Anda di halaman 1dari 3

Hutan yang ditebang menyisakan lahan yang gersang dan gundul akibat pembangunan

jalan dan konstruksi lain membuat tanah tersebut tidak memiliki adanya vegetasi yang dapat
menyerap air yang masuk ke tanah apabila hujan melanda dan menyebabkan tanah mudah
longsor. Untuk itu PT. Freeport menanam tanaman dengan cara hydromulching, dimana benih
tanaman asli setempat dikumpulkan dan dicampur dengan pupuk, tanah humus dan bahan
pengikat. Setelah itu campuran ini dimasukkan kedalam truk tangki dan disemprotkan pada lahan
yang gundul dengan bentuk lapisan hijau dan akar tanaman mulai tertanam ke dalam tanah. Cara
ini merupakan cara yang ampuh untuk menumbuhkan kembali lahan-lahan yang gersang akibat
ditebang untuk kegiatan operasi.
Lokasi pembuangan tailing yang ditumbuhi pohon sagu dan banyak ditumbuhi oleh
rumput Phragmites, yaitu rumput agresif yang dapat tumbuh di tanah tailing berbentuk pasir dan
kers. Dimulai ditanam pada tahun 1992 dengan seluas 66 hektar dan sekarang sudah diperluas
hingg lebih dari 250 hektar. Tanaman ini semakin subur baik pada musim hujan dan panas,
karena dibantu oeh sedikit bahan-bahan organic dan lumpur limbah kotoran.
Program pengolahan limbah tailing ini terletak diantara dua tanggul, yaitu program
revegetasi hutan dan reklamasi tailing jangka panjang yang mencakup proyek pertanian
holtikultura, silvikultura dan akuakultura. Pada dasarnya dalam mempraktekkan teknik-teknik
pengolahan ini tidak dapat langsung dilakukan dan dipertahankan, karena harus memperhatikan
aspek lingkungan dan sosial.
Pengolahan tailing dengan melakukan cara-cara yang lebih mudah, efektif dan mudah
untuk dikenal para petani setempat tanpa menggunakan alat-alat mahal dan teknologi yang rumit
dilakukan oleh PT. Freeport dalam memudahkan kehidupan para petani setempat. Dengan
melalui analisis, ditemukan bahwa tailing pada daerah tersebut mengandung zat fosfor dan bahan
nutrisi yang lebih banyak dibanding tanah kapur di daerah sekitarnya. Rumput Phragmites ini
sendiri membantu pertumbuhan pada tanah yang tidak organic dan dapat tumbuh hingga 4 meter.
Pada lahan Mile 23 tidak berhasil dilakukan percobaan karena muka air tanah yang terlalu tinggi.
Sehingga dilakukan percbaan pada Mile 21 diposisi arah selatan. Pada lahan ini terdapat lapisan
tailing yang cukup tebal dan air tanah berada 2 meter dari permukaan tanah.

Setelah melakukan penanaman dengan berbagai macam tanaman, perusahaan ingin


mencoba melakukan penanaman padi. Dimana padi itu sendiri bukan kebutuhan bagi masyarakat
local, melainkan kebutuhan pagi para masyarakat transmigrasi yang biasanya mengimport beras
dari Jawa atau Sulawesi. Namun penanaman padi ini gagal karena pada dasarnya padi tidak
dapat tumbuh di lahan tailing yang terdiri dari pasir-pasir dan tumbuhan padi membutuhkan
pematang yang menjadi pembatas untuk petak sawah. Namun seorang warga mengusulkan
menggunakan kulit kayu pohon sagu, dan ternyata berhasil.
Selain itu, PT. Freeport memiliki tanggung jawab rehabilitasi tambang terjadap Papua.
Salah satunya adalah di dekat daerah pemukiman di Kwamki Lama, utara Timika, Freeport
membangun sungaidan danau kecil dengan cara mengalirkan aliran sungai kecil di sekitarnya.
Dibangun pula danau-danau, hotel, hingga taman burung untuk menarik para wisatawan. PT.
Freeport juga mendaur ulang ban-ban bekas kendaraan ringan dan truk yang jumlahnya
mencapai 1000 buah perbulannya. Juga kabel bekas, pelumas bekas, kabel dari kereta gantung,
bahan aluminium, kawat tembaga, besi bekas dan bahan-bahan lainnya digunakan untuk didaur
ulang.
Penggunaan sebanyak 175.000 galon bahan bekas pelumas digunakan perusahaan untuk
dibakar dan dijadikan bahakn bakar untuk pengolahan pengeringan konsentrat di pelabuhan.
Adapun perusahaan juga menggunakan pandai besi untuk membuat parang, sekop, cangkul, dan
alat-alat pertanian untuk warga dimana warga diberi sarana usaha dan dilatih untuk
menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat. Alat-alat pertanian ini jauh lebih murah bila
dibuat oleh petani local dan harganya pun lebih murah serta kualitas yang lebih tinggi dibanding
mengimpor alat-alat pertanian.
Aluminium bekas pun juga dapat di daur ulang, dan dikirim ke Jakarta mencapai 3-4 ton
per tiga bulan. Dana hasil daur ulang digunakan untuk kegiatan sosial. Freeport juga melakukan
pemantauan lingkungan melalui laboratorium ilmiah modern dan stasiun pemantauan di sepanjag
pengaliran tailing Sungai Aghwagong-Aikwa untuk mengambil sampel dan menguji air,
endapan, ikan-ikan atau mahluk lain yang hidup di sungai. Hasilnya pun mengagumkan karena
hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa semua contoh baku mutu air minum dibawah sta dar
yang ditetapkan Indonesia dan WHO. Baku mutu yang ditetapkan Indonesia adalah 1 ppm dan
standar baku mutu WHO adalah 2 ppm. Namun hasil sampling pada Sungai Otomona

menunjukkan 0.01 ppm. Kemudian Freeport terus melakukan program pemantauan lingkungan
jangka panjang dan membagi menjadi lima kategori yaitu: meteorologi, hidrologi, kimia air,
sedimentology dan pengambilan contoh biologi. Kelimanya mencakup pemantauan lingkungan
dari aspek tertentu guna pelaksanaan proses rehabilitasi, reklamasi dan menjadi tanggung jawa
perusahaan untuk tetap memelihara dan memperbaiki kondisi lingkungan dan alam di Timika.
Pada tahun 2006, tercatat lebih dari 3 miliar ton tailing yang telah terbuang oleh Freeport
melalui Sungai Otomina dan Aikwa dan dialiri ke Laut Arafuru. Pada

Anda mungkin juga menyukai