Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

INFARK MYOCARD ACUT


A.

DEFINISI
Batasan klinis infark myocard adalah suatu keadaan infark/ nekrose otot jantung
karena kurangnya suplai darah dan oksigen pada myokard (ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen myokard). Myokard infark adalah keadaan yang
mengancam kehidupan dengan tanda khas terbentuknya jaringan nekrosis otot
permanen karena otot jantung kehilangan suplai oksigen. Myokard infark juga diketahui
sebagai serangan jantung atau serangan koroner. Dapat menjadi fatal bila terjadi
perluasan area jaringan yang rusak. Myokard infark terjadi sebagai akibat dari suatu
gangguan mendadak yang timbul karena suplai darah yang kurang akibat oklusi atau
sumbatan pada arteri koronaria. Fungsi otot jantung pada dasarnya terus-menerus
memerlukan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen, tergantung pada kebutuhan
otot. Suatu gangguan dalam keseimbangan ini menyebabkan kerusakan jaringan secara
permanen dengan perluasan area nekrose yang membahayakan.
Myokard infark yang merupakan hasil dari atherosclerosis CAD (Coronary Artery
Disease) adalah kasus tersering. Pada kebanyakan klien dengan CAD, thrombus atau
bekuan di atas plaque atherosclerosis arteri koronaria, memperbesar gangguan aliran
darah pada myokard.
Tipe myokard infark didasarkan pada lokasi dari infark dan meliputi lapisanlapisan otot jantung. Myokard infark dikelompokkan sebagai anterior, inferior, lateral,
atau posterior. Area infark dapat meliputi subendocardium, epicardium, atau pada
seluruh lapisan (3 lapisan) otot jantung (transmural). Kebanyakan myokard infark
terjadi pada ventrikel kiri karena suplai oksigen terbesar di tempat tersebut. Sekitar
sepertiga myokard infark meliputi permukaan inferior dari ventrikel kiri dan ventrikel
kanan. Hasil autopsi mengungkapkan suatu presentase yang kecil dari infark ventrikel
kanan. Infark septum dan atrial dapat terjadi pada ventrikel kiri. Atrium kanan terlibat
lebih sering daripada atrium kiri.
Infark Miokardium Akut (IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang
disebabkan oleh tidak adekuatnya asupan darah akibat sumbatan akut pada arteri
koroner. Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh rupture plak ateroma pada arteri
koroner yang kemudian diikuti oleh terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi
inflamasi, dan mikroembolisasi distal. Kadang-kadang sumbatan akut ini dapat pula
disebabkan oleh spasme arteri koroner, emboli, atau vaskulitis (Perki, 2004).

Infark Miokardium Akut (IMA) adalah penyakit jantung yang disebabkan oleh
karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi karena adanya
aterosklerotik pada dinding arteri koroner, sehingga menyumbat aliran darah ke jaringan
otot jantung (Nanda, 2013)
B.

ETIOLOGI
1.
Coronary Arteri Disease: aterosklerosis, artritis, trauma pada koroner,
2.

penyempitan arteri koroner karena spasme atau desecting aorta dan arteri koroner
Coronary Artery Emboli: infektive endokarditis, cardiac myxoma,

3.
4.

cardiopulmonal bypass surgery, dan arteriography koroner


Kelainan kongenital: anomaly arteri koronaria
Ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan miokard: tirotoksikosis,

5.

hipotensi kronis, keracunan karbon monoksida, stenosis atau insufisiensi aorta


Gangguan hematologi: anemia, polisitemia vera, hypercoagulabity, trombosis,
trombositosis, dan DIC.

C.

FISIOLOGI JANTUNG
Menurut Hudak dan Gallo (1997), prinsip fisiologi dari jantung adalah:
1.
Peningkatan frekuensi jantung
Ketika jantung mengalami stress, respon pertama kali adalah peningkatan
frekuensi jantung yang terjadi dengan cepat dan dialami oleh tiap orang selama
periode latihan atau ansietas. Peningkatan frekuensi jantung merupakan upaya
untuk meningkatkan dengan cepat curah jantung dan memenuhi kebutuhan tubuh
terhadap darah. Penggunaan dan keefektifitasnya berfungsi sesuai dengan usia,
2.

status fungsi miokard, dan jumlah penyakit arteri koroner obstruksif.


Dilatasi
Mekanisme cadangan jantung yang kedua adalah dilatasi, dimana terjadi
peregangan sel otot. Hubungan antara curah jantung dan panjangnya sel otot
jantung pada akhirnya distolik dikenal dengan hukum Starling, yang menyatakan
bahwa saat akhir diatolik panjang serat meningkat, demikian juga curah jantung.
Seperti frekuensi jantung, kegunaan dilatasi ini mempunyai batasan tertentu juga.
Hukum Laplace, menyatakan bahwa tekanan pada dinding ruangan (ventrikel)
dihubungkan secara langsung dengan tekanan di dalam ruangan itu dan radiusnya.
Karena tegangan dinding secara langsung berhubungan dengan kebutuhan otot
myokard terhadap oksigen, maka radius akan berdilatasi pada suatu derajat di

3.

mana kebutuhan oksigen jantung tidak dapat dipenuhi.


Hipertrofi
Proses hipertrofi memerlukan waktu dan tidak merupakan penyelaras akut
terhadap stress. Bila stress diberikan dalam waktu cukup panjang, otot ruang
memompa melawan tahanan dapat mengalami hipertrofi pada suatu derajat yang

secara efektif membuat lebih besar suplai darahnya dan menjadi iskemik. Bila ini
terjadi, hipertrofi berhenti menjadi suatu mekanisme kompensasi yang bermanfaat
4.

dan kemampuan pompa jantung menurun


Peningkatan isi sekuncup (jumlah darah yang dipompakan ke dalam sirkulasi pada
tiap sistolik)
Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan presentase volume diastolik akhir
yang diejeksi pada tiap denyutan atau dengan peningkatan darah yang diberikan
pada jantung (peningkatan aliran balik vena)
Hal ini diselesaikan dengan peningkatan refleksif dari aktivitas sistem saraf
simpatik yang meningkatkan tonus vena, yang kemudian meningkat dan aliran
balik vena ke jantung ditingkatkan. Aliran vena juga ditingkatkan oleh
peningkatan suhu tubuh, posisi tubuh terlentang, atau dengan mengambil nafas
dalam, serta adanya peningkatan dalam volume intravaskuler.

D.

E.

FASE INFARK
1.
Hiperakut berlangsung beberapa jam, pola ECG didapatkan ST elevasi tinggi,
2.

gelombang T positif tinggi


Lanjutan/ berkembang penuh berlangsung beberapa jam sampai dengan hari, pola

3.

ECG didapatkan Q patologis, gelombang T inverse, dan segmen ST elevasi


Resolusi berlangsung beberapa minggu, pola ECG didapatkan gelombang T

4.

positif normal, dan segmen ST isoelektris


Stabilisasi kronik didapatkan Q patologis permanen

LUAS DAN LOKASI INFARK


Luas dan lokasi kerusakan jaringan myokard tergantung pada hal-hal berikut ini:
1.
Lokasi dan derajat atherosclerosis
2.
Lokasi, derajat, ada/ tidaknya spasme arteri coronaria
3.
Ukuran vaskularisasi yang terganggu
4.
Jauhnya sirkulasi kolateral
5.
Kebutuhan oksigen myokard yang perfusinya terganggu
Beberapa lokasi infark adalah sebagai berikut:
1.
Sub endocardial
2.
Intramular
3.
Transmular
4.
Sub epicardial
Tabel identifikasi lokasi injury dan infark dari pola ECG
AREA
Inferior
Lateral

LEAD
II, III, aVF
I, aVL, V5, V6

PERUBAHAN
Q, ST, T
Q, ST, T

Anterior
Posterior

I, aVL, V1-V4
V1-V2

Q, ST, T, R (-)
R>S
ST depresi
T elevasI
Q, ST, T, R (-)

Apical

V3-V6

ARTERI
RCA
Circumflex
LAD
LCA
RCA
Circumflex
LAD
RCA

RECIPROCAL
I, aVL
V1, V2
II, III, aVF

Anterolateral
Anteroseptal
Sub endokardial

I, aVL, V4-V6

Q, ST, T

V1-V3
Dimanapun

Q, ST, T, R (-)
ST, T depresi >
3 hari, dan
enzyme (+)

LAD
Circumflex
LAD

II, III, aVF

Keterangan:
LAD = Left Anterior Descending Coronary Artery
RCA = Right Coronary Artery
LCA = Left Coronary Artery

F.

PERUBAHAN KADAR KARDIAK ISOENZIM


1.
Creatinin Phosphokinase (CPK)
Kadar CPK meningkat dalam 2-6 jam pasca serangan dan mencapai kadar puncak
pada 24 jam pertama pasca serangan. Kadar CPK menurun setelah hari ke 2-3.
Enzim ini dihasilkan oleh otak, otot rangka, dan otot jantung. Enzim yang khusus
dilepaskan oleh myokard ketika mengalami injury adalah CK-MB. Kadar CK-MB
meningkat 2-3 jam pasca serangan dan mencapai puncaknya pada 12 jam pasca
2.

serangan. Kadarnya menurun dalam 24 jam pertama.


Cardiac Troponin
Kadar Cardiac Troponin T meningkat 3-6 jam pasca serangan dan tetap tinggi
selama 14-21 hari. Kadar Cardiac troponin I meningkat 714 jam pasca serangan

3.

dan tetap tinggi untuk 5-7 hari pasca serangan.


Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT)
Kadar SGOT terdeteksi setelah 8 jam serangan. Kadarnya meningkat hingga 2448 jam dan menurun pada hari ke 3-4. Oleh karena itu, kadar SGOT harus

4.

diperiksa pada 24, 48, dan 72 jam serangan.


Lactate Dehidrogenase (LDH)
Kadar LDH meningkat pada hari ke 2-3 kemudian normal kembali pada hari ke
5-6.

G.

MANIFESTASI KLINIS
1.
Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri
2.
Takhikardi
3.
Keringat dingin
4.
Kadang mual bahkan muntah
5.
Dipsnea

H.

TRIAS DIAGNOSTIK
1.
Riwayat nyeri dada yang khas
a. Lokasi nyeri dada di bagian dada depan (bawah sternum) dengan/ tanpa
penjalaran, kadang berupa nyeri dagu, leher atau seperti sakit gigi, penderita
tidak bisa menunjuk lokasi nyeri dengan satu jari, tetapi ditunjukkan dengan
telapak tangan
b. Kualitas nyeri, rsa berat seperti ditekan atau rasa panas seperti terbakar

c. Lama nyeri bisa lebih dari 15 detik sampai 30 menit


d. Nyeri dapat menjalar ke dagu, leher, lengan kiri, punggung, dan epigastrium
e. Kadang disertai gejala penyerta berupa keringat dingin, mual, berdebar, atau
sesak. Sering didapatkan faktor pencetus berupa aktivitas fisik, emosi, atau
stress, dan dingin
f. Nyeri tidak hilang dengan istirahat atau dengan pemberian nitroglserin
2.

sublingual
Adanya perubahan ECG
a. Gelombang Q (signifikan infark) atau Q patologis
b. Segmen ST elevasi
c. Gelombang T (meninggi atau menurun)
Perubahan ECG pada infark myocardium. Inversi gelombang T, elevasi segmen,
gelombang Q yang menonjol. Gelombang Q menunjukkan nekrosis myocardium
dan bersifat irreversible. Perubahan pada segmen ST dan gelombang T

3.

diakibatkan karena iskemia dan akan menghilang sesudah jangka waktu tertentu.
Kenaikan enzim otot jantung
a. CK-MB merupakan enzim yang spesifik sebagai penanda terjadinya kerusakan
pada otot jantung, enzim ini meningkat 6-10 jam setelah nyeri dada dan
kembali normal dalam 48-72 jam
b. Walaupun kurang spesifik, pemeriksaan Aspartate Amino Transferase (AST)
dapat membantu bila penderita datang ke rumah sakit sesudah hari ke-3 dari
nyeri dada atau laktat dehydrogenase (LDH) akan meningkat sesudah hari ke-4
dan menjadi normal setelah hari ke 10.

I.

PATOFISIOLOGI (terlampir)

J.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Sel darah putih
Leukositosis (10.000-20.000 mm3) muncul hari kedua setelah serangan infark
2.
3.

karena inflamasi
Sedimentasi
Meningkat pada hari ke 2-3 setelah serangan yang menunjukkan adanya inflamasi
Cardiac iso-enzim
Menunjukkan pola kerusakan khas, untuk membedakan kerusakan otot jantung
dengan otot lain
a. CPK (Creatinin Phosphokinase) > 50 U/L
b. CK-MB (Creatinin Kinase-MB) > 10 U/L
c. LDH (Lactate Dehydrogenase) > 240 U/L
d. SGOT (Serum Glutamic Oxalo Transaminase) > 18 U/L
e. Cardiac troponin: positif
Enzim
CK
CK-MB

Meningkat

Puncak

3-8 jam
3-6jam

10-30 jam
10-24 jam

Kembali
Normal
2-3 hari
2-3 hari

CK-MB 2
LDH
LDH 1
4.

1-6 jam
14-24jam
14-24 jam

4-8 jam
48-72 jam
48-72 jam

12-48 hari
7-14 hari
1-14 hari

Tes fungsi ginjal


Peningkatan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin karena penurunan
laju filtrasi glomerulus (glomerulo filtrasi rate/ GFR) terjadi akibat penurunan

5.

curah jantung
Analisa gas darah
Menilai oksigenasi jaringan (hipoksia) dan perubahan keseimbangan asam-basa

6.

darah
Kadar elektrolit
Menilai abnormalitas kadar natrium, kalium, atau kalsium yang membahayakan

7.
8.
9.
10.

11.

kontraksi otot jantung


Peningkatan kadar serum kolesterol atau trigeliserida
Dapat meningkatkan resiko atherosclerosis (CAD)
Kultur darah
Mengesampingkan septicemia yang mungkin menyerang otot jantung
Level obat
Menilai derajat toksisitas obat tertentu (seperti digoxin)
Elektrokardiografi
a. Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
1) Elevasi yang curam dari segmen ST
2) Gelombang T yang tinggi dan lebar
3) VAT memanjang
4) Gelombang Q tampak
b. Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
1) Gelombang Q patologis
2) Elevasi segmen ST yang cembung ke atas
3) Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
c. Fase resolusi
1) Gelombang Q patologis tetap ada
2) Segmen ST mungkin sudah kembali isoelektris
3) Gelombang T mungkin sudah kembali menjadi normal
Radiologi
a. Thorax rontgen: menilai kardiomegali (dilatasi sekunder) karena gagal jantung
kongestif
b. Echocardiogram: menilai struktur dan fungsi abnormal otot dan katup jantung
c. Radioactive isotope: menilai area iskemia serta non-perfusi koroner dan
myokard

K.

PENATALAKSANAAN
1. Istirahat total
2. Diit makanan lunak/ saring serta rendah garam (bila gagal jantung)
3. Pasang infus dekstrosa 5% untuk persiapan pemberian obat intravena
4. Atasi nyeri :
a. Morphin 2,5-5 mg IV atau petidine 25-50 mg IM
b. Lain-lain: nitrat antagonis kalsium dan betabloker
5. Oksigen 2-4 Lpm

6.
7.
8.

Sedatif sedang seperti diazepam 4-3 x 2-5 mg peroral. Pada insomnia dapat
ditambahkan flurazepam 15-30 mg.
Anti koagulan :
a. Heparin 20.000-40.000 u/24 jam IV tiap 4-6jam atau drip IV atas indikasi
b. Diteruskan asetakumarol atau warfarin
Steptokinase/ trombolisis
Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran
pembuluh darah koroner, bila ada tenaga terlatih trombolisis dapat diberikan
sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis kematian dapat diturunkan

9.

sebesar 40%. Dosis pemberian 1,5 juta iu diberikan dalam tempo 30-60 menit.
Anti platelet
a.
Aspirin
Menghambat siklo oksigenase platelet secara irreversible, diberikan dosis awal

160 mg dan dilanjutkan dosis 80 325 mg / hari.


Clopidogrel
Menghambat agregasi platelet.
10. Terapi Nitrat Organik
a. Nitrogliserin
Untuk menanggulangi serangan anginaakut cukup efektif. Dosis sub lingual
b.

b.

L.

yaitu 0,15 0,6 mg dan oral 6,6-13 mg.


Iso sorbid dinitrat
Kerjanya hamper sama dengan Nitrogliserin tetapi bersifat long acting.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri
2.

ditandai dengan penurunan curah jatung


Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan curah jantung,
kerusakan otot jantung, penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah arteri

3.

koronaria
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2 otot

4.

jantung dan kebutuhan


Kelebihan volume cairan ekstravaskuler berhubungan dengan penurunan perfusi
ginjal, peningkatan natrium/ retensi air, peningnkatan tekanan hidrostatik,

5.
6.

penurunan protein plasma


Cemas berhubungan dengan ancaman aktual terhadap intregitas biologi
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang fungsi jantung/

7.

implikasi penyakit jantung


Koping individu inefektif berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

8.

kondisi dan prognosa penyakit


Resiko tinggi ketidak patuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya

9.

pengetahuan tentang kondisi dan prognosa penyakit


Resiko pola nafas inefektif berhubungan dengan pengembangan paru yang tidak
optimal

10. Resiko

tinggi

penurunan

curah

jantung

berhubungan

dengan

gangguan

kontraktilitas otot jantung


M.

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Nyeri berhubungan dengan iskemi jaringan
a. Jelaskan rencana tindakan beserta tujuan pada pasien dan keluarga
R/ : Diharapkan pasien dan keluarga dapat lebih kooperatif
b. Berikan ligkungan yang tenag dan nyaman
R/ : Diharapkan dapat meningkatkan kenyamanan pasien
c. Kaji ulang skala nyeri pasien
R/ : Diharapkan dapat mengetahui kondisi nyeri pasien
d. Ajarkan pasien teknik distraksi dan relaksasi
R/ : Diharapkan dapat menurunkan tingkat nyeri pasien
e. Berikan tambahan O2 sesuai indikasi
R/ : Diharapkan kebutuhan O2 pada otot jantung tercukupi hingga nyeri
f.
g.

h.

2.

berkurang
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
R/ : Diharapkan dapat mengetahui tingkat nyeri pasien
Berikan tindakan kenyamanan (perubahan posisi, gosokan punggung selama
dalam toleransi)
R/: Diharapkan dapat meningkatkan relaksasi
Kaji ulang seri EKG
R/: Diharapkan dapat menunjukkan informasi berhubungan dengan kemajuan

infark
i. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik
R/: Diharapkan pasien mendapatkan terapi analgesik yang tepat
Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas otot
jantung
a. Jelaksan rencana tindakan beserta tujuannya pada pasien dan keluarga
R/ : Diharapkan pasien dan keluarga dapat lebih kooperatif
b. Observasi TTV pasien
R/ : Diharapkan dapat mengetahui kondisi jantung pasien
c. Dorong tirah baring dalam posisi semi fowler
R/ : Diharapkan dapat menurunkan beban jantung dan memaksimalkan curah
d.
e.
f.

g.

jantung
Catat adanya murmur/ gesekan
R/ : Diharapkan dapat mengetahui aliran darah normal dalam jantung
Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah
R/ : Diharapkan dapat mencegah peningkatan kerja otot jantung
Kaji ulang output dan input
R/ : Diharapkan dapat mengetahui kemampuan jantung memompa darah
keseluruh tubuh
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi obat (digitalis dan deuretik)
sesuai indikasi
R/: Diharapkan dapat meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan beban kerja
jantung

3.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseeimbangan suplai O2 otot


jantung dan kebutuhan
a. Jelaskan rencana tindakan beserta tujuannya pada pasien dan keluarga
R/ : Diharapkan pasien dan keluarga dapat lebih kooperatif
b. Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas
R/ : Diharapkan dapat menurunkan kerja otot jantung/konsumsi O2
c. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal
R/ : Diharapkan dapat mencegah terjadinya bradikardi, penurunan curah
d.

e.

jantung takikardi, peningkatan tekanan darah


Batasi pengunjung sesuai keadaan klinis pasien
R/ : Diharapkan dapat mencegah aktivitas berlebihan, sesuai dengan
kemampuan jantung
Peringatkan pasien untuk menghindari aktivitas isometrik, valsava manuver
dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan diatas
R/ : Diharapkan tidak terjadi peningkatan beban kerja otot jantung dan
meningkatkan kebutuhan O2 serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat

f.

memicu serangan ulang


Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan
aktivitas bertahap
R/ : Diharapkan dapat mencegah aktivitas berlebihan, sesuai dengan
kemampuan jantung

N.

DAFTAR PUSTAKA
1.
Kurniadi, Helmanu. 2013. Stop Jantung Koroner. Yogyakarta: Familia
2.
Mubarak, Wahit Iqbal. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
3.
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
4.
5.
6.

Sistem Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika


Nanda. 2013. Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional. USA: Philadelpia
Rilantono, Lilik Ismudiati.1996.Buku ajar Kardiologi. Jakarta: Gaya baru
Soeharto, Iman. 2004. Serangan Jantung Dan Stroke. Jakarta: PT Gramedia

7.

pustaka utama
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika

PATOFISIOLOGI
faktor resiko : obesitas, ras, kebiasaan merokok, umur >40 tahun, jenis kelamin laki-laki
endapan lipoprotein di tunika intima
cidera endotel : interaksi antara fibrin dan platelet, proliferasi otot tunika media
invasi dan akumulasi dari lipit
flague fibrosa
lesi komplikata
ruptur plague
perdarahan
arterosiderosa

trombus
penyumbatan pembuluh darah
iskemi pembuluh darah

metabolisme anaerob pH sel


produksi asam laktat
Nyeri

Fungsi ventrikel kiri gangguan kontraktilitas


perubahan hemodinamik
progresif

Tekanan ventrikel kiri

Resiko tinggi
penurunan curah jantung

pe perfusi perifer
pe perfusi koroner

Kelemahan fisik
Gangguan intoleransi
aktivitas

kondisi dan
prognosis penyakit

hipotensi, asidosis
metabolik dan hipoksemia
Gangguan perfusi
Jaringan
Syok kardiogenik
kematian

kongesti pulmonalis

mekanisme kompensasi
mempertahankan curah
jantung dan perfusi perifer

tekanan hidrostatik
melebihi tekanan osmotik

refleks simpatis
vasokonstriksi sistem
retensi Na dan air

edema paru

denyut jantung
daya kontraksi jantung

Resiko tinggi kelebihan


volume cairan

beban akhir ventrikel kiri


daya dilatasi ventrikel kiri
pembesaran ventrikel kiri
hipertrofi ventrikel kiri
pengembangan paru
tidak optimal
Resiko pola nafas tidak efektif

Kecemasan

Kurang pengetahuan

Koping individu inefektif

Resiko tinggi ketidakpatuhan


pengobatan

Anda mungkin juga menyukai