ELIMINASI
OLEH:
NI LUH AYU KOMANG SUJANINGSIH
14C11281
14C11283
14C11284
14C11285
14C11286
NI WAYAN MELANI
14C11287
14C11288
14C11289
TINGKAT II KELAS B
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
2016
kamus
bahasa
Indonesia,
eliminasi
adalah
pengeluaran,
senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan oleh usus halus.
Senyawa yang dihasilkaN oleh usus halus adalah sebagai berikut :
(1) Desakaridase, berfungsi menguraikan disakarida menjadi monosakarid.
(2) Erepsinogen, erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin.
Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.
(3) Hormon sekretin, merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan senyawa
kimia yang dihasilkan ke usus halus.
(4) Hormon CCK, berfungsi merangsang hati untuk mengeluarkan cairan
empedu ke dalam usus halus.
Usus menerima makanan dari lambung dalambentuk kimus ( setengah
padat)yang kemudian dengan bantuan peristaltik akan didorongmenuju
usus besar.
b) Usus besar atau Kolon
Usus besar memanjang dari katup ileusekum (ileokolik), yang membujur
antara usus halus dan usus besar, hingga ke anus. Kolon pada orang dewasa
umumnya memiliki panajng sekitar 125 cm sampai 150 cm (50-60 inci). Kolon
memilik tujuh bagian: sekum; kolon asendens, tranversal, dan desendens; kolon
sigmoid; rektum; dan anus.Usus besar adalah sebuah saluran otot yang dilapisi
oleh membran mukosa.Serat otot berbentuk sirkulat dan longitudinal, yang
memungkinkan usus membesar dan berkontraksi melebar dan memanjang.Otot
longitudinal lebih pendek dibandingkan kolon dan oleh karena itu menyebabkan
usus besar membentuk kantung, atau haustra.
Fungsi utama kolon adalah obsurpsi air dan zat besi,perlindungan mukosa
dinding usus, dan eliminasi fekal. Isi kolon normalnya mewakili makanan yang
dimakan dalam 4 hari terakhir, walaupun sebagian besar produk sisa
diekskresikan dalam 48jam setelah ingesti (aktifitas makan).Produk sisa yang
meninggalkan lambung melalui usus halus dan kemudian melewati katub
ileoseumdisebut kime. Sebanyak 1500mL kime mengalir menuju usus besar
setiap hari,dan semua kecuali 100mL diabsorbsi kembali disetengah bagian
proksimal kolon. 100mL cairan dieksresikan didalam fese.
Kolon juga memberi fungsi perlindungan karena kolon mensekresikan
lendir. Lendir ini mengandung sejumlah besar ion bikarbonat.Sekresi lendir
distimulasi oleh eksitasi saraf parasimpatik. Selama stimulasi ekstrim misalny,
akibat
emosi
mengakibatkan
sejumlah
besar
lendirdiekskresikan
yang
menghasilkan keluarnya lendir berupa serabut dengan sedikit atau tanpa feses.
Lendirberperan untuk melindungi dinding usus besar dari trauma akibat
pembentukan asam didalam feses dan berperan sebagai pengikat untuk
menyatukan materi fekal.Lendir juga melindungi dinding usus dari aktivitas
bakteri.
Kolon berperan untuk mengangkut produk pencernaan disepanjang
lumennya, yang pada akhirnya dieliminasi melalui saluran anus.Produksinya
adalah flatus dan feses. Flatus sebagian besar terdiri atas udara dan produk
pencernaan karbohidrat.Tiga tipe pergerakan terjadi diusus besar. Haustral
churning, peristalsis kolon, dan peristalsis masa.Haustral churning melibatkan
pergerakan kime kebelakang dan kedepan didalam haustra. Selain untuk
mencampur isi usus, kerja tersebut membantu penyerapan air dan menggerakkan
isi usus kedepan menuju haustra berikutnya. Peristalsis adalah pergerakkan
menyerupai gelombang yang dihasilkan oleh serat otot sirkular dan longitudinal
pada dinding usus : gerakan ini mendorong isi usus kedepan. Peristalsis kolon
sangat lambat dan diduga sangat sedikit menggerakkan kime disepanjang usus
besar. Peristalsis massa, tipe ketiga dari pergerakkan kolon, melibatkan suatu
gelombang kontraksi otot yang kuat sehingga menggerakkan sebagian besar area
kolon. Biasanya peristalsis massa terjadi setelah makan,distimulasi oleh
keberadaan makan didalam lambung dan usus halus. Pada orang dewasa
golongan peristalsis massa hanya terjadi beberapa kali dalam sehari.
c) Rektum dan Saluran Anus
Rektum merupakan lubang tempat pengluaran feses dari tubuh. Sebelum
dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada bagian rektum.
Apabila feses sudah siap dibuang, maka oto sfingter rektum mengatur pembukaan
dan penutupan anus. Rektum pada orang dewasa biasanya memiliki panjang 10
15cm ; panjang bagian paling distal 2,5 sampai 5cm, adalah saluran anus.
Didalam rektum terdapat lipatan-lipatan yang dapat meluas secara vertikal.Setiap
lipatan vertikal berisi sebuah vena dan sebuah ateri. Diyakini bahwa lipatan ini
membantu menahan feses didalam rektum. Jika vena mengalami distensi, seperti
yang dapat terjadi jika terdapat tekanan berulang, terjadilah suatu kondisi yang
disebut hemoroid.
Saluran anus diikat oleh otot sfingter internal berada dibawah kontrol
infolunter dan sfingter eksternal normalnya berada dibawah control volunteer.
Otot sfingter internal dipersarafi oleh system saraf otonom ; sfingter eksternal
dipersarafi oleh system saraf somatik.
2. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan
buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yaitu
terletak di medulla dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan
parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar
menguncup. Reflex defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter
anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup
atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut,
seperti otot-otot dinding] perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak dicerna dan zat
makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam
mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh.Feses
yang normal terdisi atas masa padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh
mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.
Secara umum, terdapat dua macam reflex dalam membantu proses defekasi,
yaitu reflex defekasi intrinsic yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses)
dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesentrikus merangsang
gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di anus, dimana proses defekasi
terjadi saat sfingter interna berlelaksasi ; reflex defekasi parasimpatis yang
dimulai dari adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum,
kemudian ke spinal cord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu rektum
dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter
interna berelaksasi.
1.1.3FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEFEKASI
Kozier, Erb, Berman, Snyder (2004) menyatakan bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pemenuhan eliminasi BAB yaitu :
1. Usia
Setiap tahap perkembangan
kemampuan mengontrol
defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh
dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan
pengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut
mengalami penurunan.
2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki serat tinggi dapat membantu proses
percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat mempengaruhinya.
3. Asupan Cairan
Memasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras
oleh karena proses absorpsi kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus
otot, abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran defekasi
sehingga proses gerakan peristaltic pada daerah kolon dapat bertambah baik dan
memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi.
5. Pengobatan
Pengobatan dapat mempengaruhi proses defekasi seperti penggunaan
laksansia, atau antasida yang terlalu sering.
6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat
terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup bersih atau sehat dengan
melakukan kebiasaan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet.
7. Penyakit
yang
berhubungan
langsung
pada
system
pencernaan
seperti,
terjadi iritasi di daerah anus yang meluas ke perineum dan bokong. Apabila
penyebab diare adalah karena adanya iritan di saluran usus, diare diduga sebaai
suatu mekanisme pembilasan pelindung.
Tanda Klinis :
Stress psikologis
3. Inkontinensia Fekal
Inkontinensia merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari atau juga
dapat dikenal dengan ikontinensia alvi yang merupakan halangannya kemampuan
otot untuk mengotrol pengeluaran feses dan gas sfingter akibat krusakan sfingter.
Inkontinensia fekal secara umum dihubungkan dengan anguan fungsi sfingter anal
atau suplai sarafnya, seperti beberapa penyakit neuromuskular, trauma medula
spinalis, dan tumor pada otot sfingter anal eksternal. Inkontinensia fekal merupan
masalah yang menyebabkan distres emosional yang pada akhirnya dapat
menyebabkan isolasi sosial.
Tanda Klinis :
Kemungkinan Penyebab :
Gangguan fungsi sfinger anal atau suplai sarafnya, seperti dalam beberapa
penyakit neuromuscular, trauma medulla spinalis, dan tumor pada otot
sfingter anal eksternal
4. Kembung
Sebagian besar gas yang tertelan dikeluarkan melalui mulut dengan sendawa.
Namun, sejumlah gas yang terkumpul di perut, yang menyebabkan distensi
lambung. Gas yang terbentuk di usus besar terutama diabsorpsi melalui kapiler ke
sirkulasi. Flatulens adlah keberadaan flatus yang berlebihan di suus dan
menyebabkan peregangan dan inflasi usus (distensi usus).
5. Hemoroid
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena
konstipasi, peregangan saat defekasi, dll
6. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakan masa fese keras dilipatan rektum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.Penyebab konstipasi
adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus
otot.
1.1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG GANGGUAN PEMENUHAN ELIMINASI BAB
(Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin, 2008 : Hal 107)
a. Pemeriksaan Fisik
1) Abdomen. Pemeriksaan dilakukan pada posisi telentang, hanya bagian abdomen
saja yang tampak
a) Inspeksi. Amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas, adanya
distensi atau gerak peristaltic.
operasi dan merangsang buang air besar bagi pasien yang mengalami kesulitan
dalam buang air besar.
5. Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan haknah tinggi merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan menggunakan kanula
usus, bertujuan menggosongkan usus pada pasien prabedah atau untuk prosedur
diagnostic.
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer at
al, 1996). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu
pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari
ANA (American Nursing Association). (Nursalam, 2001.Hal : 17)
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data
dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,
1992 adalah:
1) Pengumpulan Data
a) Identitas klien.
Klien
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan
Penanggung
(Hubungan dengan penanggung)
:
(7) Pendidikan
:
(8) No. RM
:
(10)
Diagnosa medis
:
b) Riwayat keperawatan.
(1) Awalan serangan: Awalnya klien gelisah, suhu tubuh meningkat,nafsu
makan kurang kemudian timbul diare.
(2) Keluhan utama: Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak
air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada
bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang,
selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali
dengan konsistensi encer.
c) Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
d) Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur
dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan
bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
e) Kebutuhan dasar.
(1) Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari, BAK sedikit atau jarang.
(2) Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan
penurunan berat badan Klien.
(3) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
(4) Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.
(5) Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.
f) Pemerikasaan fisik.
(1) Pemeriksaan psikologis:
keadaan
umum
tampak
lemah,
Keadaan
Warna
Normal
Bayi : kuning
Abnormal
Penyebab
Putih ,
Kurangnya
hitam atau
kadar
merah
empedu,
perdarahan
saluran cerna
bagian atas,
atau
perdarahan
saluran cerna
Bau
Konsistensi
Dewasa : coklat
Pucat
bagian bawah.
Malabsorpsi
berlemak
Amis dan
lemak
Darah dan
dipengaruhi
perubahan
infeksi
oleh makanan
Lunak dan
bau
Cair
Diare dan
berbentuk
4
Bentuk
Konstituen
absorpsi
Sesuai diameter
Kecil,
kurang
Obsturksi dan
rektum
bentuknya
peristaltic
seperti
yang cepat
Makanan yang
pensil
Darah,
Internal
tidak dicerna,
pus, benda
bleeding,
bakteri yang
asing,
infeksi,
mati, lemak,
mukus
pigmen,
empedu,
tertelan
atau inflamasi
mukosa usus,
air
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan
(3) Antikonvulsan
(4) Antidepresan
(5) Agens antilipemik
(6) Garam Bismuth
(7) Kalsium Karbonat
(8) Penyekat saluran kalsium
(9) Diuretik
(10) Garam besi
(11) Overdosis laksatif
(12) Agens anti-inflamasi nonsteroid
(13) Opiat
(14) Fenotiazid
(15) Sedatif
(16) Simpatomimetik
d) Mekanis
(1) Ketidakseimbangan elektrolit
(2) Hemoroid
(3) Megakolon
(4) Kerusakan neurologis
(5) Obesitas
(6) Obstruksi pasca pembedahan
(7) Kehamilan
(8) Pembesaran prostat
(9) Abses atau ulkus pada rektum
(10) Fisura anal rektum
(11) Prolaps rektum
(12) Rektokel
(13) Tumor
e) Fisiologis
(1) Perubahan pola makan dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi
(2) Penurunan motilitas saluran cerna
(3) Dehidrasi
(4) Kondisi gigi atau hygiene oral yang tidak adekuat
(5) Asupan serat yang tidak mencukupi
(6) Asupan cairan yang tidak mencukupi
(7) Pola makan yang buruk
yang ditandai oleh :
a) Subjektif:
(1) Nyeri abdomen
(2) Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistansi otot yang
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
dapat dipalpasi
Anoreksia
Perasaan penuh atau tekanan pada rektum
Kelelahan umum
Sakit kepala
Peningkatan tekanan abdomen
Indigesti
(9) Mual
(10) Nyeri saat defekasi
b) Objektif
(1) Tampilan atipikal pada lansia (misalnya, perubahan status mental,
inkontinesia urine, jatuh tanpa sebab jelas, dan peningkatan suhu
tubuh)
(2) Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
(3) Perubahan pada pola defekasi
(4) Penurunan frekuensi
(5) Penurunan volume feses
(6) Distensi abdomen
(7) Feses yang kering, keras, dan padat
(8) Bising usus hipoaktif atau hiperaktif
(9) Pengeluaran feses cair
(10) Massa abdomen dapat dipalpasi
(11) Massa rectal dapat dipalpasi
(12) Bunyi pekak pada perkusi abdomen
(13) Adanya feses, seperti pasta di rektum
(14) Flatus berat
(15) Mengejan saat defekasi
(16) Tidak mampu mengeluarkan feses
(17) Muntah.
2) Gangguan Eliminasi BAB: Diare yang berhubungan dengan :
a) Psikologis
Tingkat stres dan ansietas yang tinggi
b) Situasional
(1) Efek samping obat
(2) Penyalahgunaan alcohol
(3) Kontaminan
(4) Penyalahgunaan obat pencahar
(5) Radiasi
(6) Racun
(7) Perjalanan
(8) Pemberian makanan melalui selang
c) Fisiologis
(1) Proses infeksi
(2) Inflamasi
(3) Iritasi
(4) Malabsorpsi
(5) Parasit
yang ditandai dengan :
a) Subjektif :
(1) Nyeri abdomen
(2) Kram
(3) Urgensi
b) Objektif :
(1) Sedikitnya sehari mengalami tiga kali defekasi dengan feses cair
(2) Bising usus hiperaktif
3) Gangguan eliminasi BAB: Inkontinensia Defekasiyang berhubungan
dengan :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)
o)
p)
q)
r)
s)
t)
u)
v)
w)
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan diartikan sebagai rencana tindakan keputusan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuannya terpenuhinya
kebutuhan Klien.
Perencanaan meliputi beberapa tahap yaitu :
1) Menentukan prioritas masalah.
Masalah yang perlu segera dipecahkan mendapat prioritas utama.
Pertimbangan untuk menentukan prioritas masalah adalah :
a) Prioritas tertinggi diberikan kepada masalah kesehatan
yang
diharapkan)
Feses lunak dan berbentuk
Mengeluarkan feses tanpa bantuan
Tidak ada darah dalam feses
Tidak ada nyeri saat defekasi
Memperlihatkan hidrasi yang adekuat
(mis.,
turgor
kuit
perubahan
mengejan
pada
selama
tanda
vital,
defekasi
lambung
untuk
atau
pendarahan.
(e) Jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan kepada Klien
(f) Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi defekasi
Klien
(g) Berikan privasi dan keamanan untuk Klien selama eliminasi
defekasi
(h) Anjurkan klien mengkonsumsi sedikitnya 2 liter (8-10 gelas)
cairan setiap hari
konsistensi feses
dengan
dokter
tentang
penurunan
atau
untuk
mempertahankan
pola
defekasi
serta
(e) Reflex
gastrokolon
dan
duodenumkolom
menstemulasi
peristalsis massa dua atau tiga kali setiap hari, paling sering
terjadi sesudah makan.
(f) Kontraksi volunteer pada otot abdomen membantu pengeluaran
feses.
(g) Frekuensi dan konsistensi feses berkaitan dengan asupan cairan
dan
makanan.
Makanan
yang
mengandung
serat
akan
Klien
tentang
kemungkinan
obat
yang
mengakibatkan diare
(g) Ajarkan Klien menghindari susu, kopi, makanan pedas, dan
makanan yang mengiritasi saluran cerna
diare berlanjut
Pantau adanya iritasi dan ulserasi kulit di area perianal
Ajarkan klien tentang penggunaan obat antidiare yang benar
Anjurkan klien dan anggota keluarga untuk mencatat warna,
volume, frekuensi, dan konsistensi feses
Ajarkan Klien tentang teknik menurunkan stress
(2) Kolaborasi :
a) Konsulkan dengan ahli diet untuk penyesuaian diet yang diperlukan
b) Konsultasikan pada dokter jika tanda dan gejala diare menetap
c)
(b) Kaji kemampuan (mis. Mobilisasi, fungsi kognitif) dan motivasi untuk
berperan serta dalam latihan defekasi dan menggunakan teknik
eliminasi defekasi.
(c) Kaji kondisi kulit perianal setelah setiap kali episode inkontinensia.
(d) Dokumentasikan frekuensi episode inkontinensia.
(e) Catat pola defekasi dan episode inkontinensia, termasuk frekuensi dan
(f)
(g)
(h)
(i)
keluarga.
(j) Berikan informasi kepada Klien dan keluarga mengenai fisiologi
normal defekasi.
(k) Diskusikan prosedur dan hasil yang diharapkan bersama Klien.
(l) Jelaskan etiologi masalah dan rasional setiap tindakan.
(2) Kolaborasi
(a) Lakukan perujukan untuk terapi keluarga (mis. Untuk inkontinensia
dengan etiologi factor emosi)
(b) Rujuk Klien untuk mengevaluasi kebutuhan terhadap penyumbat
kontinensia anal.
(3) Rasional :(Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin,2008)
(a) Untuk mempertahankan kontinesial usus, klien harus memiliki sesuai
anorektal yang utuh, mampu mengeluarkan feses secara sadar, mampu
mengontraksi otot puborektal dan sfingter anus eksternal, serta
memiliki akses yang baik ke fasilitas kamar mandi
(b) Konsistensi dan volume feses penting untuk mencapai kontinensia.
Feses yang jumlahnya sedikit dan keras tidak mampu mendistensi
atau menstimulasi rektum sehingga tidak akan menimbulkan
keinginan untuk defekasi.
(c) Latihan dapat meningkatkan motilitas pencernaan dan mempercepat
fungsi usus.
(d) Latihan panggul diatas lantai dapat meningkatkan kekuatan otot
puborektal dan sfingter anus ekstrenal.
(e) Stimulasi rektum dengan jari menimbulkan reflek peristalsis dan
membantu defekasi.
(f) Laksatif dapat meyebabkan terjadinya defekasi yang tak terjadwal,
berkurangnya tonus kolon, dan konsitensi feses yang tidak konsisten.
Enema dapat menyebabkan regangan yang berlebihan pada bagian-
perawatan
multidisiplin
dengan
D. IMPLEMENTASI
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah direncanakan sebelumnya.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi BAB dapat di nilai dengan
adanya kemampuan dalam.
1) Memahami cara eliminasi yang normal.
2) Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat
ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam dengan merencanakan pola
makan, seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (tergantung dari terdensi
diare/kontsipasi serta mampu minum 2000/3000 ml)
3) Melakukan latihan secara teratur, seperti rentan gerak atau aktivitas lain (jalan,
berdiri, dll).
4) Mempertahankan
defekasi
secara
normal
yang
ditunjukkan
dengan
kemampuan Klien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat dari/ enema,
berpatisispasi dalam program latihan secara teratur, defekasi tanpa harus
mengedan.
5) Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam
kemampuan defekasi, tidak terjadi bleeding, tidak terjadi implamasi, dll.
1.2.2
kemih
di
dalam
rongga
panggul
(pelvis)
pada
sambungan
didalam salah satu ureter, seperti batu ginjal (kalkulus renalis), menimbulkan
gerakan peristalsis yang kuat yang mencoba mendorong obstuksi kedalam
kandung kemih.Gerakan peristaltik yang kuat ini menimbulkan nyeri yang sering
disebut dengan kolik ginjal.
3. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi yang
tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan
organ eksresi. Apabila kosong,kantung kemih berada pada rongga panggul di
belakang simfisis pubis. Pada pria, kantung kemih terletak pada rektum bagian
posterior dan pada wanita kandung kemih terletak pada dinding anterior uterus
dan vagina.
Bentuk kantung kemih berubah saat ia berisi dengan urine.dinding kantung
kemih dapat berkembang.tekan di dalam kantung kemih biasanya rendah,bahkan
saat sebagian kantung kemih penduh,suatu faktor yang melindungi kandung
kemih dari infeksi. Kandung kemih menampung sekitar 600ml urine,walaupun
keluaran urine normak sekitar 300ml.
Dalam keadaan penuh,kandung kemih membesar dan membentang sampai ke
atas simpisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distensi makasimal dapat
mencapai umlikus. Pada wanita hamil,janin medorong kandung kemih,
menimbulkan suatu perasaan penuh dan mengurangi daya tamping kandung
kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimerter pertama maupun trimester ke
tiga.
Trigonum (suatu daerah segitiga yang halus pada permukaan bagian dalam
kandung kemih) merupakan dasar kandung kemih sebuah lubang terdapat pada
setiap sudut segitiga.Dua lubang untuk ureter serta satu lubang untuk uretra.
Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan: lapisan mukosa didalam,
sebuah lapisan sub mukosa pada jaringan menyambung, sebuah lapisan otot, dan
sebuah lapisan serosa di bagian luar. Lapisan otot memiliki berkas-berkas serabut
otot yang membentuk otot detrusor.Serabut saraf para simpatis menstimulasi otak
detrusor selama proser perkemihan.Spingter uretra interna, yang tersusun atas
kumpulan otot yang berbentuk seperti cincin, berada pada dasar kantung kemih
tempat sepinter bergabung dengan uretra. Spinter mencegah urin keluar dari
kantung kemih di bawah kontol volunteer (control otot yang disadari)
4. URETRA
Urin keluar dari kantung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatrus uretra.Dalam kondisi normal aliran urine yang mengalami turbulasi
membuat urine bebas dari bakteri.Membrane mukosa melapisi uretra, kelenjar
uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.lendir di anggap bersifat
bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya
bakteri.Lapisan otot polos yang mengelilingi uretra.
Uretra
pada
ekstrerna,yang
wanita
terletak
memiliki
di
panjang
sekitar
sekitar
setengah
4-6,5cm.spingter
bagian
bahawah
uretra
uretra,
memungkinkan aliran volumter urine. Panjang uretra yang pendek pada wanita
menjadi paktor predis posisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan
mudah masuk ke dalam uretra dari daerah preneum.uretra pada pria, yang
merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ
reproduksi,memiliki panjang 20cm. uretra pada pria ini terdiri dari 3 bagian
yaitu: uretra prostatic,uretra membrannosa,dan uretra penil atau uretra
kapermosa.
Pada wanita, meatus urinarius (lubang ) terletak di antara labia minora,di atas
vagina dan di bawah klitoris. Pada pria meatus terletak pada ujung distal penis.
1.2.3
Komposisi urine
1. Air (96%)
2. Larutan (4%)
a. Larutan organic
Urea, ammonia, keratin, dan uric acid
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potassium), sulfat, magnesium, dan
fosfor.Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling
banyak.
1.2.4
mengalami
pengosongan
kandung
kemih
yang
tidak
merupakan
keadaan
dimana
sedative.
seseorang
Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urine
perkemihan
Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan
pedas
Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi
4. Ureterotomi
Ureterotomi adalah tindakan operasi dengan jalan membuat stoma
pada dinding perut untuk drainase urine.Operasi ini dilakukan karena adanya
penyakit atau disfungsi pada kandung kemih.
pemberian
obat
antikolinergik
atau
antihipertensi
dapat
1.2.6
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
1.2.7
PENATALAKSANAAN
GANGGUAN
PEMENUHAN
ELIMINASI
Penanggung
(Hubungan dengan penanggung)
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Nama
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:
Alamat
:
Agama
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
No. RM
:
Tanggal masuk RS :
(10)
Diagnosa medis :
b) Riwayat Keperawatan
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(2)
e) Pemeriksaan diagnostic
(1) Pemeriksaan urine (urinalisis)
Warna : (N : jernih)
Penampilan : (N : jernih)
Bau (N : beraroma)
pH : (N : 4,5-8,0)
Berat jenis (N : 1,005 1,030)
Glukosa (N : negatif)
Keton (N : negatif)
Kultur urine (N: kuman patogen negatif)
B. Diagnosa Keperawatan
NANDA menyatakan bahwa bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan
potensial sebagai, dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.Menurut north american nursing
diagnosis association (NANDA,2014), diagnosis keperawatan terkait masalah Eliminasi
BAK dibagi menjadi:
1. Inkontinensia Urine : Fungsional yang berhubungan dengan:
a. Factor lingkungan yang berubah.
a) Gangguan kognisi.
b)
c)
d)
e)
b.
a)
Gangguan penglihatan.
Keterbatasan neuromuscular.
Faktor psikologis.
Kelemahan struktur panggul pendukung.
yang ditandai oleh:
Mampu mengosongkan kandungan kemih dengan komplet.
b) Jumlah waktu yang diperlukan untuk mencapai toilet melebihi lama waktu
antara merasakan dorongan untuk berkemih dan tidak dapat mengontrol untuk
berkemih.
c) Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet.
d) Mungkin inkontien hanya pada dini hari.
e) Merasakan perlunya untuk berkemih.
2. Inkontinensia Urine Aliran Berlebihan(Overflow) yang berhubungan dengan:
a) Obstruksi aliran keluar kandung kemih.
b) Disinergia sfingter eksternal detrusor.
c) Hipokontraktilitas detrusor.
d) Impaksi BAB.
e) Prolaps pelvic berat.
f) Efek samping obat antikolinergik.
g) Efek samping penyekat saluran kalsium.
h) Efek samping obat dekongestan.
i) Obstruksi uretral
yang ditandai oleh:
a) Subjektif :
Melaporkan rembesan involunter sedikit urine.
b)Objektif :
(1) Distensi kandung kemih.
(2) Volume residu pasca berkemih tinggi.
(3) Nokturia.
(4) Terlihat rembesan involunter sedikit urine.
3. Inkontinensia Urine: Refleks yang berhubungan dengan:
a) Kerusakan jaringan(mis, karena sititis radiasi, gangguan inflamasi kandung
kemih, bedah pelvic radikal).
b) Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturisi pontine.
c) Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturisi sacral.
yang ditandai oleh:
a)Subjektif :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5) Sensasi yang dikaitkan dengan kandung kemih penuh (mis, berkeringat,
gelisah, ketidaknyamanan abdomen).
b)Objektif :
(1) Ketidakmampuan
untuk
menghambat
berkemih
secara
volenter
kandung kemih.
Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada aktivitas fisik.
Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada saat batuk.
Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada saat tertawa.
Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada saat bersin.
h) Penggunaan dieuritik.
i) Impaksi BAB.
yang ditandai oleh:
a)Subjektif :
a. Menyatakan ketidakmampuan mencapai toilet pada waktunya untuk
berkemih.
b. Menyatakan keluarya urine involunter dengan kontraksi kandung kemih.
c. Menyatakan keluarnya urine involunter dengan spasme kandung kemih.
d. Melaporkan dorongan berkemih.
b)Objektif :
Terlihat tidak mampu mencapai toilet pada waktunya untuk berkemih.
Sering berkemih.
Anyang-anyangan.
Inkontinensia.
Nokturia.
Retensi.
a) Subjektif :
(1) Disuria.
(2) Sensasi kandung kemih penuh.
b) Objektif :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan diartikan sebagai rencana tindakan keputusan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuannya terpenuhinya kebutuhan
Klien.Perencanaan meliputi beberapa tahap yaitu :
Menentukan prioritas masalah.
Masalah yang perlu segera dipecahkan mendapat prioritas utama. Pertimbangan
untuk menentukan prioritas masalah adalah :
a) Prioritas tertinggi diberikan kepada masalah kesehatan yang mengancam
kehidupan dan keselamatan Klien.
b) Masalah yang sedang dihadapi diberi perhatian lebih dahulu daripada masalah
yang mungkin (potensial).
2. Menentukan Tujuan atau Kriteria Hasil
Tujuan keperawatan hasil yang ingin dicapai dari asuhan keperawatan yang
direncanakan.
3. Menentukan Rencana Tindakan
Penyusunan rencana tindakan harus secara jelas dan singkat rencana tindakan itu
sendiri adalah langkah menentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh
perawat dalam rangka menolong Klien untuk mencapai suatu tujuan keperawatan.
4. Rasional
Merupakan dasar atau landasan dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan pada
Klien masalah tersebut diatas maka prioritas, tujuan kriteria hasil dan rasionalisasi dari
gangguan eliminasi BAB
5. Rencana Asuhan Keperawatan (NANDA, NIC NOC, 2014)
Perencanaan
keperawatan
diartikan
sebagai
rencana
tindakan
keputusan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(j) Ajarkan Klien untuk minum 200 ml cairan saat makan, diantara waktu
makan, dan di petang hari
(k) Beri pakaian pelindung atau pengalas
(l) Bantu Klien untuk eliminasi dan berkemih tepat waktu pada interval
yang dipogramkan
(2) Kolaborasi :
(1) Konsultasikan dengan dokter dan ahli terapi okupasi untuk bantuan
ketangkasan manual
(2) Rujuk ke dokter jika tanda dan gejala infeksi saluran kemih terjadi
b. Dx 2 : Inkontinensia Urine Aliran Berlebihan(Overflow) yang berhubungan
dengan: Obstruksi aliran keluar kandung kemih.
Tujuan :Inkontinensia Urine Aliran Berlebihan(Overflow) teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Mampu mengosongkan kandung kemih secara tuntas
(2) Mengkonsumsi cairan dalam jumlah adekuat
(3) Tidak terjadi urine residu pasca-berkemih >100-200 ml
(4) Tidak terjadi infeksi saluran kemih (hitung sel darah putih <100.000)
(5) Tidak terjadi kebocoran urine diantara waktu berkemih
Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a) Kaji kemampuan mengidentifikasi keinginan untuk berkemih
(b) Pantau asupan dan haluaran
(c) Lakukan pengkajian perkemihan komprehensif yang berfokus pada
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
inkontinensia
Pantau tingkat distensi kandung kemih melalui palpaso dan perkusi
Lakukan katerisasi untuk urine residu
Ajarkan cara menghindari konstipasi dan impaksi feses
Ajarkan membersihkan diri setelah episode doronga (Overflow)
Pertahankan asupan cairan sekitar 2000 ml/hari
Lakukan maneuver Crede
Bantu Klien mempertahankan hygiene dan rutinitas perawatan kulit
adekuat (oleskan salep barier lebab atau zat penyegel kulit)
(2) Kolaborasi :
(a) Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk panduan membersihkan
kateriasi mandiri intermiten
(b) Rujuk ke spesialis konstinensia urine
Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a) Kaji kemampuan untuk mengidentifikasi keinginan untuk berkemih
(b) Identifikasi pola berkemih
(c) Pantau teknik Klien dan pemberi asuhan yang melakukan katerisasi
intermiten
(d) Pantau warna, bau dan kejernihan urine dan lakukan urinalisis secara
sering untuk memantau infeksi
(e) Tentukan kesiapan dan kemampuan Klien untuk melakukan katerisasi
intermiten mandiri
(f) Ajarkan Klien dan keluarga dan pemberi asuhan teknik membersihkan
kateterisasi intermiten
(g) Bantu Klien mempertahankan hygiene dan rutinitan perawatan kulit
(h) Ingatkan Klien untuk menahan urine hingga waktu yang dijadwalkan
(i) Pertahankan asupan cairan sekitar 2000 ml per hari
(2) Kolaborasi :
(a) Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk panduan membersihkan
kateriasi mandiri intermiten
(b) Beri terapi antibakteri, sesuai program dokter, di awal katerisasi intermiten
d. Dx 4: Inkontinensia Urine : Stres yang berhubungan dengan:.Defisiensi
sfingter uretra intrinsic.
Tujuan : Inkontinensia Urine : Stres teratasi
Dengan Kriteria Hasil :
(1) Tidak terjadi kebocoran urine aibat penekanan terhadap abdomen
(2) Tidak mengompol di siang hari
(3) Klien mampu mendeskripsikan rencana untuk mengatasi inkontinensia stes
(4) Mampu mempertahankan frekuensi berkemih setiap lebih dari 2 jam sekali
Intervesi Keperawatan :
(1) Mandiri
(a) Anjurkan Klien melakukan tindakan perawatan kulit dan hygiene
(b) Ajarkan pemberian estrogen oral atau topical secara mandiri untuk
meredakan gejala
(c) Ajarkian teknik penguatan sfingter dan struktur penyongkong kandung
kemih
(d) Bantu Klien memilih pakaian yang tepat atau pembalut untuk
manajemen inkontinesnsia jangka pendek
(e) Beri umpan balik positif untuk melakukan latihan dasar panggul
(f) Membatasi ingesti zat yang dapat menyebabkan iritasi kandung kemih
(2) Kolaborasi :
(a) Konsultasikan dengan dokter tentang manajemen medical-bedah
episode inkontinensia
(3) Rasional :(Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin,2008)
(a) Pada inkontinensia stres, otot dasar panggul (pubokoksigeus) dan otot
levator ani telah lemah atau meregang akibat kelahiran anak,
trauma,atrofi menopause, atau obesitas.
(b) Latihan otot panggul menguatkan dan mengencangkan otot dasar
panggul. Latihan ini dapat memberikan tekanan uretra atau tekanan
tambahan yang memadai untuk mencegah inkontinensia stres ringan.
Latihan ini harus diajarkan pada seluruh wanita sebagai upaya
preventif. Hasil study telah menunjukan bahwa latihan otot panggul
berhasil memperbaiki atau sepenuhnya mengendaliakn inkotinensia
stres (Dougherty, 1998)
e. Dx 5 : Inkontinensia Urine : Dorongan (Urgensi) yang berhubungan dengan:
Penurunan kapasitas kandung kemih.
Tujuan : Inkontinensia Urine : Dorongan (Urgensi) teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Selalu berespon tepat waktu terhadap keinginan berkemih
(2) Mampu mengidentifikasi obat yang menganggu kendali berkemih
(3) Memiliki episode inkontinensia yang lebih jarang
(4) Urine dikeluarkan tanpa urgensi
Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri
(a) Ajarkan kepada Klien teknik meningkatkan kapasitas kandung kemih
(b) Pantau efek obat antispasmodic, seperti mulut kering, yang menganggu
kemampuan bicara atau makan
(c) Bantu Klien berkemih sebelum tidur dan dorong berkemih dimalam hari untuk
mengurangi urgensi
(d) Beri pispot, kursi buang air dan urinal di dekat Klien untuk mendorong
episode berkemih yang sering
(2) Kolaborasi :
(a) Konsultasikan dengan dokter dan ahli terapi okupasi untuk mendapatkan
bantuan dalam melatih ketangkasan manual
(b) Konsultasikan dengan dokter mengenai : (i) obat antispasmodic dan
antikolinergik dan (ii) manajemen medis (misalnya, terapi stimulasi listrik,
pemeriksaan ganguan kandung kemih iritatif atau imflamatori yang didasari
inkontinensia, terapi bedah)
f. Dx 6: Gangguan Eliminasi Urine yang berhubungan dengan: Infeksi saluran
kemih
Tujuan : Gangguan Eliminasi Urine teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Tidak terjadi infeksi saluran kemih (Sel darah putih <100.000)
(2) Tidak terjadi kebocoran urine diantara berkemih
(3) Mampu eliminasi secara mandiri
(4) Mampu mempertahankan pola berkemih yang dapat diduga
(5) Konstinensia urine
(6) Eliminasi urine tidak terganggu (bau,jumlah ,dan warna yang diharapkan, tidak
(7)
(8)
(9)
(10)
ada hematuria)
Pengeluaran urine tanpa nyeri
Tidak ada kesulitan di awal berkemih (urgensi)
Kreatinin serum dan berat jenis urine dalam batas normal
Protein , glukosa, keyon, Ph, dan elektrolit urine dalam batas normal
Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a) Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan
warna
(b) Ajarkan Klien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
(c) Intruksikan Klien untuk berespons segera terhadap kebutuhan eliminasi
(d) Ajarkan Klien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, di antara waktu
makan, dan di awal petang
(2) Kolaborasi :
(a) Rujuk ke dokter jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih
g. Dx 7 : Retensi Urine yang berhubungan dengan: sumbatan, tekanan ureter
tinggi, Inhibisi arkus reflex, Sfingter kuat.
Tujuan : Retensi Urine teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Tidak terjadi kebocoran urine diantara berkemih
(2) Tidak terjadi urine residu pasca-berkemih >100-200 cc
(3) Mampu menunjukan pengosongan kandung kemih dengan prosedur bersih
kateterisasi intermiten mandiri
(4) Tetap bebas dari infeksi saluran kemih
(5) Mempunyai keseimbangan asupan dan haluaran 24 jam
(6) Mampu mengosongkan kandung kemih secara tuntas
Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
dilaporkan
(g) Instruksikan Klien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine
(h) Berikan privasi untuk eliminasi
(i) Stimulasi reflex kandung kemih dengan menempelkan es ke abdomen
(j) Berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung kemih (10 menit)\
(k) Gunakan spirtus dari wintergreen pada pispot atau urinal
(l) Lakukan kateterisasi untuk mengeluarkan urine residu
(m)Lakukan maneuver Crede
(2) Kolaborasi :
(a) Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk panduan membersihkan kateriasi
mandiri intermiten
(b) Rujuk ke spesialis konstinensia urine
(3) Rasional: (Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin,2008)
(a)
Dribbling sering kali dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan pada dinding
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum
dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :
1) Miksi secara normal, ditunjukkan dengan kemampuan Klien berkemih sesuai dengan
asupan cairan dan Klien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada
kandung kemih, atau kateter
2) Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya distensi, volume
urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase.
3) Mencegah infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya tanda infeksi, tidak ditemukan
adanya disurea, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar.
4) Mempertahankan integritas kulit, ditunjukkan dengan adanya parineal kering tanpa
inflamasi dan kulit sekitar ureterostomi kering.
training,
ditunjukkan
dengan
berkurangnya
frekuensi
DAFTAR PUSTAKA