Gagal ginjal, suplemen kalium, penyekat (ACEI/ARB, antagonis
mmol/L)
system RAA
aldosteron), nilai fungsi ginjal
dan pH, risiko bradikardia
Hiperglikemia
(>200 mg/L)

Diabetes, resistensi insulin

Evaluasi hidrasi, terapi


intoleransi glukosa

Hiperurisemia
(>500 mol/L)

Terapi diuretic, gout, keganasan

Allopurinol, kurangi dosis


diuretic

BNP >400pg/mL,
NT pro BNP>2000 Tekanan dinding ventrikel meningkat
pg/mL

Sangat mungkin gagal jantung

BNP <100 pg/mL,


NT proBNP <400 Tekanan dinding ventrikel normal
pg/mL

Evaluasi ulang diagnosis,


bukan gagal jantung jika terapi
tidak berhasil

Kadar albumin
tinggi (>45 g/L)

Dehidrasi, myeloma

Rehidrasi

Kadar albumin
rendah (<30 g/L)

Nutrisi buruk, kehilangan albumin


melalui ginjal

Cari penyebab

Peningkatan
transaminase

Disfungsi hati, gagal jantung kanan.


Toksisitas obat

Cari penyebab, kongesti liver,


pertimbangkan kembali terapi

Peningkatan
troponin

Nekrosis miosit, iskemia


berkepanjangan, gagal jantung berat,
miokarditis, sepsis, gagal ginjal,emboli
paru

Evaluasi pola peningkatan,


angiografi koroner, evaluasi
kemungkinan revaskularisasi

Tes tiroid abnormal Hiper/hipotiroidisme,amiodaron

Terapi abnormalitas tiroid

Urinalisis

Proteinuria, glikosuria, bekteriuria

Singkirkan kemungkinan
infeksi

INR >2,5

Overdosis antikoagulan, kongesti hati

Evaluasi dosis antikoagulan,


niali fungsi hati

CRP > 10 mg/L,


lekositosis
neutrofilik

Infeksi, inflamasi

Cari penyebab

4. Ekokardiografi
5. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (CMR)
6. Cardiac CT Scan
7. Radionuclie Ventriculography

8. Test Fungsi Paru


9. Uji aktivitas Fisik
10. Monitoring EKG Ambulatoar (Holter)
11. Kateterisasi Jantung
12. Angiografi Koroner
13. Biopsi Endomiokardial
IX.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada gagal jantung meliputi:


1. Tatalaksana non-farmakologi
Tatalaksana non-farmakologi meliputi manajemen perawatan mandiri yang bertujuan untuk
menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan
mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung. Topic-topik penting dalam edukasi pasien
tentang keterampilan yang diperlukan dan perilaku perawatan mandiri yang benar meliputi:
a. Defenisi dan etiologi gagal jantung
b. Gejala dan tanda gagal jantung
c. Terapi farmakologi
d. Modifikasi factor resiko
e. Rekomendasi olah raga
f. Aktivitas seksual
g. Imunisasi
h. Gangguan tidur dan pernafasan
i. Kepatuhan
j. Aspek psikososial
k. Prognosis
2. Tatalaksana farmakologi
Tatalaksana farmakologi melalui
a. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)

Indikasi: fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40% dengan atau tanpa gejala
b. Penyekat
Indikasi pemberian penyekat

Fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40%

Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)

ACEI/ARB ( dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah mencapai dosis optimal

Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretic, tidak ada kebutuhan
inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat

c. Antagonis Aldosteron
Indikasi pemberian antagonis aldosteron

Fraksi ejeksi ventrikel kiri <40%

Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III-IV NYHA)

Dosis optimal penyekat dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan ARB)

d. Angiotensin Receptor Blockers (ARBs)


Indikasi ARB

Fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40%

Sebagai pilihan alternative pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA) yang toleran ACEI

Pada pasien dengan gejala menetap (kelas fungsional II-IV NYHA) walaupun sudah
mendapatkan pengobatan dengan ACEI dengan penyekat

ARB dapat menyebabkan perburukkan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan hipotensi


simtomatik sama seperti ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan batuk

e. Hydralazine dan Isosorbide (H-ISDN)


Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN

Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi

Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak dapat
ditoleransi

Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI, penyekat dan
ARB atau antagonis aldosteron

f. Digoksin
Indikasi pemberian digoksin

Fibrilasi atrial, dengan irama ventricular saat istirahat >80 x/menit atau saat aktifitas
>110-120 x/menit

Irama sinus, fraksi ejeksi ventrikel kiri < 40% ; gejala ringan sampai berat (kelas
fungsional II-IV NYHA); dosis optimal ACEI dan/atau ARB, penyekat dan
antagonis aldosteron jika ada indikasi

g. Diuretik

Direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kengesti.

Dosis:

Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan tanda kongesti

Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering (tanpa retensi
cairan), untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan dehidrasi

Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur dosis diuretic
sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan harian dan tanda-tanda klinis
dari retensi cairan

3. Tatalaksana Alat dan Pembedahan (Operasi)


Tatalaksana pembedahan yang dilakukan meliputi:

X.

Deteksi Miokard Viabel

Operasi Katup Aorta

Operasi Katup Mitral

Cardiac Resynchronization Therapy (CRT)

Implantable Cardioverter Defibrillator (ICD)


Prognosis

Kondisi-kondisi yang berhubungan dengan prognosis buruk pada gagal jantung


1. Demografik, meliputi:

1. Usia lanjut*
2. Etiologi iskemia*
3. Pasca resusitasi pada kasus mati mendadak*
4. Kepatuhan buruk
5. Disfungsi ginjal
6. Diabetes
7. Anemia
8. PPOK
9. depresi
10. Klinis, meliputi:
1. Hipotensi*
2. Kelas fungsional III-IV NYHA*
3. Riwayat rawat rumah sakit sebelumnya karena gagal jantung*
4. Takikardia ronki paru
5. Gangguan nafas yang berhubungan dengan tidur
6. Indeks massa tubuh rendah
7. Stenosis aorta
8. Elektrofisiologik, meliputi:
1. Kompleks QRS lebar*
2. Aritmia ventrikel kompleks*
3. Hipertrofi ventrikel kiri
4. Gelombang Q
5. Takikardia
6. Gelombang T berubah-ubah (alternans)
7. Variasi laju jantung rendah

8. Fibrilasi atrial
9. Fungsional
1. Kemampuan kerja berkurang*
2. Puncak konsumsi oksigen rendah*
3. Hasil buruk pada uji jalan enam menit
4. Pernafasan periodik
5. Laboratorium
1. Peningkatan nyata kadar BNP/ NT proBNP*
2. Hiponatremia*
3. Peningkatan biomarker aktivasi neurohormonal*
4. Peningkatan troponin*
5. Peningkatan asam urat
6. Peningkatan bilirubin
7. Peningkatan kreatinin/BUN
8. anemia
9. Pencitraan
1. Fraksi ejeksi ventrikel kiri rendah*
2. Hipertensi pulmonal
3. Tekanan pengisisan ventrikel kiri yang
tinggi
4. Gangguan fungsi ventrikel kanan
5. Peningkatan volume ventrikel kiri
Keterangan
* : predictor kuat
DAFTAR PUSTAKA
Hippocrates Emergency Team (HET): Prosedur Tetap, 2010

PERKI : Pedoman diagnosis & Tatalaksana Gagal Jantung, Jakarta, 2009, MED
Price, Sylvia A, Lorraine M Wilson: Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
Jakarta, 2005, EGC

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG (HEART FAILURE)


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GAGAL JANTUNG

1. DEFINISI
Penyakit Gagal Jantung yang dalam istilah medisnya disebut dengan
"Heart Failure atau Cardiac Failure", merupakan suatu keadaan darurat medis
dimana jumlah darah yang dipompa oleh jantung seseorang setiap menitnya
{curah jantung (cardiac output)} tidak mampu memenuhi kebutuhan normal
metabolisme tubuh.
Gagal jantung kongestif terjadi sewaktu kontraktilitas jantung berkurang
dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang masuk selama
diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel secara progresif
bertambah. (Elizabeth J. Corwin)
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk
metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung
masih cukup tinggi. (http//:www,askepgagaljantung,com)
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah
dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien
dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk
kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung
kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis,
hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah
faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal
jantung. Peningkatan laju metabolic ( misalnya ;demam, koma, tiroktoksikosis),
hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk
memenuhi kebutuhan oksigen.(Diane C. Baughman dan Jo Ann C. Hockley, 2000)

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi adanya kelainan fungsi


jantung

berakibat

jantung

gagal

memompakan

darah

untuk

memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau


disertai peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Braundwald )
Jadi gagal jantung adalah suatu kegagalan pemompaan (di mana cardiac
output tidak mencukupi kebutuhan metabolik tubuh) sedangkan tekanan
pengisian ke dalam jantung masih cukup tinggi, mekanisme yang mendasar
tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktilitas

jantung yang

berkurang dan vetrikel tidak mampu memompa keluar darah sebanyak yang
masuk selama diastole. Hal ini menyebabkan volume diastolic akhir ventrikel
secara progresif bertambah. Hal yang terjadi sebagai akibat akhir dari gangguan
jantung ini adalah jantung tidak dapat mencukupi kebutuhan oksigen pada
sebagi organ.

2. EPIDEMIOLOGI
Insiden penyakit gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia harapan hidup, salah satunya gagal jantung kronis sebagai
penyakit utama kematian di negara industri dan negara-negara berkembang.
Penyakit gagal jantung meningkat sesuai dengan usia, berkisar kurang dari l %
pada usia kurang dari 50 tahun hingga 5% pada usia 50-70 Tahun dan 10% pada
usia 70 tahun ke atas. Penyakit gagal jantung sangatlah buruk jika penyebab
yang mendasarinya tidak segera ditangani, hampir 50% penderita gagal jantung
meninggal dalam kurun waktu 4 Tahun. 50% penderita stadium akhir meninggal
dalam kurun waktu 1 Tahun, di Indonesia prevalensi gagal jantung secara
nasional belum ada sebagai gambaran di Rumah Sakit Cipto Mangun Kusumo
Jakarta, pada tahun 2006 diruang rawat jalan dan inap didapat 3,23% kasus
gagal jantung dari total 11,711 pasien, sedangkan di Amerika pada tahun 1999
terdapat kenaikan kasus gagal jantung dari 577.000 pasien menjadi 871.000
pasien. Gagal jantung merupakan penyebab kematian kardiovaskuler, dan
kondisi seperti ini juga menurunkan kualitas hidup, karena itu peburukan akut
pada gagal jantung kronik harus di cegah secara dini, pada lansia diperkirakan
10% pasien di atas 75 Tahun menderita gagal jantung, angka kematian pada

gagal jantung kronik mencapai 50% dalam 5 tahun setelah pertama kali penyakit
itu terdiagnosis, (Kompas, 9 juni 2007).

3. ETIOLOGI
Penyebab

gagal

jantung

mencakup

apapun

yang

menyebabkan

peningkatan volume plasma sampai derajat tertentu sehingga volume diastolic


akhir

meregangkan

serat-serat

ventrikel

melebihi

panjang

optimumnya.

Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu sendiri yang memulai siklus
kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Akibat buruk dari
menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume darah di ventrikel.
Penyebab gagal jantung yang terdapat di jantung antara lain :
Terjadinya gagal jantung dapat disebabkan :
a.

Disfungsi miokard (kegagalan miokardial)

b.

Beban tekanan berlebihan-pembebanan sistolik (systolic overload)


Beban sistolik yang berlebihan diluar kemampuan ventrikel (systolic overload)
menyebabkan hambatan pada pengosongan ventrikel sehingga menurunkan
curah ventrikel atau isi sekuncup.
c.

Beban

volume

berlebihan-pembebanan

diastolic

(diastolic

overload)

Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel (diastolic overload)


akan menyebabkan volum dan tekanan pada akhir diastolic dalam ventrikel
meninggi. Prinsip Frank Starling ; curah jantung mula-mula akan meningkat
sesuai dengan besarnya regangan otot jantung, tetapi bila beban terus
bertambah sampai melampaui batas tertentu, maka curah jantung justru akan
menurun kembali.
d.

Peningkatan kebutuhan metabolic-peningkatan kebutuhan yang berlebihan


(demand

overload)

Beban kebutuhan metabolic meningkat melebihi kemampuan daya kerja jantung


di mana jantung sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi keadaan gagal
jantung walaupun curah jantung sudah cukup tinggi tetapi tidak mampu untuk
memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh.
e.

Gangguan pengisian (hambatan input).

Hambatan pada pengisian ventrikel karena gangguan aliran masuk ke dalam


ventrikel atau pada aliran balik vena/venous return akan menyebabkan
pengeluaran atau output ventrikel berkurang dan curah jantung menurun.
f.

Kelainan Otot Jantung


Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup arterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.

g.

Aterosklerosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal
jantung.

h.

Hipertensi Sistemik / Pulmonal


Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertropi
serabut otot jantung.

i.

Peradangan dan Penyakit Miokardium


Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

j.

Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade perikardium,
perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.

k.

Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan
abnormalitas elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
Semua situasi diatas

dapat menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan.

Penyebab yang spesifik untuk gagal jantung kanan antara lain:

Gagal jantung kiri

Hipertensi paru

PPOM

4. Patofisiologi
Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner,
hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark Miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi
sistemik/ pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung
dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena
akan meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,
hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhrinya
terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokarium degeneratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
berpasangan/

sinkron,

maka

kegagalan

salah

satu

ventrikel

dapat

mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.


Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai
contoh, hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri
mengalami hipertrofi dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung
lama akan menyebabkan ventrikel kanan mengalami hipertofi dan

melemah. Letak suatu infark miokardium akan menentukan sisi jantung yang
pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.
Karena ventrikel

kiri yang melemah akan menyebabkan darah

kembali ke atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium


kanan,

maka

jelaslah

bahwa

gagal

jantung

kiri

akhirnya

akan

menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataanya, penyebab


utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak
dipompa secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah
mulai terkumpul di sistem vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin
berkurangnya volume darah dalam sirkulasi dan menurunnya tekanan
darah serta perburukan siklus gagal jantung.

5. KLASIFIKASI
Menurut derajat sakitnya:

1. Derajat 1: Tanpa keluhan - Anda masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari
tanpa disertai kelelahan ataupun sesak napas
2. Derajat 2: Ringan - aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan atau sesak
napas, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang
3. Derajat 3: Sedang - aktivitas fisik ringan menyebabkan kelelahan atau sesak
napas, tetapi keluhan akan hilang jika aktivitas dihentikan
4. Derajat 4: Berat - tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada
saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitas
walaupun aktivitas ringan.

Menurut lokasi terjadinya :


1. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis
yang terjadi meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi dengan bunyi
jantung S3, kecemasan kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal
nocturnal dyspnea,ronki basah paru dibagian basal
2. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua
darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang
tampak meliputi : edema akstremitas bawah yang biasanya merupakan pitting
edema, pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
vena leher, asites (penimbunan cairan didalam rongga peritonium), anoreksia
dan mual, dan lemah.

6. Manifestasi klinis

Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)

Ortopnue yaitu sesak saat berbaring

Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas

Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk

Berdebar-debar

Lekas lelah

Batuk-batuk

Peningkatan desakan vena pulmonal (edema pulmonal) ditandai oleh batuk dan
sesak nafas.

Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer
umum dan penambahan berat badan.

7.

Komplikasi
Komplikasi yang bisa terjadi ialah :

Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.

Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata dari jantung.

Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.

8.
1.

Pemeriksaan Fisik
Auskultasi nadi apikal, biasanya terjadi takikardi (walaupun dalam keadaan
berustirahat)

2.

Bunyi jantung, S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.


Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke atrium yang
distensi. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi / stenosis katup.

3.

Palpasi nadi perifer, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk
dipalpasi dan pulsus alternan (denyut kuat lain dengan denyut lemah) mungkin
ada.

4.

Tekanan darah

5.

Pemeriksaan kulit : kulit pucat (karena penurunan perfusi perifer sekunder) dan
sianosis (terjadi sebagai refraktori Gagal Jantung Kronis). Area yang sakit sering
berwarna biru/belang karena peningkatan kongesti vena

9. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1.

EKG (elektrokardiogram): untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut


jantung
EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san
kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.
Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark miokard
menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2.

Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran


dan bentuk jantung, serta menilai keadaan ruang jantung dan fungsi katup
jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.

3.

Foto

rontgen

dada:

untuk

mengetahui

adanya

pembesaran

jantung,

penimbunan cairan di paru-paru atau penyakit paru lainnya.


4.

Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (B-type natriuretic peptide)
yang pada gagal jantung akan meningkat.

5.

Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam


fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

6.

Skan jantung : Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan pergerakan


dinding.

7.

Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu


membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau
insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan
kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi fraksi/perubahan
kontrktilitas.

10.

Therapy
Diuretik: Untuk mengurangi penimbunan cairan dan pembengkakan
Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah dan
mengurangi beban kerja jantung

Penyekat beta (beta blockers): Untuk mengurangi denyut jantung dan


menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang

Digoksin: Memperkuat denyut dan daya pompa jantung

Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer dan


penurunan konsumsi oksigen miokard.

Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan


kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat, volume
cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi dan volume
intravascular menurun.

Inotropik positif: Dobutamin adalah obat simpatomimetik dengan kerja beta 1


adrenergik. Efek beta 1 meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium (efek
inotropik positif) dan meningkatkan denyut jantung (efek kronotropik positif).

Sedati:

Pemberian

sedative

untuk

mengurangi

kegelisahan

mengistirahatkan dan memberi relaksasi pada klien.


11. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan gagal jantung kongestif dengan sasaran :

bertujuan

1. Untuk menurunkan kerja jantung


2. Untuk meningkatkan curah jantung dan kontraktilitas miokard
3. Untuk menurunkan retensi garam dan air.

a.

Tirah baring
Tirah baring mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung
dan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume intra vaskuler
melalui induksi diuresis berbaring.

b. Oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi demand miokard dan membantu
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
c. Diet
Pengaturan diet membuat kerja dan ketegangan otot jantung minimal. Selain itu
pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema.
d. Revaskularisasi koroner
e. Transplantasi jantung
f. Kardoimioplasti

12.

Pencegahan
Kunci untuk mencegah gagal jantung adalah mengurangi faktor-faktor risiko
Anda. Anda dapat mengontrol atau menghilangkan banyak faktor-faktor risiko
penyakit jantung - tekanan darah tinggi dan penyakit arteri koroner, misalnya dengan melakukan perubahan gaya hidup bersama dengan bantuan obat apa
pun yang diperlukan.

Perubahan gaya hidup dapat Anda buat untuk membantu mencegah gagal
jantung meliputi:

Tidak merokok

Mengendalikan kondisi tertentu, seperti tekanan darah tinggi, kolesterol


tinggi dan diabetes

Tetap aktif secara fisik

Makan makanan yang sehat

Menjaga berat badan yang sehat

Mengurangi dan mengelola stres

13. Prognosis Gagal Jantung


Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi pada hari/ mingguminggu pertama pasca lahir, misalnya sindrom hipoplasia jantung kiri, atresia
aorta, koarktasio aorta atau anomali total drainase vena pulmonalis dengan
obstruksi. Terhadap mereka, terapi medikmentosa saja sulit memberikan hasil,
tindakan invasif diperlukan segera setelah pasien stabil. Kegagalan untuk
melakukan operasi pada golongan pasien ini hampir selalu akan berakhir dengan
kematian. (1,3)

Pada gagal jantung akibat PJB yang kurang berat, pendekatan awal adalah
dengan terapi medis adekuat, bila ini terlihat menolong maka dapat
diteruskan sambil menunggu saat yang bik untuk koreksi bedah. (1,4)
Pada pasien penyakit jantung rematik yang berat yang disertai gagal
jantung, obat-obat gagal jantung terus diberikan sementara pasien
memperoleh profilaksis sekunder, pengobatan dengan profilaksis sekunder
mungkin dapat memperbaiki keadaan jantung. (1)

Konsep dasar asuhan keperawatan

A.

Pengkajian
Gagal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibtkan ketidakmampuan
memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik . Karenanya diagnostik
dan teraupetik berlnjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan morbiditas dan
mortalitas.

1.

Aktivitas/istirahat

a.

Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,

insomnia, nyeri

dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.


b.

Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad
aktivitas.

2.

Sirkulasi

a.

Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung ,


bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak
kaki, abdomen.

b.

Tanda :

1)

TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan).

2)

Tekanan Nadi ; mungkin sempit.

3)

Irama Jantung ; Disritmia.

4)

Frekuensi jantung ; Takikardia.

5)

Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah

6)

posisi secara inferior ke kiri.

7)

Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat

8)

terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.

9)

Murmur sistolik dan diastolic.

10) Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik.


11) Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian
12) kapiler lambat.
13) Hepar ; pembesaran/dapat teraba.
14) Bunyi napas ; krekels, ronkhi.
15) Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting
16) khususnya pada ekstremitas.

3.
a.

Integritas ego
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)

b.

Tanda

: Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan

mudah tersinggung.
4.

Eliminasi
Gejala

: Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.

5.

Makanan/cairan

a.

Gejala

: Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan

signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa


sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
b.

Tanda

: Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta

edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).


6.

Higiene

a.

Gejala

b.

Tanda

7.

Neurosensori

a.

Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.

b.

Tanda : Letargi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.

8.

Nyeri/Kenyamanan

a.

Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan

: Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.


: Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

sakit pada otot.


b.

Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.

9.

Pernapasan

a.

Gejala

: Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa

bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis,


penggunaan bantuan pernapasan.
b.

Tanda

1)

Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.

2)

Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus


dengan/tanpa pemebentukan sputum.

3)

Sputum :Merah muda/berbuih (edema pulmonal)

4)

Bunyi napas : Mungkin tidak terdengar.

5)

Fungsi mental: Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.

6)

Warna kulit : Pucat dan sianosis.

10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan/tonus otot.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a.

Gejala

: menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :

penyekat saluran kalsium.


b.

Tanda

: Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

B.
1.

Diagnosa Keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.

2.

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.

3.

Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru

4.

Gangguan pola nafas berhubungan dengan sesak nafas

5.

Penurunan perfusi jaringan behubungan dngan penurunan O 2 ke organ

6.

Nyeri berhubungan dengan hepatomegali, nyeri abdomen.

7.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi


glomerulus, meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.

8.

Gangguan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


& mual.

9.

Intoleran aktivitas berhubungan dengan fatigue

10. Sindrom deficit perawatan diri berhubungan dengan sesak nafas

11. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pitting edema.


12. Cemas berhubungan dengan sesak nafas, asites.

Rencana keperawatan

No.

Diagnosa keperawatan

Tujuan

dan

criteria Intervensi

hasil
1.

Penurunan

curah

jantung Setelah

diberikan
1.

Auskultasi

nadi

apic

berhubungan dengan Perubahan

asuhan keperawatan observasi frekuensi, iram

kontraktilitas

diharapkan

tanda jantung

miokardial/perubahan inotropik.

vital

batas

dalam

yang dapat diterima


(disritmia

terkontrol
2.

atau

hilang)

dan

bebas

gejala

gagal

Catat bunyi jantung.

jantung.
Kriteria hasil:
Melaporkan
penurunan

episode

dispnea, angina.
Ikut

serta

aktivitas
mengurangi

dalam
3.
yang

Palpasi nadi nadi perifer

beban

kerja jantung

4.

Pantau TD

5.

Kaji kulit terhadap pucat


dan sianosis.

6.

Tinggikan kaki, hindari

tekanan pada bawah lutut

7.

Berikan oksigen tambaha


dengan nasal kanula atau
masker sesuai indikasi.

2.

Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah

diberikan

berhubungan dengan penurunan

askep

reflek batuk, penumpukan secret.

kepatenan

Auskultasi

bunyi

naf

diharapkan Catat adanya bunyi naf

jalan missal mengi, krekels, ron

nafas pasien terjaga


dengan
Kriteria hasil :

RR

dalam

batas

normal
Irama nafas dalam
batas normal

Pantau

frekue

Catat
ra
Pergerakan sputum pernafasan.
keluar
dari
jalan inspirasi dan ekspirasi.
nafas

Bebas

dari

nafas tambahan

suara

Diskusikan dengan pasi

untuk posisi yang nyam


misal

peninggian

kep

tempat tidur, duduk pa

sandaran tempat tidur.

Dorong/bantu latihan na
abdomen atau bibir.

Memberikan air hangat.

3.

Kerusakan

pertukaran

gas Setelah

berhubungan dengan edema paru

diberikan
1.

Kaji

frekuensi,kedalam

asuhan keperawatan pernafasan


diharapkan

pasien

dapat
Mempertahankan

2.

Tinggikan kepala temp

tingkat oksigen yang tidur,bantu


adekuat

unt

untuk memilih posisi yang mud

keperluan

tubuh. untuk bernafas.dorong na


dalam

Kriteria hasil :

SaO2 95 % dank lien


mengalami
3.

sesak napas.
Tanda-tanda

secara

perlah

sesuai

Tanpa terapi oksigen,


tidan

pasien

kebutuhan/toleransi
individu.

Kaji/awasi secara rutin ku


dan

vital

deng

warna

membra

mukosa.

dalam batas normal


o Tidak ada tanda-tanda

sianosis.

4.

Auskultasi

bu

nafas,catat area penurun


aliran

udara

/bu

tambahan.
5.

Awasi

tingk

kesadaran/status
mental.selidiki

adan

perubahan.
6.

Awasi tanda vital dan iram


jantung

Kolaborasi
7.

Awasi /gambarkan seri G


dan nadi oksimetri.

8.

Berikan oksigen tambah

yang sesuai dengan indik


hasil

GDA

dan

tolera

pasien.

3.

Gangguan

pola

nafas

berhubungan dengan sesak nafas

Setelah

diberikan
1.

asuhan keperawatan
diharapkan
hasil

RR

kedalam

pernafasan, frekuensi, d

Pola ekspansi dada.

nafas efektif dengan


kriteria

Monitor

Normal

tak

bunyii

ada
2.

nafas termasuk penggunaan o

tambahan

dan Bantu nafas

penggunaan
Bantu

Catat upaya pernafas

otot
3.
pernafasan.

Dan GDA Normal.

Auskultasi bunyi nafas d

catat bila ada bunyi na


tambahan

4.

Kolaborasi

pemberi

Oksigen dan px GDA

5.

Pantau tanda vital (tekan


darah,

nadi,

frekuen

pernafasan).

4.

Penurunan

perfusi

jaringan

Setelah

diberikan
1.

Pantau TD, catat adan

behubungan dngan penurunan O2 asuhan keperawatan hipertensi


ke otak

gangguan

sistolik

seca

perfusi terus menerus dan tekan

jaringan berkurang / nadi yang semakin berat.


tidak meluas selama
2.
dilakukan
tindakan
perawatan

di

RS

dengan kriteria hasil:

Daerah
hangat

perifer
3.

Tak sianosis
Gambaran EKG tak

Pantau frekuensi jantun


catat

adanya

Tacikardia

Bradikar

atau

bent

Disritmia lainnya.
Pantau

pernapas

meliputi pola dan iramany

menunjukan
perluasan infark

RR 16-24 x/ menit
4.
tak terdapat clubbing
finger kapiler refill 35

detik,

100x

nadi

60-

menit.

TD

Catat

status

dengan

neurolo

teratur

bandingkan dengan keada


normalnya

120/80 mmHg
5.

Nyeri

berhubungan

dengan

hepatomegali, nyeri abdomen.

Setelah diberikan

1. Pantau atau catat

asuhan keperawatan

karakteristik nyeri, catat

diharapkan nyeri

laporan verbal, petunjuk

dada hilang atau

nonverbal, dan respon

terkontrol dengan KH:

hemodinamik (meringis,
menangis, gelisah,

Pasien mampu

berkeringat, mencengkera

mendemonstrasikan

dada, napas cepat,

penggunaan teknik

TD/frekwensi jantung

relaksasi.
Pasien

berubah).

menunjukkan

menurunnya
tegangan, rileks dan
mudah bergerak.

2. Ambil gambaran lengkap

terhadap nyeri dari pasien

termasuk lokasi, intensitas


(0-10), lamanya, kualitas

(dangkal/menyebar), dan
penyebarannya.
3. Observasi ulang riwayat
angina sebelumnya, nyeri
menyerupai angina, atau

nyeri IM. Diskusikan riwaya


keluarga.

4. Anjurkan pasien untuk


melaporkan nyeri dengan
segera.

5. Berikan lingkungan yang

tenang, aktivitas perlahan


dan tindakan nyaman

(mis,,sprei yang kering/tak

terlipat, gosokan punggun

Pendekatan pasien dengan

tenang dan dengan percay


6. Bantu melakukan teknik
relaksasi, mis,, napas
dalam/perlahan, perilaku
distraksi, visualisasi,
bimbingan imajinasi.

7. Periksa tanda vital sebelu

dan sesudah obat narkotik

Kolaborasi :
8. Berikan obat sesuai
indikasi, contoh:

Antiangina, seperti
nitrogliserin (Nitro-

Bid, Nitrostat, NitroDur).

Penyekat-B, seperti

atenolol (tenormin);
pindolol (visken);

propanolol (inderal)

Analgesik, seperti
morfin, meperidin
(demerol)

Penyekat saluran
kalsium, seperti
verapamil (calan);

6,

Kelebihan

volume

berhubungan
menurunnya
glomerulus,
produksi
natrium/air.

ADH

cairan Setela

diberikan

dengan asuhan keperawatan


laju

filtrasi

diharapkan

diltiazem (prokardia
1. Pantau
pengeluar
urine,

catat

dan

warna

meningkatnya Keseimbangan

dimana

dan

terjadi.

retensi

volume cairan dapat

juml

sa

diure

dipertahankan
selama

dilakukan

tindakan
keperawatan selama
di RS

2. Pantau/hitung

Kriteria

hasil:

keseimbangan

Mempertahankan

pemaukan

keseimbangan cairan

pengeluaran

seperti

24 jam.

dibuktikan

selam

oleh tekanan darah


dalam batas normal,
tak ada distensi vena
perifer/

vena

dan

3. Pertahakan

dud

edema

dependen,

atau

tirah

paru bersih dan berat

dengan

badan

semifowler

ideal

BB

idealTB 100 10 %)

bari

pos

selam

fase akut.

4. Pantau TD dan C
(bila ada)

5. Kolaborasi pemberi
diuretic

sep

furosemid

(las

bumetanide (bumex

7.

Gangguan

nutrisi,

kurang

kebutuhan

tubuh

berhubungan

dengan anoreksia & mual.

dari

Setelah

diberikan

1. Observasi kebiasaan

asuhan keperawatan

diet, masukan

diharapkan

makanan saat ini.

pola

nafas efektif setelah

Catat derajat

dilakukan

kesulitan makan.

tindakan

keperawatan selam di

Evaluasi berat bada

RS,

dan ukuran tubuh.

RR Normal
Tak ada bunyii nafas
tambahan
Penggunaan

otot

bantu pernafasan.

2. Auskultasi bunyi usu

3. Berikan perawatan
oral sering, buang

sekret, berikan wad

khusus untuk sekali


pakai dan tissue.
4.

Berikan makanan

porsi kecil tapi serin


5. Hindari makanan
penghasil gas dan

minuman karbonat.

6. Hindari makanan
yang sangat panas
atau sangat dingin.

7. Timbang berat bada


sesuai indikasi

8.

Intoleran aktivitas berhubungan

Setelah

diberikan

dengan fatigue

asuhan keperawatan terhadap


diharapkan

Kaji

respon

pasi

aktifit

Terjadi perhatikan

frekuensi

na

peningkatan toleransi lebih dari 20 kali perme


pada

klien

setelah diatas frekuensi istirahat

dilaksanakan

peningkatan TD yang nya

tindakan

selama/

sesudah

aktifit

keperawatan selama (tekanan sistolik meningk


di

RS 40

Kriteria hasil :

mmHg

diastolik

frekuensi jantung 60100 x/ menit

atau

tekan

meningkat

mmHg) ; dispnea atau ny


dada;keletihan

kelemahan yang berlebiha


diaforesis;

TD 120-80 mmHg

pusing

at

pingsan.
Instruksikan

pas

tentang

teh

penghematan energi, m
menggunakan

kursi

sa

mandi, duduk saat meny

rambut atau menyikat g

melakukan aktifitas deng


perlahan.
3.

Berikan dorongan unt


melakukan

aktivit

perawatan diri bertahap j


dapat

ditoleransi,

berik

bantuan sesuai kebutuhan


9.

Sindrom

perawatan

diri

berhubungan dengan sesak nafas

Setelah diberikan

1.

Observasi kemampuan

asuhan keperawatan

untuk melakukan kebutuh

diharapkan terdapat

sehari-hari

perilaku peningkatan
dalam pemenuhan

perawatan diri
dengan kriteria hasil :
2.
klien tampak bersih

Pertahankan

dukungan,sikap yang tega


Beri pasien waktu yang

dan segar

cukup untuk mengerjakan

Klien dapat

tugasnya.

memenuhi kebutuhan
nutrisi sesuai dengan
batas kemampuan

3.

Berikan umpan balik yang

dapat positif untuk setiap usaha


memenuhi kebutuhan yang dilakukan atau
toileting
sesuai keberhasilannya.
klien

toleransi
4.

Berikan pispot di samping

tempat tidur bila tak mam


ke kamar mandi.
5.

Letakkan alat-alat makan


dan alat-alat mandi dekat
pasien.

6.

Bantu pasien melakukan

perawatan dirinya apabila


diperlukan.
10.

Kerusakan
berhubungan
edema.

integritas
dengan

kulit Setelah
pitting

diberikan
1.

Ubah posisi sering ditemp

asuhan keperawatan tidur/ kursi, bantu latih


diharapkan
kerusakan
kulit

rentang gerak pasif/ aktif.


integritas
2.

kelembaba

dapat ekskresi.
3.

mencegah kerusakan
kulit.

ku

meminimalk

dengan

Mendemonstrasikan
perilaku/teknik

perawatan

sering,

Kriteria hasil:
klien

Berikan

Periksa sepatu kesempita


sandal

dan

ubah

dengan kebutuhan.

sesu

Mempertahankan
integritas kulit,
4.

Pantau

kulit,

ca

penonjolan tulang, adan


edema,

area

sirkulasin

terganggu/pigmentasi

at

kegemukan/kurus.
5.

Pijat area kemerahan at


yang memutih

11.

Cemas

berhubungan

sesak nafas, asites.

dengan

Setelah diberikan

1.

Identifikasi dan ketahui

asuhan keperawatan

persepsi pasien terhadap

diharapkan pasien

ancaman/situasi. Dorong

menyatakan

pasien mengekspresikan

penurunan cemas

dan jangan menolak

dengan KH:

perasaan marah,

mengenal

kehilangan, takut, dll.

perasaannya
mengidentifikasi
penyebab dan faktor
2.
yang
mempengaruhinya
secara tepat.
Mendemonstrasikan
pemecahan masalah
3.

Catat adanya kegelisahan


menolak, dan/atau

menyangkal (afek tak tepa


atau menolak mengikuti
program medis).
Mempertahankan gaya

positif.

percaya (tanpa keyakinan


yang salah).

4.

Observasi tanda verbal/n

verbal kecemasan pasien.


Lakukan tindakan bila
pasien menunjukkan
perilaku merusak.

5.

Terima penolakan pasien


tetapi jangan diberi
penguatan terhadap
penggunaan penolakan.
Hindari konfrontasi.

6.

Orientasi pasien atau ora

terdekat terhadap prosedu


ruyin dan aktivitas yang
diharapkan. Tingkatkan
partisipasi bila mungkin.
7.

Jawab semua pertanyaan


secara nyata. Berikan

informasi konsisten; ulang


sesuai indikasi.

8.

Dorong pasien atau orang


terdekat untuk

mengkomunikasikan deng
seseorang, berbagi
pertanyaan dan masalah.

.
9.

Kolaborasi
Berikan

anticemas/hipno

sesuai

indikasi

conto

diazepam
fluarazepam

(valium

(dalman

lorazepam (ativan).

EVALUASI

Diagnosa 1 :

Melaporkan penurunan episode dispnea, angina.

Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

Diagnosa 2 :

RR dalam batas normal

Irama nafas dalam batas normal

Pergerakan sputum keluar dari jalan nafas

Bebas dari suara nafas tambahan

Diagnosa 3 :

RR Normal ,

Tak ada bunyi nafas tambahan dan penggunaan otot Bantu pernafasan.

GDANormal

Diagnosa4:

RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger kapiler refill 3-5 detik, nadi 60100x / menit.TD120/80mmHg

Daerah perifer hangat

Tak sianosis

Gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark

Diagnosa5:

Pasien mampu mendemonstrasikan penggunaan teknik relaksasi.

Pasien menunjukkan menurunnya tegangan, rileks dan mudah bergerak.

Diagnosa6:

Mempertahankan keseimbangan cairan seperti dibuktikan oleh tekanan darah


dalam batas normal

Tak ada distensi vena perifer/ vena dan edema dependen

Paru bersih

Berat badan ideal ( BB idealTB 100 10 %)

Diagnosa7:

Penggunaan otot bantu pernafasan.

RR Normal

Tak ada bunyii nafas tambahan

Diagnosa8:

Frekuensi jantung 60-100 x/ menit

TD 120-80 mmHg

Diagnosa9:

Klien tampak bersih dan segar

Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai dengan batas kemampuan

Klien dapat memenuhi kebutuhan toileting sesuai toleransi

Diagnosa10:

Klien dapat Mendemonstrasikan perilaku/teknik mencegah kerusakan kulit.

Mempertahankan integritas kulit,

Diagnosa11:

Mengenal perasaannya

Mengidentifikasi penyebab dan faktor yang mempengaruhinya secara tepat.

Mendemonstrasikan pemecahan masalah positif.

Anda mungkin juga menyukai