Anda di halaman 1dari 55

ASUHAN KEPERAWATAN

ELIMINASI

OLEH:
NI LUH AYU KOMANG SUJANINGSIH

14C11281

NI PUTU KRISNAYANTI OKTAVIA DEWI 14C11282


NI KADEK LEONI AYUSTINA

14C11283

NI KADEK LINDA DEWI

14C11284

I WAYAN MADU SUDANA

14C11285

NI KADEK AYU MARTINI

14C11286

NI WAYAN MELANI

14C11287

PUTU MIRAH RATNA SARI DEWI

14C11288

NI KETUT MONI ASTUTI

14C11289

TINGKAT II KELAS B
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI
2016

KONSEP TEORITIS KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


PEMENUHAN ELIMINASI (BAB & BAK)

1.1 ELIMINASI BUANG AIR BESAR (BAB)


1.1.1 DEFINISI ELIMINASI BAB
Menurut

kamus

bahasa

Indonesia,

eliminasi

adalah

pengeluaran,

penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam bidang kesehatan, eliminasi adalah


proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin atau bowel (feses).
Buang air besar atau defekasi adalah suatu tindakan atau proses makhluk hidup untuk
membuang kotoran atau tinja yang padat atau setengah-padat yang berasal dari sistem
pencernaan (Dianawuri, 2009).
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh baik yang
berupa urine maupun fekal. (Tarwonto dan Wartonah, 2010. Hal:87).
Makanan yang sudah sudah dicerna kemudian sisanya akan dikeluarkan dalam
bentuk feses. Eliminasi fekal (BAB) adalah proses pengeluaran sisa pencernaan melalui anus.
(Tarwonto dan Wartonah, 2010. Hal: 102).
Defekasi (BAB) adalah proses pembuangan dan pengeluaran sisa metabolisme berupa
feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan melalui anus.(Tarwonto dan Wartonah,
2010. Hal: 107).

1.1.2 ANATOMI FISIOLOGI ELIMINASI FEKAL (BAB) (Kozier, Erb, Berman,


Snyder, 2004)
1. Anatomi Fisiologi
Sistem pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat
dalam proses mencerna makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini akan
menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap bercampur dengan
enzim dan zat cair melalui proses pencernaan, baik dengan cara mengunyah, menelan, dan
mencampur menjadi zat-zat gizi. Organ saluran pencernaan dibagi menjadi dua bagian,
yaitu: organ saluran gastrointestinal bagian atas dan organ saluran gastrointestinal bagian
bawah.

Saluran gastrointestinal bagian atas


Organ saluran ini terdiri atas mulut, faring, esophagus, dan lambung (gaster).
a) Mulut
Mulut merupakan jalan masuk yang dilalui makanan yang pertama kali
untuk sistem pencernaan.Rongga mulut dilengkapi dengan alat pencernaan
(gigi dan lidah) serta kelenjar pencernaan untuk membantu pencernaan
makanan. Secara umum, mulut terdiri atas dua bagian atas, bagian luar
(vestibula ) yaitu ruang diatara gisi, gigi bibir dan pipi, dan rongga mulut
bagian dalam yaitu rongga yang dibatasi oleh tulang maksilaris, palatum, dan
manibularis disebelah belakang dan bersambung dengan faring. Palatum
terdiri atas palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-taajuk
palatum dari sebelah depan tulang maksilaris, dan palatum mole atau palatum
lunak terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat
bergerak, serta terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lender. Rongga mulut
berhubungan dengan ororfaring yang disebut dengan faucium yang terdapat
dua lengkungan, yaitu palatofaringeal dan palatoglossal. Diantara kedua
lengkungan ini terdapat jaringan limfoid yang disebut dengan tonsil.Rongga
mulut, di rongga mulut, makanan yang masuk akan dicerna secara mekanik
dengan cara dicabik dan dikunyah serta secara kimiawi melalui peran enzim
di saliva.
b) Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
esophagus.Di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu
kumpulan kelenjar linfa yang banyak mengandung limfosit dan merupakan
pertahanan terhadap inveksi. Disini juga letak persimpangnan antara jalan
nafas dan makanan, letaknya di belakang rongga mulut di depan ruas tulang
belakang. Keatas bagian depan berhubungan dengan rongga mulut dengan
perantara lubang ismusvausio.
c) Esophagus
Esophagus merupakan bagian saluran pencernaan sepanjang 25cm
dan berdiameter 2 cm. esophagus berbentuk seperti tabung berotot yang
menghubungkan rongga mulut dan lambung, dengan bagian posterior
berbatasan dengan faring setinggi kartilago cricoidea dan sebelah anterior
berbatasan dengan corpusvertebrae. Ketika seorang menelan, maka spinter
akan berelaksasi secara otomatis dan akan membiarkan makanan atau
minuman masuk ke dalam lambung. Fungsi esophagus adalah menyalurkan

makanan ke lambung.Agar makanan dapat berjalan sepanjang esophagus,


terdapat gerakan peristaltic sehingga makanan dapat berjalan menuju
lambung.
d) Lambung
Lambung merupakan organ pencernaan yang paling fleksibel karena
dapat menampung makanan sebanyak 1-2 liter.Bentuknya seperti huruf J atau
kubah dan terletak di kuadran kiri bawah abnomen.Lambung merupakan
kelanjutan dari esophagus bagian superior dan bersambungan sengan usus
halus bagian duodenum.Fungsi utama dari lambung adalah menyimpan
makanan yang sudah bercampur dengan cairan yang dihasilkan lambung
(getah lambung).Lambung terdiri dari 4 bagian besar, yaitu kardiak (bagian
atas, berdekatan dengan spinter gastroesofagus), fundus (berbentuk kubah,
kontak langsung dengan diagfragma), korpus (area paling bersar), dan
pylorus (bagian lambung yang berbentuk tabung yang mempunyai otot yang
tebal membentuk spinter pylorus).Lambung juga mempunyai 2 lapisan dan 2
pembatas.Lapisan yang dimaksud yaitu anterior dan posterior.Sedangkan 2
pembatas lambung disebut dengan kurvatura minor dan mayor.Dinding
lambung tersusun oleh otot-otot polos yang berfungsi menggerus makanan
secara mekanis melalui kontraksi otot-otot tersebut. Ada 3 jenis otot polos
yang menyusun lambung, yaitu otot longitudinal (memanjang), otot
sirkuler(melingkar), dan otot obliquus (menyerong). Makanan akan masuk
kedalam lambung dari esophagus melalui otot berbentuk cincin yang disebut
dengan spinter. Sfingter ini dapat membuka dan menutup serta berfungsi
mencegah masuknya kembali isi lambung ke dalam esophagus.Lambung
berfungsi seperti gudang makanan yang dapat berkontraksi secara ritmik
untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi
lambung menghasilkan 3 zat penting, yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan
precursor pepsin(enzim) yang memecahkan protein. Lendir melindungi selsel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.Setiap kelainan pada lapisan
lendir ini, bias menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya
tukak lambung.Sedangkan asam klorida bertugas menciptakan suasana yang
sangat asam.Suasana asam ini sangat diperlukan oleh pepsin untuk memecah
protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri. Selain pencernaan

mekanik, pada lambung terjadi pencernaan kimiawi dengan bantuan senyawa


kimia yang dihasilkan lambung. Senyawa kimia yang dihasilkna lambung
adalah :
(1) Asam HCL, berfungsi mengaktifkan pepsinogen menjadi pepsin.
Sebagai disinfektan, serta merangsang pengeluaran hormon sekretin dan
kolesitokinin pasa usus halus.
(2) Lipase, berfungsi memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
Namun lipase yang dihasilkan sangat sedikit.
(3) Renin, berfungsi mengendapkan protein pada susu (kasein) dari air susu
(ASI). Hanya dimiliki oleh bayi.
(4) Mukus, melindungi dingding lambung dari kerusakan akibat asam HCl.
Hasil penggerusan makanan di lambung secara mekanik dan kimiawi
akan menjadikan makanan menjadi bubur yang disebut kimus.
Saluran Gastrointestinal Bagian Bawah
Saluran pencernaan bagian bawah meliputi usus halus, usus besar, rektum, dan
anus.
a) Usus Halus
Usus halus merupakan kelanjutan dari lambung yang terletak diantara
sfingter pilorus lambung dengan katup ilieosekal yang merupakan bagian
awal usus besa, posisinya terletak di sentral bawah abdomen yang didukung
oleh lapisan mensenterika ( berbentuk seperti kipas) yag memungkinkan usus
halus ini mengalami perubahan bentuk ( seperti berkrlok kelok).
Mensentrika ini dilapisi oleh pembuluh darah, persarafan, dan saluran limfa
yang menyuplai kebutuhan dinding usus. Usus halus memiliki saluran paling
panjang dari saluran pencernaan dengan panjang sekitar 3 meter denganlebar
2,5 cm, walaupun tiap orang memiliki ukuran yang berbeda beda. Usus
ha;us sering disebut usus kecil karena ukuran diameternya lebih kecil jika
dibbandingkan sengan usus besar. Usus halus ini dibagi menjadi 3 bagian
yaitu dodenum ( 2,5 m), jejenum ( 2,5 m), serta ilium ( 3,6 m). Adapun
fungsi dari usus halus adalah menerima sekresi hati dan pankreas,
mengabsorpsi sari pati makanan , dan menyalurkan hasil metabolisme ke
usus besar. Pada usus halus hanya terjadi pencernaan secara kimiawi saja,
dengan bantuan senyawa kimia yang dihasilkan oleh usus halus serta

senyawa kimia dari kelenjar pankreas yang dilepaskan oleh usus halus.
Senyawa yang dihasilkaN oleh usus halus adalah sebagai berikut :
(1) Desakaridase, berfungsi menguraikan disakarida menjadi monosakarid.
(2) Erepsinogen, erepsin yang belum aktif yang akan diubah menjadi erepsin.
Erepsin mengubah pepton menjadi asam amino.
(3) Hormon sekretin, merangsang kelenjar pankreas mengeluarkan senyawa
kimia yang dihasilkan ke usus halus.
(4) Hormon CCK, berfungsi merangsang hati untuk mengeluarkan cairan
empedu ke dalam usus halus.
Usus menerima makanan dari lambung dalambentuk kimus ( setengah
padat)yang kemudian dengan bantuan peristaltik akan didorongmenuju
usus besar.
b) Usus besar atau Kolon
Usus besar memanjang dari katup ileusekum (ileokolik), yang membujur
antara usus halus dan usus besar, hingga ke anus. Kolon pada orang dewasa
umumnya memiliki panajng sekitar 125 cm sampai 150 cm (50-60 inci). Kolon
memilik tujuh bagian: sekum; kolon asendens, tranversal, dan desendens; kolon
sigmoid; rektum; dan anus.Usus besar adalah sebuah saluran otot yang dilapisi
oleh membran mukosa.Serat otot berbentuk sirkulat dan longitudinal, yang
memungkinkan usus membesar dan berkontraksi melebar dan memanjang.Otot
longitudinal lebih pendek dibandingkan kolon dan oleh karena itu menyebabkan
usus besar membentuk kantung, atau haustra.
Fungsi utama kolon adalah obsurpsi air dan zat besi,perlindungan mukosa
dinding usus, dan eliminasi fekal. Isi kolon normalnya mewakili makanan yang
dimakan dalam 4 hari terakhir, walaupun sebagian besar produk sisa
diekskresikan dalam 48jam setelah ingesti (aktifitas makan).Produk sisa yang
meninggalkan lambung melalui usus halus dan kemudian melewati katub
ileoseumdisebut kime. Sebanyak 1500mL kime mengalir menuju usus besar
setiap hari,dan semua kecuali 100mL diabsorbsi kembali disetengah bagian
proksimal kolon. 100mL cairan dieksresikan didalam fese.
Kolon juga memberi fungsi perlindungan karena kolon mensekresikan
lendir. Lendir ini mengandung sejumlah besar ion bikarbonat.Sekresi lendir
distimulasi oleh eksitasi saraf parasimpatik. Selama stimulasi ekstrim misalny,
akibat

emosi

mengakibatkan

sejumlah

besar

lendirdiekskresikan

yang

menghasilkan keluarnya lendir berupa serabut dengan sedikit atau tanpa feses.
Lendirberperan untuk melindungi dinding usus besar dari trauma akibat
pembentukan asam didalam feses dan berperan sebagai pengikat untuk
menyatukan materi fekal.Lendir juga melindungi dinding usus dari aktivitas
bakteri.
Kolon berperan untuk mengangkut produk pencernaan disepanjang
lumennya, yang pada akhirnya dieliminasi melalui saluran anus.Produksinya
adalah flatus dan feses. Flatus sebagian besar terdiri atas udara dan produk
pencernaan karbohidrat.Tiga tipe pergerakan terjadi diusus besar. Haustral
churning, peristalsis kolon, dan peristalsis masa.Haustral churning melibatkan
pergerakan kime kebelakang dan kedepan didalam haustra. Selain untuk
mencampur isi usus, kerja tersebut membantu penyerapan air dan menggerakkan
isi usus kedepan menuju haustra berikutnya. Peristalsis adalah pergerakkan
menyerupai gelombang yang dihasilkan oleh serat otot sirkular dan longitudinal
pada dinding usus : gerakan ini mendorong isi usus kedepan. Peristalsis kolon
sangat lambat dan diduga sangat sedikit menggerakkan kime disepanjang usus
besar. Peristalsis massa, tipe ketiga dari pergerakkan kolon, melibatkan suatu
gelombang kontraksi otot yang kuat sehingga menggerakkan sebagian besar area
kolon. Biasanya peristalsis massa terjadi setelah makan,distimulasi oleh
keberadaan makan didalam lambung dan usus halus. Pada orang dewasa
golongan peristalsis massa hanya terjadi beberapa kali dalam sehari.
c) Rektum dan Saluran Anus
Rektum merupakan lubang tempat pengluaran feses dari tubuh. Sebelum
dibuang lewat anus, feses akan ditampung terlebih dahulu pada bagian rektum.
Apabila feses sudah siap dibuang, maka oto sfingter rektum mengatur pembukaan
dan penutupan anus. Rektum pada orang dewasa biasanya memiliki panjang 10
15cm ; panjang bagian paling distal 2,5 sampai 5cm, adalah saluran anus.
Didalam rektum terdapat lipatan-lipatan yang dapat meluas secara vertikal.Setiap
lipatan vertikal berisi sebuah vena dan sebuah ateri. Diyakini bahwa lipatan ini
membantu menahan feses didalam rektum. Jika vena mengalami distensi, seperti
yang dapat terjadi jika terdapat tekanan berulang, terjadilah suatu kondisi yang
disebut hemoroid.

Saluran anus diikat oleh otot sfingter internal berada dibawah kontrol
infolunter dan sfingter eksternal normalnya berada dibawah control volunteer.
Otot sfingter internal dipersarafi oleh system saraf otonom ; sfingter eksternal
dipersarafi oleh system saraf somatik.
2. Proses Defekasi
Defekasi adalah proses pengosongan usus yang sering disebut dengan
buang air besar. Terdapat dua pusat yang menguasai reflex untuk defekasi, yaitu
terletak di medulla dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi rangsangan
parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan usus besar
menguncup. Reflex defekasi dirangsang untuk buang air besar kemudian sfingter
anus bagian luar diawasi oleh sistem saraf parasimpatis, setiap waktu menguncup
atau mengendur. Selama defekasi, berbagai otot lain membantu proses tersebut,
seperti otot-otot dinding] perut, diafragma, dan otot-otot dasar pelvis.
Feses terdiri atas sisa makanan seperti selulose yang tidak dicerna dan zat
makanan lain yang seluruhnya tidak dipakai oleh tubuh, berbagai macam
mikroorganisme, sekresi kelenjar usus, pigmen empedu, dan cairan tubuh.Feses
yang normal terdisi atas masa padat dan berwarna coklat karena disebabkan oleh
mobilitas sebagai hasil reduksi pigmen empedu dan usus kecil.
Secara umum, terdapat dua macam reflex dalam membantu proses defekasi,
yaitu reflex defekasi intrinsic yang dimulai dari adanya zat sisa makanan (feses)
dalam rektum sehingga terjadi distensi, kemudian flexus mesentrikus merangsang
gerakan peristaltic, dan akhirnya feses sampai di anus, dimana proses defekasi
terjadi saat sfingter interna berlelaksasi ; reflex defekasi parasimpatis yang
dimulai dari adanya feses dalam rektum yang merangsang saraf rektum,
kemudian ke spinal cord, merangsang ke kolon desenden, ke sigmoid, lalu rektum
dengan gerakan peristaltic, dan akhirnya terjadi proses defekasi saat sfingter
interna berelaksasi.
1.1.3FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEFEKASI
Kozier, Erb, Berman, Snyder (2004) menyatakan bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi pemenuhan eliminasi BAB yaitu :

1. Usia
Setiap tahap perkembangan

atau usia memiliki

kemampuan mengontrol

defekasi yang berbeda. Bayi belum memiliki kemampuan mengontrol secara penuh
dalam buang air besar, sedangkan orang dewasa sudah memiliki kemampuan
pengontrol secara penuh, dan pada usia lanjut proses pengontrolan tersebut
mengalami penurunan.
2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat mempengaruhi
proses defekasi. Makanan yang memiliki serat tinggi dapat membantu proses
percepatan defekasi dan jumlah yang dikonsumsipun dapat mempengaruhinya.
3. Asupan Cairan
Memasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras
oleh karena proses absorpsi kurang sehingga dapat mempengaruhi kesulitan.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat mempengaruhi proses defekasi karena melalui aktivitas tonus
otot, abdomen, pelvis, dan diafragma dapat membantu kelancaran defekasi
sehingga proses gerakan peristaltic pada daerah kolon dapat bertambah baik dan
memudahkan dalam membantu proses kelancaran proses defekasi.
5. Pengobatan
Pengobatan dapat mempengaruhi proses defekasi seperti penggunaan
laksansia, atau antasida yang terlalu sering.
6. Gaya Hidup
Kebiasaan atau gaya hidup dapat mempengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat
terlihat pada seseorang yang memiliki gaya hidup bersih atau sehat dengan
melakukan kebiasaan buang air besar di tempat yang bersih atau toilet.
7. Penyakit

Beberapa penyakit dapat mempengaruhi proses defekasi, biasanya penyakitpenyakit

yang

berhubungan

langsung

pada

system

pencernaan

seperti,

gastroenteristis, atau penyakit infeksi lainnya.


8. Nyeri
Adanya nyeri dapat mempengaruhi kemampuan / keinginan untuk berdefekasi,
seperti nyeri pada beberapa kasus hemoroid dan episiotomy.
9. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada system sensoris dan motoris dapat mempengaruhi proses
defekasi karena dapat menimbulkan proses penurunan stimulasi sensoris dalam
berdefekasi. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh kerusakan pada tulang belakang
atau kerusakan saraf lainnya.

1.1.4 GANGGUAN ELIMINASI BAB


Kozier, Erb, Berman, Snyder (2004) menyatakan bahwa ada beberapa gangguan
pada eliminasi BAB yaitu :
1. Konstipasi
Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kuran dari tiga kali per
minggu. Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering, keras atau tanpa
pengeluaran feses. Konstipasi terjadi jika pergerakan feses di usus besar berjalan
lambat, sehingga memungkinkan bertambahnya waktu reabsorpsi cairan di usus
besar. Konstipasi mengakibatkan sulitnya pengeluaran feses dan bertambahnya
upaya atau penekanan otot-otot volunter defekasi. Konstopasi terkait denan pola
eliminasi regular seseorang. Beberapa orang secara normal melakukan defekasi
hanya beberapa kali seminggu; sementara orang lain melakukan defekasi lebih dari
satu kali sehari.
Tanda Klinis

Adanya feses yang keras

Defekasi kurang dari 3 kali seminggu

Menurunnya bising usus

Adanya keluhan pada rektum

Nyeri saat mengejan dan defekasi

Adanya perasaan masih ada sisa feses


Kemungkinan Penyebab :
Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena cedera serebrospinalis,
CVA dll.
Ketidakcukupan asupan serat
Ketidakcukupan asupan cairan
Ketidakcukupan aktivitas atau imobilitas
Pola defekasi yang tidak teratur
Nyeri saat defekasi karena hemoroid
Menurunnya peristaltic karena stress psikologis
Penggunaan obat, seperti penggunaan laksatif atau enema kronis
Proses penuaan atau usia lanjut
2. Diare
Diare menunjukan pada pengeluaran feses encer dan peninkatan frekuensi
defekasi. Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan konstipasi dan terjadi
akibat cepatnya pergerakan fekal di usus besar. Cepatnya pergerakan kime
mengurangi waktu usus besar untuk menyerap kembali air dan elektrolit. Beberapa
orang mengeluarkan feses dengan frekuensi sering, tetapi diare tidak terjadi kecali
feses relatif tidak berbentuk dan mengandung cairan yang berlebihan. Seseorang
yang mengalami diare sering kali merasa sulit atau tidak mungkin mengendalikan
keinginan defekasi dalam waktu yang saat lama. Sering kali kram spasmodik
dikaitkan dengan diare. Bisisng usus meningkat. Dengan diare persisten, biasanya

terjadi iritasi di daerah anus yang meluas ke perineum dan bokong. Apabila
penyebab diare adalah karena adanya iritan di saluran usus, diare diduga sebaai
suatu mekanisme pembilasan pelindung.
Tanda Klinis :

Adanya pengeluaran feses cair

Frekuensi lebih dari 3 kali sehari

Nyeri atau kram abdomen

Bising usus meningkat


Kemungkinan Penyebab :

Malabsorpsi atau implamasi proses infeksi

Meningkatkan peristaltik karena peningkatan metabolism

Obat-obatan seperti antibiotic, zat besi, katarik

Alergi terhadap makanan,cairan, obat-obatan

Stress psikologis
3. Inkontinensia Fekal
Inkontinensia merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan
kebiasaan defekasi normal dengan pengeluaran feses tanpa disadari atau juga
dapat dikenal dengan ikontinensia alvi yang merupakan halangannya kemampuan
otot untuk mengotrol pengeluaran feses dan gas sfingter akibat krusakan sfingter.
Inkontinensia fekal secara umum dihubungkan dengan anguan fungsi sfingter anal
atau suplai sarafnya, seperti beberapa penyakit neuromuskular, trauma medula
spinalis, dan tumor pada otot sfingter anal eksternal. Inkontinensia fekal merupan
masalah yang menyebabkan distres emosional yang pada akhirnya dapat
menyebabkan isolasi sosial.
Tanda Klinis :

Pengeluaran feses yang tidak dikehendaki

Kemungkinan Penyebab :
Gangguan fungsi sfinger anal atau suplai sarafnya, seperti dalam beberapa
penyakit neuromuscular, trauma medulla spinalis, dan tumor pada otot
sfingter anal eksternal
4. Kembung
Sebagian besar gas yang tertelan dikeluarkan melalui mulut dengan sendawa.
Namun, sejumlah gas yang terkumpul di perut, yang menyebabkan distensi
lambung. Gas yang terbentuk di usus besar terutama diabsorpsi melalui kapiler ke
sirkulasi. Flatulens adlah keberadaan flatus yang berlebihan di suus dan
menyebabkan peregangan dan inflasi usus (distensi usus).

5. Hemoroid
Hemoroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus
sebagai akibat peningkatan tekanan di daerah anus yang dapat disebabkan karena
konstipasi, peregangan saat defekasi, dll
6. Fecal Impaction
Fecal impaction merupakan masa fese keras dilipatan rektum yang diakibatkan
oleh retensi dan akumulasi materi feses yang berkepanjangan.Penyebab konstipasi
adalah asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat, dan kelemahan tonus
otot.
1.1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG GANGGUAN PEMENUHAN ELIMINASI BAB
(Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin, 2008 : Hal 107)
a. Pemeriksaan Fisik
1) Abdomen. Pemeriksaan dilakukan pada posisi telentang, hanya bagian abdomen
saja yang tampak
a) Inspeksi. Amati abdomen untuk melihat bentuknya, simetrisitas, adanya
distensi atau gerak peristaltic.

b) Aukultasi. Dengarkan bising usus, lalu perhatikan intensitas, frekuensi, dan


kualitasnya.
c) Perkusi. Lakukan perkusi pada abdomen untuk mengetahui adanya distensi
berupa cairan, massa, atau udara. Mulailah pada bagian kanan atas dan
seterusnya.
d) Palpasi. Lakukan palpasi untuk mengetahui konsistensi abdomen serta
adanya nyeri tekan atau massa di permukaan abdomen.
2) Rektum dan anus. Pemeriksaan dilakukan pada posisi litotomi atau Sims.
a) Inspeksi. Amati daerah perianal untuk melihat adanya tanda-tanda imflamasi,
perubahan warna, lesi, lecet, fistula, konsistensi, hemoroid.
b) Palpasi. Palpasi dinding rektum dan rasakan adanya nodul, massa, nyeri
tekan. Tentukan lokasi dan ukurannya.
3) Feses. Amati feses klien dan catat konsistensi, bentuk, bau, warna, dan
jumlahnya. Amati pula unsur abnormal yang terdapat pada feses.
b. Pemeriksaan Diagnostic
1) Anoskopi
2) Proktosigmoidoskopy
3) Protoskopi
4) Rongen dengan kontras

1.1.6 PENATALAKSANAAN GANGGUAN PEMENUHAN ELIMINASI BAB


Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian cairan, jenis cairan, cara pemberian cairan dan jumlah
pemberiannya.
a. Cara per Oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa
cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan
kolera pada anak diatas 6 bulan kadar natrium 90 mEg/. Pada anak dibawah
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan dan sedang kadar natrium 50 60
mEg/I. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan
tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl
dan sukrosa.
b. Cairan Parental
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut :
1) Untuk anak umur 1 bulan 2 tahun berat badan 3 10 kg

a) 1 jam pertama : 40 ml / kg / BB / kgBB /menit ( infus set 1 ml :


15tetes )
b) 7 jam berikutnya :12 ml / kgBB / menit ( infuse set 1 ml : 15tetes )
atau 4 tetes / kgBB / menit ( infus set 1 ml : 20 tetes )
c) 16 jam berikutnya : 125 ml / kgBB / menit )
2) Untuk anak lebih dari 25 tahun dengan berat badan 1015 kg
a) 1 jam pertama : 30 ml / kgBB / jam atau 8 tetes / kgBB / menit ( 1ml :
15 tetes ) atau 10 tetes / kgBB / menit ( 1ml : 20 tetes )
3) Untuk anak lebih dari 510 tahun dengan berat badan1525 kg
a) 1 jam pertama : 20 ml / kgBB / jam atau 5 tetes / kgBB / Menit ( 1ml :
15 tetes ) atau 7 tetes / kgBB / menit ( 1 ml : 20 tetes )
b) 7 jam berikutnya : 10 ml / kgBB / jam atau 2,5 tetes / kgBB / menit (1
ml : 15 tetes ) atau 3 tetes / kgBB / menit ( 1 ml : 20 tetes )
c) 16 jam berikutnya : 105 ml / kgBB oralit per oral
4)Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2 3 kg
a) Kebutuhan cairan : 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml / kgBB / 24
jam, jenis cairan 4 : 1 ( 4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1
%, 4 jam pertama : 25 ml / kgBB /jam atau 6 tetes / kgBB / menit
( 1ml : 15 tetes ) atau 8 tetes / kgBB / menit ( 1 ml : 20 tetes )
b) Untuk bayi berat badan lahir rendah kebutuhan cairan = 250 ml
/kgBB / 24 jam.Jenis cairan 4 : 1 ( 4 bagian glukosa 10% + 1 bagian
NaHCO3 1 % )
2. Pengobatan Dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan :
a. Susu ( Asi, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak
jenuh )
b. Makanan setengah padat ( bubur) atau makanan padat ( nasi tim)
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya
susu yang mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau
tidak jenuh.
3. Obat obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
4. Memberikan Huknah Rendah
Memberikan huknah rendah merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon desenden dengan menggunakan
kaluna rekti melalui anus, bertujuan mengosongkan usus pada proses prabedah
agar dapat mencegah terjadinya obstruksi makanan sebagai dampak dari pasca

operasi dan merangsang buang air besar bagi pasien yang mengalami kesulitan
dalam buang air besar.
5. Memberikan Huknah Tinggi
Memberikan haknah tinggi merupakan tindakan keperawatan dengan cara
memasukkan cairan hangat ke dalam kolon asenden dengan menggunakan kanula
usus, bertujuan menggosongkan usus pada pasien prabedah atau untuk prosedur
diagnostic.

1.1.7 ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PEMENUHAN ELIMINASI BAB

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber
data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Iyer at
al, 1996). Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu
pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data
sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan
memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari
ANA (American Nursing Association). (Nursalam, 2001.Hal : 17)
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data
dan penentuan masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,
observasi, pemeriksaan fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg,
1992 adalah:
1) Pengumpulan Data
a) Identitas klien.
Klien
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Agama
Pekerjaan

Penanggung
(Hubungan dengan penanggung)
:

(7) Pendidikan
:

(8) No. RM
:

(9) Tanggal masuk RS :

(10)
Diagnosa medis
:

b) Riwayat keperawatan.
(1) Awalan serangan: Awalnya klien gelisah, suhu tubuh meningkat,nafsu
makan kurang kemudian timbul diare.
(2) Keluhan utama: Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak
air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada
bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang,
selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali
dengan konsistensi encer.
c) Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
d) Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur
dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan
bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
e) Kebutuhan dasar.
(1) Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari, BAK sedikit atau jarang.
(2) Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan
penurunan berat badan Klien.
(3) Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
(4) Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.
(5) Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.

f) Pemerikasaan fisik.
(1) Pemeriksaan psikologis:

keadaan

umum

tampak

lemah,

kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi


cepat dan lemah, pernapasan agak cepat.
(2) Pemeriksaan sistematik :
(a) Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut
dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
(b) Perkusi : adanya distensi abdomen.
(c) Palpasi : Turgor kulit kurang elastic.

(d) Auskultasi : terdengarnya bising usus.


(3) Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi
sehingga berat badan menurun.
(4) Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu
untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.

Keadaan tinja, meliputi :


N
o
1

Keadaan
Warna

Normal
Bayi : kuning

Abnormal

Penyebab

Putih ,

Kurangnya

hitam atau

kadar

merah

empedu,
perdarahan
saluran cerna
bagian atas,
atau
perdarahan
saluran cerna

Bau

Konsistensi

Dewasa : coklat

Pucat

bagian bawah.
Malabsorpsi

Khas feses dan

berlemak
Amis dan

lemak
Darah dan

dipengaruhi

perubahan

infeksi

oleh makanan
Lunak dan

bau
Cair

Diare dan

berbentuk
4

Bentuk

Konstituen

absorpsi

Sesuai diameter

Kecil,

kurang
Obsturksi dan

rektum

bentuknya

peristaltic

seperti

yang cepat

Makanan yang

pensil
Darah,

Internal

tidak dicerna,

pus, benda

bleeding,

bakteri yang

asing,

infeksi,

mati, lemak,

mukus

pigmen,

atau cacing benda, iritasi

empedu,

tertelan
atau inflamasi

mukosa usus,
air

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga

status kesehatan

menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (A. Carpenito, 2000)


(Nursalam.2001.Hal:35 ).
NANDA menyatakan bahwa bahwa diagnosa keperawatan adalah
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan aktual dan potensial sebagai, dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat.Menurut north american nursing diagnosis association
(NANDA, 2014), diagnosis keperawatan terkait masalah Eliminasi BAB
dibagi menjadi:

1) Gangguan Eliminasi BAB : Konstipasiyang berhubungan dengan :


a) Fungsional
(1) Kelemahan otot abdomen
(2) Kebiasaan menyangkal dan mengabaikan desakan untuk defekasi
(3) Eliminasi atau defekasi yang tidak adekuat
(4) Aktivitas fisik yang tidak memadai
(5) Kebiasaan defekasi yang tidak teratur
(6) Perubahan lingkungan baru-baru ini
b) Psikologis
(1) Depresi
(2) Stres emosi
(3) Konfusi mental
c) Farmakologis
(1) Antasida yang mengandung alumunium
(2) Antikolinergis

(3) Antikonvulsan
(4) Antidepresan
(5) Agens antilipemik
(6) Garam Bismuth
(7) Kalsium Karbonat
(8) Penyekat saluran kalsium
(9) Diuretik
(10) Garam besi
(11) Overdosis laksatif
(12) Agens anti-inflamasi nonsteroid
(13) Opiat
(14) Fenotiazid
(15) Sedatif
(16) Simpatomimetik
d) Mekanis
(1) Ketidakseimbangan elektrolit
(2) Hemoroid
(3) Megakolon
(4) Kerusakan neurologis
(5) Obesitas
(6) Obstruksi pasca pembedahan
(7) Kehamilan
(8) Pembesaran prostat
(9) Abses atau ulkus pada rektum
(10) Fisura anal rektum
(11) Prolaps rektum
(12) Rektokel
(13) Tumor
e) Fisiologis
(1) Perubahan pola makan dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi
(2) Penurunan motilitas saluran cerna
(3) Dehidrasi
(4) Kondisi gigi atau hygiene oral yang tidak adekuat
(5) Asupan serat yang tidak mencukupi
(6) Asupan cairan yang tidak mencukupi
(7) Pola makan yang buruk
yang ditandai oleh :
a) Subjektif:
(1) Nyeri abdomen
(2) Nyeri tekan pada abdomen dengan atau tanpa resistansi otot yang
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

dapat dipalpasi
Anoreksia
Perasaan penuh atau tekanan pada rektum
Kelelahan umum
Sakit kepala
Peningkatan tekanan abdomen
Indigesti

(9) Mual
(10) Nyeri saat defekasi
b) Objektif
(1) Tampilan atipikal pada lansia (misalnya, perubahan status mental,
inkontinesia urine, jatuh tanpa sebab jelas, dan peningkatan suhu
tubuh)
(2) Darah merah segar menyertai pengeluaran feses
(3) Perubahan pada pola defekasi
(4) Penurunan frekuensi
(5) Penurunan volume feses
(6) Distensi abdomen
(7) Feses yang kering, keras, dan padat
(8) Bising usus hipoaktif atau hiperaktif
(9) Pengeluaran feses cair
(10) Massa abdomen dapat dipalpasi
(11) Massa rectal dapat dipalpasi
(12) Bunyi pekak pada perkusi abdomen
(13) Adanya feses, seperti pasta di rektum
(14) Flatus berat
(15) Mengejan saat defekasi
(16) Tidak mampu mengeluarkan feses
(17) Muntah.
2) Gangguan Eliminasi BAB: Diare yang berhubungan dengan :
a) Psikologis
Tingkat stres dan ansietas yang tinggi
b) Situasional
(1) Efek samping obat
(2) Penyalahgunaan alcohol
(3) Kontaminan
(4) Penyalahgunaan obat pencahar
(5) Radiasi
(6) Racun
(7) Perjalanan
(8) Pemberian makanan melalui selang
c) Fisiologis
(1) Proses infeksi
(2) Inflamasi
(3) Iritasi
(4) Malabsorpsi
(5) Parasit
yang ditandai dengan :
a) Subjektif :
(1) Nyeri abdomen
(2) Kram
(3) Urgensi
b) Objektif :

(1) Sedikitnya sehari mengalami tiga kali defekasi dengan feses cair
(2) Bising usus hiperaktif
3) Gangguan eliminasi BAB: Inkontinensia Defekasiyang berhubungan
dengan :
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
k)
l)
m)
n)
o)
p)
q)
r)
s)
t)
u)
v)
w)

Tekanan abdomen abnormal tinggi


Tekanan usus abnormal tinggi
Diare kronik
Lesi kolorektal
Kebiasaan diet
Factor lingkungan (mis, tidak dapat mengakses kamar mandi)
Penurunan umum tonus otot
Imobilisasi
Impaksi
Gangguan kognisi
Gangguan kapasitas reservoir
Pengosongan usus tidak tuntas
Penyalahgunaan laksatif
Penurunan control sfingter rectal
Kerusakan saraf motorik bawah
Medikasi
Abnormalitas sfingter rectal
Kerusakan saraf motorik bawah
Medikasi
Abnormalitas sfingter rectal
Stress
Defisit perawatan diri dalam toileting
Kerusakan saraf motorik atas

yang ditandai oleh :


a)Subjektif :
(1) Ketidakmampuan mengenali desakan untuk defekasi
(2) Mengenali rasa penuh di rektum tetapi melaporkan ketidakmampuan
untuk mengeluarkan feses yang terbentuk
(3) Melaporkan sendiri ketidakmampuan untuk merasakan rektum sudah
penuh
b)Objektif :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Mengeluarkan/meneteskan feses lunak secara konsisten


Bau feses
Feses mengotori pakaian dan/ atau alas tidur
Ketidakmampuan menunda defekasi
Tidak memperhatikan desakan untuk defekasi

(6) Kulit perianal yang merah


(7) Urgensi / dorongan
4) Gangguan eliminasi BAB: Persepsi Konstipasi yang berhubungan dengan:
a)
b)
c)
d)

Keyakinan kesehatan budaya.


Keyakinan kesehatan keluarga.
Kesalahan penilaian.
Gangguan proses pikir.

yang ditandai oleh:


a)Subjektif :
(1) Mengharapkan defekasi setiap hari.
(2) Mengharapkan pengeluaran feses pada waktu yang sama setiap harinya.
b)Objektif :
(1) Penggunaan laksatif berlebihan.
(2) Penggunaan enema berlebihan.
(3) Penggunaan supositoria berlebihan (untuk merangsang defekasi setiap
hari)

C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan diartikan sebagai rencana tindakan keputusan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuannya terpenuhinya
kebutuhan Klien.
Perencanaan meliputi beberapa tahap yaitu :
1) Menentukan prioritas masalah.
Masalah yang perlu segera dipecahkan mendapat prioritas utama.
Pertimbangan untuk menentukan prioritas masalah adalah :
a) Prioritas tertinggi diberikan kepada masalah kesehatan

yang

mengancam kehidupan dan keselamatan Klien.


b) Masalah yang sedang dihadapi diberi perhatian lebih dahulu daripada
masalah yang mungkin (potensial).
2) Menentukan Tujuan atau Kriteria Hasil
Tujuan keperawatan hasil yang ingin dicapai dari asuhan keperawatan yang
direncanakan.

3) Menentukan Rencana Tindakan


Penyusunan rencana tindakan harus secara jelas dan singkat rencana tindakan
itu sendiri adalah langkah menentukan tindakan keperawatan yang akan
dilakukan oleh perawat dalam rangka menolong Klien untuk mencapai suatu
tujuan keperawatan.
4) Rasional
Merupakan dasar atau landasan dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan
pada Klien masalah tersebut diatas maka prioritas, tujuan kriteria hasil dan
rasionalisasi dari gangguan eliminasi BAB
5) Rencana Asuhan Keperawatan (NANDA, NIC NOC, 2014)
a) Dx.1 : Gangguan Eliminasi BAB: Konstipasi yang berhubungan
dengan eliminasi atau defekasi yang tidak adekuat
Tujuan : Gangguan Eliminasi BAB: Konstipasi teratasi
dengan Kriteria Hasil:
(1) Tidak mengalami gangguan pola eliminasi (dalam rentang yang
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

diharapkan)
Feses lunak dan berbentuk
Mengeluarkan feses tanpa bantuan
Tidak ada darah dalam feses
Tidak ada nyeri saat defekasi
Memperlihatkan hidrasi yang adekuat

(mis.,

turgor

kuit

baik,asupan cairan kira-kira sama dengan haluaran)


Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a) Informasikan kepada Klien kemungkinan konstipasi akibat obat
(b) Instruksikan Klien mengenai bantuan eliminasi defekasi yang
dapat meningkatkan pola defekasi yang optimal di rumah
(c) Ajarkan kepada Klien tentang konsekuensi penggunaan laksatif
jangka panjang
(d) Tekankan pentingnya
mencegah

perubahan

mengejan
pada

selama

tanda

vital,

defekasi
lambung

untuk
atau

pendarahan.
(e) Jelaskan etiologi masalah dan rasional tindakan kepada Klien
(f) Anjurkan aktivitas optimal untuk merangsang eliminasi defekasi
Klien
(g) Berikan privasi dan keamanan untuk Klien selama eliminasi
defekasi
(h) Anjurkan klien mengkonsumsi sedikitnya 2 liter (8-10 gelas)
cairan setiap hari

(i) Kaji dan dokumentasikan : (warna dan

konsistensi feses

pertama pascaoperasi, frekuensi, warna dan konsistensi feses,


keluarnya flatus, adanya infaksi, ada atau tidak bising usus, dan
distensi abdomen pada keempat kwadran abdomen)
(j) Bantu klien mengambil posisi semi-jongkok untuk memudahkan
penggunaan otot abdomen dan menghasilkan efek gravitasi
(k) Pantau tanda dan gejala rupture usus atau peritonitis
(2) Kolaborasi :
(a) Konsultasikan dengan ahli gizi untuk meningkatkan serat dan
cairan dalan diet
(b) Minta program dari dokter untuk memberikan bantuan
eliminasi, seperti diet tinggi serat, pelunak feses, enema, dan
laksatif
(c) Konsultasikan

dengan

dokter

tentang

penurunan

atau

peningkatan frekuensi bising usus


(d) Sarankan Klien untuk berkonsultasi dengan dokter jika
konstipasi atau impaksi terjadi

(3) Rasional :(Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin,2008)


(a) Pola defekasi yang normal harus dipertahankan dengan asupan
serat setiap hari , konsumsi cairan 6-8 gelas/hari, dan latihan
harian. Selain itu, klien juga harus menyadari perlunya defekasi
secara rutin.
(b) Aktivitas fisik yang teratur akan meningkatkan tonus otot yang
diperlukan untuk defekasi.Upaya ini juga meningkatkan
sirkulasi system degestif yang akan memperkuat peristalsis dan
memudahkan defekasi (Maas & Specht, 1991)
(c) Asupan cairan yang adekuat (sedikitnya 2 liter sehari)
diperlukan

untuk

mempertahankan

pola

defekasi

serta

memperbaiki konsistensi feses.


(d) Diet tinggi serat yang seimbang akan menstimulasi peristalsis.
Makanan tinggi serat harus dihindari selama diare.

(e) Reflex

gastrokolon

dan

duodenumkolom

menstemulasi

peristalsis massa dua atau tiga kali setiap hari, paling sering
terjadi sesudah makan.
(f) Kontraksi volunteer pada otot abdomen membantu pengeluaran
feses.
(g) Frekuensi dan konsistensi feses berkaitan dengan asupan cairan
dan

makanan.

Makanan

yang

mengandung

serat

akan

memperbesar ukuran feses dan akan meningkatkan absorbs air


kedalam feses. Asupan serat dan cairan yang adekuat akan
menghasilkan feses yang padat tetapi lunak dengan bentuk yang
normal dan akan mengurangi risiko feses yang keras, kering dan
sulit dikeluarkan. Aktivitas fisik akan memperkuat peristalsis,
membantu pencernaan, dan memudahkan eliminasi.
(h) Laksatif akan menganggu program defekasi karena dapat
menyebabkan pengosongan usus yang berlebihan dan defekasi
yang tidak terjadwal. Apabila digunakan terus menerus laksatif
dapat menyebabkan penurunan tonus, kolon dan retensi feses.
Pelunak feses mungkin tidak digunakan jika asupan makanan
dan cairan adekuat
(i) Tekan intra abdomen dapat ditingkatan dengan meninggikan
kedua kaki.

b) Dx.2 : Gangguan Eliminasi BAB: Diare yang berhubungan dengan


infeksi bakteri
Tujuan : Gangguan Eliminasi BAB: Diare teratasi atau dihilangkan
dengan Kriteria Hasil :
(1) Menunjukan eliminasi BAB yang efektif
(2) Tidak ada gangguan eliminasi
(3) Tidak ada gangguan diare
(4) Tidak ada darah dan lendir di feses
(5) Keadaan feses berbentuk dan lembek
(6) Kembali buang air besar ke pola normal
Intervensi Keperawatan:
(1) Mandiri :
(a) Lakukan tes quaiak pada feses
(b) Minta Klien mengidentifikasi pola defekasinya
(c) Pantau nilai laboratorium (elektrolit, hitung darah lengkap), dan
laporkan adanya abnormalitas

(d) Timbang berat badan Klien setiap hari


(e) Kaji dan dokumentasikan :
(i)
Frekuensi, warna, konsistensi, dan jumlah (ukuran) feses.
(ii)
Turgor kulit dan kondisi mukosa mulut sebagai indicator
dehidrasi
(f) Informasikan

Klien

tentang

kemungkinan

obat

yang

mengakibatkan diare
(g) Ajarkan Klien menghindari susu, kopi, makanan pedas, dan
makanan yang mengiritasi saluran cerna

(h) Manajemen Diare (NIC) :


(i)
Ambil specimen feses untuk uji kultur dan sensitivitas, jika
(ii)
(iii)
(iv)
(v)

diare berlanjut
Pantau adanya iritasi dan ulserasi kulit di area perianal
Ajarkan klien tentang penggunaan obat antidiare yang benar
Anjurkan klien dan anggota keluarga untuk mencatat warna,
volume, frekuensi, dan konsistensi feses
Ajarkan Klien tentang teknik menurunkan stress

(2) Kolaborasi :
a) Konsulkan dengan ahli diet untuk penyesuaian diet yang diperlukan
b) Konsultasikan pada dokter jika tanda dan gejala diare menetap
c)

Dx 3 : Gangguan eliminasi BAB: Inkontinensia Defekasi yang


berhubungan dengan tekanan abdomen abnormal tinggi
Tujuan
: Gangguan eliminasi BAB: Inkontinensia Defekasi teratasi
dengan Kriteria hasil :
(1) Mengeluarkan feses yang lunak setiap 1 sampai 5 hari
(2) Terbebas dari iritasi kulit diarea perianal
(3) Klien mampu mempertahankan pengendalian pengeluaran feses
(4) Klien mengenali desakan untuk defekasi
(5) Klien tidak mengotori pakaian dalam seharian
(6) Klien mampu mencapai toilet antara desakan dan pengeluaran feses
(7) Mengeluarkan feses yang lunak setiap 1 sampai 5 hari
(8) Terbebas dari iritasi kulit diarea perianal.
Intervensi Keperawatan:
(1) Mandiri :
(a) Kaji kemampuan Klien untuk perawatan diri toileting.

(b) Kaji kemampuan (mis. Mobilisasi, fungsi kognitif) dan motivasi untuk
berperan serta dalam latihan defekasi dan menggunakan teknik
eliminasi defekasi.
(c) Kaji kondisi kulit perianal setelah setiap kali episode inkontinensia.
(d) Dokumentasikan frekuensi episode inkontinensia.
(e) Catat pola defekasi dan episode inkontinensia, termasuk frekuensi dan
(f)
(g)
(h)
(i)

konsistensi pengeluaran feses serta asupan makanan dan cairan.


Tentukan penyebab fisik dan psikologi inkontinensia alvi.
Pantau diet dan kebutuhan cairan.
Pantau keadekuatan defekasi.
Tentukan tujuan program manajemen defekasi bersama Klien dan

keluarga.
(j) Berikan informasi kepada Klien dan keluarga mengenai fisiologi
normal defekasi.
(k) Diskusikan prosedur dan hasil yang diharapkan bersama Klien.
(l) Jelaskan etiologi masalah dan rasional setiap tindakan.
(2) Kolaborasi
(a) Lakukan perujukan untuk terapi keluarga (mis. Untuk inkontinensia
dengan etiologi factor emosi)
(b) Rujuk Klien untuk mengevaluasi kebutuhan terhadap penyumbat
kontinensia anal.
(3) Rasional :(Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin,2008)
(a) Untuk mempertahankan kontinesial usus, klien harus memiliki sesuai
anorektal yang utuh, mampu mengeluarkan feses secara sadar, mampu
mengontraksi otot puborektal dan sfingter anus eksternal, serta
memiliki akses yang baik ke fasilitas kamar mandi
(b) Konsistensi dan volume feses penting untuk mencapai kontinensia.
Feses yang jumlahnya sedikit dan keras tidak mampu mendistensi
atau menstimulasi rektum sehingga tidak akan menimbulkan
keinginan untuk defekasi.
(c) Latihan dapat meningkatkan motilitas pencernaan dan mempercepat
fungsi usus.
(d) Latihan panggul diatas lantai dapat meningkatkan kekuatan otot
puborektal dan sfingter anus ekstrenal.
(e) Stimulasi rektum dengan jari menimbulkan reflek peristalsis dan
membantu defekasi.
(f) Laksatif dapat meyebabkan terjadinya defekasi yang tak terjadwal,
berkurangnya tonus kolon, dan konsitensi feses yang tidak konsisten.
Enema dapat menyebabkan regangan yang berlebihan pada bagian-

bagian usus dan menurunkan tonus usus. Pelunak feses tidak


diperlukan apabila asupan makanan dan cairan adekuat.
(g) Upaya defekasi dapat dibantu dengan berbagai teknik yang dapat
memfasilitasi gravitasi dan meningkatkan tekanan intra abdomen
guna mengeluarkan feses.
(h) Kontipasi atau impaksi BAB yang berlangsung lama menyebabkan
distensi yang berlebihan pada rektum. Kondisi ini dapat menyebabkan
stimulasi reflek yang berkelanjutan dan mengakibatkan penurunan
tonus sfingter.
(i) Inkontinensia defekasi kerap menjadi masalah pada lansia yang
tinggal di panti atau lansia yang menderita sakit kronis. Berbagai
gangguan kognitif yang terjadi dapat menghalangi pengenalan isyarat
defekasi. Kosntipasi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan
kebocoran di sekeliling impaksi. Penyebab lain inkontinensia defekasi
adalah ketidaknormalan sfingter rektum
d) Dx 4 : Gangguan eliminasi BAB: Persepsi Konstipasi yang
berhubungan dengan keyakinan kesehatan keluarga
Tujuan
: Gangguan eliminasi BAB: Persepsi Konstipasi teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Kepercayaan kesehatan dan perilaku sehat
(2) Tidak mengalami gangguan eliminasi
(3) Pengeluaran feses tanpa bantuan
(4) Kemudahan pengeluaran feses
(5) Klien mengungkapkan secara verbal memahami pentingnya
mengurangi penggunaan laksatif, enema, dan supositoria
(6) Klien mengungkapkan secara verbal memahami bahwa pengeluaran
feses tidak harus setiap hari
Intervensi Keperawatan:
(1) Mandiri :
(a) Kaji harapan Klien tentang fungsi defekasi normal
(b) Kaji factor penyebab masalah (mis., kepercayaan budaya)
(c) Observasi, dokumentasi, dan laporkan permintaan laksatif, enema,
atau supositoria
(d) Pantau pola defekasi, meliputi frekuensi, konsistensi, bentuk,
volume, dan warna.
(e) Perhatikan masalah defekasi yang telah ada sebelumnya, rutinitas
defekasi, dan penggunaan laksatif.

(f) Instruksikan Klien dan keluarga tentang diet, asupan cairan,


aktivitas, latihan, serta konsekuensi penggunaan laksatif, enema,
dan supositoria secara berlebihan.
(g) Ajarkan Klien/keluarga bahwa pola defekasi setiap dua atau tiga
hari sekali masih normal
(h) Ajarkan mengenai karakteristik normal eliminasi dan bandingkan
dengan gejala konstipasi.
(2) Kolaborasi
a) Mulai adakan pertemuan

perawatan

multidisiplin

dengan

melibatkan Klien dan keluarga untuk mendorong perilku positif


(mis. Perubahan diet)
b) Berikan umpan balik positif untuk Klien saat terjadi perubahan
tingkah laku.

D. IMPLEMENTASI
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah direncanakan sebelumnya.
E. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi terhadap masalah kebutuhan eliminasi BAB dapat di nilai dengan
adanya kemampuan dalam.
1) Memahami cara eliminasi yang normal.
2) Mempertahankan asupan makanan dan minuman cukup yang dapat
ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam dengan merencanakan pola
makan, seperti makan dengan tinggi atau rendah serat (tergantung dari terdensi
diare/kontsipasi serta mampu minum 2000/3000 ml)
3) Melakukan latihan secara teratur, seperti rentan gerak atau aktivitas lain (jalan,
berdiri, dll).
4) Mempertahankan

defekasi

secara

normal

yang

ditunjukkan

dengan

kemampuan Klien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat dari/ enema,
berpatisispasi dalam program latihan secara teratur, defekasi tanpa harus
mengedan.
5) Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam
kemampuan defekasi, tidak terjadi bleeding, tidak terjadi implamasi, dll.

6) Mempertahankan integritas kulit yang ditunjukkan dengan keringnya area


perianal, tidak ada inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dll.

1.2 ELIMINASI BUANG AIR KECIL (BAK)


1.2.1

DEFINISI ELIMINASI BAK


Berkemih (mictio, mycturition, voiding atau urination) adalah proses
pengosongan vesika urinaria (kandung kemih).Pembuangan normal urine
merupakan suatu fungsi dasar yang sering dianggap enteng. Apabila sistem
perkemihan tidak dapat berfungsi dengan baik, sebenarnya semua sistem organ
pada akhirnya akan terpengaruh. Klien yang mengalami perubahan eliminasi urine
juga dapat menderita secara emosional akibat perubahan citra tubuhnya.Perawat
berusaha memahami dan menunjukan sikap yang peka terhadap kebutuhan
kien.Perawat harus memahami alasan terjadinya masalah dan berupaya mencari
penyelesaian yang dapat diterima.

1.2.2

PROSES FISIOLOGI BAK (Kozier, 2004)

1. ANATOMI FISIOLOGIS BAK


a. Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna
coklat agak kemerahan, yang terdapat dikedua sisi kolumna vertebral posterior
terhadap peritonium dan terletak pada otot punggung bagian dalam.Ginjal
terbentang dari vertebra torakalis kedua belas sampai vertebra lumbalis
ketiga.Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5cm sampai 2cm dari
ginjal kanan karena posisi anatomi hati.Setiap ginjal secara khas berukuran 12cm
x 7cm dan memiliki berat 120-150 gram.Produksi buangan (limbah) dari hasil
metabolisme yang terkumpul di dalam darah di filtrasi di ginjal yang melalui
arteri renalis.Sekitar 20% - 25% curah jantung bersirkulasi setiap hari melalui
ginjal setiap ginjal berisi 1 juta nefron, nefron merupakan unit fungsional ginjal

yang membentuk urine.Nefron tersusun atas glomelurus, kapsul bowman, tubulus


kontortus proksima, ansa henle, tubulus distas dan duktus pengumupul.
Darah masuk ke nefron melalui arteriola aferen.Sekelompok pembuluh darah
ini membentuk jaringan kapiler glomelurus, yang merupakan tempat pertama
filtrasi darah dan tempat awal pembentukan urine. Kapiler glomelurus
merupakan pori-pori sehingga dapat memfitrasi air dan substansi, seperti
glukosa, asam amino, urea, kreatinin, dan elektrolit-elektrolit utama ke dalam
kapsul bowman. Dalam kondisi normal, protein yang berukuran besar dan sel-sel
darah tidak difiltrasi melalui glomelurus apabila di dalam urine terdapat protein
yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya cedera
pada glomelurus.Glomelurus memfiltrasi sekitar 125ml filtrat per menit. Pada
awalnya jumlah filtrate mendekati jumlah plasma darah dikurangi protein yang
berukuran besar.
2. Ureter
Urine meninggalkan tubulus dan memasuki duktus pengumpul yang akan
mentransport urine ke pelvis renalis. Sebuah ureter bergabung dengan setiap
pelvis renalis sebagai rute keluar pertama pembuangan urine.Ureter merupakan
struktur tubular yang memiliki panjang 25-30cm dan berdiameter 1,25cm pada
orang dewasa.Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki
kandung

kemih

di

dalam

rongga

panggul

(pelvis)

pada

sambungan

uretrovesikalis.Urine yang keluar dari ureter ke kandung kemih umumnya


steril.Dinding ureter di bentuk dari 3 lapisan jaringan.Lapisan bagian dalam
merupakan membrane mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan
kandung kemih, lapisan tengah terdiri dari serabut otot polos yang mentranspor
urine melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi
urine di kandung kemih.Lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung fibrosa
yang menyokong ureter.
Gerakan peristalsis menyebkan urin masuk kedalam kandung kemih dalam
bentuk semburan, bukan dalam bentuk aliran yang tetap.Ureter masuk kedalam
dinding posterior kandung kemih dalam posisi miring.Pengaturan ini dalam
posisi normal mencegah refluks urin dari kandung kemih kedalam ureter selama
mikturisi (proses berkemih) dengan menekan ureter pada sambungan
ureteroveksikalis (sambungan ureter dengan kandung kemih).Adanya obstuksi

didalam salah satu ureter, seperti batu ginjal (kalkulus renalis), menimbulkan
gerakan peristalsis yang kuat yang mencoba mendorong obstuksi kedalam
kandung kemih.Gerakan peristaltik yang kuat ini menimbulkan nyeri yang sering
disebut dengan kolik ginjal.
3. Kandung Kemih
Kandung kemih merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi yang
tersusun atas jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan merupakan
organ eksresi. Apabila kosong,kantung kemih berada pada rongga panggul di
belakang simfisis pubis. Pada pria, kantung kemih terletak pada rektum bagian
posterior dan pada wanita kandung kemih terletak pada dinding anterior uterus
dan vagina.
Bentuk kantung kemih berubah saat ia berisi dengan urine.dinding kantung
kemih dapat berkembang.tekan di dalam kantung kemih biasanya rendah,bahkan
saat sebagian kantung kemih penduh,suatu faktor yang melindungi kandung
kemih dari infeksi. Kandung kemih menampung sekitar 600ml urine,walaupun
keluaran urine normak sekitar 300ml.
Dalam keadaan penuh,kandung kemih membesar dan membentang sampai ke
atas simpisis pubis. Kandung kemih yang mengalami distensi makasimal dapat
mencapai umlikus. Pada wanita hamil,janin medorong kandung kemih,
menimbulkan suatu perasaan penuh dan mengurangi daya tamping kandung
kemih. Hal ini dapat terjadi baik pada trimerter pertama maupun trimester ke
tiga.
Trigonum (suatu daerah segitiga yang halus pada permukaan bagian dalam
kandung kemih) merupakan dasar kandung kemih sebuah lubang terdapat pada
setiap sudut segitiga.Dua lubang untuk ureter serta satu lubang untuk uretra.
Dinding kandung kemih memiliki empat lapisan: lapisan mukosa didalam,
sebuah lapisan sub mukosa pada jaringan menyambung, sebuah lapisan otot, dan
sebuah lapisan serosa di bagian luar. Lapisan otot memiliki berkas-berkas serabut
otot yang membentuk otot detrusor.Serabut saraf para simpatis menstimulasi otak
detrusor selama proser perkemihan.Spingter uretra interna, yang tersusun atas
kumpulan otot yang berbentuk seperti cincin, berada pada dasar kantung kemih
tempat sepinter bergabung dengan uretra. Spinter mencegah urin keluar dari
kantung kemih di bawah kontol volunteer (control otot yang disadari)

4. URETRA
Urin keluar dari kantung kemih melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatrus uretra.Dalam kondisi normal aliran urine yang mengalami turbulasi
membuat urine bebas dari bakteri.Membrane mukosa melapisi uretra, kelenjar
uretra mensekresi lendir ke dalam saluran uretra.lendir di anggap bersifat
bakteriostatis dan membentuk plak mukosa untuk mencegah masuknya
bakteri.Lapisan otot polos yang mengelilingi uretra.
Uretra

pada

ekstrerna,yang

wanita
terletak

memiliki
di

panjang

sekitar

sekitar

setengah

4-6,5cm.spingter
bagian

bahawah

uretra
uretra,

memungkinkan aliran volumter urine. Panjang uretra yang pendek pada wanita
menjadi paktor predis posisi untuk mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan
mudah masuk ke dalam uretra dari daerah preneum.uretra pada pria, yang
merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel serta sekresi dari organ
reproduksi,memiliki panjang 20cm. uretra pada pria ini terdiri dari 3 bagian
yaitu: uretra prostatic,uretra membrannosa,dan uretra penil atau uretra
kapermosa.
Pada wanita, meatus urinarius (lubang ) terletak di antara labia minora,di atas
vagina dan di bawah klitoris. Pada pria meatus terletak pada ujung distal penis.
1.2.3

PROSES TERJADINYA BAK


Berkemih (mictio, mycturition, voiding atau urination) adalah proses
pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan
terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf sensorik
dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Vesika urinaria dapat
menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc (pada orang
dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang dapat
menimbulkan rangsangan, melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat
pengontrol berkemih yang terdapat di korteks serebral, kemudian otak
memberikan impuls/rangsangan melalui medulla spinalis ke neuromotoris di
daerah sacral, serta terjadi koneksasi otit detrusor dan relaksasi otot sfingter
internal.

Komposisi urine
1. Air (96%)
2. Larutan (4%)
a. Larutan organic
Urea, ammonia, keratin, dan uric acid
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potassium), sulfat, magnesium, dan
fosfor.Natrium klorida merupakan garam anorganik yang paling
banyak.
1.2.4

GANGGUAN ELIMINASI BAK


1. Retensi urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat ketidakmampuan
kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga menyebabkan distensi
dari vesika urinaria.Atau, retensi urine dapat pula merupakan keadaan dimana
seseorang

mengalami

pengosongan

kandung

kemih

yang

tidak

lengkap.Kandungan urine normal dalam vesika urinaria adalah sebesar 250-450


ml, dan sampai batas jumlah tersebut urine merangsang refleks untuk
berkemih.Dalam keadaan distensi, vesika urinaria dapat menampung sebanyak
3000-4000 ml urine.
Tanda-tanda klinis pada retensi :
Ketidaknyamanan daerah pubis
Distensi vesika urinaria
Ketidaksanggupan untuk berkemih
Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)
Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya
Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih
Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih
Penyebab :
Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria
Trauma sumsum tulang belakang
Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh tonus otot detrusor yang
lemah
Sfingter yang kuat
Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
2. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum,

penyebab dari inkontinensia proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat,


penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau
Inkontinensia urine terdiri atas :
Inkontinensia dorongan
Inkontinensia dorongan

merupakan

keadaan

dimana

sedative.

seseorang

mengalami pengeluaran urine tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa


dorongan yang kuat untuk berkemih.
Kemungkinan penyebab :
Penurunan kapasitas kandung kemih
Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang menyebabkan

spasme (infeksi saluran kemih)


Minum alcohol atau kafein
Peningkatan cairan
Peningkatan konsentrasi urine
Distensi kandung kemih yang berlebihan

Tanda-tanda inkontinensia dorongan :


Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)
Spasme kandung kemih
Inkontinensia total
Inkontinensia total merupakan keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab :
Disfungsi neurologis
Kontraksi independen dan refleks detrusor karena pmbedahan
Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medulla spinalis
Fistula
Neuropati
Tanda-tanda inkontinensia total :
Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan
Tidak ada distensi kandung kemih
Nokturia
Pengobatan inkontinensia tidak berhasil
Inkontinensia stress
Inkontinensia stress merupakan keadaan seseorang yang mengalami
kehilangan urine kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan tekanan
darah.
Kemungkinan penyebab :

Perubahan degenerative pada otot pelvis dan struktur penunjang yang

berhubungan dengan penuaan.


Tekanan intra abdominal tinggi (obesitas)
Distensi kandung kemih
Otot pelvis dan struktur penunjang lemah

Tanda-tanda inkontinensia stress :


Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen
Adanya dorongan berkemih
Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)
Inkontinensia refleks
Inkontinensia refleks adalah keadaan dimana seseorang mengalami
pengeluaran urine yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat
diperkirakan bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.
Kemungkinan penyebab :
Kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis)
Tanda-tanda inkontinensia refleks :
Tidak ada dorongan untuk berkemih
Merasa bahwa kandung kemih penuh
Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval
teratur
Inkontinensia fungsional
Inkontinensia fungsional adalah keadaan seseorang yang mengalami
pengeluaran urine secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan penyebab :
Kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis)
Tanda-tanda inkontinensia fungsional :
Adanya dorongan untuk berkemih
Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urine
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol)
yang diakibatkan tidak mampu mengontrol sfingter eksterna.Enuresis biasanya
terjadi pada anak atau orang jompo, umumnya pada malam hari.
Faktor penyebab enuresis :
Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal.
Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi keinginan
berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur
untuk ke kamar mandi.

Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urine

dalam jumlah besar.


Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah ( misalnya

persaingan dengan saudara kandung atau cekcok dengan orang tua).


Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi

kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.


Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologis system

perkemihan
Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau makanan

pedas
Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi

4. Ureterotomi
Ureterotomi adalah tindakan operasi dengan jalan membuat stoma
pada dinding perut untuk drainase urine.Operasi ini dilakukan karena adanya
penyakit atau disfungsi pada kandung kemih.

1.2.5 FAKTOR-FAKTOR MEMPENGARUHI PEMENUHAN ELIMINASI BAK


1. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan factor utama yang mempengaruhi
output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine
yang dibentuk.Selain itu, kopi juga dapat meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga
memengaruhi ukura vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
4. Stres psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya frekuensi keinginan
berkemih.Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih
dan jumlah urine yang direproduksi.
5. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sfingter.Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan

pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan


dengan beraktivitas.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola
berkemih.Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih memiliki
kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol buang air kecil.
Namun dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk mengontrol buang air
kecil meningkat.
7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes mellitus, dapat memengaruhi
produksi urine.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu.
9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memilki kebiasaan berkemih di toilet dapat mengalami
kesulitan untuk bekemih dengan melalui urinal atau pot urine bila dalam
keadaan sakit.
10. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih
adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat berperan
dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.
11. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menyebabkan penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari
pemberian obat anestesi.
12. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah
urine.Misalnya, pemberian diuretic dapat meningkatkan jumlah urine,
sedangkan

pemberian

obat

antikolinergik

atau

antihipertensi

dapat

menyebabkan retensi urine.


13. Pemeriksaan diagnostic
Prosedur diagnostic yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti, intravenous pyelogram (IVP), dengan membatasi
jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urine.Kemudian, tindakan
sistokopi dapat menimbulkan edema local pada uretra yang dapat mengganggu
pengeluaran urine.

1.2.6

PEMERIKSAAN PENUNJANG GANGGUAN PEMENUHAN ELIMINASI


BAK

A. Pemeriksaan fisik (Tarwoto dan Wartonah (2010: Hal 100)


1. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi kandung kemih,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness,bising usus,
2. Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari meatus, dan kedaan atrofi
jaringan vagina.
3. Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tendernees, dan adanya pembesaran skrotum
B. Pemeriksaan diagnostic (Tarwoto dan Wartonah (2010: Hal 101)
1. Pemeriksaan urin (urinalisis) :
Warna (N : jernih kekuningan)
Penampilan (N: jernih)
Bau (N : beraroma)
Ph (N: 4,5-8,0)
Berat jenis (N : 1,005-1,030)
Glukosa (N: negatif)
Keton (N : negatif)
2. Kultur urine (N: kuman pathogen negatie)
3. Tes darah. Pemeriksaa meliputi BUN, bersihat kreatinin, nitrogen non-

a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)

protein (NPN), sitoskopi, intravenous pyelogram (IVP) (Mubarak,Wahit


Iqbaldan Nurul Chayatin, 2008 : Hal 121)

1.2.7

PENATALAKSANAAN

GANGGUAN

PEMENUHAN

ELIMINASI

BAK(HIDAYAT, AZIZ ALIMUL, 2009)


Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine berbeda-beda, maka
pengambilan atau pengumpulan urine juga dibedakan sesuai dengan tujuannya.
Cara pengambilan urine tersebut antara lain : pengambial urine biasa,
pengambilan urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam.
a. Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dangan cara
mengeluarkan urine secara biasa yaitu buang air kecil. Pengambialn urine
biasa ini biasa digunakan untuk memeriksa gula atau kehamilan
b. Pengambilan urine steril merupakan pengambialn urine dengan menggunakan
alat steril, dialakuakn dengan cara kateterisasi atau fungsi supra pubis.

Pengambialn urine steril bertujuan untuk mengetahui adanya infeksi pada


uretra, ginjal, atau saluran kemih lainnya.
c. Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine yang
dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui jumlah urine
selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan pengeluaran, serta
mengetahui fungsi ginjal.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS PEMENUHAN ELIMINASI BAK


A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data, analisa data dan penentuan
masalah. Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi, observasi, pemeriksaan
fisik. Pengkaji data menurut Cyndi Smith Greenberg, 1992 adalah:
1) Pengumpulan Data
a) Identitas klien.
Klien

Penanggung
(Hubungan dengan penanggung)

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

Nama
:

Umur
:

Jenis Kelamin
:

Alamat
:

Agama
:

Pekerjaan
:

Pendidikan
:

No. RM
:

Tanggal masuk RS :

(10)
Diagnosa medis :

b) Riwayat Keperawatan

(1) Pola berkemih


(2) Gejala dari perubahan berkemih
(3) Faktor yang memengaruhi berkemih
c) c) Pemeriksaan fisik
1. Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran
ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2. Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina
3. Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum.
d) Intake dan output cairan
(1)
Kaji intake dan ouput cairan dalam sehari (24 jam)
(2)
Kebiasaan minum dirumah
(3)
Intake : cairan infus, oral, makanan, NGT
(4)
Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan.
(5)
Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
(6)
Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.

(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)
(g)
(2)

e) Pemeriksaan diagnostic
(1) Pemeriksaan urine (urinalisis)
Warna : (N : jernih)
Penampilan : (N : jernih)
Bau (N : beraroma)
pH : (N : 4,5-8,0)
Berat jenis (N : 1,005 1,030)
Glukosa (N : negatif)
Keton (N : negatif)
Kultur urine (N: kuman patogen negatif)
B. Diagnosa Keperawatan
NANDA menyatakan bahwa bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik
tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual dan
potensial sebagai, dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan
keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.Menurut north american nursing
diagnosis association (NANDA,2014), diagnosis keperawatan terkait masalah Eliminasi
BAK dibagi menjadi:
1. Inkontinensia Urine : Fungsional yang berhubungan dengan:
a. Factor lingkungan yang berubah.
a) Gangguan kognisi.

b)
c)
d)
e)
b.
a)

Gangguan penglihatan.
Keterbatasan neuromuscular.
Faktor psikologis.
Kelemahan struktur panggul pendukung.
yang ditandai oleh:
Mampu mengosongkan kandungan kemih dengan komplet.
b) Jumlah waktu yang diperlukan untuk mencapai toilet melebihi lama waktu
antara merasakan dorongan untuk berkemih dan tidak dapat mengontrol untuk

berkemih.
c) Mengeluarkan urine sebelum mencapai toilet.
d) Mungkin inkontien hanya pada dini hari.
e) Merasakan perlunya untuk berkemih.
2. Inkontinensia Urine Aliran Berlebihan(Overflow) yang berhubungan dengan:
a) Obstruksi aliran keluar kandung kemih.
b) Disinergia sfingter eksternal detrusor.
c) Hipokontraktilitas detrusor.
d) Impaksi BAB.
e) Prolaps pelvic berat.
f) Efek samping obat antikolinergik.
g) Efek samping penyekat saluran kalsium.
h) Efek samping obat dekongestan.
i) Obstruksi uretral
yang ditandai oleh:
a) Subjektif :
Melaporkan rembesan involunter sedikit urine.
b)Objektif :
(1) Distensi kandung kemih.
(2) Volume residu pasca berkemih tinggi.
(3) Nokturia.
(4) Terlihat rembesan involunter sedikit urine.
3. Inkontinensia Urine: Refleks yang berhubungan dengan:
a) Kerusakan jaringan(mis, karena sititis radiasi, gangguan inflamasi kandung
kemih, bedah pelvic radikal).
b) Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturisi pontine.
c) Gangguan neurologis di atas lokasi pusat mikturisi sacral.
yang ditandai oleh:
a)Subjektif :
(1)
(2)
(3)
(4)

Tidak ada sensasi penuhnya kandung kemih.


Tidak ada sensasi dorongan untuk berkemih.
Tidak ada sensasi berkemih.
Sensasi dorongan tanpa hambatan volenter kontraksi kandung kemih.

(5) Sensasi yang dikaitkan dengan kandung kemih penuh (mis, berkeringat,
gelisah, ketidaknyamanan abdomen).
b)Objektif :
(1) Ketidakmampuan

untuk

menghambat

berkemih

secara

volenter

menghambat atau memulai berkemih


(2) Ketidakmampuan untuk memulai berkemih secara volenter.
(3) Pengosongan tidak tuntas dengan lesi di atas pusat mikturisi sakrum.
(4) Pola berkemih yang dapat diprediksi.
4. Inkontinensia Urine : Stres yang berhubungan dengan:
a) Perubahan degenerative pada otot-otot pelvic.
b) Tekanan intraabdomen tinggi.
c) Defisiensi sfingter uretra intrinsic.
d) Kelemahan otot pelvic.
yang ditandai oleh:
a) Subjektif
(1) Melaporkan rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya kontraksi
detrusor.
(2) Melaporkam rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya overdistensi
kandung kemih.
(3) Melaporkan rembesan involunter sedikit urine pada saat aktivitas fisik.
(4) Melaporkan rembesan involunter sedikit urine padaa saat tertawa.
(5) Melaporkan rembesan involunter sedikit urine pada saat bersin.
b)Objektif :
(1) Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya kontraksi
detrusor.
(2) Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada tidak adanya overdistensi
(3)
(4)
(5)
(6)

kandung kemih.
Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada aktivitas fisik.
Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada saat batuk.
Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada saat tertawa.
Terlihat rembesan involunter sedikit urine pada saat bersin.

5. Inkontinensia Urine : Dorongan (Urgensi) yang berhubungan dengan:


a) Asupan alcohol.
b) Uretritis atrofik.
c) Vaginitis atrofik.
d) Infeksi kandung kemih.
e) Asupan kafein.
f) Penurunan kapasitas kandung kemih.
g) Hiperaktivitas detrusor dengan gangguan kontraktilitas kandung kemih.

h) Penggunaan dieuritik.
i) Impaksi BAB.
yang ditandai oleh:
a)Subjektif :
a. Menyatakan ketidakmampuan mencapai toilet pada waktunya untuk
berkemih.
b. Menyatakan keluarya urine involunter dengan kontraksi kandung kemih.
c. Menyatakan keluarnya urine involunter dengan spasme kandung kemih.
d. Melaporkan dorongan berkemih.
b)Objektif :
Terlihat tidak mampu mencapai toilet pada waktunya untuk berkemih.

6. Gangguan Eliminasi Urine yang berhubungan dengan:


a) Obstruksi anatomis.
b) Penyebab multipel.
c) Gangguan sensori motorik.
d) Infeksi saluran kemih.
yang ditandai oleh:
a)Subjektif :
(1) Disuria.
(2) Dorongan (Urgensi)
b)Objektif :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

Sering berkemih.
Anyang-anyangan.
Inkontinensia.
Nokturia.
Retensi.

7. Retensi Urine yang berhubungan dengan:


a) Sumbatan.
b) Tekanan ureter tinggi.
c) Inhibisi arkus reflex.
d) Sfingter kuat.
yang ditandai oleh:

a) Subjektif :
(1) Disuria.
(2) Sensasi kandung kemih penuh.
b) Objektif :
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Haluaran urine yang sering dan sedikit atau tidak ada


Distensi kandung kemih.
Urine Menetes (dribbing)
Sering berkemih.
Inkontinensia aliran berlebihan.
Residu urine

C. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan diartikan sebagai rencana tindakan keputusan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuannya terpenuhinya kebutuhan
Klien.Perencanaan meliputi beberapa tahap yaitu :
Menentukan prioritas masalah.
Masalah yang perlu segera dipecahkan mendapat prioritas utama. Pertimbangan
untuk menentukan prioritas masalah adalah :
a) Prioritas tertinggi diberikan kepada masalah kesehatan yang mengancam
kehidupan dan keselamatan Klien.
b) Masalah yang sedang dihadapi diberi perhatian lebih dahulu daripada masalah
yang mungkin (potensial).
2. Menentukan Tujuan atau Kriteria Hasil
Tujuan keperawatan hasil yang ingin dicapai dari asuhan keperawatan yang
direncanakan.
3. Menentukan Rencana Tindakan
Penyusunan rencana tindakan harus secara jelas dan singkat rencana tindakan itu
sendiri adalah langkah menentukan tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh
perawat dalam rangka menolong Klien untuk mencapai suatu tujuan keperawatan.
4. Rasional
Merupakan dasar atau landasan dari tindakan keperawatan yang dilaksanakan pada
Klien masalah tersebut diatas maka prioritas, tujuan kriteria hasil dan rasionalisasi dari
gangguan eliminasi BAB
5. Rencana Asuhan Keperawatan (NANDA, NIC NOC, 2014)

Perencanaan

keperawatan

diartikan

sebagai

rencana

tindakan

keputusan

keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan


diagnosa keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuannya terpenuhinya
kebutuhan Klien. Berikut ini adalah perencanaan keperawatan yang berhubungan
dengan masalah eliminasi BAK :
a. Dx 1: Inkontinensia Urine : Fungsional yang berhubungan dengan: factor
lingkungan yang berubah, gangguan kognisi dan gangguan penglihatan

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Tujuan :Inkontinensia Urine : Fungsional teratasi


dengan Kriteria Hasil:
Mampu mengidentifikasi keinginan berkemih
Berespon tepat waktu terhadap dorongan berkemih
Mencapai toilet antara waktu dorongan berkemih dan pengeluaran urine
Menata laksana pakaian secara mandiri
Melakukan eliminasi secara mandiri
Mempertahankan eliminasi yang dapat diduga
(7) Mampu menggunakan peralatan adaptif untuk membantu melepas dan
menggunakan kembali pakaian untuk eliminasi
Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri
(a) Pantau eliminasi urine, termasuk frekuensi, konsistensi, bau, volume dan
warna
(b) Kumpulkan specimen urine porsi tengah untuk urinalisis
(c) Identifikasi factor yang menyebabkan episode inkontinensia
(d) Diskusikan dengan Klien dan keluarga tentang cara memodifikasi
lingkungan episode mengompol, pertimbangkan strategi berikut :
(i)
Tingkatkan pencahayaan lingkungan untuk meningkatkan
penglihatan
(ii)
Pasang dudukan toilet yang lebih tinggi dan susur tangan
(iii)
Sediakan kursi buang air, pispot, dan urinal portable
(iv)
Lepaskan karpet yang mudah bergeser
(e) Anjurkan Klien dan keluarga menetapkan rutinitas berkemih pada waktu
tertentu berdasarkan pola eliminasi Klien untuk menurunkan episode
mengompol
(f) Anjurkan Klien dan keluarga untuk melakukan perawatan kulit dan
hygiene untuk mencegah kerusakan kulit
(g) Ajarkan Klien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
(h) Ajarkan Klien untuk segera berespons terhadap keinginan berkemih
(i) Ajarkan keluarga untuk mencatat haluaran urine

(j) Ajarkan Klien untuk minum 200 ml cairan saat makan, diantara waktu
makan, dan di petang hari
(k) Beri pakaian pelindung atau pengalas
(l) Bantu Klien untuk eliminasi dan berkemih tepat waktu pada interval
yang dipogramkan
(2) Kolaborasi :
(1) Konsultasikan dengan dokter dan ahli terapi okupasi untuk bantuan
ketangkasan manual
(2) Rujuk ke dokter jika tanda dan gejala infeksi saluran kemih terjadi
b. Dx 2 : Inkontinensia Urine Aliran Berlebihan(Overflow) yang berhubungan
dengan: Obstruksi aliran keluar kandung kemih.
Tujuan :Inkontinensia Urine Aliran Berlebihan(Overflow) teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Mampu mengosongkan kandung kemih secara tuntas
(2) Mengkonsumsi cairan dalam jumlah adekuat
(3) Tidak terjadi urine residu pasca-berkemih >100-200 ml
(4) Tidak terjadi infeksi saluran kemih (hitung sel darah putih <100.000)
(5) Tidak terjadi kebocoran urine diantara waktu berkemih
Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a) Kaji kemampuan mengidentifikasi keinginan untuk berkemih
(b) Pantau asupan dan haluaran
(c) Lakukan pengkajian perkemihan komprehensif yang berfokus pada
(d)
(e)
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)

inkontinensia
Pantau tingkat distensi kandung kemih melalui palpaso dan perkusi
Lakukan katerisasi untuk urine residu
Ajarkan cara menghindari konstipasi dan impaksi feses
Ajarkan membersihkan diri setelah episode doronga (Overflow)
Pertahankan asupan cairan sekitar 2000 ml/hari
Lakukan maneuver Crede
Bantu Klien mempertahankan hygiene dan rutinitas perawatan kulit
adekuat (oleskan salep barier lebab atau zat penyegel kulit)

(2) Kolaborasi :
(a) Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk panduan membersihkan
kateriasi mandiri intermiten
(b) Rujuk ke spesialis konstinensia urine

c. Dx 3 : Inkontinensia Urine: Refleks yang berhubungan dengan: gangguan


inflamasi kandung kemih
Tujuan : Inkontinensia Urine: Refleks teratasi
Dengan Kriteria Hasil :
(1) Mampu berkemih ditempat yang tepat
(2) Berkemih >150 ml setiap kali berkemih
(3) Mempertahankan pola berkemih yang dapat diduga
(4) Tidak mengalami kerusakan kulit

Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a) Kaji kemampuan untuk mengidentifikasi keinginan untuk berkemih
(b) Identifikasi pola berkemih
(c) Pantau teknik Klien dan pemberi asuhan yang melakukan katerisasi
intermiten
(d) Pantau warna, bau dan kejernihan urine dan lakukan urinalisis secara
sering untuk memantau infeksi
(e) Tentukan kesiapan dan kemampuan Klien untuk melakukan katerisasi
intermiten mandiri
(f) Ajarkan Klien dan keluarga dan pemberi asuhan teknik membersihkan
kateterisasi intermiten
(g) Bantu Klien mempertahankan hygiene dan rutinitan perawatan kulit
(h) Ingatkan Klien untuk menahan urine hingga waktu yang dijadwalkan
(i) Pertahankan asupan cairan sekitar 2000 ml per hari
(2) Kolaborasi :
(a) Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk panduan membersihkan
kateriasi mandiri intermiten
(b) Beri terapi antibakteri, sesuai program dokter, di awal katerisasi intermiten
d. Dx 4: Inkontinensia Urine : Stres yang berhubungan dengan:.Defisiensi
sfingter uretra intrinsic.
Tujuan : Inkontinensia Urine : Stres teratasi
Dengan Kriteria Hasil :
(1) Tidak terjadi kebocoran urine aibat penekanan terhadap abdomen
(2) Tidak mengompol di siang hari
(3) Klien mampu mendeskripsikan rencana untuk mengatasi inkontinensia stes
(4) Mampu mempertahankan frekuensi berkemih setiap lebih dari 2 jam sekali

Intervesi Keperawatan :
(1) Mandiri
(a) Anjurkan Klien melakukan tindakan perawatan kulit dan hygiene
(b) Ajarkan pemberian estrogen oral atau topical secara mandiri untuk
meredakan gejala
(c) Ajarkian teknik penguatan sfingter dan struktur penyongkong kandung
kemih
(d) Bantu Klien memilih pakaian yang tepat atau pembalut untuk
manajemen inkontinesnsia jangka pendek
(e) Beri umpan balik positif untuk melakukan latihan dasar panggul
(f) Membatasi ingesti zat yang dapat menyebabkan iritasi kandung kemih
(2) Kolaborasi :
(a) Konsultasikan dengan dokter tentang manajemen medical-bedah
episode inkontinensia
(3) Rasional :(Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin,2008)
(a) Pada inkontinensia stres, otot dasar panggul (pubokoksigeus) dan otot
levator ani telah lemah atau meregang akibat kelahiran anak,
trauma,atrofi menopause, atau obesitas.
(b) Latihan otot panggul menguatkan dan mengencangkan otot dasar
panggul. Latihan ini dapat memberikan tekanan uretra atau tekanan
tambahan yang memadai untuk mencegah inkontinensia stres ringan.
Latihan ini harus diajarkan pada seluruh wanita sebagai upaya
preventif. Hasil study telah menunjukan bahwa latihan otot panggul
berhasil memperbaiki atau sepenuhnya mengendaliakn inkotinensia
stres (Dougherty, 1998)
e. Dx 5 : Inkontinensia Urine : Dorongan (Urgensi) yang berhubungan dengan:
Penurunan kapasitas kandung kemih.
Tujuan : Inkontinensia Urine : Dorongan (Urgensi) teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Selalu berespon tepat waktu terhadap keinginan berkemih
(2) Mampu mengidentifikasi obat yang menganggu kendali berkemih
(3) Memiliki episode inkontinensia yang lebih jarang
(4) Urine dikeluarkan tanpa urgensi

Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri
(a) Ajarkan kepada Klien teknik meningkatkan kapasitas kandung kemih
(b) Pantau efek obat antispasmodic, seperti mulut kering, yang menganggu
kemampuan bicara atau makan
(c) Bantu Klien berkemih sebelum tidur dan dorong berkemih dimalam hari untuk
mengurangi urgensi
(d) Beri pispot, kursi buang air dan urinal di dekat Klien untuk mendorong
episode berkemih yang sering
(2) Kolaborasi :
(a) Konsultasikan dengan dokter dan ahli terapi okupasi untuk mendapatkan
bantuan dalam melatih ketangkasan manual
(b) Konsultasikan dengan dokter mengenai : (i) obat antispasmodic dan
antikolinergik dan (ii) manajemen medis (misalnya, terapi stimulasi listrik,
pemeriksaan ganguan kandung kemih iritatif atau imflamatori yang didasari
inkontinensia, terapi bedah)
f. Dx 6: Gangguan Eliminasi Urine yang berhubungan dengan: Infeksi saluran
kemih
Tujuan : Gangguan Eliminasi Urine teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Tidak terjadi infeksi saluran kemih (Sel darah putih <100.000)
(2) Tidak terjadi kebocoran urine diantara berkemih
(3) Mampu eliminasi secara mandiri
(4) Mampu mempertahankan pola berkemih yang dapat diduga
(5) Konstinensia urine
(6) Eliminasi urine tidak terganggu (bau,jumlah ,dan warna yang diharapkan, tidak
(7)
(8)
(9)
(10)

ada hematuria)
Pengeluaran urine tanpa nyeri
Tidak ada kesulitan di awal berkemih (urgensi)
Kreatinin serum dan berat jenis urine dalam batas normal
Protein , glukosa, keyon, Ph, dan elektrolit urine dalam batas normal

Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a) Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsistensi, bau, volume, dan
warna
(b) Ajarkan Klien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih
(c) Intruksikan Klien untuk berespons segera terhadap kebutuhan eliminasi

(d) Ajarkan Klien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, di antara waktu
makan, dan di awal petang
(2) Kolaborasi :
(a) Rujuk ke dokter jika terdapat tanda dan gejala infeksi saluran kemih
g. Dx 7 : Retensi Urine yang berhubungan dengan: sumbatan, tekanan ureter
tinggi, Inhibisi arkus reflex, Sfingter kuat.
Tujuan : Retensi Urine teratasi
dengan Kriteria Hasil :
(1) Tidak terjadi kebocoran urine diantara berkemih
(2) Tidak terjadi urine residu pasca-berkemih >100-200 cc
(3) Mampu menunjukan pengosongan kandung kemih dengan prosedur bersih
kateterisasi intermiten mandiri
(4) Tetap bebas dari infeksi saluran kemih
(5) Mempunyai keseimbangan asupan dan haluaran 24 jam
(6) Mampu mengosongkan kandung kemih secara tuntas
Intervensi Keperawatan :
(1) Mandiri :
(a)
(b)
(c)
(d)
(e)
(f)

Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung kemih


Pantau penggunaan agens non-resep dengan antikolinergik aatu agonis alfa
Pantau efek obat resep
Pantau asupan dan haluaran
Pantau derajat distensi kandung kemih melalui palpasi dan perkusi
Ajarkan Klien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang harus

dilaporkan
(g) Instruksikan Klien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine
(h) Berikan privasi untuk eliminasi
(i) Stimulasi reflex kandung kemih dengan menempelkan es ke abdomen
(j) Berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung kemih (10 menit)\
(k) Gunakan spirtus dari wintergreen pada pispot atau urinal
(l) Lakukan kateterisasi untuk mengeluarkan urine residu
(m)Lakukan maneuver Crede
(2) Kolaborasi :
(a) Rujuk ke perawat ahli terapi enterostoma untuk panduan membersihkan kateriasi
mandiri intermiten
(b) Rujuk ke spesialis konstinensia urine
(3) Rasional: (Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin,2008)

(a)

Dribbling sering kali dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan pada dinding

kandung kemih dan abdomen serta menguatkan jaringan periuretra.


(b)
Untuk meningkatkan kenyamanan saat berkemih, klien harus melatih refleks
berkemih dengan mengonsumsi cairan yang adikuat dan menghambat kontraksi kandung
kemih. Berkemih yang sering menyebabkan pola berkemih volume rendah dan dapat
meningkatkan aktivitas detrusor. Dengan menghambat urgensi untuk berkemih dapat
meningkatkan interval berkemih dan menurunkan aktivitas otot detrusor.
(c)
Pada banyak klien, manuver Crede dapat membantu mengosongkan kandung kemih.
Mesi demikian, manuver tidak sesuai dilakukan jika sfingter kandung kemih berkontraksi
dalam waktu yang lama. Pada kasus ini, menekan kandung kemih dapat memaksa urine naik
menuju ureter dan mengalir disepanjang uretra. Refluks urine kedalam pelvis ginjal dapat
menyebabkan infeksi ginjal.
(d)
Stimulasi kutaneus eksternal dapat merangsang refleks berkemih
(e)
Manuver valsava menimbulkan kontraksi pada otot abdomen yang akan mengompresi
kandung kemih
(f)
Stimulasi sfingter anus dapat menstimulasi refleks berkemih
(g)
Apabila tekhnik pengosongan kandung kemih tidak berhasil, metode penatalaksanaan
inkontinensia lainnya penting dilakukan
D. Implementasi Keperawatan (NANDA, NIC NOC, 2014)
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang telah
direncanakan sebelumnya.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara umum
dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :
1) Miksi secara normal, ditunjukkan dengan kemampuan Klien berkemih sesuai dengan
asupan cairan dan Klien mampu berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada
kandung kemih, atau kateter
2) Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya distensi, volume
urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase.
3) Mencegah infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya tanda infeksi, tidak ditemukan
adanya disurea, urgensi, frekuensi, dan rasa terbakar.
4) Mempertahankan integritas kulit, ditunjukkan dengan adanya parineal kering tanpa
inflamasi dan kulit sekitar ureterostomi kering.

5) Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya disurea, tidak


ditemukan adanya distensi pada kandung kemih, dan adanya ekspresi senang
mengenai perasaan.
6) Melakukan bladder

training,

ditunjukkan

dengan

inkontinensia dan mampu berkemih disaat ingin berkemih.

berkurangnya

frekuensi

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar


Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Definisi
dan Klasifikasi. Jakarta : EGC.
Herlman, T. Heather.2012. NANDA International Diagnosis Keperawatan : Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimul.2009. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika
Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin.2008.Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia: Teori dan aplikasi dalam Praktik.Jakarta : EGC
Tarwoto dan Wartonah.2010.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan,
Edisi 4.Jakarta: Salemba Medika
Widianti,Tri dan Saryono. 2010. Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (KDM).
Yogyakarta : Nuha Medika
Wilkinson , Judith M dan Nancy R.Aherm.2014.Buku Saku Diagnosa Keperawatan,
Edisi 9. Diagnosa NANDA,Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.Jakarta : EGC
Kozier,dkk.2004.Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik, Edisi
7.Volume 2.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai