Anda di halaman 1dari 14

Laporan pendahuluan

Sectio Caesaria

A. Definisi

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim
dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009)

Sectio Caesaria ialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
diatas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh
(Mochtar, 2006)

B. Etiologi
indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan
antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres
dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan
yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan
operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul
menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)


Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab
kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan
mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar
ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di
bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena
kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami
sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara
normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada
jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam
teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul,
kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.

2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5 %.
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi
terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak
belakang kepala.
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni
presentasi bokong, presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong
kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Manuaba, 2006).

C. Klasifikasi Operasi Sectio Caesarea (SC)


a. Abdomen (SC Abdominalis)
1. Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada
corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan
dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
Sayatan memanjang (longitudinal)
Sayatan melintang (tranversal)
Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira
10cm.
Kelebihan :
a) Mengeluarkan janin lebih memanjang
b) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
c) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
a) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada
reperitonial yang baik.
b) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri
spontan.
c) Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi
dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka
bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan
pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d) Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu
yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang
-kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah
memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini
maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
a) Penjahitan luka lebih mudah
b) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus
ke rongga perineum
d) Perdarahan kurang
e) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan
lebih kecil
Kekurangan :
a) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat
menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan
yang banyak.
b) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
D. Manifestasi Klinis
Data subjektif :
a) Pasien mengeluh nyeri pada perut akibat luka operasi
b) Pasien mengeluh sulit untuk tidur
c) Pasien mengeluh sulit untuk bergerak/beraktivitas
d) Pasien mengeluh badannya panas
Data objektif
a) Pasien tampak meringis
b) Takikardi
c) Konjungtiva anemis
d) Suhu meningkat
e) Tampak luka abdomen akibat luka operasi
f) Lingkaran hitam di mata
g) ADL di bantu
h) Terdapat tanda-tanda infeksi
i) Pasien tampak gelisah
E. Patofisiologi
F. Komplikasi
a) Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum
pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor -
faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama
khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat
dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya
daripada SC transperitonealis profunda.
b) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c) Komplikasi - komplikasi lain seperti :
Luka kandung kemih
Embolisme paru paru

G. Pemeriksaan Penunjang
a) Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar
pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b) Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c) Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d) Urinalisis / kultur urine
e) Pemeriksaan elektroli

H. Penatalaksanaan
a) Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung
elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada
organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%,
garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b) Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air the
c) Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang
sedini mungkin setelah sadar
Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit
dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk (semi fowler)
Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan
sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
d) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e) Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap
institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f) Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti
g) Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a) Identitas klien dan penanggung
b) Keluhan utama klien saat ini
c) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d) Riwayat penyakit keluarga
Keadaan klien meliputi :
a. Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
b. Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan
atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
c. Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
d. Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
e. Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
f. Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
g. Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
h. Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering
bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


1. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section
caesarea)
NOC
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan nyeri
klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
a. Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
b. Wajah tidak tampak meringis
c. Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan
NIC
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi
lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan
faktor presipitasi.
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah
meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara
efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas,
tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi progresif, latihan
napas dalam, imajinasi, sentuhan terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi
respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan
suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka


bekas operasi (SC)
NOC
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan klien tidak
mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 -
100x/ menit)
WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
NIC
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu
pecah ketuban.
2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan
sesuai indikasi
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka
6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC /
sel darah putih
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah
selama prosedur pembedahan
8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur


pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
NOC
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x 6 jam diharapkan ansietas klien
berkurang dengan kriteria hasil :
Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
NIC
1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung
2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasakan
4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan,
dan perawatan post operasi
LETAK SUNGSANG
A. Definisi
Letak sungsang merupakan letak membujur dengan kepala janin difundus uteri.
(Manuaba C 2008 hal : 116).
Letak sungsang adalah bila bayi letak longitudinal dan bokong berada di bawah
uterus ibu. (Chapman V 2006 hal :126).
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
(Wiknjosastro 2006, hal : 606)
B. Etiologi
Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya letak
sungsang diantaranya ialah prematuritas, rnultiparitas, hamil kembar,
hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit. Kadang-kadang
juga disebabkan oleh kelainan uterus (seperti fibroid) dan kelainan bentuk
uterus (malformasi). Plasenta yang terletak didaerah kornu fundus uteri dapat
pula menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan di
daerah fundus. Kelainan fetus juga dapat menyebabkan letak sungsang seperti
malformasi CNS, massa di leher, aneuploid.
Faktor predisposisi dari letak sungsang adalah:
Prematuritas karena bentuk rahim relatif kurang lonjong,
Air ketuban masih banyak dan kepala anak relatif besar
Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas
panggul.
Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena kepala kurang
sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya
pada panggulsempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor tumor pelvis dan
lain lain.
Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara
Gemeli (kehamilan ganda)
Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.
Janin sudah lama mati.
Sebab yang tidak diketahui.
C. Klasifikasi atau Jenis
Letak sungsang sendiri dibagi menjadi:
1. Letak bokong Murni : presentasi bokong murni, dalam bahasa Inggris
Frank Breech. Bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua
tungkai lurus ke atas.
2. Letak bokong kaki (presentasi bokong kaki) disamping bokong teraba kaki
dalam bahasa Inggris Complete Breech. Disebut letak bokong kaki
sempurna atau tidak sempurna kalau disamping bokong teraba kedua kaki
atau satu kaki saja.
3. Letak lutut (presentasi lutut) dan letak kaki (presentasi kaki) dalam bahasa
Inggris kedua letak tersebut disebut Incomplete Breech. Tergantung pada
terabanya kedua kaki atau lutut atau hanya teraba satu kaki atau lutut disebut
letak kaki atau lutut sempurna dan letak kaki atau lutut tidak sempurna.
( Obstetri Patologi hal :169 )
Dari letak letak tersebut, letak bokong murni paling sering dijumpai.
Punggung biasanya terdapat kiri depan. Frekuensi letak sungsang lebih tinggi
pada kehamilan muda dibandingkan dengan kehamilan aterm dan lebih banyak
pada multigravida daripada primigravida.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, I.J. 2006. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC


Manuaba, I.B. 2008. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan
KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2006. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk
Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 2006. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2009. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Anda mungkin juga menyukai