Anda di halaman 1dari 31

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan refarat yang berjudul Hemoragik Antepartum . Refarat ini ditulis
untuk memenuhi salah satu tugas dan syarat kelulusan kepaniteraan klinik ilmu Kandungan
dan Kebidanan Fakultas Universitas Kristen Indonesia di Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) Tarakan, Kalimantan Utara.
Dalam menyusun refarat ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak
dalam bimbingan, pengarahan, dan saran baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1

Direktur RSUD Tarakan yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti


kegiatan kepaniteraan klinik Kebidanan dan Kandungan di RSUD Tarakan,

Kaimantan Utara.
dr. H Refinaldi, Sp.OG telah banyak memberikan bimbingan dan ilmu pengetahuan

dalam mengikuti kepaniteraan kebidanan dan kandungan di RSUD Tarakan.


dr. Hj. Dewi Mandang, Sp.OG yang telah memberikan bimbingan serta pengajaran

selama penulis mengikuti kepaniteraan di RSUD Tarakan, Kalimantan Utara.


dr. I.G.Ngurah Made. M Sp.OG yang telah banyak memberikan bimbingan dalam

ilmu pengetahuan dalam mengikuti kepaniteraan di RSUD Tarakan.


Para staf, karyawan serta para bidan dan perawat yang telah banyak membantu kami
dan banyak memberikan saran saran yang berguna bagi penulis dalam menjalani

kepaniteraan di RSUD Tarakan, Kalimntan Utara.


Keluarga dan teman - teman yang banyak membantu dan memberikan dukungan
dalam penulisan refarat ini

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam refarat ini, Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dapat memperbaiki
kekurangan kekurangan tersebut.

Tarakan , Oktober 2016

CASE REPORT
HEMORAGIK POST PARTUM

PEMBIMBING:
dr.H. Refinaldi Sp.OG
DISUSUN OLEH:
Mardiana Ismaningsih
1261050178

KEPANITERAAN KLINIK ILMU


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TARAKAN KAL-TARA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
PERIODE 10 OKTOBER 10 DESEMBER 2016
KATA PENGANTAR

BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak. Semua


wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post partum. Walaupun
angka kematian maternal telah turun secara drastis di negara-negara berkembang, perdarahan
post partum tetap merupakan penyebab kematian maternal terbanyak dimana-mana.
Kehamilan yang berhubungan dengan kematian maternal secara langsung di Amerika Serikat
diperkirakan 7 10 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup. Data statistik nasional Amerika
Serikat menyebutkan sekitar 8% dari kematian ini disebabkan oleh perdarahan post partum.
Di negara industri, perdarahan post partum biasanya terdapat pada 3 peringkat teratas
penyebab kematian maternal, bersaing dengan embolisme dan hipertensi. Di beberapa negara
berkembang angka kematian maternal melebihi 1000 wanita tiap 100.000 kelahiran hidup,
dan data WHO menunjukkan bahwa 25% dari kematian maternal disebabkan oleh perdarahan
post partum dan diperkirakan 100.000 kematian matenal tiap tahunnya.
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 500 mL
setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Perdarahan
dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum
primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post
partum sekunder.
Frekuensi perdarahan post partum yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S.
Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara
maju maupun di negara berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%. Dari
angka tersebut, diperoleh sebaran etiologi antara lain: atonia uteri (50 60 %), sisa plasenta
(23 24 %), retensio plasenta (16 17 %), laserasi jalan lahir (4 5 %), kelainan darah (0,5
0,8). Penanganan perdarahan post partum harus dilakukan dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.

BAB II
TINJAUAN PUSAKA

PERDARAHAN POST PARTUM


I. Definisi
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir
pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal. Kondisi dalam persalinan
menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka batasan
jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana telah
menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh lemah, limbung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik < 90 mmHg, denyut nadi >
100 x/menit, kadar Hb < 8 g/dL.
Perdarahan post partum dibagi menjadi :
a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early postpartum
hemorrhage) adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah kala III.
b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late postpartum
hemorrhage). Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa nifas
(puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III
II. Etiologi
Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain:
- Atonia uteri
- Luka jalan lahir
- Retensio plasenta
- Gangguan pembekuan darah
III. Insidensi
Insidensi yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S. Pirngadi Medan adalah 5,1%
dari seluruh persalinan. Dari laporan-laporan baik di negara maju maupun di negara

berkembang angka kejadian berkisar antara 5% sampai 15%5. Berdasarkan penyebabnya


diperoleh sebaran sebagai berikut:
- Atonia uteri 50 60 %
- Sisa plasenta 23 24 %
- Retensio plasenta 16 17 %
- Laserasi jalan lahir 4 5 %
- Kelainan darah 0,5 0,8 %
Tabel 1. Penilaian klinik untuk menentukan penyebab Pendarahan Pos partum

IV. Kriteria Diagnosis


- Pemeriksaan fisik:

Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat, kecil,
ekstremitas dingin serta tampak darah keluar melalui vagina terus menerus.
- Pemeriksaan obstetri
Uterus membesar bila ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin
karena luka jalan lahir.
- Pemeriksaan ginekologi:
Pemeriksaan ini dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, pada pemeriksaan dapat
diketahui kontraksi uterus, adanya luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta.
V. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal. Kadar hemoglobin di
bawah 10 g/dL berhubungan dengan hasil kehamilan yang buruk.
- Pemeriksaan golongan darah dan tes antibodi harus dilakukan sejak periode antenatal.
- Pemeriksaan faktor koagulasi seperti waktu perdarahan dan waktu pembekuan.
b. Pemeriksaan radiologi
- Onset perdarahan post partum biasanya sangat cepat. Dengan diagnosis dan penanganan
yang tepat, resolusi biasa terjadi sebelum pemeriksaan laboratorium atau radiologis dapat
dilakukan. Pemeriksaan USG dapat membantu untuk melihat adanyagumpalan darah dan
retensi sisa plasenta.
- USG pada periode antenatal dapat dilakukan untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi
yang memiliki faktor predisposisi terjadinya perdarahan post partum
seperti plasenta previa. Pemeriksaan USG dapat pula meningkatkan sensitivitas dan
spesifisitas dalam diagnosis plasenta akreta dan variannya.
VI. Penatalaksanaan

Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2 komponen, yaitu: (1)
resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok hipovolemik dan (2)
identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya perdarahan post partum.

Resusitasi cairan

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga dapat memberi
waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab perdarahan. Perlu dilakukan
pemberian oksigen dan akses intravena. Selama persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur
intravena pada wanita dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur
kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.
Pada perdarahan post partum diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume
yang besar, baik normal salin (NS/NaCl) atau cairan Ringer Laktat melalui akses intravena
perifer. NS merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan dan
kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko terjadinya asidosis
hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan perdarahan post partum. Bila
dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 L), dapat dipertimbangkan
pengunaan cairan Ringer Laktat.
Cairan yang mengandung dekstrosa, seperti D 5% tidak memiliki peran pada penanganan
perdarahan post partum. Perlu diingat bahwa kehilangan I L darah perlu penggantian 4-5 L
kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak tertahan di ruang intravasluler, tetapi
terjadi pergeseran ke ruang interstisial. Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan
oksitosin, dapat menyebabkan edema perifer pada hari-hari setelah perdarahan post partum.
Ginjal normal dengan mudah mengekskresi kelebihan cairan. Perdarahan post partum lebih
dari 1.500 mL pada wanita hamil yang normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid
jika penyebab perdarahan dapat tertangani. Kehilanagn darah yang banyak, biasanya
membutuhkan penambahan transfusi sel darah merah.

Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000 1.500 mL/hari) dapat menyebabkan efek yang
buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik dibandingkan NS,
dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak diharapkan pada pemberian koloid,
maka cairan kristaloid tetap direkomendasikan.

Transfusi Darah

Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan diperkirakan akan
melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah
dilakukan resusitasi cepat.
PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat indikasi. Tujuan
transfusi adalah memasukkan 2 4 unit PRC untuk menggantikan pembawa oksigen yang
hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC bersifat sangat kental yang dapat
menurunkan jumlah tetesan infus. Msalah ini dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NS
pada masing-masing unit.

Tabel 2. Jenis uterotonika dan cara pemberiannya

VII. Penyulit
Penyulit pada kasus perdarahan post partum adalah :
- Syok ireversibel
- DIC

VIII. Pencegahan

Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada persalinan kala III dapat
menurunkan insidensi dan tingkat keparahan perdarahan post partum3. Penanganan aktif
merupakan kombinasi dari hal-hal berikut:
- Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi dilahirkan.
- Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
- Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus ketika uterus berkontraksi
dengan baik.

Tabel 3. Penilaian Klinik untuk Menentukan Derajat Syok

A. ATONIA UTERI

I. Definisi
Atonia uteri adalah kegagalan serabut-serabut otot miometrium uterus untuk berkontraksi dan
memendek. Hal ini merupakan penyebab perdarahan post partum yang paling penting dan
biasa terjadi segera setelah bayi lahir hingga 4 jam setelah persalinan. Atonia uteri dapat
menyebabkan perdarahan hebat dan dapat mengarah pada terjadinya syok hipovolemik.
II. Etiologi
Over distensi uterus, baik absolut maupun relatif, merupakan faktor resiko mayor terjadinya
atonia uteri. Overdistensi uterus dapat disebabkan oleh kehamilan ganda, janin makrosomia,
polihidramnion atau abnormalitas janin (misal hidrosefalus berat), kelainan struktur uterus
atau kegagalan untuk melahirkan plasenta atau distensi akibat akumulasi darah di uterus baik
sebelum maupun sesudah plasenta lahir3.
Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama
atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula
terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen
anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, betasimpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri
(korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi pada abruptio
plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Data terbaru menyebutkan bahwa
grandemultiparitas bukan merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya perdarahan
post partum.

PREDISPOSISI TERHADAP ATONIA UTERI

1. Grandemultipara.
2. Uterus yang terlalu regang (hidramion, hamil ganda, anak sangat besar/ BB > 4000 gram).
3. Kelainan uterus (uterus bikornis, mioma uteri, bekas operasi).
4. Plasenta previa dan solusio plasenta (perdarahan ante partum).
5. Partus lama

6. Partus presipitatus.
7. Hipertensi dalam kehamilan.
8. Infeksi uterus.
9. Anemia berat.
10. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus).
11. Riwayat PPH sebelumnya atau riwayat manual plasenta.
12. Pimpinan kala III yang salah dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus
sebelum plasenta terlepas.
III. Penatalaksanaan
Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri
- Masase uterus, berikan oksitosin dan ergometrin intravena, bila ada perbaikan dan
perdarahan berhenti, oksitosin dilanjutkan perinfus.

- Bila tidak ada perbaikan dilakukan kompresi bimanual, dan kemudian dipasang tampon
uterovaginal padat. Kalau cara ini berhasil, dipertahankan selama 24 jam.
Kompresi bimanual eksternal
Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua belah
telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar. Bila perdarahan
berkurang, kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali berkontraksi. Bila
belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal
Kompresi bimanual internal
Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam vagina
untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme
kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan
berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan
tetap terjadi , coba kompresi aorta abdominalis.
Kompresi aorta abdominalis
Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,genggam
tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu badan,
hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau sangat
mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan perdarahan
yang terjadi

Dalam keadaan uterus tidak respon terhadap oksitosin / ergometrin, bisa dicoba
prostaglandin F2a (250 mg) secara intramuskuler atau langsung pada miometrium
(transabdominal). Bila perlu pemberiannya dapat diulang dalam 5 menit dan tiap 2
atau 3 jam sesudahnya.

Laparotomi dilakukan bila uterus tetap lembek dan perdarahan yang terjadi tetap >
200 mL/jam. Tujuan laparotomi adalah meligasi arteri uterina atau hipogastrik
(khusus untuk penderita yang belum punya anak atau muda sekali)

Bila tak berhasil, histerektomi adalah langkah terakhir.

B. RETENSIO PLASENTA
I. Definisi
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau lebih dari 30
menit setelah bayi lahir2. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan
oleh gangguan kontraksi uterus.
II. Klasifikasi
Retensio plasenta terdiri dari beberapa jenis, antara lain:

Plasenta adhesiva adalah plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih
dalam.sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian
lapisan miometrium sampai ke serosa

Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/melewati


lapisan miometrium

Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan
miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus

Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan


oleh konstriksi ostium uteri

Tabel 4. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta

III. Penatalaksanaan
Retensio plasenta dengan separasi parsial

Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil

Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi plasenta tidak
terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

Pasang infus oksitosin 20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit. Bila
perlu, kombinasikan dengan misoprostol 400 mg per rektal (sebaiknya tidak

menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat menyebabkan


plasenta terperangkap dalam kavum uteri)

Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan

Lakukan transfusi darah apabila diperlukan

Beri antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g IV / oral + metronidazol 1 g supositoria /


oral)

Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi, syok neurogenik

Plasenta inkarserata

Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan

Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi


serviks dan melahirkan plasenta

Pilih fluethane atau eter untuk konstriksi serviks yang kuat, siapkan infus oksitosin
20 IU dalam 500 mL NS/RL dengan 40 tetes per menit untuk mengantisipasi
gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan anestesi tersebut

Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilalui cunam ovum, lakukan
manuver sekrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur ini berikan analgesik
(Tramadol 100 mg IV atau Pethidine 50 mg IV) dan sedatif (Diazepam 5 mg IV)
pada tabung suntik yang terpisah

Sisa Plasenta

Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan


kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan
pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi
uterus

Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika


yang dipilih adalah ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan 3 x 1 g oral dikombinasi
dengan metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3 x 500 mg oral

Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan dilatasi dan kuretase

Bila kadar Hb < 8 g/dL berikan transfusi darah. Bila kadar Hb > 8 g/dL, berikan sulfas
ferosus 600 mg/hari selama 10 hari

Plasenta akreta

Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus atau
korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta
karena implantasi yang dalam

Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini
memerlukan tindakan operatif

C. LASERASI JALAN LAHIR


I. Klasifikasi
- Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam:

Tingkat I: bila perlukaan hanya terbatas pada mukosa vagina atau kulit perineum

Tingkat II : adanya perlukaan yang lebih dalam dan luas ke vagina dan perineum
dengan melukai fasia serta otot-otot diafragma urogenital

Tingkat III : perlukaan yang lebih luas dan lebih dalam yang menyebabkan muskulus
sfingter ani eksternus terputus di depan

- Robekan serviks

II. Faktor Resiko


- Makrosomia
- Malpresentasi
- Partus presipitatus
- Distosia bahu
III. Penatalaksanaan
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina
- Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan
- Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
-

Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang
dapat diserap

Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal dari operator

Khusus pada ruptura perineum komplit (hingga anus dan sebagian rektum) dilakukan
penjahitan lapis demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sbb:
-

Setelah prosedur aseptik-antiseptik, pasang busi pada rektum hingga ujung robekan

Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul submukosa,
menggunakan benang poliglikolik no.2/0 (Dexon/Vicryl) hingga ke sfingter ani. Jepit
kedua sfingter ani dengan klem dan jahit dengan benang no. 2/0

Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan submukosa dengan benang yang
sama (atau kromik 2/0) secara jelujur

Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara submukosal dan subkutikuler
Berikan antibiotika profilaksis (ampisilin 2 g dan metronidazol 1 g per oral). Terapi
penuh antibiotika hanya diberikan apabila luka tampak kotor atau dibubuhi ramuan
tradisional atau

terdapat tanda-tanda infeksi yang jelas

Robekan serviks
- Robekan serviks sering terjadi pada sisi lateral karena serviks yang terjulur akan mengalami
robekan pada posisi spina isiadika tertekan oleh kepala bayi
- Bila kontraksi uterus baik, plasanta lahir lengkap, tetapi terjadi perdarahan banyakmaka
segera lihat bagian lateral bawah kiri dan kanan dari portio
- Jepitkan klem ovarium pada kedua sisi portio yang robek sehingga perdarahan dapat segera
dihentikan. Jika setelah eksplorasi lanjutan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan.
Jahitan dimulai dari ujung atas robekan kemudian ke arah luar sehingga semua robekan dapat
dijahit
- Setelah tindakan, periksa tanda vital psien, kontraksi uterus, tinggi fundus uteri dan
perdarahan pasca tindakan
- Beri antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-tanda infeksi
- Bila terdapat defisit cairan, lakukan restorasi dan bila kadar Hb < 8 g%, berikan transfusi
darah
D. KELAINAN DARAH

I. Etiologi
Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet biasanya tidak
menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada kontraksi uterus untuk
mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat perlekatan plasenta dan penjendalan darah
memiliki peran penting beberapa jam hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada
daerah ini dapat menyebabkan perdarahan post partun sekunder atau perdarahan eksaserbasi
dari sebab lain, terutama trauma.
Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan. Trombositopenia
dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP atau sindroma HELLP
sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas platelet dapat saja terjadi, tetapi hal
ini jarang. Sebagian besar merupakan penyakit sebelumnya, walaupun sering tak
terdiagnosis.
Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang berupa
hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang didapat biasanya
yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang berhubungan dengan solusio plasenta,
sindroma HELLP, IUFD, emboli air ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada
saat hamil, sehingga kadar fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak
hamil harus mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah
perdarahan post partum masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC3.
DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi jaringan, yang
menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan. Pada kasus ini terdapat
peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen yang tajam, serta pemanjangan waktu
trombin (thrombin time).

II. Penatalaksanaan
Jika tes koagulasi darah menunjukkan hasil abnormal dari onset terjadinya perdarahan
post partum, perlu dipertimbangkan penyebab yang mendasari terjadinya perdarahan post
partum, seperti solutio plasenta, sindroma HELLP, fatty liver pada kehamilan, IUFD, emboli
air ketuban dan septikemia.
Konsentrat trombosit yang diturunkan dari darah donor digunakan pada pasien dengan
trombositopenia kecuali bila terdapat penghancuran trombosit dengan cepat. Satu unit
trombosit biasanya menaikkan hitung trombosit sebesar 5.000 10.000/mm. , jika
direncanakan suatu tindakan operasi, perdarahan aktif atau diperkirakan diperlukan suatu
transfusi yang masif. Transfusi ulang mungkin dibutuhkan karena masa paruh trombosit hanya 3
4 hari.
Plasma segar yang dibekukan adalah sumber faktor-faktor pembekuan V, VII, IX, X dan
fibrinogen yang paling baik. Pemberian plasma segar tidak diperlukan adanya kesesuaian donor,
tetapi antibodi dalam plasma dapat bereaksi dengan sel-sel penerima. Bila ditemukan
koagulopati, dan belum terdapat pemeriksaan laboratorium, plasma segar yang dibekukan harus
dipakai secara empiris.
Kriopresipitat, suatu sumber faktor-faktor pembekuan VIII, XII dan fibrinogen, dipakai
dalam penanganan hemofilia A, hipofibrinogenemia dan penyakit von Willebrand. Kuantitas
faktor-faktor ini tidak dapat diprediksi untuk terjadinya suatu pembekuan, serta bervariasi
menurut keadaan klinis.

BAB III
STATUS PASIEN
I. DATA DASAR
A. IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama
Umur
Pekerjaan
Alamat
No Register
Agama
2. Identitas Suami
Nama
Umur
Pekerjaan
Alamat
Agama

: Ny. Hasriyana
: 22 thn
: IRT
: Jl. Lingkas ujung RT16.RW kota Tarakan
: 172xxx
: Islam

: Tn. Iwan
: 28 thn
: wiraswasta
: Jl ujung RT16.RW kota Tarakan
: Islam

Tanggal masuk RS: 22/10/2016

Jam: 13.00

Asal Pasien: Rujukan


B. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama : perdarahan post partum
2. Keluhan tambahan: pusing, lemas.
3. Kronologi keluhan : Pasien rujukan dari PKM Gunung lingkas dengan keluhan
diatar oleh bidan, keluhan pendarahan pervaginam setelah melahirkan di PKM
kurang lebih 2,5 jam yang lalu, di katakan plasenta lahir lengkap. Pendarahan
pervaginam > 500 cc. Sudah diberikan inj 2 kolf + inj metergin.

4. Riwayat Haid
Haid pertama umur

: 14 tahun

Siklus

: teratur 28 hari

Lamanya
Banyaknya
HPHT

: 7 hari
: sehari lebih dari 3 pembalut
: 16 januari 2016

Lamanya

: 7 hari

Banyaknya

: sehari lebih dari 3 pembalut

Taksiran Persalinan

: -

Sakit saat haid

: -

5. Riwayat Perkawinan
Status pernikahan : menikah
Lama perkawinan: 5 tahun
6. Riwayat kehamilan persalinan , nifas yang lalu
No

Usia kehamilan

Jenis persalinan

BBL

Jenis

Usia

1
2
3

Premature
premature
Aterm

Spontan
Spontan
Spontan

500 gr
1100 gr
2900 gr

kelamin
perempuan
Laki-laki
perempuan

sekarang
meninggal
hidup
hidup

Riwayat Penyakit Dahulu


kelainan berdasarkn system
Ssp
Kardiovaskuler

keterangan
disangkal
disangkal

traktus respiratorius
traktus gastrointestinal
traktus urogenital
Hematologi
imunologi/metabolic
dll......

disangkal
disangkal
disangkal
disangkal
disangkal

7. Riwayat penyakit dalam keluarga


kelainan berdasarkn
sistem
Ssp
Kardiovaskuler
traktus respiratorius
traktus
gastrointestinal
traktus urogeital
Hematologi
imunologi/metabolik
dll......

no
1
2
3
4
5
6
7
8

keterangan

disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal

8. Riwayat Operasi
n
o
1
2
3

jenis operasi

Tahun

keteranga
n

9. Metode Keluarga Berencana


n
o

Jenis

Tahun

1 tidak KB
Hormonal
2 (pil,suntik,susuk)
3 IUD (lipes,loops,cooper)
4 Kondom
alamiah (kalender,
5 interuptus)
6 Kontap
7 lain-lain

Suntik

3 bulan

10. Riwayat antenatal


Waktu hamil periksa di: Oleh
Keluhan,kelainan dan masalah:
waktu
anc

usia kehamilan

April
Septem
ber

tempat

masala
h

penatalaksa
naan

3 bulan

dr. Hj. Dewi


Mandang,
disang
Sp.OG
kal

vitamin

8 bulan

disang
kal

vitamin

PKM

C. OBJEKTIF
A. PEMERIKSAAN UMUM/STATUS GENERALIS
Tinggi badan
: 153 cm
Berat badan
: 48 kg
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: composmentis
1. Tanda vital
Tekanan darah
: 90/60 mmHg
Nadi
: 92 kali/menit
Suhu
: 36,3
Pernafasan
: 20 kali/menit
2. Kepala
Mata
:
Konjungtiva : anemis (++)
Sklera
: ikterik (-/-)
Gigi
: DBN
THT
: DBN
3. Leher
: DBN
4. Thorax :
: DBN
Payudara
: puting menonjol
Jantung
: murmur (-) gallop (-)
Paru
: vesikuler

5. Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
6. Extremitas
Superior
Inferior

: perut tampak membuncit , striae gravidarum


: tak teraba massa, nyeri tekan (-), defence muscular
: nyeri ketok (-)
: bising usus (+) 6 kali permenit
: akral hangat, derajat kekuatan otot 5555 | 5555, sianosis (-)
: akral hangat, derajat kekuatan otot 5555 | 5555, sianosis (-)

B. PEMERIKSAAN OBSTETRIK
1. Pemeriksaan luar ( atas indikasi : Tidak dilakukan )
a. Inspeksi : perut tampak membuncit , striae gravidarum
b. Palpasi
:
TFU
: setinggi umbilikus
Lingkar perut : - cm
1. Leopold I : ( tidak di lakukan)
Leopold II : Leopold III :
Leopold IV:
2. Perabaan kepala :
3. His ( atas indikasi : Tidak dilakukan )
Frekuensi :
Lamanya : - detik
Kekuatan : kuat
Relaksasi : - menit

2. Pemeriksaan dalam
a. Inspekulo ( atas indikasi : Tidak dilakukan )
i.
Fluor
:
ii.
Fluksus
:
iii.
Vulva
:
iv.
Portio
:
b. Vaginal Toucher (atas indikasi : Tidak dilakukan)
i.
Vulva/vagina :
ii.
Portio
:
iii.
Ketuban
:
iv. Bagian terendah janin :
v. Taksiran berat janin :
3. Pemeriksaan tambahan / khusus
a. Pemeriksaan panggul / pelvimetri klinik (tidak dilakukan)
i.
Pintu atas panggul
- Promontorium :
- Conjugata diagonalis:
- Linea terminalis:
Kesan :
ii.
Bidang tengah panggul
- Sakrum:
- Dinding panggul

iii.

- Spina ischiadica:
- Kesan :
Pintu bawah panggul

4. Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang


Pemeriksaan darah lengkap :
WBC
14,8103/uL
RBC
2,70106/uL
HGB
7,6 g/dL
HCT
22,8%
MCV
84,4 fL
MCH
28,1 pg

MCHC 33,3 g/dL


PLT 234103/uL

BAB III
Kesimpulan

1. Post partum haemorrhage adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih, sesudah anak
lahir. Perdarahan pasca persalinan terbagi menjadi 2, yaitu ppp dini dan masa nifas
2. Perdarahan pasca persalinan Perdarahan pervaginam 500 ml atau lebih yang terjadi segera
setelah bayi lahir sampai 24 jam kemudian.Perdarahan masa nifas adalah Perdarahan yang
terjadi pada masa nifas 500 ml atau lebih setelah 24 jam bayi dan plasenta lahir.
3. Berdasarkan etiologinya, perdarahan post partum dapat disebabkan oleh Atonia uteri,
Robekan (laserasi, luka) jalan lahir., retensio plasenta dan sisa plasenta, Gangguan
pembekuan darah (koagulopati).
4. Gejala klinis yang ditemui adalah Perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi
lahir., Pucat, mungkin ada tanda-tanda syok, tekanan darah menurun, denyut nadi cepat dan
halus, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan lain-lain.
5. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinis, Palpasi uterus ,Inspekulo, Laboratorium.
6. Prinsip penanganan adalah menghentikan perdarahan, cegah/ atasi syok., dan ganti darah
yang hilang

DAFTAR PUSTAKA
1. Komite Medik RSUP dr. Sardjito, 2000, Perdarahan Post Partum dalam Standar
Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: Penerbit Medika Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada
2. Saifuddin, A. B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G., H., Waspodo, G. (ed), 2002, Perdarahan
Setelah Bayi Lahir dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Jakarta: JNPKKR POGI bekerjasama dengan Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
3. Smith, J. R., Brennan, B. G., 2004, Postpartum Hemorrhage, http://www.emedicine.com
4. Rayburn, W. F., Carey, J. C., 2001, Obstetri & Ginekologi, Jakarta: Penerbit Widya Medika
5. Mochtar, R., Lutan, D. (ed),1998, Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi Obstetri Patologi,
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
6. Angsar, M. D., 1999, Perlukaan Alat-alat Genital dalam Ilmu Kandungan, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai